Anda di halaman 1dari 22

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat yang telah diberikan-Nya
kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini diselesaikan guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah dengan
judul “ Menerapkan Akad Mudharabah”.

Tidak lupa berterima kasih kepada bapak Dr. Munir Is’adi, S.E.M.Akun selaku
dosen pengampu mata kuliah yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah
ini.

Mungkin dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari kata sempurna karena
keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami meminta segala bentuk
saran dan kritik dari berbagai pihak. Dan semoga makalah ini memberikan manfaat bagi
pembacanya.

Jember, 20 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................................i

Kata Pengantar......................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3. Tujuan Masalah................................................................................................2

Bab II Pembahasan................................................................................................3

2.1. Konsep Akad Mudharabah..............................................................................3

2.2. Jenis dan Dasar Syariah Akad Mudharabah....................................................5

2.3. Ilustrasi Akuntansi Akad Mudharabah............................................................11

Bab III Penutup.....................................................................................................16

3.1. Kesimpulan......................................................................................................16
Daftar Pustaka.......................................................................................................17

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di berbagai sektor keuangan di Indonesia, seperti perbankan, asuransi,
pasar modal, dan lainnya, sektor perbankan syariah telah berkembang pesat.
Sebuah bank didefinisikan sebagai organisasi yang berusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan tingkat kehidupan masyarakat dengan
mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan kemudian
mengalokasikannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk lainnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
(Kashmir, 2002:3).
Mudharabah adalah suatu perjanjian transaksi keuangan yang
mendasarkan pada prinsip Syariah Islam, dan digunakan sebagai metode
pembiayaan dalam konteks perbankan syariah. Dalam konteks ini, terlibatnya
banyak pihak didasarkan pada kepercayaan. Mudharabah adalah akad yang
melibatkan dua pihak yaitu pemilik modal atau disebut dengan shohibul
maal dan mempercayakan modalnya kepada pengelola yang disebut dengan
mudhorib untuk digunakan dalam kegiatan komersial. Mudharib atau
sipengelola modal bebas untuk mengelola dan menggunakan modal
tergantung pada jenis usaha yang dikelola, lamanya usaha dan di mana
mudharib mengelola usaha tersebut.
Sehubungan dengan akuntansi mudharabah yang berkaitan dengan
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan, Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 105 menjelaskan apakah suatu bank menggunakan
mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, atau mudharabah
musytarakah. Dalam kasus di mana bank syariah berfungsi sebagai pengelola
dana, jumlah yang diterima digambarkan sebagai dana syirkah sementara. Jika
pengelola dana membagikan jumlah syirkah yang diterima sementara,
pengelola dana akan menganggapnya sebagai aset.
Transaksi keuangan atau investasi yang berbasis kepercayaan adalah
jenis transaksi yang sangat berisiko karena bank akan selalu menghadapi
berbagai masalah. Diantaranya adalah asimetri informasi dan moral hazard.

1
Adanya asimetri informasi memungkinkan terjadinya konflik antara sahibul
mal dan mudharib yang berusaha saling mengeksploitasi demi keuntungannya
sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep akad mudharabah?


2. Bagaimana jenis dan dasar syariah akad mudharabah
3. Bagaimana ilustrasi akuntansi akad mudharabah
1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep akad mudharabah


2. Untuk mengetahui dan memahami jenis dan dasar syariah akad
mudharabah
3. Untuk mengetahui dan memahami ilustrasi akuntansi akad mudharabah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Akad Mudharabah


