Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Musyarakah
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-ikhtilath
(percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit
dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau perserikatan usaha. Secara etimologis,
musyarakah adalah penggabungan, percampuran atau serikat. Musyarakah berarti kerja
sama kemitraan atau dalam bahasa Inggris disebut partnership.
Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-
Syaukani menulis sebagai berikut, “(Syirkah syar‟iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar
sama-sama ridha di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka
mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola
untuk mendapatkan keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara mereka
mendapat keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah
tersebut. Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya dibagi rata
antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu boleh dan sah,
walaupun saham sebagian mereka lebih sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya.
Dalam kacamata syariat, hal seperti ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang
terpenting didasarkan atas Ridha sama ridha, toleransi dan lapang dada.
Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi di antara para pemilik modal
(mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama
dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.1

B. Sumber Hukum Musyarakah


Musyarakah adalah salah satu bentuk kerja sama ekonomi yang dianjurkan dalam
Islam. Ada beberapa dalil dan fatwa DSN yang mendukung penerapan musyarakah dalam
bisnis ekonomi syariah.

Dalil
Q.S. Ash Shad ayat 28

1
Fauziah Chairiyanti. Akad musyarakah. Universitas jambi. 2021
Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini.“

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah


Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: Aku adalah
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak berkhianat kepada
yang lainnya. Jika terjadi penghianatan, maka aku akan keluar dari mereka. (HR Abu
Daud)”2

C. Jenis Jenis Musyarakah


Pembahasan mengenai macam-macam syirkah, para ulama fiqih memberikan
beberapa macam syirkah, sebagian ulama ada yang memperoleh syirkah tertentu dalam
dua bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud.3
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu suatu kontrak dalam
membentuknya, tetapi terjadi dengan sendirinya serta mempunyai ciri masing-masing
anggota tidak mempunyai hak untuk mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya.
Bentuk syirkah amlak ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas
untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk
membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang atau lebih mendapatkan
hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga.
b. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa, tidak
ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris,
manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka
(Muhammad, 2003: 34).

2. Syirkah Uqud

2
Redaksi OCBK NISP. Akad Musyarakah: Pengertian, Skema, Rukun, dan Contohnya. Diakses pada 30
juni 2023. http://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/09/20/akad-musyarakah.
3
Nur Aziroh. Musyarakah dalam fiqih dan perbankan syariah. Vol,2. No 2. Des 2014. Hal 316-318
Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau lebih dalam hal
usaha, modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulama membagi
menjadi bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah membedakan jenis syirkah
menjadi tiga macam yaitu, syirkah al-amwal, syirkah al-a’mal, syirkah alwujuh,
masing-masing bersifat syirkah al-mufawadhah dan ‘Inan. Dan fuqaha Hanabilah
membedakan menjadi lima macam syirkah yaitu Syirkah al-’inan, syirkah al-
mufawadhah, syirkah al-abdan dan syirkah al-wujuh serta syirkah al-mudharabah dan
yang terakhir menurur fuqaha Malikiyah dan Syafi’iyah membedakanya menjadi
empat jenis syirkah yaitu syirkahal-’inan, syirkah al-mufawadhah, abdan dan wujuh.
(Al-Zuhailiy, 1989: 794).
Dari paparan para fuqaha di atas, pembagian dari jenis syirkah tersebut dapat
dihimpun menjadi dua kategori, kategori pertama merupakan kategori dari pembagian
segi materi syirkah yaitu syirkah al-amwal, a’mal, abdan dan wujuh, sedangkan
kategori kedua adalah kategori dari segi pembagian posisi dan komposisi saham.
Yaitu syirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah dan syirkah al-Mudharabah. Dari
berbagai jenis syirkah di atas maka akan lebih jelas bila dijelaskan dari masing-
masing jenis syirkah tersebut:
1. Syirkah al-amwal adalah persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebih dalam
usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi keuntungan
dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan (A Masadi, t.th: 194).
2. Syirkah al-a’mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk Menerima
pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan Itu misalnya
kerjama dua orang arsitek untuk mengerjakan satu proyek. Syirkah ini disebut
juga Syirkah abdan atau Syirkah sana’i (Antonio, 1999:132).
3. Syirkah al-wujuh adalah persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk
Melakukan kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak
Menyertakan modal dalam bentuk dana tetapi hanya mengandalkan wajah
(wibawa dan nama baik). Mereka menjalankan usahanya berdasarkan
Kepercayaan pihak ketiga keuntungan yang dihasilkan dibagi berdasarkan
Kesepakatan bersama. Syirkah al-’inan adalah sebuah persekutuan dimana Posisi
dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah belum Tentu sama
baik dalam hal modal pekerjaan maupun dalam hal keuntungan dan resiko
kerugian (A Masadi, t.th: 194).
4. Syirkah al-mufawadhah adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan Komposisi
pihak-pihak yang terlibat didalamya adalah sama baik dalam hal modal
keuntungan dan resiko kerugian (A Masadi, t.th: 194).
5. Syirkah al-mudharabah adalah persekutuan antara pihak pemilik modal Dengan
pihak yang ahli dalam melakukan usaha, dimana pihak pemodal Menyediakan
seluruh modal kerja. Dengan demikian mudharabah dapat Dikatakan sebagai
perserikatan antara pemodal pada satu pihak dan pekerja Pada pihak lain.
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan QKerugian ditanggung
oleh pihak shahibul mal (A Masadi, t.th: 195)

