Anda di halaman 1dari 11

MASAIL KREDIT PEMBIAYAAN PIHAK KETIGA

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

MASAIL FIQH

Dosen Pengampu:
Dr. Amir Maliki Abitolkha, M.Ag

Tim Penyusun:
Annisa Rahmania Azis (06040120071)
Laveda Adna Fika (06030120059)
Nadian Nur Afnia (06030120063)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’aala yang telah


melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat terselesaikan makalah ini
dengan lancar dan tepat waktu. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Masail Fiqh yang dibimbing oleh yang terhormat Bapak Dr. Amir Maliki Abitolkha,
M.Ag.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Semoga, kita senantiasa menjadi pengikut Beliau yang setia, Aamiin. Kami
selaku penyusun sadar, bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak
kekurangan, dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun bagi kelompok kami demi perbaikan-perbaikan selanjutnya.

Sebagai penyusun, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami, terutama kedua orang tua yang telah memberikan do’a dan dukunganmnya
hingga terselesaikannya makalah ini. Tak lupa, kami berterima kasih kepada Bapak Dr. Amir
Maliki Abitolkha, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Masail Fiqh, atas segala
bimbingannya selama proses perkuliahan mata kuliah ini.

Akhirnya, kami berharap semoga dengan adanya makalah ini, dapat memberikan
tambahan ilmu dan wawasan yang bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan masyarakat
pada umumnya.

Sidoarjo, Oktober 2022

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
A. Latar Belakang...........................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Makna dan Deskripsi masail kredit pembiyaan pihak ketiga.....................................................6
B. Pandangan Ulama’ dengan Argumentasinya terhadap Kredit Pembiyayaan pihak ke-tiga
(Analisis Penalaran Fiqih)..................................................................................................................6
1. Perbedaan Jual Beli Kredit dengan Riba dan Hukumnya...........................................................6
2. Pihak Ke-tiga (Penanggung/Penjamin) dalam Jual-Beli kredit dan Hukumnya.........................8
BAB III................................................................................................................................................10
PENUTUP...........................................................................................................................................10
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dana pihak ketiga (DPK) adalah unsur pembentukkan pendapatan karena dari
DPK ini akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan/kredit. Selanjutnya
pembiayaan/kredit yang disalurkan tersebut akan diperoleh tingkat pengembalian
berupa marjin/hasil bunga. Selanjutnya besar kecilnya marjin/hasil bunga akan
menentukan tingkat profitabilitas. Oleh karena itu optimalisasi dana pihak ketiga
menjadi sangat penting dalam meningkatkan profitabilitas. Dalam konsepsi
manajemen kredit/pembiayaan, dana pihak ketiga (DPK) merupakan basis keputusan
atau kebijakan dalam Bank. Apabila DPK dalam keadaan stabil, maka hal ini akan
memberikan tingkat kepastian keputusan dalam pemberian kredit. Karena semakin
besarnya DPK maka keputusan pemberian kredit akan semakin tinggi pula. DPK
berpengaruh positif terhadap Penyaluran Kredit. Ketika dana-dana yang terkumpul
dari masyarakat tinggi, maka keputusan untuk menyalurkan kredit akan semakin
tinggi pula.1

B. Rumusan Masalah
Berikut permasalahan yang kami angkut dalam makalah ini:
1. Apakah makna dari masail kredit pembiayaan pihak ketiga?
2. Bagaimanakah pandangan para ulama terkait dengan masail kredit pembiayaan
pihak ketiga?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dituliskannya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna dari masail kredit pembiayaan pihak ketiga.
2. Untuk mengetahui pandangan para ulama terkait dengan masail kredit
pembiayaan pihak ketiga.

1
Wulan Lestari Oka, Komang, I Gusti Ayu Purnamawati dan Ni Kadek Sinarwati, “Pengaruh Dana Pihak Ketiga,
Penilaian 5C Kredit dan Kualitas Kredit Terhadap Keputusan Pemberian Kredit di PT Bank Pembangunan
Daerah Bali Cabang Singaraja”, Singaraja: e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha, 2015.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Makna dan Deskripsi masail kredit pembiyaan pihak ketiga

B. Pandangan Ulama’ dengan Argumentasinya terhadap Kredit Pembiyayaan pihak


ke-tiga (Analisis Penalaran Fiqih)
1. Perbedaan Jual Beli Kredit dengan Riba dan Hukumnya

Jika di lihat dari segi bahasa, dalam bahasa arab, jual beli dengan sistem kredit di
sebut dengan bai’ taqsī yang berarti transaksi jual beli dengan sistem bayar cicilan (kredit)
dalam batas waktu tertentu dengan thaman (harga satuan barang atau nilai sesuatu) yang
relatif lebih tinggi disbanding thaman dengan sistem bayar cash.

