Anda di halaman 1dari 11

MUSYARAKAH MUDHARABAH MUZARA’AH MUSAQAH

I. MUSYARAKAH
Akad musyarakah adalah sistem kolaborasi dua pihak untuk membangun suatu usaha.
Nantinya, keuntungan yang didapat merupakan hasil kesepakatan bersama. Lalu apa saja syarat
agar musyarakah dikatakan sah? Simak pembahasan di bawah ini mengenai pengertian hingga
contoh akad musyarakah.
Pengertian Akad Musyarakah
Akad musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak yang saling memberikan kontribusi
berupa dana untuk membangun sebuah usaha, dengan keuntungan dan resiko yang akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Lalu apa bedanya dengan akad musyarakah mutanaqisah? Musyarakah mutanaqisah adalah
kerjasama beberapa pihak terhadap kepemilikan suatu aset namun dengan besaran keuntungan
yang berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh diperbolehkannya kepemilikan aset yang
lebih besar dari pihak lain sehingga nilai keuntungan yang didapat juga lebih besar.
Perbedaan Akad Musyarakah dan Mudharabah
Selain mutanaqisah, ada juga istilah lain yang termasuk dalam bentuk kerjasama
ekonomi syariah, yaitu mudharabah. Namun terdapat perbedaan antara akad musyarakah dan
mudharabah. Berikut penjelasannya.

Skema Akad Musyarakah


Pada skema akad musyarakah terdapat dua pihak yang akan berkontribusi dalam suatu
proyek. Skema tersebut akan dijelaskan pada gambar di bawah ini.

1
Hukum Musyarakah
Musyarakah adalah salah satu bentuk kerja sama ekonomi yang dianjurkan dalam Islam.
Ada beberapa dalil dan fatwa DSN yang mendukung penerapan musyarakah dalam bisnis
ekonomi syariah.
Dalil
1. Q.S. Ash Shad ayat 28

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan
amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini.“
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: Aku adalah pihak
ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak berkhianat kepada yang
lainnya. Jika terjadi penghianatan, maka aku akan keluar dari mereka. (HR Abu Daud)”
Fatwa DSN MUI
Selain kedua hadits di atas, dasar hukum musyarakah adalah Fatwa DSN No: 08/DSN-
MUI/IV/2000. Fatwa ini lahir dengan pertimbangan bahwa, untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kelancaran usaha masyarakat, perlu adanya bantuan dari pihak lain. Adanya nilai
kebersamaan dan keadilan menjadi keunggulan tersendiri dalam sistem ini.

Jenis-jenis Musyarakah
Akad musyarakah dibagi menjadi 2 jenis syirkah, yaitu syirkah uqud dan amlak. Berikut
penjelasannya.
1. Syirkah Uqud
Syirkah Uqud merupakan akad antara 2 pihak atau lebih dalam hal dengan cara menggabungkan
harta mereka untuk suatu bisnis. Syirkah jenis ini dibagi lagi menjadi beberapa bentuk, meliputi:

2
 Al In’an: Syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bekerja sama dengan menyetor modal
dalam jumlah berbeda-beda, untuk kemudian membagi keuntungan yang ada berdasarkan
besaran modal masing-masing.
 Syirkah A’mal atau Syirkah Abdan: Kerjasama antara 2 orang yang biasanya berprofesi
sama untuk mengerjakan sebuah proyek pekerjaan. Masing-masing dari mereka
memberikan kontribusi dalam bentuk skill, kemudian keuntungan yang didapat akan dibagi
rata.
 Mufawadah: Akad musyarakah antara 2 pihak yang memberikan modal sama besar untuk
kemudian tiap-tiap keuntungan maupun kerugian dibagi menjadi 2 secara rata.
 Syirkah Wujuh: Kolaborasi antara pemilik dana dengan pihak yang memiliki kredibilitas
sehingga kerjasama ini didasarkan atas wibawa para anggota. Keuntungan dan kerugian
yang timbul akan dibagi berdasarkan negosiasi para pihak.
2. Syirkah Amlak
Syirkah Amlak terjadi bukan karena akad, melainkan karena kehendak untuk memiliki harta
bersama. Syirkah ini dibagi menjadi 2 bentuk:
 Syirkah Ikhtiyariyah: terjadi atas kehendak masing-masing pihak yang bekerjasama
 Syirkah Ijbariyah: terjadi secara otomatis karena keadaan tertentu, misalnya pembagian
warisan yang menyebabkan kepemilikan bersama sebuah aset.

