Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MUDHARABAH (BAGI HASIL)


Dosen Pengampu : Ikin Ainul Yakin, M.E

Di susun Oleh :
Kelompok 5
Kelas : 3B
Mata Kuliah : Fiqh Muamalat Kontemporer

 Erin Febrina Herdayati (211430038)


 Farel Herdrin Firdaus (211430044)

JURUSAN ASURANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

TAHUN AKADEMIK 2022-2023


KATA PENGANTAR

Senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah tentang “Mudharabah (Bagi Hasil). Makalah ini dibuat untuk
memenuhi syarat nilai mata kuliah Fiqh Muamalat Kontemporer.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada


Bapak Ikin Ainul Yakin, M. E selaku dosen pembimbing mata kuliah Fiqh Muamalah
Kontemporer atas bimbingan dan tugas yang diberikan. Juga saya ucapkan terimakasih
kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama proses
penyelesaian tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa dalm penulisan ini masih jauh dari kata sempurna serta
kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan penulis. Maka dari itu penulis dengan
senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Pemulis berharap
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Serang, 20 Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun
ukhrowi tidak lepas dari pada tujuan (maqosyid) dari apa yang akan ia peroleh selepas
aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia itusendiri
terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup
kemungkinan sekali proses untuk menuju pada tujuan maqosyidnya pun berwarna-warni.

Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang
terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan
mengabaikan hak-hak orang lain, baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat umum.
Akan tetapi islam sebuah agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh tatanan
kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan
solusi sebuah keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada
aktifitasnya itu, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial antara mereka.

Maka tidak jarang diantara kita yang ucap kali menemukan ayat dalam kitab suci Al-
Qur'an yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan islam sangat jelas sekali
menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan bisnis yang jujur
dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga, dan memberikan
sedekah kepada mereka yang kurang beruntung.

Melihat pada bahasan singkat diatas penulis berminat untuk membahas lebih lanjut
tentang konsep transaksi Mudharabah.

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal
(shahibul amal ) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian di awal.
B. Rumusan Masalah
 Pengertian Mudharabah
 Hukum & Syarat Mudharabah
 Rukun & Mekanisme Mudharabah

C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami materi tentang konsep dasar mudharabah, syarat,
rukun dan mekanisme kerja sama menggunakan akad mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama dalam bentuk usaha dari yang memiliki
modal (shahib al-mal) dengan pengelola modal (mudharib) dalam bentuk usaha
perdagangan, perindustrian, dan sebagainya. Dengan keuntungan dibagi sesuai
dengan kesepakatan bersama.
Kata bagi hasil berasal dari bahasa Arab “Mudharabah” menurut bahasa kata
mudharabah semakna dengan Al-Qath’u (Potongan), berjalan, atau bepergian.
Seperti yang terlihat dalam QS. Al-Muzammil [73] : 20
“Dan yang lainnya, bepergian dimuka bumi mencari karunia Allah”
Tujuan mudharabah adalah menghindari kebekuan modal orang yang
mempunyai harta atau modal dan menghindari Kesia-siaan keahlian seseorang
yang kompeten dibidangnya, sementara ia tidak memiliki modal untuk
memanfaatkan skill yan dimilikinya.
Mudharabah disebut juga dengan qiradh, yang diambil dari kalimat qardhu,
artinya putus. Disebut demikian karena pemilik uang telah melepaskan sebagian
uangnya untuk dijalankan oleh seorang pengelola dengan diimbangi Sebagian
keuntungannya dan pengelola melepaskan Sebagian hasil kepada pemilik uang.
Ulama Hijaz menamakan mudharabah ini dengan Muqaradhah.
Dalam Al-Quran tidak ditemukan istilah mudharabah secara langsung. Akan
tetapi melalui akar kata darb yang diungkapkan sebanyak lima puluh delapan kali.
Dari akar kata inilah kemudian lahir istilah mudharabah.
Menuurut istilah, mudharabah memiliki beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Menurut para Fuqaha, Mudharabah adalah akad antara dua pihak (orang)
saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak
lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari
keuntungan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Menurut Sayyid Sabiq, Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak
untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan
dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.
3. Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
2. Hukum dan Syarat Mudharabah
Dalam interaksi muamalah antara satu orang dengan lainnya, melakukan
perjanjian mudharabah adalah boleh (mubah). Hukum ini diambil dari hadis Nabi
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a Nabi bersabda :
“Ada tiga perkara yang diberkati : jual beli yang ditangguhkan, memberi
modal,dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.”
Adapun rukun mudharabah menurut ulama Syafi’iyah, rukun qiradh ada 6,
yaitu:
1) Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
2) Orang yang bekerja, yaitu pengelola barang yang diterima dari pemilik
barang.
3) Akad Mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola.
4) Maal, yaitu harta pokok atau modal.
5) Amal, yaitu bidang pekerjaan (Proyek) pengelolaan yang dapat
menghasilkan laba.
6) Keuntungan