Istilah "Mudharabah" berasal dari bahasa Arab, dan secara etimologis
merupakan bentuk wazan mufa'alah dari kata "dharaba", yang memiliki arti
dasar "memukul" atau "berjalan" dalam lughatul 'Arabiyah atau bahasa Arab.. 1
Sebagaimana dalam (QS. Al-muzammil: 20) berbunyi:
‫َو ٰا َخ ُرْو َن َيْض ِرُبْو َن ِفى اَاْلْر ِض َيْبَتُغ ْو َن ِم ْن َفْض ِل ِۙهّٰللا‬
“Dan yang lai2nnya, bepergian di muka bumi mencari karunia Allah”
Didalam al-quran istilah mudharabah tidak ditemukan-secara langsung,
namun diambil dari kata-darb yang dikatakan sebanyak lima puluh delapan
kali.1 Dari sinilah kata inilah akhirnya menjadi sitialh mudharabah.
Istilah "Mudharabah" berasal dari dunia Islam dan kemudian tersebar
ke kota-kota pelabuhan Italia pada akhir abad ke-11 dan awal abad ke-12,
memberikan dampak pada perkembangan perdagangan Eropa. Walaupun
Mudharabah termasuk bentuk yang memiliki akar dalam budaya orang Arab,
lembaga kerjasama Syirkah dan Mudharabah tidak dapat dianggap sebagai
inovasi atau temuan baru dalam ilmu fikih. Mudharabah dikenal dan
digunakan didaerah-Timur Tengah pada saat pemerintahan Babilonia.
Mudharabah juga termasuk dalam Talmud, sebaliknya saat itu para pedagang
dari berbagai penjuru negara dengan berbagai bentuk usaha berkumpul di kota
Mekkah sebagai pusat bisnis. Selanjutnya, Mudharabah diterima sebagai
bagian dari hukum Islam karena tidak ada informasi yang berselisih dari para
ulama fikih..3
Secara istilah, kata mudharabah memiliki beberapa pengertian yang
dikutip oleh beberapa ahli diantaranya;

1
Muhammad-Ayub, Understanding Islamic Finance A-Z Keuangan Syari’ah, Jakarta,
Gramedia, 2009, hlm. 491.
2
Muhammad,-M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, (Cet. I;
Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 69

3
Moh Nurul Qomar, “Mudharabah Sebagai Produk Pembiayaan Perbankan Syariah
Perspektif Abdullah Saeed,” MALIA: Journal of Islamic Banking and Finance 2, no. 2
(December 25, 2018): hlm, 203., https://doi.org/10.21043/malia.v2i2.4890.

3
1. Menurut fuqaha atau ahli fiqh, Mudharabah adalah perjanjian antara dua
belah pihak yang saling berbagi tanggung jawab, di mana salah satu pihak
menyediakan modal kepada pihak lain untuk dijual dengan pembagian
laba atau hasil yang telah disepakati sebelumnya berdasarkan syarat-syarat
yang telah ditetapkan.
2. Menurut Sayyid Sabiq, Mudharabah merupakan perjanjian antara dua
pihak di mana salah satu pihak menyediakan sejumlah uang untuk
diperdagangkan, dengan syarat bahwa keuntungan dibagi secara merata
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.
3. Mudharabah adalah perjanjian kerjasama usaha antara dua pihak, di mana
pihak pertama yang disebut sebagai "shahibul maal" menyediakan seluruh
modal (100 persen), sementara pihak lain bertindak sebagai pengelola
modal tersebut. Keuntungan atau laba dalam usaha Mudharabah dibagi
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati selama masa kontrak. Jika
terjadi kerugian, pemilik modal bertanggung jawab menanggungnya
selama periode kerugian, asalkan kerugian tersebut bukan disebabkan oleh
kelalaian pengelola.4

Beberapa ulama madzhab memberikan definisi yang berbeda untuk


Mudharabah dalam kitab fiqh muamalah. Menurut madzhab Hanafi,
Mudharabah adalah perjanjian untuk membagi keuntungan antara modal dan
usaha satu pihak. Menurut Madzhab Syafi'i, itu berarti pemilik modal
menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk menjalankan bisnis
dengan imbalan sebagian dari keuntungan. Menurut Madzhab Maliki, itu
berarti pemilik modal menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk
menjalankan bisnis, dengan keuntungan menjadi milik bersama.
Dalam perkembangannya pengartian dari mudharabah juga diartikan
beragam oleh kalangan kontemporer. Dalam Fatawa al-Azhar dijelaskan bahwa
Mudharabah adalah perjanjian untuk berkolaborasi dalam memperoleh
keuntungan, di mana modal berasal dari satu pihak yang berkolaborasi, dan
pekerjaan berasal dari pihak lain, sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Ini
sesuai dengan konsep Mudharabah dalam Fatawa al-Mu'ashirah yang

4
Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Jilid V.