Rukun Akad Musyarakah


Sebelum melakukan akad musyarakah, ada beberapa rukun yang wajib Anda penuhi.
Diantaranya.
1. Ijab Kabul/Shighat
Merupakan pernyataan para pihak yang secara jelas menunjukkan tujuan akad, penerimaan
dan penawaran langsung saat kontrak, dan menuangkan akad dalam bentuk tertulis.
2. Pihak-pihak yang Berakad/Aqidain
Ada beberapa kriteria pihak-pihak yang berakad, diantaranya yaitu,
o Cakap hukum
o Kompeten
o Memiliki dana dan pekerjaan
o Memiliki wewenang untuk mengelola aset mitranya
o Tidak diizinkan menginvestasikan dana untuk kepentingan pribadi
o Memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah.
3. Objek Akad/Mauqud Alaih
Objek akad terdiri dari modal dan kerja. Modal harus berupa uang tunai dan aset yang dapat
dinilai dengan uang. Modal yang ada juga tidak boleh menjadi jaminan maupun dipinjamkan
kepada pihak lain.
Sedangkan, objek kerja harus dilakukan atas nama pribadi maupun mitra masing-masing.
Pekerjaan yang dilakukan tidak harus sama besar, namun pihak yang mengerjakan lebih
banyak, berhak mendapat tambahan keuntungan.
4. Bagi Hasil/Nisbah
Keuntungan yang diperoleh wajib dibagi untuk para pihak, baik secara rata maupun sesuai
kesepakatan. Misalnya, salah satu pihak menyetorkan modal senilai Rp5 juta dan dalam
kontraknya Ia memperoleh bagian keuntungan sebesar 10%. Nantinya, keuntungan yang
diperoleh bukanlah 10% dari Rp5 juta, melainkan 10% dari total keuntungan.
Sedangkan kerugian yang terjadi akan dibagi sesuai dengan jumlah modal yang disetorkan.
Misalnya, A menanamkan modal sebesar 60% sedangkan B sebesar 40%. Maka
kerugiannya akan ditanggung oleh masing-masing sebesar 60% oleh A dan 40% oleh B.

Syarat-syarat Musyarakah
Selain rukun, Anda juga perlu memperhatikan syarat-syarat musyarakah sebagai berikut:
 Perikatan dapat diwakilkan sesuai izin masing-masing pihak
 Persentase pembagian keuntungan diketahui para pihak ketika melangsungkan akad.
 Keuntungan ditentukan dalam bentuk persentase, bukan dalam jumlah pasti.

Contoh Akad Musyarakah


Akad jenis ini banyak terjadi di sekitar kita. Sebagian besar akad tersebut dilakukan
dalam praktik perbankan, seperti contoh berikut ini:
1. Pembiayaan Modal Kerja Bank
Bank akan berperan sebagai pihak pemberi modal (shahibul maal) yang akan melihat
kelayakan suatu bisnis sebelum diberi pembiayaan. Selanjutnya bank akan meneliti

3
perkembangan bisnis itu secara berkala agar keuntungan yang diperoleh murni berasal dari
bisnis nasabahnya.
2. Pembiayaan KPR Bank Syariah
Pembiayaan KPR merupakan salah satu contoh akad musyarakah dalam perbankan syariah.
Unsur musyarakah dalam kerjasama ini adalah penggabungan modal milik bank dan
nasabah untuk membeli rumah dari developer. Adapun nisbahnya diterima oleh bank dari
sewa yang dibayarkan nasabah tiap bulannya.
3. Kerjasama Usaha Bagi Hasil
Kerjasama bagi hasil dilakukan dengan meminta investor menanamkan modalnya dalam
pengembangan suatu bisnis. Nantinya akan dibuat kesepakatan mengenai bagian
keuntungan yang akan diperoleh investor.

II. MUDHARABAH DAN QIRADH


Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya
dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua istilah untuk
maksud yang sama.
Selain al-dharb disebut juga qiradh yang berasal al-qardhu, berartial-qath’u (potongan)
karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungan. Ada pula yang menyebutkan mudharabah atau qiradh dengan muamalah.
Kata mudharabah berasal dari kata dharb (‫ ) ضرب‬yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha.
Qiradh atau Mudharabah termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian).
Menurut bahasa, Qiradh diambil dari kata ُ‫ ال َقرض‬yang berarti ‫ ُع‬H‫( ال َقط‬potongan), sebab pemilik
memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan
harta tersebut, dan pengusahakan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga
ُ
diambil dari kata ‫ُقارضة‬‫ الم‬yang berarti ُ‫( المساواة‬kesamaan), sebab pemilik modal dan pengusaha
memiliki hak yang sama terhadap laba. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara pihak pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan, sedangkan apabila
rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola.

