FIKIH MUAMALAH
“MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH”
Dosen Pengampu:
Uswatuh Hasanah, ME
Segala puji kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Fikih Muamalah yang membahas mengenai “Mudharabah Dan Musyarakah”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, yang
telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju terang benderang dan penuh
petunjuk ini.
Kami mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan Makalah Fikih Muamalah yang membahas mengenai
“Mudharabah Dan Musyarakah”. Kami menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Masalah...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Apa yang dimaksud dengan mudharabah........................................................3
B. Apa saja jenis-jenis mudharabah.....................................................................3
C. Apa yang dimaksud dengan Karakteristik Mudharabah.................................4
D. Siapa saja yang mengemukakan Dasar Hukum pembiayaan Mudharabah.....5
E. Apa yang dimaksud dengan Musyarakah........................................................9
F. Apa saja Dasar Hukum Musyarakah..............................................................10
G. Apa saja Jenis-jenis al-musyarakah................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulam....................................................................................................15
B. Saran...............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat
duniawi maupun ukhrowi tidak lepas daripada tujuan dari apa yang akan ia
peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut
pandang manusia itu sendiri terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh,
maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan sekali proses untuk
menuju pada tujuannya pun berwarna-warni. Salah satu contoh dalam aktifitas
sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang terjebak dalam hal ini, yang
mana mereka lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan
mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa individu ataupun
masyarakat umum. Akan tetapi Islam sebuah agama rahmatan lil-alamin yang
mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang
diberlakukan islam dapat memberikan solusi sebuah keadilan dan kejujuran
dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada aktifitasnya itu, sehingga
tidak akan terjadi ketimpangan sosial diantara mereka.
Salah satu cara untuk mencapai sebuah keadilan dan kejujuran adalah
dengan adanya kerja sama antara pemilik modal dan seseorang yang sering
disebut dengan bagi hasil, yangmana dilandasi pula oleh rasa tolong menolong.
Sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian
dalam menjalankan roda perusahaan. Namun ada pula mereka yang lebih
memilih menjalankan usaha dengan cara bersekutu dengan orang lain yang
memiliki tujuan atau usaha yang sama. Dengan cara ini, mereka semua yang
mengikatkan diri berhak bertindak hukum terhadap harta itu, dan berhak
mendapatkan keuntungan sesuai dengan persetujuan yang disepakati.
iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mudharabah?
2. Apa saja jenis-jenis mudharabah?
3. Apa yang dimaksud dengan Karakteristik Mudharabah?
4. Siapa saja yang mengemukakan Dasar Hukum pembiayaan Mudharabah?
5. Apa yang dimaksud dengan Musyarakah?
6. Apa saja Dasar Hukum Musyarakah?
7. Apa saja Jenis-jenis al-musyarakah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan mudharabah!
2. Untuk mengetahui jenis-jenis mudharabah!
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Karakteristik Mudharabah!
4. Untuk mengetahui yang mengemukakan Dasar Hukum pembiayaan
Mudharabah!
5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Musyarakah!
6. Untuk mengetahui Dasar Hukum Musyarakah!
7. Untuk mengetahui Jenis-jenis al-musyarakah!
v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
2. Jenis-Jenis mudharabah
vi
Mudharib membuka warung Tegal dan bisa juga membuka warung padang
atau usaha lainnya
3. Karakteristik Mudharabah
vii
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat
mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil atau pembiayaan
mudharabah kepada bank syariah. Selanjutnya, Bank bertindak selaku
shahibul maal; Sedangkan pihak nasabah bertindak selaku pengelola
(mudharib), dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka dan
apabila rugi ditanggung oleh sahibul maal. Sebaliknya, bila kerugian itu
terjadi dari akibat kelalaian mudharib maka kerugian itu ditanggung oleh
mudharib. Misalnya. Mudharib membuka warung kopi. Warung kopi
dimaksud, dibuka pada jam 10.00 pagi karena ia bangun jam 08.00 pagi.
Padahal banyak peminum kopi antara jam 07.00-09.30. Akibat kerlambatan
warung kopi dibuka pada setiap hari mengakibatkan kerugian pengelola dana
(mudharib). Lain halnya, bila kerugian itu diakibatkan oleh bencana alam.