Sedangkan syarat sahnya mudharabah sangat berhubungan dengan rukun-


rukun mudharabah. Diantara syarat sahnya adalah :

1) Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila
barang itu berbentuk mas atau perak Batangan, perhiasan dll, maka
mudharabah tersebut batal.
2) Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf,
akad yang dilakukan oleh anak-anak kecil, orang gila, dan orang yang
dibawah kekuasaan orang lain, akad mudharabahnya batal.
3) Modal harus jelas, agar dapat dibedakan antara modal usaha dengan laba.
Sebab laba/keuntungan inilah yang akan dibagi hasil sesuai kesepakatan.
4) Presentase keuntungan antara modal dengan pengusaha harus jelas.
5) Melafadzkan ijab (bagi pemodal) dan qabul (bagi pengusaha).
3. Dasar Hukum Mudharabah
Dasar perikatan mudharabah adalah Al-Quran, As-Sunnah, Al-Ijma, dan Qiyas.
1) Al-Quran dalam QS. Al-Jumuah [62] : 10
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu dibumi,
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.”
2) As-Sunnah
a. Sabda Rasulullah SAW
“ Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a bahwa Al-Abbas bin Abdul
Muthalib apabila menyerahkan uang untuk dimudharabahkan
memberi syarat kepada rekannya agar jangan mengarungi lautan,
menuruni lembah dan tidak membeli hewan yang berhati basah.
Kalau ia melaksanakan hal tersebut, ia harus bertanggung jawab.
Lalu ia menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Syarat-
syarat tersebut dan akhirnya Nabi mengizinkan.”

“Dari Shalih ibn Syuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW. Bersabda,


“Ada tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli
secara Tangguh, mudharabah, dan mencampur gandum dengan
tepung untuk dikonsumsi, bukan untuk dijual belikan.” (HR. Ibnu
Majah)
b. Setelah Nabi Muhammad SAW. Diangkat menjadi Rasul, orang-
orang mengadakan mudharabah dan beliau tidak mengingkarinya.
Ketidakingkaran beliau ini merupakan sunnah (taqrir)
3) Al-Ijma
Sebagian sahabat menyerahkan harta anak yatim untuk
dimudharabahkan. Beliau itu antara lain Umar bin Khatab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar,
Abdillah bin Amir, dan Aisyah.
4) Qiyas

Mudharabah sangat diperlukan dalam masyarakat. Sebab seseorang


kadang-kadang mempunyai harta untuk dijadikan usaha, tetapi tidak
memiliki keahlian dalam mengembangkan usahanya dana sebaliknya ada
yang mempunyai kemampuan keahlian untuk membuka usaha, tetapi tidak
memiliki modal. Maka dengan adanya kebolehan bentuk muamalah ini,
kedua belah pihak akan terpenuhi kebutuhannya yang akan memberikan
kemaslahatan umat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Rukun-Rukun Mudharabah

Sebagaimana akad lain dalam syariat islam, akad mudharabah atau qiradh
menjadi sah, maka harus memenuhi rukun dan syarat mudharabah. Para ulama
berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Ulama hanafiyah berpendapat
bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qabul, yakni lafadz yang menunujukkan
ijab dan qabul dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau
kata-kata yang searti dengannya.

Sedangkan rukun dalam mudharabah berdasarkan jumhur ulama ada 3


yaitu: dua oranag yang melakukan akad (Al-Aqidani), modal (Ma’qud Alaih),
dan Shighat (Ijab dan Qabul). Adapun rukun perjanjian mudharabah adalah :

a) Rukun pertama : Shighat yaitu Ijab dan Qabul


b) Rukun kedua : Dua pihak yang yang berakad
c) Rukun ketiga : Harta
d) Rukun keempat : Pekerjaan
e) Rukun kelima : Keuntungan

Menurut komplikasi Hukum Ekonomi Syariah, rukun Mudharabah ada 3,


yaitu :

a. Shahib Al-Mal (Pemilik Modal)


b. Mudharib (Pelaku Usaha)
c. Akad
5. Jenis-Jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Mudharabah Mutlaqah (Bebas)

Mudharabah Mutlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana


memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.