1. Menurut istilah mudharabah tau qiradh dikemukakan oleh para ulama, sebagai berikut :
 Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling
menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya bagi pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah
atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telahditentukan.
 Menurut Hanafiah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang
berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain yang
lainnya punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah ialah “akad syirka dalam laba’
satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa”.
 Malikiyah berpendapat, bahwa mudharabah ialah “akad perwakilan, di mana pemilik harta
mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran
yang ditentukan (mas dan perak)”.
 Imam Hanabila berpendapat bahwa mudharabah ialah “ibarat pemilik harta menyerahkan
hartanya dengan ukuran tertentu pada orang yang berdagang dengan bagian dari
keuntungan yang diketahui”.
 Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah “akad yang menentukan
seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan”.
 Syaikh Syihab Al-Din Al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah
“seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan
bersama-sama”.
 Al-Bakri Ibn Al-Arifbillah Al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa mudharabah
ialah “seseorang yang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalamnya
diterima penggantinya”.
 Sayyid Sabiq berpendapat bahwa mudharabah ialah akad antara dua belah pihak
mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi
dua sesuai dengan perjanjian.
 Menurut Imam Taqiyyudin, mudharabahialah “akad keuangan untuk dikelola dikerjakan
dengan perdagangan”.
 Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan bahwamudharabah adalah “semacam syariat,
bermufakat dua orang padanya dengan ketentuan modal dari satu pihak, sedangkan
usaha menghasilkan keuntungan dibagi di antara mereka”.
4
2. Dasar Hukum Mudharabah dan Qiradh
Adapun landasan hokum mudharabah dan qiradh di antaranya terdapat di Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’, dan Qiyas :
 Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah dan qiradh, antara lain: Firman Allah
Swt.

ِ ‫يل هَّللا‬ ِ ْ‫ضى َوآ َخرُونَ يَضْ ِربُونَ فِي اَأْلر‬


ِ ِ‫ض يَ ْبتَ ُغونَ ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َوآ َخرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي َسب‬ َ ْ‫َعلِ َم َأ ْن َسيَ ُكونُ ِم ْن ُك ْم َمر‬
ُ‫فَا ْق َر ُءوا َما تَيَ َّس َر ِم ْنه‬
”Dan mereka yang lain berjalan di atas bumi untuk menuntut karunia Allah Swt.” (QS. Al-
Muzammil : 20)
Adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha. Mudharib sebagai entrepreneur adalah sebagian orang-orang
yang melakukan (dharb) perjalanan untuk mencar ikarunia dari Allah SWT dari keuntungan
investasinya.

ِ ‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هَّللا‬


ِ ْ‫ت الصَّالةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي األر‬ ِ ُ‫فَِإ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
“Apabila telah ditunaikan sholat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia
Allah Swt.” (QS. Al-Jumu’ah : 10)
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 198:
‫ت فَ ْاذ ُكرُوا هَّللا َ ِع ْن َد ْال َم ْش َع ِر ْال َح َر ِام ۖ َو ْاذ ُكرُوهُ َك َما‬
ٍ ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح َأ ْن تَ ْبتَ ُغوا فَضْ اًل ِم ْن َربِّ ُك ْم ۚ فَِإ َذا َأفَضْ تُ ْم ِم ْن َع َرفَا‬ َ ‫لَي‬
َ‫هَدَا ُك ْم َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم ِم ْن قَ ْبلِ ِه لَ ِمنَ الضَّالِّين‬
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”
(QS. Al-Baqarah : 198)
Unsur kerjasama yang terdapat dalam akad mudharabah sesuai dengan kehendak Allah
Swt, yang terkandung di dalam QS. Al-Hasyr (59):7
ً‫ين َواب ِْن ال َّسبِي ِل َك ْي اَل يَ ُكونَ دُولَة‬ِ ‫ُول َولِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِك‬ ِ ‫َما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن َأ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرس‬
ِ ‫بَ ْينَ اَأْل ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Kata ‫ دُولَ ًة‬adalah sesuatu yang beredar dan diperoleh secara silih berganti. Kalimat ‫ي اَل‬ ْ ‫َك‬
‫ يَ ُكونَ دُولَةً بَ ْينَ اَأْل ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم‬menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan menjadi milik dan
kekuasaan sekelompok manusia, tetapi hendaknya dinikmati oleh banyak orang. Ayat ini
membuktikan bahwa islam menolak monopoli, tetapi memegang tegung prinsip keseimbangan
peredaran harta bagi segenap anggota masyarakat.
Akad Mudharabah merupakan Konsep utama dalam kehidupan ekonomi yang
menekankan pada pembagian laba yang seimbang (adil) dan adanya peran aktif dari pihak-pihak
yang bekerjasama untuk saling menopang kebutuhan masing-masing dan menutupi kekurangan,
dan terjadi hubungan saling membantu (taawun) satu sama lain. Bukan hubungan eksploitasi
oleh satu pihak terhadap pihak lain, bukan pula pengambilan kesempatan di atas kesempitan
orang lain

