Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM EKONOMI SYARIAH

GADAI SYARIAH

Nama Kelompok :

 Muhamad irfan : 201010201266


 Muhammad Rizky Ananda : 201010201077
 Yosua budi kusumo : 201010201229
 Yanto suprianto : 201010200341
 Firman Indah Wahyu Ziliwu : 201010201407
 Yuniman Harefa : 191010201022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur aras kehadirat Allah Swt, atas rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas tentang GADAI
SYARIAH . Ucapan terimakasih pun tidak lupa kami ucapkan kepada pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan
berupa kritikan dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kat
a,kiranya makalah ini dapat berguna dan bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa untuk dapat
mempelajari serta memahami tentang etika profesi. Sekian dan terima kasih
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………… iii
BAB I………………………………………………… 1
PENDAHULUAN……………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………….. 1
BAB II………………………………………………….. 2
PEMBAHASAN………………………………………… 2
A. Pengertian Pegadaian Syariah……………………… 2
B. Dasar Hukum Pegadaian Syariah…………………… 3
C. Operasional Pegadaian Syariah……………………… 4
D. Tujuan, manfaat pegadaian syariah………………….. 4
1. Tujuan Pegadaian………………………………………….. 4
2. Manfaat Pegadaian………………………………………… 5
BAB III…………………………………………………… 6
PENUTUP………………………………………………… 6
A. Kesimpulan………………………………………….. 6
B. Saran………………………………………………… 7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………. 8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini masih ada kesan dalam masyarakat, kalau seseorang pergi ke
pegadaian untuk menjamin sejumlah uang dengan cara menggadaikan barang,
adalah aib dan seolah kehidupan orang tersebut sudah sangat menderita. Karena
itu banyak diantara masyarakat yang malu menggunakan fasilitas penggadaian.
Lain halnya jika kita pergi ke sebuah bank, di sana akan terlihat lebih lama
dengan persyaratan yang cukup rumit.

Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank, dan asuransi yang


berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal yang mengalami bentuknya
pegadaian syariah atau rahn dikenal sebagai produk yang di tawarkan oleh bank
syariah, dimana bank menawarkan kepada masyarakat dalam bentuk
penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pegadaian syariah?


2. Bagaimana dasar hukum pegadaian syariah?
3. Bagaimana operasional dalam pegadaian syariah?
4. Apa tujuan, manfaat, dan risiko pegadaian syariah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah

Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-hasbu berarti
pemahaman terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai
pembayaran dari barang tersebut. Sedangkan menurut Sabiq, rahn adalah
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan suara
sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barang itu.

Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab al-mughi
adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk
dipenuh dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya
dari orang yang berpiutang.

Pengertian gadai yang ada dalam syariah agak berbeda dengan pengertian gadai
yang ada dalam hukum positif, sebab pengertian gadai dalam hukum positif
seperti yang tercantum dalam Burgerlijk Wetbook ( Kitab Undang-Undangan
Hukum Perdata ) adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
yang berhutang atau oleh seseorang lain atas dirinya, dan yang memberikan
kekuasaan pada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan dari pada orang yang berpiutang lainnya,
dengan pengecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150
KUH Perdata).
B. Dasar Hukum Pegadaian Syariah

Gadai hukumnya jaiz (boleh) menurut al-Kitab , as- Sunah, dan ijma’ (Sabiq ,
1996).

1. Al- Qur’an.
Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum perjanjian gadai
adalah Qs. Al- Baqarah 283 :
.......ٌ‫َوإِ ْن ُك ْﻧﺖُ ْم َﻋﻠَﻰ َﺳﻒَ ٍر َولَ ْم تَ ِج ُدوا َﻛﺎﺗِﺒًﺎ فَ ِر َھﺎ ٌن َم ْﻗﺒُﻮ َﺿﺔ‬
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)....”(Qs. Al baqarah :283)

2. As- Sunnah
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang
dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”
(Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a.,)
Selain dari hadis tersebut, Nabi Bersabda yaitu:

“ Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung


biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan
menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan “. (HR Jamaah, kecuali
muslim dan An-Nasai).