4
menjelaskan bahwa Mudharabah adalah salah satu bentuk syirkah di mana
terdapat modal utama (ra’s al-mal) dari satu pihak dan pekerjaan (‘amal) dari
pihak lain.5
Prinsip Mudharabah merupakan aspek unik dari produk perbankan
syariah, karena mendasarkan diri pada filosofi yang berbeda dari sistem
perbankan konvensional dan perbankan syariah yang berprinsip bagi hasil. 6
Prinsip bagi hasil disebut dengan pembagian keuntungan dan kerugian. Ketika
si pengelola (mudharib) memperoleh hasil dari pertumbuhan modal usaha yang
diberikan oleh pemilik modal (shahibul mal), keuntungan yang dihasilkan akan
dibagi sesuai dengan perjanjian kontrak. Demikian juga dalam hal kerugian,
baik mudharib maupun shahibul mal berbagi tanggung jawab atas kerugian
yang mungkin terjadi. Konsep ini mencerminkan prinsip keadilan dalam sistem
kerjasama yang diterapkan dalam akad mudharabah menurut syariah.
Saat ini, lembaga keuangan syariah menggunakan Akad Mudharabah
sebagai alat utama untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dan
menyediakan berbagai fasilitas, terutama pembiayaan untuk pengusaha.
Quardhawi (2000), sebagaimana disitir oleh Arifin dan Sa'diyah (2013),
mengatakan bahwa Mudharabah, yang didasarkan pada prinsip hasil dan
kerugian, adalah pilihan yang tepat untuk lembaga keuangan syariah. Ini
menghindari penggunaan sistem bunga, yang beberapa ulama anggap setara
dengan riba yang haram.
2.2 Jenis dan Dasar Syariah Akad Mudharabah
Macam-macam bentuk akad mudharabah secara umum terdapat dua
macam, yaitu antara lain:
1. Akad Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah mutlaqah menurut Rachmat Syafe’i ialah menyerahkan
modal dari seseorang kepada pebisnis dengan tidak memberikan batasan yang
ada. 7

5
Yadi Janwari, Fikih Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2015), hlm. 59.
6
ibrahim, Khudari, Penerapan Prinsip Mudharabah Dalam Perbankan Syariah, Jurnal
ius Vol II, Nomer 4, April 2014, hal 42
7
Dwi, Pambudi Totok. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol 2 No 2 2022. Hal 63.

5
Mudharabah mutlaqah, atau yang sering disebut sebagai unrestricted
mudharabah, merujuk pada keleluasaan yang diberikan kepada mudharib untuk
mengelola modal dalam beberapa usaha tanpa batasan tertentu, asalkan tidak
melanggar prinsip-prinsip syariah.8
Mudharabah mutlaqah adalah bentuk perjanjian kerjasama antara
shahibul maal (pemilik modal) dan mudarib (pengelola modal) yang memiliki
cakupan yang luas, tanpa adanya pembatasan berdasarkan jenis usaha, waktu,
atau lokasi usaha.
Berdasarkan dari ketiga definisi tersebut, mudharabah mutlaqah
berarti kerja sama dengan tidak adanya batasan mengenai jenis, waktu, dan
juga tempat usaha kepada mudarib.
Skema mudharabah mutlaqah

Penabung
Dunia
/ deposan bank
9 usaha

2. Akad Mudharabah Muqayyadah


Mudharabah muqayyad ini merupakan perbandingan terbalik dengan
akad mudharabah mutlaqah. Adiwarman A. Karim, meyebutkan bahwa
mudharabah muqayyah ini yaitu shahib al-maal bisa menetapkan tentang
batasan atau beberapa ketentuan untuk melindungi modalnya dari risiko
kerugian yang timbul. Batasan dan ketentuan ini harus di patuhi oleh
mudharib. Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh mudharib, maka
wajib mempertanggung jawabkan apabila ada kerugian yang diderita.10
Mudharabah muqayyad adalah bentuk perjanjian di mana mudharib
(pengelola modal) dibatasi dalam pengelolaan usahanya, termasuk batasan
jenis, waktu, dan lokasi usaha. Kondisi ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum di dunia usaha atau bisnis oleh shahibul maal atau
pemilik modal.11
8
Al Hasni, Fariz. Akad Mudharabah. Vol IX No 2 Desember 2017. Hal 209
9
Rijal, Samsul. Jurnal Kajian Hukum Ekonomi Syariah. Hal 95.
10
Dwi, Pambudi Totok. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol 2 No 2 2022. Hal 63.
11
Subaidi, dan Subyanto. Akad Mudharabah Mutlaqah. Vol 1 No 2 2020. Hal 235.