Misalnya terjadi hujan disertai angin putih beliung yang mengakibatkan
warung kopi itu ditimpa pohon sehingga alat-alat warung kopi hancur
sehingga terjadi kerugian. Kerugian dimaksud, ditanggung oleh pemilik dana
(sahibul maal)
2
Departeman Agama Republik Indonesia, Al Qur’anul Karim wa Tarjamah Ma’aniyah ilal
Lughoh Al Indonesiyyah,(Al madinah Al Munawwaroh: Mujamma’ al Malik Fahd, 1418 H), hal 68
viii
mencari penghidupan.3 Penafsiran Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri:
Berjalan di bumi untuk mencari rezki dengan berdagang dan lainnya,
berjalan di bumi untuk mengepung (memblokade) musuh orang-orang
fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah.4
2. Surat Ali Imron ayat 156
Ya ayyuhallazina amanu la takunu kalladzina kafaru wa qolu
li’ikhwanihim idza dharabu fil ardhi “ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu seperti orang-orang kafir(orang-orang munafik) itu,
yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka
mengadakan perjalanan di muka bumi......( Ali Imran : 156).5
Penafsiran Ibnu Katsir : Mereka berpergian untuk berdagang dan
lainnya.6 Penafsiran Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri : Berjalan di bumi
dengan jalan kaki dan terkadang berjalan untuk kebaikan orang-orang
muslim.7 Di antara ayat-ayat Al Qur’an dimaksud, terdapat kata yang
di jadikan oleh sebagian besar ulama fiqh adalah kata dharaba fil ardhi
menunjukkan arti perjalanan atau berjalan di bumi yang di maksud
perjalanan untuk tujuan dagang.8
b. Al Hadits
Sementara dalam hadits di katakan bahwa Nabi dan beberapa
sahabat pun terlibat dalam perseroan mudharabah.9 Hal ini tampak dalam
beberapa hadits yang artinya sebagai berikut :
1. Hadits yang pertama yang artinya: “Diriwayatkan dari ibnu Abbas
bahwa Sayyidina Abbas bin Abdull Mutholib, jika memberikan dana ke
3
Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
(Beirut : Al-Resalah Publishers, 1421 H-2000 M) , hal 210
4
Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Aisaru al- Tafasirli kalami al ‘ali al kabir, (Damanhur : Daru
Lina, 1423 H-2002 M), hal 128
5
Departemen Agama Republik Indonesia, Op cit, hal 103
6
Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Op.Cit, hal 266
7
Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Op.Cit, hal 191
8
Muhammad Asad, The Message of the Qur’an, (Gibraltar : Dar al andalus,1984),hal 92
9
Ibn Qudamah, Al Mughni, V (Riyadh : Maktabat al Riyadh al Haditsah,1981), hal 26
ix
mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya
tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah
syarat-syarat tersebut kepada Rasululloh SAW dan Rosululloh pun
membolehkannya.” ( HR Thabrani).
2. Hadits yang kedua yang artinya: “Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa
Rosulloh SAW bersabda,” Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqoradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan
untuk di jual.”(HR Ibnu Majah No 2280, Kitab At-Tijarah).
c. Literatur Fiqh
Di dalam kitab-kitab fiqh Syafi’iyah (madzhab Syafi’i) tidak
ditemukan istilah mudharabah. Istilah mudharabah ini dipakai oleh
madzhab Hanafi, Hambali, dan Zaydi (syi’ah), sedang dalam madzhab
Maliki dan As-Syafi’i dipakai istilah Qiradh.10 Menurut para ulama fiqh
perbedaan itu terletak dalam hal kebiasaan penyebutan dari tiap-tiap
daerah Islam. Jadi tidak di salahkan bahwa waktu pertama didirikan Bank
Islam di Indonesia banyak masyarakat dan ulama yang menentang dan
ragu di karenakan pengetahuan mereka dalam bidang fiqh muamalah
kurang menguasai dan di binggungkan dengan istilah dan dogma fanatik
madzhab, yaitu mayoritas Muslim Indonesia yang mereka ketahui hukum
Islam adalah fiqh Syafi’iyyah.