Lonjakan thaman dalam sistem taqsī (kredit), tidak dikategorikan sebagai praktik riba.
Sebab disamping tidak melibatkan barang ribawi, lonjakan harga dalam hal ini lebih sebagai
bentuk toleransi untuk memberikan kelonggaran melangsungkan transakasi.2 Dalam jual beli
kredit memang ada kemiripan antara riba dan tambahan harga. Namun, dalam riba adanya
penambahan harga dalam jual beli kredit adalah sebagai ganti penundaan pembayaran barang.
Ada perbedaan yang mendasar antara jual beli kredit dengan riba. Selain itu, tambahan yang
diberikan merupakan barang yang sejenis dari yang diberikan salah satu pihak, misalnya
emas dengan emas, beras dengan beras dan sebagainya. Sementara jual beli kredit, si pembeli
mendapatkan barang dan penjual menerima bayaran dalam bentuk uang, artinya dari barter
ini dari jenis barang yang berbeda. Tambahan yang diberikan oleh pembeli kredit menjadi
pengganti untuk penjual yang telah mengorbankan sejumlah uangnya berhenti pada si
pembeli untuk beberapa waktu, padahal bila uang tersebut berada di tangan penjual, bisa jadi
dikembangkan atau sebagai tambahan modal usaha.3

2
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2006), 52.
3
Ibid., 54.

6
Menurut jumhur ulama kontemporer, sistem kredit ini masih masuk dalam lingkup
prinsip berkeadilan artinya meskipun dalam sistem jual beli kredit ada tambahan harga
namun sisi pihak tidak menerima uang pembayaran secara kontan dan tidak bisa memutar
hasil penjualannya secara langsung, sehingga sebuah kewajaran jika ia menutupi penundaan
pembayaran dengan cara menaikkan harga.4 Berikut adalah beberapa pendapat ulama’:

a. Wahbah az-Zuhaily dalam kitab Fiqh al-Islam wa Adillatu


“Contohnya adalah jual beli kredit atau dengan harga yang ditempokan dengan harga
yang lebih mahal dari harga kontan. Kadang orang beranggapan aqad ini haram, karena
harganya lebih mahal dari pada harga kontan. Akan tetapi para fuqaha Islam
membolehkannya untuk memenuhi hajat orang banyak dan karena di dalamnya tidak
ada tujuan penipuan dan tidak ada unsur menyempitkan bagi orang yang sangat
membutuhkan. Malah sebaliknya, kredit memudahkan keperluan/urusan bagi para
pembeli yang tidak memiliki uang untuk membeli barang secara kontan padahal ia
sangat membutuhkannya”5

b. Musthofa al-Bugho dalam kitabnya Al-Fiqh al-Minhaji alaa Mazhabi al-Imam as-Syafi’I

“Dan cocok sekali disinggung di sini bahwa jual beli kredit tidak dilarang, dan akadnya
sahih dengan syarat jangan menyebutkan dua harga dalam ‘Akad karena itu termasuk
dalam kategori dua bai’ dalam satu bai’ yang bathil sebagaimana telah dimaklumi.
Adapun apabila keduanya dalam tawar menawar menyebutkan dua harga, lalu di akhir
tawar menawar keduanya sepakat untuk dijual/dibeli dengan harga kredit dan dibuat
akad jual beli dengan harga tersebut maka akad itu sahih, tiada haram dan mereka tidak
berdosa. Dan sepantasnyalah kita membersihkan pikiran kita dari anggapan bahwa akad
ini mengandung riba, karena perbedaan dua harga itu sebagai imbalan atas lamanya
masa banyaran.”6

2. Pihak Ke-tiga (Penanggung/Penjamin) dalam Jual-Beli kredit dan Hukumnya


Dalam sistem hukum syariah, Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga yang memeneuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai
penjamin. Menurut syariah, kafalah adalah suatu tindak penggabungan tanggungan orang

4
Dadang Hidayat, Fiqih Jual Beli (Bandug: Remaja Rosdakarya, 2015), 227.
5
Wahbah az-Zuhaily, Fiqh al-Islam wa Adillatu juz, 5, hal. 3763.
6
Al-Fiqh al-Minhaji alaa Mazhabi al-Imam as-Syafi’I, juz, 6. Hal. 38.