 As-Sunah

ُ‫ َوخَ ْلط‬،ُ‫ضة‬ َ َ‫ َو ْال ُمق‬،‫ اَ ْلبَ ْي ُع ِإلَى َأ َج ٍل‬:ُ‫ث فِي ِه َّن اَ ْلبَ َر َكة‬
َ ‫ار‬ ٌ ‫ ( ثَاَل‬:‫ال‬
َ َ‫ي صلى هللا عليه وسلم ق‬ َّ ِ‫ب رضي هللا عنه َأ َّن اَلنَّب‬ ٍ ‫صهَ ْي‬ُ ‫ع َْن‬
‫يف‬ ْ
َ ‫ لِلبَي ِْع ) َر َواهُ اِبْنُ َما َج ْه بِِإ ْسنَا ٍد‬,‫ت‬
ٍ ‫ض ِع‬ ‫اَل‬ ْ ِ ‫اَ ْلبُ ِّر بِالش ِع‬
ِ ‫ير لِلبَ ْي‬ َّ

“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan
qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk
keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

5
‫كان سيدنا العباس بن عبد المطلب اذا دفع المال مضربة اشترط على‬: ‫روى ابن عباس رضي هللا عنهما انه قال‬
‫صاحبه ان اليسلك به بحرا والينزل به واديا واليشترى به دابة ذات كبد رطبة فان فعل ذلك ضمن فبلغ شرطة رسول‬
‫هللا صلى هللا عليه وسلم فاجازه‬

“Diriwayatkan oleh ibnu Abbas bahwasannya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana
kemitrausahanya secara Mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika
menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut.
Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut kepada rasulullah saw. Dan Rasulullah pun
membolehkannya.” (HR. Thabrani)
‫ضةً َأ ْن اَل تَجْ َع َل َمالِي فِي َكبِ ٍد‬ َ ‫َوع َْن َح ِك ِيم ب ِْن ِح َز ٍام رضي هللا عنه َأنَّهُ َكانَ يَ ْشت َِرطُ َعلَى اَل َّرج ُِل ِإ َذا َأ ْعطَاهُ َمااًل ُمقَا َر‬
َ َ‫ َوق‬. ‫طنِ ّي‬
‫ال‬ ْ ُ‫ض ِم ْنتَ َمالِي َر َواهُ اَل َّدا َرق‬ ْ َ‫طبَ ٍة َواَل تَحْ ِملَهُ فِي بَحْ ر ٍَواَل تَ ْن ِز َل بِ ِه فِي ب‬
َ ‫ط ِن َم ِسي ٍل فَِإ ْن فَ َع ْلتَ َش ْيًئا ِم ْن َذلِكَ فَقَ َد‬ ْ ‫َر‬
‫ال لِع ُْث َمانَ َعلَى َأ َّن اَلرِّ ب َْح بَ ْينَهُ َما‬
ٍ ‫ك فِي اَ ْل ُم َوطَِّأ ع َْن اَ ْل َعاَل ِء ْب ِن َع ْب ِد اَلرَّحْ َم ِن ْب ِن يَ ْعقُوب ع َْن َأبِيهَ ع َْن َجدِّه َأنَّهُ َع ِم َل فِي َم‬
ٌ ِ‫َمال‬
ُ َ‫ َو ِر َجالُهُ ثِق‬,ِ ‫ص ِحي ٌح‬
‫ات‬ َ ‫وف‬ ٌ ُ‫َوهُ َو َموْ ق‬

Artinya :”Dari Hakim IbnuHizam bahwa disyaratkan bagi seseorang yang memberikan
modal sebagai qiradl, yaitu: Jangan menggunakan modalku untuk barang yang bernyawa, jangan
membawanya kelaut, dan jangan membawanya di tengah air yang mengalir. Jika engkau
melakukan salah satu di antaranya, maka engkaulah yang menanggung modalku. Riwayat
Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Malik berkata dalam kitabnya al-
Muwattho’, dari Ala’ Ibnu Abdurrahman IbnuYa’qub, dari ayahnya, dari kakeknya: Bahwa ia
pernah menjalankan modal Utsman dengan keuntungan dibagi dua.” Hadits mauquf shahih.

 Ijma’
Di antara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dari
sahabat yang menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak
ditentang oleh sahabat lainnya.
Imam Zailai dalam kitabnya Nasbuar-Rayah telah menyatakan bahwa para sahabat telah
berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan
para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid dalam kitabnya al-Amwan
(454)
“Rasulallah Saw. Telah berkhutbah di depan kaumnya seraya berkata: wahai para wali
yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu, janganlah
didiamkan sehingga termakan oleh zakat”.
 Qiyas
Mudharabah di qiyaskan Al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun).
Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada juga yang kaya. Di satu sisi, banyak orang
kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau
bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain
untuk memenuhi kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan mereka.