D. Rukun Akad Musyarakah


Prinsip dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan dan kerja
sama antara pihak-pihak yang terkait untuk meraik kemajuan bersama. Unsur-unsur yang
harus ada dalam akad musyarakah atau rukun musyarakah ada empat. Berikut ini adalah
penjelasan dari rukun akad musyarakah:4
1. Pelaku
Pelaku adalah para mitra yang cakap hukum dan telah balig.

2. Objek musyarakah
Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad
musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja.
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus tunai
2) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai,emas,perak,aset perdagangan
atau aset tidak berwujud seperti lisensi,hak paten,dan sebagainya.
3) Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan
nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
4) Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur
5) Dalam kondisi normal,setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset
kemitraan
6) Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian
juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah,

4
Geri Firmansyah, Niawati dan Syela Wanda Adryan. Akuntansi atas akad musyarakah. Universitas
Ibnu Khaldun. 2015
menyumbang atau menghadiahkan uang tersebut kecuali mitra lain telah
menyepakatinya.
7) Seorang mitra tidak diijinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal
itu untuk kepentingan sendiri.
8) Pada prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh ada penjaminan modal,
seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra lainnya, karena musyarakah
didasarkan pada prinsip al ghunmu bi al ghurmi-hak untuk mendapat
keuntungan berhubungan dengan dengan risiko jaminan dan baru dapat
dicairkan apabila mitra tersebut melakukan kelalaian atau kesalahan yang
disengaja.
9) Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau
investasi yang dilarang oleh syariah.

b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah.
2) Tidak dibenarkan bila salah seorang di antaranya menyatakan tidak ikut serta
menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut.
3) Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama,
mitra yang porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan
yang lebih besar.
4) Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
5) Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
6) Seorang mitra yang melaksanakan pekerjaan diluar wilayah tugas yang
mereka sepakati, berhak mempekerjakan orang lain untuk menangani
pekerjaan tersebut.
7) Jika seseorang mitra mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas
yang menjadi bagiannya, biasanya harus ditanggung sendiri.

3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekpresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal,tertulis,melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
4. Nisbah
a. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para
mitra diawal akad sehingga risiko perselisihan diantara para mitra dapat
dihilangkan.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan
keuntungan tersebut, misalnya bagi hasil atau bagi laba.
d. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi, akan tetapi
harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
e. Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan
nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar
prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama resiko.
f. Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan
mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk
organisasi kemanusiaan tertentu atau untuk cadangan (reserve)

Apabila terjadi kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal
dari masing-masing mitra. Dalam musyarakah yang berkelanjutan (going concern)
dibolehkan untuk menunda alokasi kerugian dan dikompensasikan dengan keuntungan pada
masa-masa berikutnya. Nilai modal musyarakah tetap sebesar jumlah yang disetorkan dan
selisih dari modal merupakan keuntungan atau kerugian.

Akad musyarakah akan berakhir jika:


1. Salah seorang mitra menghentikan akad
2. Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal
3. Modal musyarakah hilang/habis. Apabila salah satu mitra keluar dari kemitraan baik
dengan mengundurkan diri, meninggal, atau hilang akal maka kemitraan tersebut
dikatakan berakhir.

Anda mungkin juga menyukai