Pada mudharabah mutlaqah pemodal tidak mensyaratkan kepada


pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis usaha yang akan
dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang
dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak terikat atau tidak terbatas.
Hal ini yang tidak boleh dilakukan oleh pengelola tanpa seizin pemodal
antara lain meminjam modal, meminjamkan modal, dan mendharabahkan
lagi dengan orang lain. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pengusaha
adalah :

 Pengusaha hanya boleh mengusahakan modal setelah ada


izin yang jelas dari pemiliknya.
 Menurut ulama malikiyah, pengusaha tidak boleh membeli
dagangan melebihi modal yang diberikan kepadanya.
 Pengusaha tidak membelanjakan modal selaian untuk
mudharabah, juga tidak boleh mencampurkannya dengan
harta miliknya atau harta orang lain.

b) Mudharabah Muqayyadah (Terikat)

Mudharabah Muqayyadah merupakan akad kerja sama usaha


antara dua pihak yang mana pihak pertama sebagai pemilik modal.
Sahibul maal menginvestasikan dananya kepada mudharib, dan
memberi batasan atas penggunaan dana yang diinvestasikannya.
Batasannya antara lain tentang : tempat, cara berinvestasi, jenis
investasi, objek investasi, dan jangka waktu.
6. Perkara yang Membatalkan Mudharabah
Mudharabah dianggap batal pada hal berikut :
 Salah seorang akid meninggal dunia
Jumhur ulama berpendapat bahwa mudharabah batal jika salah
seorang akid meninggal dunia, baik pemilik modal maupun pengusaha.
Hal ini karena mudharabah berhubungan dengan perwakilan yang akan
batal dengan meninggalnya wakil atau yang mewakilkan. Pembatalan
tersebut dipandang sempurna dan sah, baik diketahui salah seorang
yang melakukan akad atau tidak. Ulama malikiyyah berpendapat
bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah seorang
yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya,
jika dapat dipercayai.
 Salah seorang akid gila
Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan
mudharabah, sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam
mudharabah.
 Pemilik modal murtad
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari islam) atau
terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergabung dengan musuh serta
telah diputuskan oleh hakim atas pembelotannya, menurut Imam Abu
Hanifah, hal itu membatalkan mudharabah sebab bergabung dengan
musuh sama saja dengan mati. Hal itu menghilangkan keahlian dalam
kepemilikan harta, dengan dalil bahwa harta orang murtas dibagikan
diantar para ahli warisnya.
 Modal rusak ditangan pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, mudharabah menjadi
batal. Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal
rusak, mudharabah batal. Begitu pula mudharabah dianggap rusak jika
modal diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak
tersisa untuk diusahakan.
 Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah
Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan
modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan,
maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungan sebagi upah,
karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas
berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan
tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal karena pengelola
adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak
bertanggung jawab sesuatu apapum, kecuali atas kelalaiannya.
 Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai
pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang pengelola
modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab
kerugian.
7. Mekanisme Mudharabah
Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena
yang dibagi hanya keuntungannya saja (Profit), tidak termasuk kerugian (Loss).
Sehingga untuk pembahasan selanjutnya akan digunakan istilah prinsip bagi hasil
seperti yang digunakan dalam undang-undang No.10 tahun 1998, karena apabila
usaha tersebut gagal kerugian tidak dibagi diantara pemilik dana dan pengelola
dana tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan bersadarkan pengakuan
penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan
bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkanankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Jika mudharabah
melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akad mudharabah merupakan akad Kerjasama usaha antara pemilik dana (Shahibul
Maal) dan pengelola dana (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha. Oleh sebab itu, akad
mudharabah merupakan suatu transaksi pembiayaan atau investasi yang berdasarkan
kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad mudharabah, yaitu
kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Hal ini disebabkan bahwa laba dibagi
atas dasar nishab bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi
kerugian akan ditanggung oleh sipemilik dana, kecuali disebabkan oleh pengelola dana.
Terdapat beberapa jenis akad mudharabah yaitu, mudaharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah. Namun seluruh jenis akad mudharabah tersebut harus memenuhi rukun dan
syariah yang mengacu pada Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
DAFTAR PUSTAKA

Fiqh Muamalah Perbandingan/Dr. Siah Khosyi’ah, M.Ag. Bandung : Pustaka Setia 2014

http://repository.uinbanten.ac.id/4295/5/BAB%20III.pdf

file:///C:/Users/Asus%20User/Downloads/300-Article%20Text-411-1-10-20171117-1.pdf

Anda mungkin juga menyukai