6
Berdasarkan dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
akad muqayyad ini adalah akad yang memiliki batasan terhadap sang
mudharib, yang merupakan kebalikan dari akad mutlaqah.
Dalam akad mudharabah muqayyad, pemilik dana dapat menentukan
ketentuan yang patut diikuti bank, karena merupakan sejenis pinjaman
khusus. Ciri-cirinya adalah :
a. Pihak bank harus mengeluarkan peraturan atau ketentuan yang harus
dipatuhi oleh pemilik dana.
b. Bank memiliki kewajiban untuk memberitahukan pemilik dana atau
shahibul maal mengenai tarif dan prosedur pelaporan keuntungan.
c. Untuk memisahkan dana dari rekening lain, sebagai buktinya bank
harus menerbitkan bukti.12

Dasar Syariah Akad Mudharabah


Dasar hukum akad mudharabah adalah Al-Qur'an dan As-sunnah,
yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Islam, seperti yang
dijelaskan oleh Mardani (2012:204). Sebelum munculnya Islam, praktik
mudharabah telah dilakukan oleh orang-orang dan beberapa sahabat
Rasulullah SAW. Bisnis atau usaha ini sangat bermanfaat dan sepenuhnya
sesuai dengan prinsip dasar ajaran syariah, sehingga tetap diperbolehkan
dalam sistem Islam. Menurut kesepakatan mayoritas ulama, Al-Qur'an, hadis,
ijma', dan qiyas diakui sebagai sumber hukum dalam akad mudarabah.
1. Al-Qur’an
Qs. Al-Muzzammil : 20, yang berbunyi:
. ‫َو ٰا َخ ُرْو َن َيْض ِرُبْو َن ِفى اَاْلْر ِض َيْبَتُغ ْو َن ِم ْن َفْض ِل ِهّٰللا‬
Artinya : “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah”. (QS. Al-Muzammil : 20)
Salah satu argumen yang diajukan dalam tulisan ini adalah adanya kata
"yadhribun," yang secara etimologis, jika diartikan, sejalan dengan akar kata
mudharabah, yang mengindikasikan pelaksanaan perjalanan usaha.
a. QS. Al-Jumu’ah : 10

12
Arifin, Zaenal. Akad Mudharabah. Hal 42.

7
‫َفِإَذ ا ُقِضَيِت ٱلَّص َلٰو ُة َفٱنَتِش ُرو۟ا ِفى ٱَأْلْر ِض َو ٱْبَتُغ و۟ا ِم ن َفْض ِل ٱِهَّلل َو ٱْذ ُك ُرو۟ا ٱَهَّلل َك ِثيًرا َّلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحون‬
Artinya : “Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di
bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung”. (QS. Al-Jumu'ah : 10)
Berdasarkan ayat Al-Qur’an tersebut, pada hakikatnya merupaka kalimat
ajakan terhadap setiap orang dalam mengerjakan suatu bisnis. Dengan
memanfaatkan sistem tabungan mudharabah, siapa pun dapat dengan mudah
melakukan investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah di zaman
kontemporer.
2. Hadist
1. Hadis yang diceritakan oleh Ibn Abbas menjelaskan
bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib, ketika
memberikan modal kepada mitra usahanya melalui
skema mudharabah, telah menetapkan persyaratan
bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk
menyeberangi laut, melintasi lembah berbahaya, atau
untuk memperoleh hewan ternak. Jika terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, maka pihak
yang terlibat akan bertanggung jawab terhadap modal
atau dana yang telah diberikan. Selanjutnya, syarat-
syarat ini diajukan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
beliau memutuskan untuk memberikan izin (HARI.
Thabrani).
2. Rasulullah SAW menyatakan bahwa terdapat tiga
perbuatan yang membawa keberkahan, yaitu terlibat
dalam kegiatan perdagangan atau bisnis dengan unsur
tempo, memberikan modal kepada orang lain dalam
bentuk qiradh, dan menggabungkan gandum berkualitas
baik dengan gandum berkualitas rendah untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk tujuan penjualan
(HR. Ibn Majah).

