PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan syirkah atau
perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan tuntunan syari’at. Hal ini
menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang berjudul tentang “syirkah” guna untuk
memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca makalah ini. Pada zaman sekarang ini banyak
orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang
eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syari’at.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam
empat akad utama, yaitu al-musyârakah, al-mudhârabah, al-muzâra’ah dan al-musâqah. Namun dalam
makalah ini akan dijelaskan mengenai al-musyârakah saja. Sedangkan yang lainnya dalam pembahasan yang
lain.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyârakah dan al-
mudhârabah, sedangkan al- muzâra’ah dan al-musâqah di pergunakan khusus untuk pembiyayaan pertanian
oleh beberapa bank islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dipaparkan beberapa rumusan masalah yang berkaitan dengan
permasalahan yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti:
اإلختالط أى خلط أحد المالين باآلخر بحيث اليمتزان عن بعضهما
”percampuran atau persekutuan dua hala atau lebih, sampai-sampai antara
masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak kepunyaan atau
perserikatan usaha”.138
Yang dimaksud percampuran (difusi) disini ialah “seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sampai-sampai tidak
mungkin guna dibedakan. Sedangkan berdasarkan pendapat istilah, para Fuqaha
bertolak belakang mengenai definisi syirkah, diantaranya berdasarkan pendapat
Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah
“akad antara orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan”.139
*footnote
(¹)Ahmad farroh hasan, 2018, __Fiqih muamalah dari klasik hingga komporer_ ,
Malang, UIN maliki press, halaman 83-84.
B. Hukum Syirkah
Hukum syarikah
Syarikah disyariatkan. Ayat-ayat Al-Quran yang luhur dan hadis-hadis nabi yang
mulia hadir hadir membolehkannya alloh ta'ala berfirman:
(َو ِإَّن َك ِثْيَر ا ِم َن الُخَلَطاِء َلَيْبِغ ْي َبْعُضُهْم َع َلى َبْع ٍض:
Artinya:
"Dan sungguh kebanyakan dari orang orang yang beserikat itu sebagian dari
mereka berbuat dzalim pada sebagian yang lain" ( shad 24)²
Hukum syarikah adalah jâ'iz (mubah), berdasarkan dalil Hadits Nabi صلى هللا
عليه وسلم.berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus
sebagai Nabi,
orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan
Nabi صلى هللا عليه وسلم, membenarkannya.
Hadits Nabi Muhammad صلى هللا عليه وسلم:
ه88إذا خان88 ف،ا حبه88دهم ص88ريكين ما لم أح88الث الش88 أنا ث: يقول هللا تعالى:عن النبي صلى هللا عليه وسلم
) ( رواه داود.خرجت بينهما
Artinya: “ Dari Nabi صلى هللا عليه وسلم:Allah جل جاللهBerfirman: ”aku adalah yang
ketiga pada dua
orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati
temannya, aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang
menghianatinya.” (HR. Abu Daud).³
*Footnote
(²) Karimi izzudin, 2016, _Fiqih Muyassar_ , Jakarta, Darul haq, halaman 385
(³) Hidayatulloh, 2009, _fiqih_ , Banjarmasin, Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al-Banjari
Banjarmasin, halaman 63-64.
a. Rukun Syirkah
Para ulama berselisih pendapat mengenai rukun syirkah, menurut ulama
Hanfiyah rukun syirkah adalah ijab (ungkapan penawaran melakukan
perserikatan) dan qabul (ungkapan penerimaan perserikatan). Adapun
mengenai dua orang yang berakad dan harta benda diluar pembahasan akad
seperti dalam akad jual beli. Jumhur ulama menyepakati bahwa akad
merupakan salah satu hal yang harus dilakukan dalam syirkah. Adapun rukun
syirkah menurut para ulama, yaitu:21
1) Sighat (Ijab dan Qabul)
Syarat sah dan tidaknya akad syirkah tergantung pada sesuatu
yang ditransaksikan dan juga kalimat akad hendaknya mengandung arti izin
buat membelanjakan barang syirkah dari
peseronya.
2) Al-aqidain (subjek perikatan)
Syarat menjadi anggota perserikatan yaitu: orang yang berkal, baligh, dan
merdeka atau tidak dalam paksaan. Disyaratkan pula bahwa seorang mitra
diharuskan berkompeten dalam memberikan kekuasaan perwakilan,
dikarenakan dalam musyawarah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta
untuk diusahakan.
3) Mahallul aqd (objek perserikatan)
Objek perserikatan bisa dilihat meliputi modal maupun kerjanya. Modal dari
masing-masing persero dijadikan satu yaitu menjadi harta perseroan dan tidak
dipersoalkan lagi dari mana asal usulnya.
