Anda di halaman 1dari 5

Muhammad Fadli

04020200308

Hukum Pembiayaan C8

1. Pengertian Musyarakah

Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti persekutuan. Secara etimologi as-syarikah atau al-
musyarakah mengandung makna al-ikhtilāt wa al-imtijāz yaitu percampuran. Dalam lisan al-Arab
disebutkan as-syirkah dan as-syarikah mengandung makna yang sama mukhalatatu ̣ as-syarikaini (bercampur
atau bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.(Asmuni, 2004: 160)

Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin untuk bertindak secara hukum bagi
dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka. Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa
syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.
Sedangkan mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang berupa akad yang dilakukan oleh orang-orang yang
bekerjasama dengan modal dan keuntungan. Dikemukakan pula dengan adanya akad syirkah yang
disepakati kedua belah pihak, maka semua pihak yang mengikat diri berhak bertindak hukum terhadap harta
syarikat itu dan berhak mendapatkan keuntungan sesuai yang disepakati. (Haroen, 2007:166)

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000 bahwa,
kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak
lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masingmasing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Haroen,
2007:166)

Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999,
pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana dijabarkan dalam lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat
dilakukan dalam bentuk musyarakah yaitu akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih
pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan
dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati. (Luqman, 2006:44)

Jadi secara istilah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memberikan
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
(Antonio, 2000: 90) Dan prinsip Musyarakah dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan
pencari biaya untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha, dan partisipasi ini di jalankan berdasarkan sistem
bagi hasil baik dalam keuntungan maupun kerugian. Syarat-syarat yang berkenaan dengan kontrak
musyarakah berdasarkan kesepakatan yang telah dibicarakan antara kedua belah pihak (Bank dan partner)
umumnya pihak bank memberikan modal dan manajemen usahanya kepada partner, al- Musyarakah boleh
dilakukan antara individu. Individu dengan lembaga dan antara lembaga berbadan hukum. (Aziz, 1990: 52)

1
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah

Salah satu rukun yang harus dipenuhi ketika mengadakan kesepakatan dalam transaksi perseroan
mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus, sebagaimana layaknya transaksi yang lain. Bentuk ijab-nya
adalah: “Aku mengadakan perseroan dengan anda dalam masalah ini”, kemudian yang lain menjawab
(qabul): ”Aku terima”. Akan tetapi, tidak harus selalu memakai ungkapan di atas, yang penting maknanya
sama. Artinya, didalam menyatakan ijab dan qabul tersebut harus ada makna yang menunjukakan, bahwa
salah satu di antara mereka mengajak kepada yang lain, baik secara lisan ataupun tulisan untuk mengadakan
kerja sama (perseroan) dalam suatu masalah. Syarat sahnya dan tidaknya transaksi perseroan amat
tergantung kepada sesuatu yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang bisa dikelola, dapat diwakilkan
sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut sama-sama mengikat para pihak. (Taqiyudin, 1996: 153)
Menurut Imam Hanafi hanya ada dua rukun dan syarat musyarakah, yaitu ijab dan qabul. Tetapi menurut
para ulama menjabarkan lebih lanjut rukun musyarakah di dalam Fatwa mengenai pembiayaan musyarakah
No: 08/DSN MUI/IV/2000, yaitu:

a) Ucapan (shigot), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

2. Penerimaan dari penawaran dilakukan secara kontrak.

3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara- cara komunikasi
modern.

b) Para pihak yang berkontrak; harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.

3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.

4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing
dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

5. Seorang mintra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya
sendiri.

c) Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)

1. Modal

a. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari
aset perdagangan, seperti barang-barang, properti dan sebagainya. Jika modal bentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati para mitra.

b. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.

2
c. Pada prinsipnya. dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya
penyimpangan. LKS dapat meminta jaminan.

2. Kerja

a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah akan tetapi, kesamaan
porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang
lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.

b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

3. Keuntungan

a. Keutungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.

b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada
jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan
bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tententu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.

c. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau
presentase itu diberikan kepadanya.

d. Sistem pembagian keuntungan harus tentuang dengan jelas dalam akad

4. Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

d) Biaya Operasional dan Persengketaan

1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak.
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.

3. Landasan Hukum Musyarakah

a. Al-Qur’an QS. Shaad 24


b. Al-Hadits {HR.Abu Dawud no.2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim}

c. Ijma

d.Landasan hukum positif

4. Jenis-jenis Musyarakah
3
. Musyarakah akad terbagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Syirkah al-‘Inan

Syirkah al-‘Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
mupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas
ulama membolehkan jenis al-Musyarakah ini.

2. Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu
porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al
musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak.

3. Syirkah A’maal

Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama
dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah
proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-
musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.

4. Syirkah wujuh

Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli
dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut
secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang
disediakan oleh tiap mitra. Jenis almusyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara
kreditberdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang
(Antonio, 2000:161-162)

5. Penerapan dan Skema Pembiayaan Musyarakah

Menurut Veithzal Rifai (2008: 122) Penerapan pembiayaan musyarakah dalam perbankan diaplikasikan
kedalam bentuk:

1. Pembiayaan dalam modal kerja, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang
konstruksi, industri, perdagangan, dan jasa.

2. Pembiayaan investasi; dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang industri.

3. Pembiayaan secara sindikasi; baik untuk kepentingan modal kerja maupun

investasi

4
6. Manfaat dari syirkah (musyarakah)

1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha meningkat.

2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau basil usaha sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread.

3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih efektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar halal, aman, dan
menguntungkan. Karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih
penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga. Tetapi berapapun keuntungun yang dihasilkan nasabah,
bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan risiko yang terdapat dalam musyarakah terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, yaitu:

1. Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.

2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.

Secara umum, berakhirnya syirkah disebabkan karena hal sebagai berikut

1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan yang lainnya.

2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan mengelola harta.

3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika anggota syirkah lebih dari dua, yang batal hanya yang
meninggal dunia.

4. Salah satu pihak berada dibawah pengampunan.

5. Jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.

Melalui pembiayaan musyarakah, kebutuhan nasabah untuk mendapatkan tambahan modal kerja dapat
terpenuhi setelah mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun non bank. Selain
dipergunakan untuk pembiayaan modal kerja, secara umum pembelian barang investasi dun pembiayaan
proyek. Bagi lembaga keuangan pembiayaan ini memberi manfaat berupa keuntungan dari
hasil pembiayaan usaha. Namun disamping bagi hasil, lembaga keuangan juga akan mendapatkan fee based
income (administrasi, komisi asuransi, dan komisi notaris) (Burhanudin, 2010: 68).

Anda mungkin juga menyukai