8
3. Ketika sahabat Abbas bin Abdul Muthallib memberikan
harta dalam bentuk mudharabah, ia menetapkan
persyaratan kepada pihak penerima dana agar tidak
menggunakan dana tersebut untuk melakukan pelayaran
di laut, menjelajahi lembah yang berbahaya, atau
membeli hewan ternak. Jika syarat-syarat tersebut
dilanggar, maka pihak yang menerima dana (mudharib)
akan bertanggung jawab atas risikonya. Ketika
Rasulullah mendengar tentang persyaratan yang
ditetapkan oleh Abbas, beliau mengkonfirmasikannya
(HR. Ad-Darulquthni).
3. Ijma’
Ijma' adalah kesepakatan umat Muhammad yang terjadi secara
kebetulan pada suatu periode setelah wafatnya, mengenai suatu masalah
hukum. Tentang mudharabah dalam konteks ijma', terdapat sebuah hadis
yang mencatat bahwa sekelompok sahabat menggunakan harta anak yatim
dalam bentuk mudharabah, dan tindakan ini tidak mendapat larangan dari
sahabat yang lain.
4. Qiyas
Qiyas merupakan metode yang digunakan untuk menetapkan
hukum suatu tindakan yang sebelumnya tidak memiliki ketentuan hukum,
dengan merujuk pada hukum yang sudah ditentukan dalam nash, karena
terdapat kesamaan antara keduanya.
Mudharabah diibaratkan dengan transaksi akad musaqah (meminta
orang lain untuk mengelola kebun). Setiap individu, baik yang memiliki
keterbatasan ekonomi maupun yang berkecukupan, juga melibatkan
banyak orang tua atau mereka yang kurang mampu tetapi bersedia untuk
bekerja, namun belum memiliki modal untuk memulai usaha. Oleh karena
itu, mudharabah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
memungkinkan mereka untuk saling membantu dan berkolaborasi.
5. Fatwa DSN tentang Mudharabah

9
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, atau Fatwa-DSN,
mudharabah adalah perjanjian kerja sama bisnis antara dua pihak. Pihak
pertama (pemilik modal, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal,
dan pihak kedua (manajer, mudarib, nasabah) bertanggung jawab
menjalankan bisnis. Menurut perjanjian, keuntungan dari usaha tersebut
kemudian dibagi di antara mereka.
Untuk menentukan validitas akad mudharabah, Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah memberikan
beberapa pedoman, seperti:
a. Pembiayaan Mudharabah adalah pendanaan yang diberikan
oleh LKS kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhan
usaha produktif.
b. Dalam pembiayaan ini, LKS bertindak sebagai pemilik
dana (shahibul maal) yang membiayai seluruh kebutuhan
proyek (usaha), dan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
c. Waktu usaha, cara penarikan, dan pembagian keuntungan
diatur oleh kesepakatan antara LKS dan pengusaha.
d. MudharibJumlah pinjaman harus dinyatakan dalam bentuk
tunai, bukan piutang.
e. LKS, selaku pemodal, bertanggung jawab atas semua
pembayaran yang timbul dari mudharabah, kecuali jika
mudharib (nasabah) terlibat dalam kelalaian yang disengaja
atau melanggar perjanjian.
f. Pada dasarnya, tidak ada jaminan terhadap pinjaman yang
diberikan kepada mudharib, kecuali jika mudharib tidak
melakukan penyimpangan.
g. Pengusaha wajib mematuhi standar yang telah ditetapkan
oleh LKS, dengan mengikuti panduan yang terdapat dalam
fatwa DSN, terkait pengembangan usaha, prosedur
pembiayaan, dan metode pembagian laba.
h. Biaya operasional dikenakan kepada mudarib.