Keraguan dan penentangan masyarakat dan ulama atau fuqaha
(ahli hukum) sebenarnya telah terjadi masa-masa eksperimen awal untuk
perbankan Islam berlangsung di Melayu pada pertengahan tahun 1940 an,
di Pakistan pada akhir 1950 an, melaui Jama’at Islami pada 1969, Egypt’s
10
Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, ( Yogyakarta : UII
Press, 2002) hal 44
x
Mit Ghamr Saving Bank(1963-1967),dan Nasser social Bank (1997).11
Satu-satunya institusi Islam yang bertahan pada periode awal ini adalah
Nasser Social Bank(Mesir) dan Tabungan Haji (Malasyia).12 Hukum
Mudharabah adalah boleh (ja’iz) menurut ijma(konsensus).’13 Ja’iz
adalah ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan
(akhlak atau moral) pribadi. Kalau mengenai benda misalnya makanan di
sebut halal (bukan ja’iz).14 Mudharabah oleh ijma’ dihukumi boleh atau
jaiz karena berdasar pada kaidah Fiqh “ Al Masyaqqoh tajlibu at taisir “
artinya Kesulitan akan mendorong kemudahan, Lafadz masyaqqah secara
bahasa berarti sulit, berat,dan yang searti dengannya. Dalam bahasa
Arab,ketika dikatakan syaqqa alayhi al-syai’ berarti ada sesuatu yang
telah memberatkan seseorang. Di dalam al Qur’an terdapat lafadz yang
berasal dari akar yang sama dengan masyaqqah, yakni syiqq al-anfus,
sebagaimana terdapat dalam surat al-Nahl ayat 7.15 Seperti halnya
musaqah, qiradl (mudharabah) juga tetap di perbolehkan,walaupun
mengandung gharar, karena adanya hajat atau kebutuhan umum
masyarakat yang sudah mendekati kadar dlarurat.16 Gharar adalah
sesuatu yang masih kabur atau tidak jelas akibatnya namun biasanya
menimbulkan kerugian.17
11
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik,Prospek, (Jakarta: PT
serambi Ilmu Semesta Cetakan kedua, 2004), hal 15
12
Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Ibid, hal 17
13
Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III (Bairut : Darul Fikri Athob’ah Arrabi’ah,1983), hal 212
14
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia,Edisi Keenam,(Jakarta:PT raja Grafindo Persada, 2001), hal 132
15
Ibrahim bin Musa al-Gharnathial-Syathibi,al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Juz II, (Beirut:
Dar al Ma’rifah,tanpa tahun), hal 119
16
Abdul Haq,Ahmad Mubarak, Agus Ro’uf, Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh
Konseptual buku kesatu,cetakan kedua,(Surabaya: Khalista,2006) hal 199
17
Op.Cit Kelas III Aliyah 1997 Madrasah Hidayatul , hal 58
xi
B. Al-Musyarakah
1. Pengertian al-musyarakah
Untuk memberikan pengertian yang berkenaan Pembiayaan
Musyarakah, penulis mengutip beberapa pendapat yang berkenaan dengan
musyarakah. Hal itu, dikemukakan sebagai berikut.
a. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Akad
musyarakah adalah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan; sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana
masing-masing.18
18
Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf c Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
19
Antonio, Muhamad Syafi’I, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Cet, 1,
(Jakarta : Tazkia Institute, 2000), hal 9
20
Jafril Khalil, Prinsip Syariah Dalam Perbankan, (Jurnal Hukum, 2002), hal 50
xii
kerugian maka akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan yang tertuang
dalam akad/kontrak perjanjian.
Bila mengamati pembiayaan mudharabah dan musyarakah dalam
masyarakat berdasarkan prinsip syariah, maka ditemukan beberapa contoh
instrumen pembiayaan syariah yang sangat applicable dengan semangat modal
ventura yang sesungguhnya dengan masih mengkaitkan ketiga instrumen
pembiayaan modal ventura Indonesia yang ada sekarang. Instrumen
pembiayaan syariah tersebut antara lain: Al Musyarakah untuk pendirian usaha
atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan saham), yaitu
mencampurkan dana untuk mendirikan usaha atau kontrak proyek dengan
tujuan memperoleh keuntungan. Pemilik modal dalam musyarakah ini adalah
dua pihak atau lebih (misalnya venture capital company, pengusaha dan silent
partner). Keuntungan atau kerugian usaha atau kontrak proyek dinikmati atau
ditanggung bersama-sama sesuai dengan porsi modal atau profit/loss sharing
yang ditetapkan dalam kesepakatan/perjanjian awal.
2. Dasar Hukum Musyarakah
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an, Surah Annisa: 12; Surah Shaad:24 sebagai berikut.
xiii
dalam surah an-nisa: 12 perkosian terjadi secara otomatis (jabr) karena
waris; Sedangkan dalam surah Shaad: 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari)
b. Al-hadis
Hadis yang diriwayatkan oleh abu hurairah yang artinya:
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfiman,
‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satuhnya
tidak mengkhianati lainnya.” (HR Abu Dawud no 2936, dalam kitab
al;buyu, dan hakim)
Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-
hambanya yang melakukan perkongsian selama saling menjujung tinggi
amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mugni21 telah berkata, “kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global
walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
3. Jenis-jenis al-musyarakah
Al-musyarakah ada dua jenis: (a) musyarakah pemilikan; dan (b)
musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,
wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut; Lain halnya musyarakah akad yang tercipta dengan
cara kesepakatan, yaitu dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari
mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian.
21
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr, 1979) vol.