*Footnote
(⁵) Mustafa Diib al bugha, 2017, _penjelasan hukum islam mazhab syafi'i,_
Solo, media dzikir, halaman 283.
Syirkah ‘inan ialah perserikatan yang dilaksanakan oleh semua pemodal guna
memberikan harta masing-masing guna dijadikan
modal dagang dengan destinasi akan mendapatkan keuntungan. Syirkah ini
tidak di syaratkan nilai modal, wewenang dan keuntungan dapat didasarkan kepada
penyertaan prosentase modal masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar
organisasi. Hal ini diperkenakan karna adanya kemungkinan tambahan kerja atau
penanggungan resiko setiap pihak”
Berdasarkan pendapat Taqiyuddin an- Nabbni, perseroan ‘inan ialah perseroan
antara dua badan usaha dengan harta masing-ng dengan kata lain, dua orang
mengerjakan perseroan dengan harta masing-masing guna bersamasama mengelola
dengan badan mereka (tenaga kerja), kemudian keuntungan dibagi diantara mereka.
Maka persoalan ini disebut perseroan ‘inan karna setiap pihak sama-sama ikut
mengelola”
Selanjutnya dijelaskan perseroan ini semacam menjadi investasi ialah uang.
Sebab uang ialah nilai kekayaan dengan nilai harga yang mesti dibeli. Sedangkan
modal tidak diperkenalkan
untung menyelenggarakan perseroan ini, kecuali kalau sudah dihitungkan
nilainya pada saat mengerjakan transaksinya.
Dalam perseroan ini tidak disyaratkan adanya persamaan nilai kekayaan dan
tidak harus sejenisnya. Hanya saja , kekayaan
tersebut harus dinilai dengan standar yang sama, sampai-sampai kakayaan
pemodal bisa meleburkan jadi satu.
Syirkah Abdan juga disebut pula syirkah “Shoyani” jamak dari Shoni’taqobul
dan umal jama’ dari amilun yakni : perserikatan yang dilaksanakan dua orang atau
lebih guna menerima suatu pekerjaan. Misalnya Kuli bangunan, bengkel dan
pelayanan barang lainnya. Keuntungan dari perserikatan ini bagi sesuai dengan
kesepakatan bersama.
Perseroan abdan ini ialah perseroan yang dilaksanakan dua orang atau lebih
dengan badan masing-masing pihak, tampa harta dari mereka Dengan kata lain
mereka mengerjakan perseroan dalampekerjaan yang mereka lakukan dengan
tenaga-tenaga mereka sendiri baik pekerjaan melewati pikiran atau fisik. Seperti
pekerjaan antara Insiyur dengan tukang batu, dokter dengan pemburu sedangkan
keuntungannya yang didapatkan akan dibagi diantara mereka”
Masing-masing persero terlibat dalam suatu pekerjaan. Oleh karna itu para
persero dengan beragam keahlian menggarap perseroan maka hukumnya mubah.
Apabila menggarap perseroan, kemudian yang lainnya mengeluarkan biaya dan yang
lainnya mengerjakan dengan tenaga maka sahlah perseroan tersebut. Jadi apabila
pekerja dalam suatu perusahaan menggarap perseroan, baik semuanya mengerti
tentang industri atau yang lain hanya sebagian, sedangkan yang lain tidak memahami
sama sekali, kemudian mereka mengerjakan perseroan, dengan para pengrajin,
pekerja, juru tulis dan kesemuanya itu menjadi anggota perseroan, maka hukumnya
sah. Hanya saja syarat yang dilaksanakan guna meraih keuntungan tersebut
dikerjakan dengan mubah apabila pekerjaan tersebut haram, maka permasalahan
dalam rangka menggarap pekerjaan tersebut
hukumnya menjadi haram.
Mazhab Maliki menambahkan kebolehan syirkah ini, karna syirkah ini dengan
syarat tindakan yang dilaksanakan oleh semua persero haruslah sama (sejenis)
meskipun tidak sama pekerjaannya namun masih bersangkutan dengan yang digarab
oleh persero lainnya maka hukumnya tetap boleh. Seperti pekerjaan guna
membangun rumah, sedangkan batu diperlukan guna membangun rumah maka
sahlah pekerjaan ini.
Mazhab Syafi’I, Imamiyah, Syiah tidak mau menerima syirkah ini. Karna syirkah
berdasarkan pendapat mereka bisa bergabung melalui harta (modal) bukan
pekerjaan, disamping itu pekrjaan tidak bisa diukur sampai-sampai membawa
kemungkinan terjadinya penipuan. Pengaruh fisik dari anggota juga menghasilkan
deviden yang berbeda.