10
i. Apabila pemilik dana (LKS) tidak memenuhi kewajiban
atau melanggar perjanjian, mudarib berhak mendapatkan
kompensasi atau penggantian atas biaya yang telah
dikeluarkan.13

2.3 Ilustrasi Akuntansi Akad Mudharabah

Transaksi Shahibul Maal Mudharib


(Pemilik Modal) (Pengelola Modal)
1 Januari 2019 -Mudharabah -Dana tunai dikurangkan
Setelah terjadi akad, diinvestasikan sebesar sebesar Rp.10.000.000
pemilik dana telah Rp.10.000.000 (D) (D)
menyerahkan dana -Kas ditambahkan -Dana Syirkah Temporer
sejumlah Rp.10.000.000. sejumlah Rp.10.000.000 ditambahkan sejumlah
Perjanjian berlaku (K) Rp.10.000.000 (K)
hingga tanggal 31
Februari 2019, dengan
pembagian hasil sebesar
75% untuk satu pihak
dan 25% untuk pihak
lainnya.
31 Januari 2019 Tidak ada pencatatan -Kas atau Piutang
Selama bulan Januari, berkurang sebesar
CV. Abadi mencatat: Rp.1.000.000 (D),
-Pendapatan sebesar sementara Pendapatan
Rp.10.000.000 meningkat sejumlah
-Beban sejumlah Rp.1.000.000 (K).
Rp.800.000 -Beban meningkat
-Laba bersih Rp.200.000 sebesar Rp.800.000 (D),
dan Kas atau Hutang
meningkat sejumlah
13
Abdullah Al-Mushlih and Shalah Ash-Shawi, ‘Fikih Ekonomi Keuangan Islam’, Darul
Haq, 2004, 77–78.

11
Rp.800.000 (K).
-Pendapatan berkurang
sebesar Rp.1.000.000
(D), sementara Beban
meningkat sejumlah
Rp.800.000 (K).
-Pendapatan yang belum
dibagikan bertambah
sebesar Rp.200.000 (K).
Memperbagi keuntungan - Pengurangan kas -Pengurangan beban
berdasarkan nisbah: sebesar Rp. 50.000 (D), bagi hasil mudharib atau
-Pengelola Dana atau disertai dengan pengelola dana sejumlah
Mudharib peningkatan Pendapatan Rp. 150.000 (D)
Sebesar 75% dari Rp. bagi hasil mudharabah -Pengurangan beban
200.000 = Rp. 150.000 sejumlah Rp. 50.000 bagi hasil pemilik dana
-Pemilik Dana atau (K). sebesar Rp. 50.000 (D)
Shahibul maal 25% x - Pengurangan piutang -Peningkatan kas
Rp. 200.000 = bagi hasil sebesar Rp. sebesar Rp. 200.000 (K)
Rp. 50.000 50.000 (D), disertai -Pengeluaran beban bagi
-Penyaluran dana secara dengan peningkatan hasil mudharib atau
langsung kepada Pendapatan bagi hasil pengelola dana sejumlah
shohibul maal atau sebesar Rp. 50.000 (K). Rp. 150.000 (D)
pemilik dana - Pengurangan kas -Pengeluaran beban bagi
-Penyaluran dana jika sebesar Rp. 50.000 (D), hasil pemilik dana
tidak langsung dibagikan diikuti oleh peningkatan sebesar Rp. 50.000 (D)
kepada shohibul maal piutang bagi hasil -Peningkatan hutang
atau pemilik dana pada sejumlah Rp. 50.000 bagi hasil mudharabah
saat menerima hutang (K). sejumlah Rp. 200.000
(K)
-Peningkatan hutang
bagi hasil mudharabah
sebesar Rp. 200.000 (D),