3. Rukun dan Syarat Mudharabah atau Qiradh


Menurut ulama Syafi’iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:
1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang.
3. Aqad mudharabah dilakukan dengan pemilik dengan pengelola barang.
4. Mal, yaitu harta pokok atau modal.
5. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba.
6. Keuntungan.
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah Ijab dan Qabul, dengan
menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti yang mudharabah. Lafal yang digunakan
untuk ijab adalah lafal mudharabah, muqharadah, mu’malah, serta lafal-lafal lain yang artinya
sama dengan lafal-lafal tersebut. Sebagai contoh, pemilik modal mengatakan: “Ambillah modal ini
dengan mudharabah, dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi di antara kita berdua
dengan nisbah setengah, seperempat, atau sepertiga.”
Adapun lafal qabul yang digunakan oleh ‘amil mudhorib (pengelola) adalah lafal: “saya
ambil, atau saya terima, atau saya setuju, dan semacamnya”. Apabila ijab dan qabul telah
terpenuhi maka akad mudharabah telah sah.

6
4. Syarat-syarat Mudharabah atau Qiradh, antara lain:
1. Modal harus dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya, seandainya modal berbentuk
barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang
beredar (atau sejenisnya).
2. Modal harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkannya melakukan usaha.
3. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dengan persentase dari keuntungan yang
mungkin dihasilkan nanti.
5. Kesepakatan rasio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam
kontrak.
6. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh
(atau sebagian) modal kepada shahib a-mal.

III. MUZARA’AH
Menurut bahasa, Al-Muzara’ah yang berarti Tharh Al- Zur’ah (melemparkan tanaman),
muzara’ah memilki dua arti yang pertama al-muzara’ah yag berarti tharh al-zur’ah (melemparkan
tanaman) maksuudnya adalah modal (al- budzar). Makna yang pertama adalah makna majaz,
makna yang kedu adalah al-inbat makna hakiki makna kedua ini berarti menumbukan.
Menurut istilah, menurut Hanafiyah,

Muzara’ah adalah akad untuk bercocok tanm dengan sebagian yang keluar dari bumi.
Menurut Hanabilah,

Muzara’h adalah pemilik tanah yang sebenarnya menyerahkan tanahnya untuk ditanami
dan yang bekerja diberi bibit.
A. Syarat-Syarat dan Rukun-Rukun Muzara’ah
1. Syarat Muzara’ah
Menurut jumhur ulama, syarat-syarat muzara’ah, ada yang berkaitan dengan orang-
orang yang berakad, benih yang akan ditanam, lahan yang akan dikerjakan, hasil yang
akan dipanen, dan jangka waktu berlaku akad.
1) Syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, harus baligh dan berakal,
agar mereka dapat bertindak atas nama hukum. Oleh sebagian ulama mazhab Hanafi,
selain syarat tersebut ditambah lagi syarat bukan orang murtad, karena tindakan orang
murtad dianggap Mauquf, yaitu tidak mempunyai efek hukum, seperti ia masuk islam
kembali, namun, Abu Yusuf dan Muhammad Hasan Asy-Syaibani, tidak menyetujui
syarat tambahan itu karena akad muzara’ah tidak dilakukan sesama muslim saja, tetapi
boleh juga antara muslim dengan non muslim.
2) Syarat yang berkaitan dengan benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan.
3) Syarat yang berkaitan dengan lahan pertanian adalah:
a) Lahan itu bisa diolah dan menghasilkan, sebab ada tanaman yang tidak cocok
ditanam didaerah tertentu.
b) Batas-batas lahan itu jalas.
c) Lahan itu sepenuhnya diserahkan kepada petani untuk dioalah dan pemilik lahan
tidak boleh ikut campur tangan untuk mengelolanya.
4) Syarat yang berkaitan dengan hasil sebagai berikut
a) Pembagian hasil panen harus jelas
b) Hasil panen itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa ada
pengkhususan seperti disisihkan lebih dahulu sekian persen.
c) Bagian atara amil dan malik adalah dari satu jenis barang yang sama.
d) Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui
e) Tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang maklum.
5) Syarat yang berkaitan dengan waktu pun harus jelas didalam akad, sehingga
pengelola tidak dirugikan seperti membatalkan akad sewaktu- waktu.
a) Waktu yang telah ditentukan.
b) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud.
7
c) Waktu tersebut memungkinkan dua belah pehak hidup menurut kabiasaan.
6) Syarat yang berhubungan dengan alat-alat muzara’ah, alat-alat tersebut disyaratkan
berupa hewan atau yang lain dibebankan kepada pemilik tanah.
2. Rukun-rukun Muzara’ah
Jumhur ulama membolehkan akad muzara’ah, mengemukakan rukun yang harus
dipenuhi, agar akad itu menjadi sah.
a. Penggarap dan pemilik tanah (akid)
Akid adalah seseorang yang mengadakan akad, disini berperan sebagai
penggarap atau pemilik tanah pihak-pihak yang mengadakan akid, maka para
mujtahid sepakat bahwa akad muzara’ah atau mukhabarah sah apabila dilakukan
oleh : seseorang yemg telah mencapai umur, seseorang berakal sempurna dan
seseorang yang telah mampu berihtiar
Jika tidak bisa terselenggara akad muzara’ah atau mukhabarah di atas orang
gila dan anak kecil yang belum pandai, maka apabila melakukan akad ini dapat
terjadi dengan tanpa adanya pernyataan membolehkan. Hal ini dibolehkan apabila
ada izin dari walinya. Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan
berkemampuan yaitu keduanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang
yang berakat itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan, maka akad itu
tidak sah.
Adapun kaitannya dengan orang yang berakal sempurna, yaitu orang tersebut
telah dapat dimintai pertanggungjawaban, yang memiliki kemampuan untuk
membedakan yang baik dan buruk (berakal). Nampak padanya bahwa dirinya telah
mampu mengatur harta bendanya.
b. Obyek muzara’ah danmukhabarah (ma’qud ilaih)
Ma’qud ilaih adalah benda yang berlaku pada hukum akad atau barang yang
dijaddikan obyek pada akad. Ia dijadikan rukun karena kedua belah pihak telah
mengetahui wujud barangnya, sifat keduanya serta harganya dan manfaat apa yang
diambil. Akad muzara’ah atau mukhabarah itu tidak boleh kecuali tanah yang sudah
diketahui. Kalau tidak diketahui kecuali dengan dilihat seperti tanah pekarangan,
maka dengan hal ini tidak boleh hingga dilihat terlebih dahulu. Dan juga tidak boleh
kecuali atas tanah-tanah yang bermanfaat atau subur. Kesuburan tanah-tanah
tersebut dapat dilihat dari penggunaan tersebut pada masa sebelumnya atau dapat
menggunakan alat pengukur kualaitas kesuburan tanah tersebut. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kerugian (baik tenaga maupun biaya) dari masing-masing pihak
yang bersangkutan.