7
yang menanggung dengan tanggungan penanggungan utama terkait tuntutan yang
berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan. Kafalah terlaksana dengan
adanya penanggung, penanggung utama, pihak yang ditanggung haknya, dan tanggungan.
7

Penanggung atau disebut kafil adalah orang yang berkomitmen untuk


melaksanakan tanggungan. Syarat untuk menjadi kafil adalah harus baligh, berakal sehat,
memiliki kewenangan secara leluasa dalam menggunakan hartanya dan ridha terhadap
tindak penanggungnya. Penanggung utama adalah orang yang berhutang, yaitu pihak
tertanggung. Sedangkan pihak yang ditanggung haknya adalah orang yang memberi
hutang. Terkait pihak tertanggung haknya ini disyaratkan harus diketahui oleh pihak yang
menanggung, karena manusia berbeda-beda sifatnya dalam menyampaikan tuntutan dari
segi toleransi dan ketegasan, sementara tujuan merekapun bermacam-macam dalam
menyampaikan tuntutan. Dengan demikian tidak ada tindakan kecurangan dalam
penanggungan. Adapun tanggungan adalah berupa jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan
yang harus dilaksanakan atas nama pihak tertanggung.8

Berikut ini adalah dalil di perbolehkanya Al-kafalah :

Dalam sebuah hadist yang di riwayatkan Oleh sahabat Jabir R.A :

‫ول‬ َّ َ‫ َفغ‬,‫ ( ُت ُوفِّ َي َر ُج ٌل ِمنَّا‬:‫ال‬


َ ‫ ثُ َّم َأَت ْينَ ا بِ ِه َر ُس‬,ُ‫ َو َك َّفنَّاه‬,ُ‫ َو َحنَّطْنَ اه‬,ُ‫س لْنَاه‬ َ َ‫َو َع ْن َج ابِ ٍر رضي اهلل عنه ق‬
ِ ‫ ِدينَ ار‬:‫َأعلَْي ِه َديْن? ُقلْنَ ا‬ َ َ‫ ثُ َّم ق‬,‫ص لِّي َعلَْي ِه? فَ َخطَ ا ُخطًى‬ ِ
،‫ان‬ َ ٌ َ :‫ال‬ َ ُ‫ ت‬:‫اَللَّه ص لى اهلل علي ه وس لم َف ُقلْنَ ا‬
‫ول اَللَّ ِه صلى‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫ َف َق‬،‫ان َعلَ َّي‬ ِ ‫ اَلدِّينَار‬:‫اد َة‬
َ َ َ‫ال َأبُو َقت‬ َ ‫ َف َق‬,ُ‫ فََأَت ْينَ اه‬،‫اد َة‬
َ َ‫ َفتَ َح َّملَ ُه َما َأبُو َقت‬,‫ف‬
َ ‫ص َر‬
َ ْ‫فَان‬
‫ َوَأبُ و‬,‫َأح َم ُد‬ ِ
ْ ُ‫ َر َواه‬ ) ‫ص لَّى َعلَْي ه‬ َ َ‫ ف‬,‫ َن َع ْم‬:‫ال‬ َ َ‫ت? ق‬ ُ ِّ‫يم َوبَ ِرَئ ِم ْن ُه َم ا اَل َْمي‬ ِ
ُ ‫اهلل علي ه وس لم ُأح َّق اَلْغَ ِر‬
‫ْحاكِ ُم‬ ِ ِ ‫ والن ِئ‬,‫َداو َد‬
َ ‫ َوال‬,‫ص َّح َحهُ ابْ ُن حبَّا َن‬ َ ‫ َو‬,‫َّسا ُّي‬ َ َ ُ
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal
dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya.
Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan kami
tanyakan: Apakah baginda akan menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa
langkah kemudian bertanya: "Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua
dinar. Lalu beliau kembali. Maka Abu Qotadah menanggung hutang tersebut. Ketika
kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul-betul engkau tanggung dan

7
Dimyaudin Djuwaini, pengantar fiqh muamalah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008, hlm.248-250
8
Abdul Rahman Ghazaly Dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010. Hlm 202

8
mayit itu terbebas darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

11

Anda mungkin juga menyukai