Anda di halaman 1dari 13

RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH

DI
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 7

NAMA : HALIM RAFSANJANI


: DITA MAQFIRA
SEM :6
UNIT :1
PRODI : HES

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH (STIS)


AL HILAL SIGLI
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul: “RUKUN DAN SYARAT
MUDHARABAH”. Shalawat dan salam kita panjatkan kehadirpat Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh ilmu pengetahuan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada Dosen Pembimbing, atas bimbingan kepada penulis sehingga
tersusunnya makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat bagai semua pihak.
Penulis menyadari, dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritikan dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa akan datang.

Sigli, Juni 2021

Penulis

2
A. Latar Belakang Masalah

Mudharabah merupakan satu pembahasan yang banyak diungkap dalam

kitab-kitab fiqh klasik. Dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin

mencuat seiring perkembangan perbankan syari’ah. Dalam lembaga perbankan

syari’ah itu, Mudharabah menjadi salah satu kunci penting dalam kajian-kajian

lebih komprehensif mengenai perbankan syari’ah. Apa yang dikenal dengan sistem

bagi hasil sebagai alternatif sistem bunga dalam perbankan konvensional, sejatinya,

dari term Mudharabah ini.

Semua rasanya sepakat bahwa Mudharabah mengandung nilai-nilai luhur

kemanusiaan dan perwujudan prinsip keadilan dalam sebuah usaha

ekonomi. Heterogenitas tingkat kemakmuran hidup manusia bagian dari realitas

kehidupan yang tak terbantahkan sepanjang masa. Mudharabah ada untuk

memberikan kesempatan agar heterogenitas itu tidak terlampau curam

menghubungkan golongan kaya dengan masyarakat miskin. Namun, eksistensinya

dalam dunia modern belum menampakan kontribusi yang signifikan. Perbankan

syari’ah sebagai penopang Mudharabah tidak dapat berbuat banyak untuk

memberdayakannya. Ada apa dengan Mudharabah Dan mengapa dengan perbankan

syari’ah dalam prakteknya.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimanakah pengertian mudharabah?

3
2. Bagaimanakah rukun dan syarat mudharabah?

3. Bagaimanakah mudharabah dalam perspektif mazhab?

4. Bagaimanakah implementasi mudharabah dalam lingkungan masyarakat?

C. Pengertian Mudharabah

Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ‫ ) ضرب‬yang berarti memukul

atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses

seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut

mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan

untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga

dharb fil Ardhi (‫)ضرب فِي أاْلَرأ ض‬1. Allah SWT berfirman :

”Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah

SWT.” (Al-Muzammil : 20)

Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah, sedangkan

penduduk Hijaz menyebutnya qiradh.2 Qiradh berasal dari kata al-qardhu, yang

berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk

diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.

Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah. Di dalam Al-

Quran, kata mudharabah tidak disebutkan secara jelas dengan istilah mudharabah.

Al-Quran hanya menyebutkannya secara musytaq dari kata dharaba yang terdapat

sebanyak 58 kali.

1
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, Juz II, 309
2
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001) , 223

4
Beberapa ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai

berikut:

Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang)

saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain

untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti

setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah “Akad syirkah dalam laba, satu

pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa”.

Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: ”Akad perwakilan, di

mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan

dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)”.

Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ”Ibarat pemilik

harta menyerahakan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang

dengan bagian dari keuntungan yang diketahui”.

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ” Akad yang

menentukan seseorang menyerahakan hartanya kepada orang lain untuk

ditijarahkan”.

Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa

mudharabah ialah: “Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk

ditijarhakan dan keuntungan bersama-sama.”

D. Rukun dan Syarat Mudharabah

5
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :3

1. Harta atau Modal

a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk

barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam

uang yang beredar (atau sejenisnya).

b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya

melakukan usaha.

2. Keuntungan

a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan

yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan

pemilik modal harus jelas prosentasinya.

b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan

dalam kontrak.

c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib

mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.4

Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:

1. Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola

dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah

baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus

memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.

3
Ibid, 224
4
Alauddin Al-Kasani, Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI, 79

6
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal

(mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan

perdagangan tersebut), keuntungan;

3. Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan

terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari

pemilik modal (qabul).

Sedangkan menurut Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :

1. Modal

2. Pekerjaan

3. Laba

4. Shighat

5. Dan 2 Orang akad5

E. Mudharabah dalam Perspektif Madzhab

Mazhab empat yang terkenal, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali

berbeda-beda pendapatnya dalam memandang murabahah. Pandangan tersebut

antara lain: pertama, Mazhab Maliki membolehkan adanya biaya-biaya yang

langsung dan tidak langsung yang terkait dengan transaksi jual beli dengan

ketentuan dapat memberikan nilai tambah pada barang tersebut.

Kedua, Mazhab Syafi’i membolehkan untuk membebankan biayabiaya

yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, kecuali biaya tenaga

kerjanya sendiri karena komponen ini sudah termasuk dalam keuntungannya.

5
Muhammad Asy-Syarbini, Juz II, 310

7
Begitu pula dengan biaya-biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh

dimasukkan sebagai komponen biaya.

Ketiga, Mazhab Hanbali mengatakan bahwa semua biaya yang langsung

maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-biaya itu

harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan dapat menambah nilai barang yang dijual

tersebut. Keempat, Mazhab Hanafi membolehkan untuk membebankan biaya-biaya

yang secara umum dapat timbul dalam suatu transaksi jual beli dan tidak boleh

mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya yang semestinya ditanggung oleh

si penjual.