V, hlm91
xiv
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-inan, al-mufawadah, al-amaal, al-
wujuh.
a. Syirkah al-inan
Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpatisipasi dalam
kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak,
baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik
sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-
musyarakah ini.22
b. Syirkah Mufawadoh
Syirkah Mufawadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau
lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpatisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian
secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini
adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan bebang
utang dibagi oleh masing-masingpihak.23
c. Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek atau kerja sama dua orang penjahit untuk untuk menerima
22
Wahbah az-Zuhaili,al-fiqhu al-islami wa Adillatuhu (damaskus Darul-Fikr 1997)cetakan IV
vol V halm 92
23
Al-Mabsuth, vol XI, hlm 92 dan sesudahnya Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani al-Badai
wassana fi Tartib ash-sharai, (Beirut:Darul Kitab al-Arabi) edisi ke 2 vol VI hlm 92
xv
order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-musyarakah abdan atau
sanaa’i.24
d. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli
barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut
secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra 25
jenis al-
musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasarkan pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai mustarakah piutang
4. Aplikasi dalam Pembiayaan Musyarakah
Sebuah usaha dagang membutuhkan modal bernilai Rp 500.000.000.
Usaha dimaksud, 3 (tiga) orang berserikat bermohon ke Bank syariah untuk
mendapatkan modal pembiayaan. Ketiga orang dimaksud, disetujui oleh
pihak Bank. Dua orang mendapat pembiayaan masing-masing sehingga
menyetor modal Rp 200.000.000 dan seorang lagi mndapat pembiayaan
sehingga menyetor uang Rp 100.000.000. Uang dimaksud dijadikan modal
untuk berdagang beras. Hasil dagangan dimaksud, selama 6 (enam) bulan
mendapatkan keuntungan Rp 10..000.000. Hasil keuntungan dimaksud,
dibagi berdasarkan forsi modal, yaitu 2 (dua) orang masing-masing
mendapat keuntungan Rp 2.000.000 dan seorang lagi mendapat keuntungan
Rp 1.000.000; sedangkan pihak bank (shahibul mal) mendapatkan
keuntungan Rp 5.000.000 berdasarkan kesepakatan antara pihak Bank
24
Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani, al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-Sharai (Beirut:Darul-
Kitab al-Arabi) edisi ke 2 vol.VI hlm 93
25
Beberapa ulama membahas mudharabah secara tersendiri dan memisahkannya dari bab
“Syirkah”.Lihat al-kamal Ibnul-Humam, Fathul-Qadir (Pakistan:maktanah ar-Rashidiyyah): dan
Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Rusyd, Bidayatul Mujtihad wsa nihayatul muqtasyid
(Beirut: Darul-Qalam, 1988)
xvi
dengan pihak pengelola dana (mudharib). Hal inilah yang dijadikan contoh
musyarakah di satu pihak dan pihak lainnya dapat dijadikan contoh
mudharabah
5. Manfaat al-musyarakah
Manfaat musyarakah dalam pembiayaan sistim perbankan, di
antaranya sebagai berikut.
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan /hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah
mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus
kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan mengutungkan. Hal ini karena keuntungan
yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah / musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
xvii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian tentang mudharabah dan musyarakah serta
implementasinya dalam perbankan syariah di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah
karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah
pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian
(akad). Dan kedua jenis perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan
kerugian.
Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal:
pertama, dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang
dibutuhkan mudharib, sedang dalam musyarakah kedua belah pihak ikut andil
dalam pemodalan (equity participation); kedua, dalam manajemen mudharabah,
shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun
selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang
dalam musyarakah masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen; ketiga,
dalam mudharabah bagi hasil (porsi nisbah) ditentukan pada awalakad yang
diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan,
sedang dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat
ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi
keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam mudharabah kerugian
ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh
xviii
kelalaian dari pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak sama-
sama menanggung kerugian tersebut.
B. Saran
Demikianlah dalam hal ini penulis akhiri makalah ini tak lupa mohon
maaf kepada semua pihak serta terimakasih. Kritik dan saran kami harapkan
demi perbaikan penulisan makalah ini.
xix
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Haq, Ahmad Mubarak, Agus Ro’uf, 2006, Formulasi Nalar Fiqh Telaah
Kaidah Fiqh Konseptual buku kesatu,cetakan kedua, Surabaya: Khalista
Abu Bakr Jabir, Al Jazaa’iri, 1423 H-2002 M, Aisaru al- Tafasirli kalami al ‘ali al
kabir, Damanhur: Daru Lina.
Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani, edisi ke 2 vol.VI, al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-
Sharai Beirut:Darul-Kitab al-Arabi
Antonio, Muhamad Syafi’I, 2000, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Cet, 1,
Jakarta: Tazkia Institute
Makhalul Ilmi SM, 2002, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah,
Yogyakarta : UII Press
Muhammad Daud Ali, 2001, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Edisi Keenam, Jakarta:PT raja Grafindo Persada
xx
Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III , Bairut : Darul Fikri Athob’ah Arrabi’ah, 1983
Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu
Katsir, Beirut : Al-Resalah Publishers, 1421 H-2000 M
xxi