IV. MUSAQAH
Pengertian, Macam-macam, Hukum, Rukun dan Syarat Musaqah
A. Pengertian musaqah
 Menurut bahasa musaqah diambil dari kata al-saqah, yaitu seseorang bekerja pada
pohon tamar, anggur (mengurusnya). Atau pohon-pohon yang lainnya yang
mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus
sebagai imbalan.
 Menurut etimologi, Musaqah berasal dari kata Saqa – Saqy yang berarti As-Saqy yang
artinya penyiraman atau pengairan. Diberi nama ini karena pepohonan penduduk Hijaz
amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena itu diberi nama
Musaqah (penyiraman = pengairan). Musaqah adalah salah satu bentuk penyiraman.
Orang Madinah menyebutnya dengan istilah muamalah, akan tetapi yang lebih dikenal
adalah musyaqah, adalah penyerahan pohon kepada orang yang menyiramnya dan
menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam
jumlah tertentu. la merupakan persekutuan perkebunan untuk mengembangkan pohon.
Di mana pohon berada pada satu pihak dan penggarapan pohon pada pihak lain. Dengan
perjanjian bahwa buah yang dihasilkan untuk kedua belah pihak, dengan persentase
yang mereka sepakati. Misalnya: setengah, sepertiga atau lainnya. Musaqah adalah
salah satu bentuk penyiraman atau pengairan.
 Menurut terminologi musaqah adalah akad untuk pemeliharaan tanaman (pertanian) dan
yang lainnya dengan syarat-syarat tertentuMusyaqah adalah bentuk yang lebih
sederhana dari muzaraah dimana sipenggarap hanya bertanggung jawab atas
penyiraman dan pemeliharaan sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu
dari hasil panen. Adapun tugas penggarap adalah mengerjakan apa saja yang diperlukan

8
oleh pohon dalam upaya mendapatkan buah. Begitu pula untuk pohon yangberbuah
musiman yang memerlukan pembersihan, penyiraman, mengurus pertumbuhan pohon

Adapun musaqoh menurut para ahli ulama:


1. Menurut Imam Nawawi adalah mengerjakan apa saja yang dibutuhkan pohon-pohon
dalam rangka pemeliharaannya untuk mendapatkan buah. Ditambahkan pulauntuk pohon
yang berbuah musiman diharuskan menyiram, membersihkan saluran air, mengurus
pertumbuhan pohon, memisahkan pohon-pohon yang merambat, memelihara buah, dan
perintisan batangkannya. Maksud memelihara asalnya (pokoknya) dan tidak berulang
setiap tahun adalah pemeliharaan hal-hal tertentu yang terjadi sewaktu-waktu
(insidental), seperti membangun pematang, menggali sungai, mengganti pohon-pohon
yang rusakatau pohon yang tidak produktif adalah kewajiban pemilik tanah dan pohon-
pohonnya (pengadaan bibit).
2. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, Musaqah ialah : “aqad untuk pemeliharaan pohon kurma,
tanaman (pertanian) dan yang lainya dengan syarat-syarat tertentu”.
3. Menurut Ulama Syafi’iyah yang dimaksud dengan Musaqah ialah :
“Memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar dan anggur kepada orang lain
untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara dan menjaganya dan bagi
pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang di hasilkan pohon-pohon tersebut”.
4. Menurut Ulama Hanabilah bahwa Musaqah itu mencakup dua masalah :
a. Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti pohon anggur, kurma dan
yang lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan sebagian tertentu dari buah
pohon tersebut, sepertiganya atau setengahnya.
b. Seseorang menyerahkan tanah dan pohon, pohon tersebut belum ditanamkan,
maksudnya supaya pohon tersebut ditanamkan pada tanahnya, yang menanam
akan memperoleh bagian tertentu dari buah pohon yang ditanamnya, yang kedua ini
disebut dengan munashabah mugharasah, karena pemilik menyerahkan tanah dan
pohon-pohon untuk ditanamkanya.
5. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa Musaqah, sama dengan muzara’ah, kecuali dalam
empat perkara. Yaitu:
a. Jika salah seorang yang menyepakati akad tidak memenuhi akad, dalam Musaqah,
ia harus dipaksa, tetapi dalam muzara’ah, ia tidak boleh dipaksa.
b. Jika waktu Musaqah habis, akad diteruskan sampai berbuah tanpa pemberian upah,
sedangkan dalam muzara’ah, jika waktu habis, pekerjaan diteruskan dengan
pemberian upah.
c. Waktu dalam Musaqah ditetapkan berdasarkan istihsan, sebab dapat diketahui
dengan tepat, sedangkan waktu dalam muzara’ah terkadang tidak tertentu.
d. Jika Musaqah diminta oleh pemilik tanah sebelum panen maka penggarap
mendapatkan upah. Sedangkan dalam muzara’ah jika diminta sebelum
menghasilkan sesuatu, penggarap tidak mendapatkan apa-apa.
e. Menurut Hasbi ash-Shiddiqi yang dimaksud dengan Musaqah adalah “syarikat
pertanian untuk memperoleh hasil dari pepohonan”.
6. Menurut Malikiyah, al-musaqah ialah Sesuatu yang tumbuh ditanah. Macam-macam
Musaqah dibagi menjadi lima macam:
1) Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan berbuah. Buah itu dipetik serta pohon
tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, misalnya pohon anggur dan zaitun.
2) Pohon-pohon tersebut berakar tetap, tetapi tidak berbuah seperti pohon kayu keras,
karet, dan jati.
3) Pohon-pohon tersebut tidak berakar kuat, tetapi berbuah dan dapat dipetik.
4) Pohon-pohon tersebut tidak berakar kuat dan tidak ada buahnya yang dapat dipetik,
tetapi memilikiki kembang yang bermanfaat, seperti bunga mawar.
5) Pohon-pohon yang diambil hijau dan basahnya sebagai suatu manfaat, bukan
buahnya, seperti tanaman hias yang ditanam di halaman rumah dan di tempat lainnya.
Dengan demikian musāqāh adalah sebuah bentuk kerjasama petani pemilik kebun
dengan petani penggarap dengan tujuan agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga
memberikan hasil yang maksimal. Kemudian segala sesuatu yang dihasilkan pihak kedua adalah
merupakan hak bersama antara pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan yang mereka
buat.
Penggarap disebut musāqi. Dan pihak lain disebut pemilik pohon. Yang disebut kata
pohon dalam masalah iniadalah: Semua yang ditanam agar dapat bertahan selama satu tahun
keatas, untuk waktu yang tidak ada ketentuannya dan akhinya dalam pemotongan penebangan.
Baik pohon itu berbuah atau tidak. Kerjasama dalam bentuk musāqāh ini berbeda dengan
mengupah tukang kebun untuk merawat tanaman, karena hasil yang diterimanya adalah upah
yang telah pasti ukurannya dan bukan dari hasilnya yang belum tentu.
9
B. Hukum dan Dasar Hukum Musāqāh
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum musaqah adalah:
a. Dasar hukumnya yaitu Al-hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr ra
bahwa Rasulullah saw bersabda:
‫اعطىخيبربشطرمايخرجمنهامنثمراوزرعوفىروايةدفعالياليهودخيبروارضهاعلي‬
‫انيعملوهامناموالهموانرسواللهصمشطره‬
“Memberikan tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan
maupun pertanian. Pada riwayat lain dinyatakan bahwaRasul menyerahkan tanah khaibar
itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk
Nabi.”
b. Dari Ibnu Umar:
)‫عنابنعمرانالنبيصلعمعامالهلخيبربشرطمايخرجمنهامنثمراوزرع (رواهمسلم‬

“Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan,
baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
c. Dari Ibnu Umar: ” Bahwa Rasulullah SAW telah menyerahkan pohon kurma dan tanahnya
kepada orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya dari harta mereka,
dan Rasulullah SAW mendapatkan setengah dari buahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 Hukum Musaqah:
7. Hukum Musaqah Sahih
Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih adalah:
a) Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon diserahkan kepada
penggarap, sedang biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan dibagi dua.
b) Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan.
c) Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak mendapatkan apa-apa.
d) Akad adalah lazim dari kedua belah pihak.
e) Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur.
f) Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati.
g) Penggarap tidak memberikan musaqah kepada penggarap lain kecuali jika di izinkan oleh
pemilik.
Menurut ulama Malikiyah:
a) Sesuatu yang tidak berhubungan dengan buahtidak wajib dikerjakandan tidak boleh
disyaratkan.
b) Sesuatu yang berkaitan dengan buah yang membekas di tanah tidak wajib dibenahi oleh
penggarap.
c) Sesuatu yang berkaitan dengan buah tetapi tidak tetap adalah kewajiban penggarap,
seperti menyiram atau menyediakan alat garapan, dan lain-lain.

Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama Malikiyah akan tetapi
menambahkan bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap,
sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.

8. Hukum Musaqah Fasid


Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
syara’.Menurut ulama Hanafiyah, musaqah fasid meliputi:
a) Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang dari yang akad
b) Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad
c) Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan
d) Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada penggarap
e) Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian
f) Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis waktu akad
g) Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan.
h) Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada
penggarap lainnya.

C. Rukun dan Syarat Musaqah

10
1. Dua orang atau pihak yang berakal (al-‘aqidani), disyaratkan bagi orang-orang yang
berakad dengan ahli (mampu) untuk mengelola akad, seperti balig, berakal, dan tidak
berada di bawah pengampunan
2. Kebun dan semua pohon yang berbuah, semua pohon yyang berbuah boleh diparohkan
(bagi hasil), baik yang berbuah tahunan (satu kali dalam setahun), maupun yang
buahnya hanya satu kali kemudian mati, seperti padi, jagung, dan yang lainnya.
3. Masa kerja, hendaknya ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan, seperti satu tahun
atau sekurang-kurangnya menurut kebiasaan. Dalam waktu tersebut tanaman atau
pohon yang diurus sudah berbuah, juga yang harus ditentukan ialah pekerjaan yang
harus dilakukan oleh tukang kebun, seperti menyiram, motong cabang-cabang pohon
yang akan menghambat kesuburan buah atau mengawinkannya
4. Buah, Hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan bekerja di
kebun), seperti seperdua, sepertiga, seperempat atau ukuran yyang lainnya.

 Keabsahan Musaqah
Keabsahan musaqah tergantung pada rukun-rukunnya, waktunya, serta syarat-syarat
yang disyaratkan pada rukun-rukunnya.
A. Syarat-syarat Musaqah:
1. Ahli dalam akad
2. Menjelaskan bagian penggarap
3. Membebaskan pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil
panen merupakan hasil bersama.
4. Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
5. Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
B. Rukun
Rukun musaqah adalah:
1. Shigat
2. Dua orang yang akad (al-aqidain)
3. Objek musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah)
4. Masa kerja, dan
5. Buah

DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Musyarakah
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/09/20/akad-musyarakah
file:///C:/Users/zahia/Downloads/Bab%202.pdf
https://www.slideshare.net/firdikaarini/makalah-musaqah
http://secercahcahaya 06.blogspot.com/2014/12/muzaraah-mukhabarah-dan-musaqah.html?m=1
file:///C:/Users/zahia/Downloads/MUZARAAH_MUKHABARAH_DAN_MUSAQAH.pdf
https://m.facebook.com/permalink.php?story_fbid=230450197305429&id=218371425179973
Al-hafizd. Ibnu Hajar Al-Asqalani. Penerjemah Ahmad Najieh. Terjemah Bulughul Maram Juz 3.
(Semarang: Pustaka nun.)
Dimyauddin Djuwaini. Pengantar Fiqh Muamalah. (Yogyakarta: Pustaka pelajar. 2008)
Neneng Nurhasanah. Mudharabah dalam teori dan praktek. (Bandung: PT Refika Aditama. 2015)
M.quraish shihab. Tafsir al-misbah Pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an.vol.14 (Jakarta:
Lentera Hati. 2007)
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001)

11

Anda mungkin juga menyukai