Mazhab Hambali menambahkan alasan kebolehan syirkah ini, sebab syirkah ini
tetap diizinkan hingga dalam pekerjaan mencari rumput, kayu hutan, memancing dan
barang mubah lainnya.
3) Syirkah Al-Wujuh
Syirkah Al-Wujuh ialah serikat yang dilaksanakan dua orang atau lebih yang
tidak memiliki modal sama sekali,mereka mengerjakan suatu pembelian dengan cara
kredit dan menjualnya dan menjualnya dengan cara kontan, kemudian kalau dapat
untung akan dibagi bersama. Syirkah ini ialah perseroan antara dua orang atau lebih
dengan modal dari pihak luar dari orang (badan) tersebut”.151
Termasuk dalam kategori syirkah wujuh, apabila dua orang atau lebih
mengerjakan perseoran dengan harta yang sama-sama menjadi pembeli, sebab
adanya keyakinan pedagang kepada mereka, dan bukannya modal mereka. Syaratnya
pemilikan mereka atas harta yang menjadi
pembelian mereka harus sama atau dengan komparasi yang disepakati lain,
bukan berdasarkan barang yang menjadi hak kepunyaan mereka.
Syaratnya pemilikan mereka atas harta yang menjadi pembelian mereka harus
sama atau dengan komparasi yang disepakati lain, bukan berdasarkan barang yang
menjadi hak milik mereka. Ditentukan dengan pemilikan mereka atas harta
pembeliannya, sebab status pembeliannya sama dengan harta mereka dan bukannya
berdasarkan pada beban kerugian yang mereka sepakati, juga bukan deviden yang
disepakati pula, baik deviden diantara mereka cocok dengan hasil pembeliannya atau
pun masing- masing bertolak belakang dengan hasil pembeliannya. Akan tetapi yang
butuh dipahami, bahwa yang dimaksud kepercayaan disini ialah kepercayaan yang
bersifat finansial, yakni keyakinan yang lahir karena kreadibilitas bukan pangkat atau
kedudukan. Sebab bila keyakinan tersebut dipakai dalam konteks bisnis pasti
maksudnya ialah kepercayaan yang bersifat financial. Oleh karena itu terkadang
seorang yang sangat dihormati, namun kreadibilitas tidak dipercaya yang bersifat
finansial pada dirinya, dan bisa juga ia tidak sanggup mempunyai keyakinan yang bisa
digunakan dalam konteks bisnis dan perseroan.
4) Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah ialah, secara bahasa keserupaan dan secara istilah ialah
aqad yang dilaksanakan antara dua orang atau lebih guna mengerjakan kerja sama
dengan syarat adanya
kesamaan baik kekayaan maupun kewenangan (tanggung jawab), dan bahkan
agama.
Dalam syirkah ini jaga disyaratkan persamaan dalam tasharruf maka tidak sah
hukumnya bila keserupaan dalam agama, maka tidak sah bila syirkah ini dilaksanakan
antara muslim dengan non muslim”
Ulama Madzhab Hanafi dan Maliki membenarkan syirkah mufawadhah. Tetapi
definisinya berdasarkan pendapat ulama madzhab maliki tidak seperti diatas, yang
berasal dari ulama madzhab Hanafi. Berdasarkan pendapat ulama madzhab Maliki,
yang dinamakan syirkah mufawadhah ialah persekutuan antara dua orang atau lebih
dalam modal dan keuntungannya, dengan keuntungan masing-masing anggota
menyerahkan kepada anggota lain hak beraksi atas syirkah, baik anggota yang hadir
semua atau yang tidak hadir dan tanpa syarat modal masing-masing harus sama
besarnya tanpa kewajiban memasukan harta baru yang tidak diperoleh oleh seorang
anggota di dalam modal syarikah.⁶
*Footnote
(⁶) Farroh, akhmad hasan, 2018 _, Fiqih muamalah_ , Malang, Uin maliki pres,
halaman 78-84
BAB III
KESIMPULAN
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau modal yang masing-
masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan
yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di
laksanakan. Mengenai landasan hukum tentang syirkah ini terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul)
dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada tiga yaitu, pertama, ucapan: berakad dianggap sah
jika diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan. Kedua, pihak yang
berkontrak: disyaratkan mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan. Ketiga, objek kontrak (dana dan kerja): modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau
yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam syirkah ada dua macam yakni syirkah milk dan syirkah ‘uqûd. Adapun
yang membatalkan syirkah ada yang secara umum dan ada pula yang secara khusus, seperti yang telah
dijelaskan diatas.
Daftar pustaka
Ahmad farroh hasan, 2018, __Fiqih muamalah dari klasik hingga komporer_ ,
Malang, UIN maliki press.