12
diikuti oleh peningkatan
kas sejumlah Rp.
200.000 (K)
31 Januari 2019 Tidak ada pencatatan - Penghasilan yang
Membuat entri jurnal masih harus disalurkan
untuk pembagian hasil. sejumlah Rp. 200.000
(D)
- Pengurangan beban
bagi hasil sebesar Rp.
200.000 (K)
31 Januari 2019 Aset: Kewajiban:
Menyusun laporan - Menanamkan dana - Hutang bagi hasil
keuangan neraca. dalam Mudharabah dalam mudharabah dana
sebesar Rp. 10.000.000 syirkah temporer
- Pengalokasian dana sejumlah Rp.
untuk mengantisipasi 10.000.000
kerugian: Penyisihan kerugian:
-Total aset Rp. - Jumlah total kewajiban
10.000.000 adalah Rp. 10.000.000
31 Februari 2019 -Kerugian mudharabah -Penambahan Kas atau
Kinerja usaha Rp. 200.000 (D) Piutang sejumlah Rp.
perdagangan CV. Abadi Penyisihan kerugian 800.000 (D), disertai
selama bulan Januari mudharabah Rp. Rp. dengan peningkatan
sebagai berikut: 200.000 (K) Pendapatan sebesar Rp.
- Penerimaan 800.000 (K).
pendapatan sebesar Rp. -Peningkatan Beban
800.000 sebesar Rp. 1.000.000
- Pengeluaran beban (D), dengan
sejumlah Rp. 1.000.000 pengurangan Kas atau
- Mengalami kerugian Hutang sejumlah Rp.
sebesar Rp. 200.000 1.000.000 (K).
-Penurunan Pendapatan

13
sebesar Rp. 800.000 (D),
diikuti oleh penyisihan
kerugian sejumlah Rp.
200.000 (D) dan
peningkatan Beban
sebesar Rp. 1.000.000.

31 Februari 2019 Aset: Kewajiban:


Menyusun laporan -Menanamkan modal - Utang bagi hasil dalam
keuangan neraca dalam mudharabah mudharabah dana
sebesar Rp. 10.000.000 syirkah temporer
-Pengalokasian dana mencapai Rp.
untuk antisipasi 10.000.000.
kerugian sejumlah Rp. Pengalokasian dana
200.000 untuk mengantisipasi
Total aset = Rp. kerugian sebesar Rp.
9.800.000 200.000.
Jumlah total kewajiban
adalah Rp. 9.800.000.
1 Maret 2019 -Peningkatan kas -Pengalokasian dana
Mengembalikan modal sebesar Rp. 9.800.000 syirkah temporer sebesar
investasi pada akhir (D) Rp. 10.000.000 (D)
periode akad dan -Penyisihan dana untuk -Peningkatan kas
menerima sejumlah Rp. mengantisipasi kerugian sejumlah Rp. 9.800.000
9.800.000. sejumlah Rp. 200.000 (K)
(D) -Penyisihan dana untuk
-Penurunan investasi mengantisipasi kerugian
mudharabah sebesar Rp. sebesar Rp. 200.000 (K)
10.000.000 (K)

Transaksi pembayaran kas akad mudharabah apabila pada akad tersebut


telah disepakati, maka bagi pihak Bank memberikan dana, baik dalam bentuk kas

14
maupun non-kas, kepada mudharib atau nasabah. Dalam transaksi tersebut,
pembayaran tunai harus dilakukan secara segera atau dalam satu waktu.
Pada tanggal 01 Januari 2004, Bank Muslim Syariah mengeluarkan biaya
sebesar Rp. 100.000.000 melalui akad mudharabah kepada PT. Citra dengan
jangka waktu 2 bulan. Dana tersebut disepakati untuk digunakan dalam pembelian
bibit, pakan, obat-obatan, dan pemeliharaan ayam pedaging. Pembagian hasil dari
biaya atau dana tersebut disepakati dengan perbandingan 60:40, dimana masing-
masing pihak, yaitu Bank Muslim Syariah dan PT. Citra, memiliki bagian sesuai
dengan perjanjian tersebut.
Menurut PSAK No. 59 paragraf 14, pembiayaan dalam akad mudharabah
akan diakui ketika terjadi pembayaran baik dalam bentuk kas maupun non kas
kepada pihak pengelola yang dikenal sebagai mudharib. Rincian transaksi tersebut
dijelaskan sebagai berikut.