3. Ijma’
Mengenai dalil ijma’ ummat Islam sepakat (ijma’) bahwa secara garis besar
akad rahn (gadai / penjaminan utang) diperbolehkan. Pemberi gadai boleh
memanfaatkan barang gadai secara penuh sepanjang tidak mengakibatkan
berkurangnya nilai barang gadai tersebut.
4. Fatwa dari Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang
Rahn dan Rukun dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan Syarat Transaksi Gadai.
Dalam perjanjian gadai akan sah apabila memenuhi rukun serta syarat sahnya
gadai, diantaranya yaitu:
- Orang yang bertransaksi (Akid )
- Ijab qabul (sighat )
- Adanya barang yang digadaikan (Marhun)
- Utang (Marhun bih)

C. Operasional Pegadaian Syariah

Implementasi operasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian


konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang berrgerak. Prosedur untuk
memperoleh gadai syariah sangat sederhana yaitu, masyarakat harus
menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak seperti jaminan, lalu uang
pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15
menit).
Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan
sejumlah uang dan surat bukti rahn saja denggan waktu proses yang jauh
singkat.

D. Tujuan, manfaat pegadaian syariah

1. Tujuan Pegadaian

 Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan


program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum
gadai.
 Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
 Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring
pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi
dijerat pinjamanan/pembiayaan berbasis bunga.
 Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.
2. Manfaat Pegadaian

a. Bagi Nasabah

- Tersedianya dana dengan prosedur yang relative sederhana dan dalam waktu
yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan.
- Nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai barang bergerak secara
professional.
- Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat di
percaya.
- Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, maka akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah.
- Bank memberikan kemungkinan nasabah lalai atau bermain-main dengan
fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.
- Serta bank memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang
deposito bahwa dana nya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam
ingkar janji karena ada suatu aset atau barang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gadai adalah akad sebuah kepercayaan dengan cara menjadikan sesuatu sebagai
barang jaminan atau utang harus dibayarkan. Dan apabila utang pada waktunya
tidak dibayar, maka barang yang dijadikan jaminan tersebut dapat dijual untuk
membayar utangnya.

Rukun gadai terdiri dari : shighat, orang yang menggadaikan (rahin), orang
yang menerima gadai (murtahin), harta yang dijaminkan (marhun), hutang
(marhun bih). Sedangkan syarat gadai terdiri dari : rahin dan marhun
(mempunyai kecapakan), marhun (dapat dijual apabila pada waktunya utang
tidak terbayar yang nilainya seimbang dengan utang), marhun bih (merupakan
hak yang harus di kembalikan kepada rahin), shighat (diungkapkan dengan
kata-kata).

Tujuan pegadaian adalah sebagai pencegahan ijon, pegadaian gelap, dan


pinjaman tidak wajar lainnya. Manfaat dari pegadaian adalah bagi nasabah
tersedianya dana dengan prosedur yang relatif sederhana dan dalam waktu yang
lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Sedangkan bagi
perusahaan pegadaian adalah mendapatkan penghasilan yang bersumber dari
sewa yang dibayarkan oleh peminjam dana. Risikonya adalah tak terbayarkan
utang nasabah dan penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
Status gadai terbentuk saat terjadinya akad atau kontrak utang piutang bersama
dengan penyerahan jaminan. Mengenai penggunaan barang gadai oleh
penggadaian terdapat perbedaan pandangan di kalangan muslim. Jika telah jatuh
tempo, orang yang menggadaikan barang yang berkewajiban melunasi utangnya.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha tentang barang gadai yang
rusak atau hilang di tangan penerima gadai.

Perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional adalah pada biaya


administrasi, pengelolaan biaya hasil penjualan barang yang tidak diambil oleh
nasabah dan lain-lain.

B. Saran

Demikian makalah yang dapat kami sajikan dan sampaikan, semoga bermanfaat
bagi kita semua. Apabila ada penulisan atau kata-kata yang kurang berkenan
kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga bermanfaat dan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia (Konsep, Implementasi, dan


Institusionalisasi), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.

Ahmad Supriyadi, Struktur Hukum Akad Rahn di Pegadaian Syariah Kudus,


Jurnal Penelitian Islam, Vol. 5, No. 2, 2012.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, alfabeta, Bandung, 2009.

Enang Hidayat, Transaksi Ekonomi Syariah, Remaja Rosdakarya, Bandung,


2016.

Khairul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, Pustaka Setia, Bandung, 2013.

Anda mungkin juga menyukai