Pendapat Penulis

Menurut pendapat penulis keempat mazhab tersebut menyepakati untuk

tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan

yang semestinya dilakukan oleh penjual maupun biaya-biaya langsung yang

berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Di samping itu, mereka juga membenarkan

pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak ketiga dan

pekerjaan itu harus dikerjakan oleh pihak ketiga tersebut.

F. Implementasi Mudharabah dalam Lingkungan Masyarakat

Aplikasi akad mudharabah dalam kehidupan sehari-hari mudah untuk

dilakukan. Tak heran ada beberapa bentuk skema mudharabah. Berikut ini

adalah macam-macam mudharabah:

8
1. Mudharabah bilateral

Bentuk mudharabah ini adalah akad mudharabah antar dua pihak saja. Yaitu

satu pihak sebagai shahibul maal dan satu pihak lainnya bertindak

sebagai mudharib. Bentuk mudharabah ini juga merupakan mudharabah klasik,

yang sudah dipraktekkan sejak awal-awal masa Islam, oleh para sahabat dan tabiin.

Contoh mudharabah bilateral adalah shahibul maal yang bermitra

dengan mudharib untuk usaha konveksi selama 6 bulan. Shahibul Maal

memberikan uang untuk modal usaha sebesar Rp. 10 juta. Dan kedua belah pihak

sepakat dengan nisbah bagi hasil 30:70 (40% keuntungan untuk shahibul maal).

Setelah mudharib menjalankan usaha selama 6 bulan, modal usaha telah

berkembang menjadi Rp. 20 juta, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 10

Juta (Rp. 20 juta – Rp. 10 Juta).Maka, shahibul maal berhak mendapatkan

keuntungan sebesar Rp. 3 Juta (30% x Rp. 10 juta). Dan sisanya sebesar Rp. 7 juta

menjadi hak mudharib.

2. Mudharabah multilateral

Pada bentuk mudharabah ini, shahibul maal dapat lebih dari 1 pihak,

sedangkan mudharib (pengelola usaha) hanya satu pihak.

Mengunakan contoh kasus pada mudharabah bilateral sebelumnya.

Maka contoh mudharabah multilateral adalah jika shahibul maal dari

mudharib dalam usaha konveksi tadi terdiri dari 2 orang. Shahibul maal

pertama menyerahkan dana Rp. 4 Juta dan shahibul maal kedua sebesar Rp. 6 juta.

Sehingga porsi kepemilikan dananya adalah 40:60.

9
Perhitungan bagi hasil dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung bagian

pendapatan keuntungan shahibul maal. Setelah itu, keuntungan untuk masing-

masing shahibul maal dibagi berdasarkan proporsi modal yang disetorkan.

Sehingga, jika bagian shahibul maal pada contoh mudharabah sebelumnya adalah

Rp. 10 Juta. Maka keuntungan untuk shahibul maal pertama adalah Rp. 4 Juta

(40% x Rp. 10 juta). Dan bagian shahibul maal kedua sebesar sisanya.

3. Mudharabah bertingkat

Mudharabah bertingkat atau re-mudharabah adalah bentuk mudharabah

antara 3 pihak. Yaitu satu pihak sebagai shahibul maal, pihak kedua bertindak

sebagai mudharib antara dan pihak terakhir sebagai mudharib akhir.

Contoh mudharabah bertingkat adalah jika pada contoh kasus usaha

konveksi pada mudharabah bertingkat sebelumnya, shahibul maal membutuhkan

pihak lain untuk mengetahui kelayakan dan kemampuan mudharib dalam

menjalankan usaha hingga meraih keuntungan.

Untuk itu, Shahibul maal membuat akad mudharabah dengan mudharib

antara dengan kesepakatan nisbah bagi hasil sebesar 50:50 (50% keuntungan untuk

mudharib antara). Dan jangka waktu selama 6 bulan.

Mudharib antara kemudian membuat perjanjian mudharabah

dengan mudharib akhir yang akan mengelola usaha konveksi, dengan jangka waktu

selama 6 bulan. Dengan nisbah bagi hasil sebesar 30:70 (30% untuk mudharib

antara).

10
Pada Akhir masa akad mudharabah, jika keuntungan mudharib akhir adalah

Rp. 10 Juta, maka bagian keuntungan mudharib antara adalah Rp. 3 juta (30% x Rp.

10 juta).

Pendapatan mudharib antara harus dibagi dengan shahibul maal sebesar

perjanjian nisbah yang disepakati. Sehingga shahibul maal memperoleh pendapatan

bagi hasil sebesar Rp. 1.5 juta (50% x Rp. 3 juta).

G. Ringkasan

Mudharabah merupakan bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di

mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada

pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja

sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari

pengelola.

H. Penutup dan Saran

Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ‫ ) ضرب‬yang berarti memukul

atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses

seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut

mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan

untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga

dharb fil Ardhi (‫ضرب فِي أاْلَرأ ض‬

Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam

berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.

Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :

11
1. Harta atau Modal

2. Keuntungan

Rukun mudharabah menurut Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi

lima yaitu :

1. Modal

2. Pekerjaan

3. Laba

4. Shighat

5. Dan 2 Orang akad

Melalui makalah yang singkat ini penulis menyarankan kepada segenap

pembaca agar merujuk kepada sumber-sumber lain yang relavan untuk

mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syarbini, Muhammad, Mugni Al-Muhtaj, Juz II

Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)

Al-Kasani, Alauddin, Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI

Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-I’tishom,

2008)

13

Anda mungkin juga menyukai