Tangal Keterangan Debit (D) Kredit (K)

01 Januari Pembiayaan dalam Rp. 100.000.000


2004 akad mudharabah ke Rp. 100.000.000
PT Citra.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mudharabah memiliki berbagai pengertian yang dijelaskan oleh para ahli,
madzhab syafi’i, madzhab hanafi, dan berbagai kalangan kontemporer.
Mudharabah diartikan sebagai suatu perjanjian kerjasama di mana
keuntungan dibagi antara pihak yang menyediakan modal dan pihak yang
bertanggung jawab atas kerja (usaha). Saat ini, Mudharabah menjadi sarana
utama bagi lembaga keuangan syariah dalam menghimpun dana masyarakat
serta menyediakan fasilitas seperti pembiayaan untuk para pengusaha. Jenis
akad mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu mudharabah mutlaqah dan
mudharabah muqayyadah. Dasar hukum akad mudharabah diperoleh dari ayat
Alquran, hadits, ijma’, qiyas, dan fatwa Dewan Nasional Syariah.

16
DAFTAR PUSTAKA

A Karim, Adi Warman. Bank Islam, Analisi Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT
Raja Grafindo. 2017.

Al-Hasni, Fariz. Akad Mudharabah Mutlaqah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah.


Volume IX, No 2 Desember 2017.

Al-Mushlih, Abdullah, and Shalah Ash-Shawi, ‘Fikih Ekonomi Keuangan Islam’,


Darul Haq, 2004, 77–78

Alhmahmudi, Nufi' Mu'tamar. 2022. Transformasi akad Mudharabah dari konsep


fikih ke akad perbankan.Vol.6.Nomor 1.

Andiyansari, Chasanah Novambar. _Akad Mudharabah dalam Perspektif Fikih

dan Perbankan Syariah_. ŚALIĤA | Jurnal Pendidikan dan Agama Islam.

Aniesakuntan. Ilustrasi Akuntansi Mudharabah. 26 Oktober 2020 (blogspot).

Arifin, Zaenal. 2021. Akad Mudharabah. Indramayu : CV Adanu Abimata

Astutik, S. (2017). Akad mudharabah dalam perbankan syariah. Lex Journal:


Kajian Hukum & Keadilan,

Dwi, Pambudi Totok. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol 2 Nomor 2 2022.

Haris, Muhammad, ‘Ayat Dan Hadist Mudharabah , Musyarakah , Muzaraah ,


Hukum Di Indonesia )’, Syariah Dan Hukum Bisnis, 1 (2022), 116
<https://jurnal.ishlahiyah.ac.id/index.php/jl%0A1.>

Hasan, M. Ali, ‘Bab Ii Konsep Dasar Mudharabah’, 2016, 22–45


<http://eprints.walisongo.ac.id/6823/3/BAB II.pdf>

Hermawan, Rudi. _AKAD MUDHARABAH DALAM LEMBAGA


KEUANGAN SYARI’AH_

https://quran.nu.or.id/al-muzzammil/20 diakses pada 22 Oktober 2023.

Mauludi, Ali. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah.Vol 2 No 2 Desember 2015.

17
Mursud, Fadilah, dkk. 2023. _Perkembangan akad Mudharabah dalam fiqh dalam
fatwa DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA
INDONESIA (DSN-MUI)_. Vol. 5. Hal 61-75.

Rahman, Ambo Masse. 2010. _KONSEP MUDHARABAH Antara Kajian Fiqh


dan Penerapan Perbankan_. Vol.8

Rijal, Samsul. Jurnal Kajian Hukum Ekonomi Syariah

Sa'diyah Mahmudatus. Mudharabah Dalam Fiqih dan Perbankan Syariah. Volume


1 No 2 Desember 2013/

Subaidi, dan Subyanto. Akad Mudharabah Mutlaqah. Volume 1 No 2 November


2020.

Suryaningsih, Sri Abidah, ‘Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan Syariah Di


Indonesia’, Journal of Innovation in Business and Economics, 4.1 (2014),
13 <https://doi.org/10.22219/jibe.vol4.no1.13-24>

18

Anda mungkin juga menyukai