Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah tentang
“Deposito Dan Giro” ini bisa selesai pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer guna menambah
pengetahuan dan wawasan kita.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Rahmat Hidayat, Lc, MHI selaku dosen
mata kuliah pengampu. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi serta mendukung dan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhya bahwa masih ada banyak kekurangan
baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini bisa memberikan pengetahuan dan dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Giro dan Deposito sebuah kegiatan simpanan uang yang ada di sebuah lembaga
penyimpanan uang yaitu bernama bank, dalam kehidupan sehari – hari manusia bisa
menyimpan maupun menarik uang mereka melalui bank dengan berbagai cara termasuk
dengan Giro dan Deposito itu sendiri.
Giro sendiri itu sebuah simpanan yang dimana penarikannya dapan dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan pemindahanbukuan, sedangakan deposito itu sendiri simpanan yang dimana
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah
Penyimpanan dengan bank itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Pengertian Deposito dan Giro Syariah
Landasan Hukum Deposito dan Giro Syariah
Perbedaan Deposito dan Giro
Jenis dan Ketentuan umum Giro Syariah
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui Apa itu Deposito dan Giro Syariah
Untuk mengetahui Landasan Hukum Deposito dan Giro Syariah
Untuk mengetahui Perbedaan dari Deposito dan Giro
Utuk mengetahui jenis dan ketentuan umum Giro Syariah
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sulaeman Jajuli, “Produk Pendanaan Bank Syariah”, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), Hlm 174
2
Abdul Ghofur, “Perbankan Syariah Di Indonesia”, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018), Hlm 80 –
81
B. Landasan Hukum Deposito dan Giro Syariah
Aturan hukum utama yang menjadi dasar deposito syariah dari undang undang yang
mengatur pelaksanaannya, terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 jo UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Deposito sebagai salah satu produk penghimpunan dana juga mendapatkan dasar hukum
dalam PBI No. 10/16/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah, sebagai
mana yang telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Selain itu mengenai deposito
ini juga telah diatur dalam fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000.
Landasan syar’I Deposito seperti diterangkan oleh fatwa DSN-MUI, di antaranya
adalah: Qs An-Nisa’ (4):29, Al-Baqarah (2):198 dan 283, serta Qs Al-Maidah (5). Secara
syar’I, deposito itu ada dua macam, yaitu:
a. Deposito yang tidak dibenarkan syariah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan
bunga, dan
b. Deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan mudharabah.
Dilihat dari sisi waktu, deposito terbagi dua, yaitu
a. Deposito berjangka biasa, yaitu deposito yang berakhir pada waktu yang telah
diperjanjikan
b. Deposito berjangka otomatis (outomatic over), yaitu deposito yang pada saat jatuh
tempo otomatis diperpanjang untuk jangka waktu yang sama tanpa ada permintaan
dari deposan.
Yang dijadikan landasan syariah dalam deposito yaitu:
1. Al-Qur’an
َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا اَل َتْأُك ُلٓو ۟ا َأْم َٰو َلُك م َبْيَنُك م ِبٱْلَٰب ِط ِل ِإٓاَّل َأن َتُك وَن ِتَٰج َر ًة َعن َتَر اٍض ِّم نُك ْم
“Hai Orang-Orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
sukarela diantaramu” (An-Nisa;29)
2. Al-Hadist
a. Riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas
“Abbas bin Abdul Muthalin jika menyerahkan harta sebagai mnudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak, jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan abba situ didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.”
b. Riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib
“Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqharadhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual”
c. Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf
“perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram”
3. Kaidah fikih
“pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengaharamkannya”
Berdasarkan kaidah ini bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya
adalah boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama (mudharabah atau
musyarakah) dan lain lain kecuali yang tegas tegas diharamkan seperti
mengakibatkan kemudharatan, tipuan, judi atau riba.