Anda di halaman 1dari 6

NAMA : NADIAN NUR AFNIA

NIM : 06030120063

SYIRKAH
A. Pengertian Syirkah
Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni
bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya, sehingga antara
masing-masing sulit untuk dibedakan.
Pengertian syirkah secara bahasa menurut Ibnu Anis yaitu “Ia bersekutu
dalam suatu persekutuan: masing-masing dari kedua peserta itu memiliki
bagian dari padanya”
Pengertian syirkah dengan ikhtilath (bercampur) banyak ditemukan dalam
literatur fiqh mazhab empat, baik Maliki, Hanafi, Syafi’i, maupun Hambali.
Syirkah diartikan ikhtilath karena di dalamnya terjadi percampuran harta
antara beberapa orang yang berserikat, dan harta tersebut kemudian menjadi
satu kesatuan modal bersama.
Beberapa ulama mendefinisikan Syirkah secara istilah sebagai berikut:
1. Menurut Hanafiah
“Syirkah adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua
orang yang berserikat di dalam modal dan keuntungan”.
2. Menurut Malikiyah
“Syirkah adalah persetujuan untuk melakukan tasarruf bagi keduanya
beserta diri mereka; yakni setiap orang yang berserikat memberikan
persetujuan kepada teman serikatnya untuk melakukan tasarruf terhadap
harta keduanya di samping masih tetapnya hak tasarruf bagi masing-
masing peserta”.
3. Menurut Syafi’iyah
“Syirkah menurut syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak
atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama”.
4. Menurut Hanabila
“Syirkah adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas
hak atau tasarruf”.
Syirkah disebut juga syarikah adalah suatu bentuk partnership atau
kerjasama ekonomi dan bisnis antara dua orang atau lebih yang terikat atau
tidak dalam suatu perjanjian untuk kerja bersama secara kolektif untuk
melakukan kegiatan bisnis atau proyek pekerjaan yang dilakukan secara
bersama di mana hasil dan risiko yang diperoleh dibagi, dinikmati dan
ditanggung bersama di antara pihak bekerja sama tersebut sesuai dengan
kesepakatan perjanjian atau kebiasaan yang dibuat sebelumnya. Dengan
demikian bahwa syirkah merupakan akad untuk kerjasama dalam suatu usaha
yang hasil dan keuntungan dinikmati bersama dan munculnya kerugian atau
risiko ditanggung bersama menurut perhitungan yang telah di sepakati
bersama.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa syirkah atau syarikah adalah hubungan
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam kontribusi permodalan, tenaga
dan skill pada suatu proyek pekerjaan atau usaha bisnis atau perusahaan
dengan suatu perjanjian pembagian hasil dan risiko kerugian menurut nisbah
yang disepakati bersama diantara mereka.
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam Islam. Sebab
keberadaannya diperkuat oleh al-Qur’an, hadis, dan ijma’ ulama. Dalam al-
Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya syirkah di
antaranya terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12 dan surat shad ayat
24.
“… Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka
mereka bersama-sama (bersekutu) dalam bagian yang sepertiga itu…” (QS.
An-Nisa’ : 12)
“… Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh; dan amat sedikitlah
mereka ini…” (QS. Ash-Shad : 24)
Dalam sebuah hadits Nabi Saw. “Dari Abu Hurairah, ia merafa’kannya
kepada Nabi, beliau bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman: Saya adalah
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, selagi salah satunya tidak
mengkhianati temannya. Apabila ia berkhianat kepada temannya, maka saya
akan keluar dari antara keduanya”. (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan keterangan al-Qur’an dan Hadis Rasulullah tersebut di atas,
pada prinsipnya secara ijma’ seluruh fuqaha sepakat menetapkan bahwa
hukum syirkah adalah mubah.

B. Pembagian Syirkah
Di dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 antara
lain diatur tentang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah
yang dimaksud adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan
usaha atau kegiatan lain, yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain
mudharabah, musyarakah dan murabahah.
Dalam ketentuan umum bab IV tentang syirkah dapat dilakukan dalam
bentuk syirkah amwal, syirkah abdan, dan syirkah wujuh. Setelah itu syirkah
amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk syirkah ‘inan, syirkah
mufawadhah, dan syirkah mudharabah yang terdapat dalam Pasal 135. Dalam
ketentuan Pasal ini diulas sebagai berikut:
Syirkah ‘uqud terdiri dari tiga macam yakni syirkah amwal, syirkah abdan
dan syirkah wujuh. Syirkah amwal merupakan kerjasama dalam modal, yang
mana setiap anggotanya harus menyertakan modal berupa uang tunai atau
barang berharga. Apabila kekayaan anggota yang akan dijadikan modal
syirkah bukan berbentuk uang tunai, maka kekayaan tersebut harus dijual
dan/atau dinilai terlebih dahulu sebelum melakukan akad kerjasama.
1. Syirkah ‘Inan
Dalam Pasal 173 disebutkan: “Poin 1 syirkah ‘inan dapat
dilakukan dalam bentuk kerjasama modal sekaligus kerjasama keahlian
dan/atau kerja. Poin 2 pembagian keuntungan dan/atau kerugian dalam
kerjasama modal dan kerja ditetapkan berdasarkan kesepakatan.”
Dari paparan undang-undang di atas dapat disimpulkan bahwa
syirkah ‘inan ini dilakukan kerjasama modal sekaligus kerjasama
keahlian/kerja. Dalam syirkah ‘inan semua ketentuan diatur berdasarkan
kedua belah pihak yang berserikat. Tidak ada ketentuan khusus bentuk
kerja yang disyaratkan. Jadi semua bentuk kerja bisa dijadikan kerjasama
dalam bentuk syirkah ‘inan selama tidak menyalahi ketentuan syara’.
2. Syirkah Abdan
Menurut Pasal 148 merupakan suatu pekerjaan yang mempunyai
nilai apabila dapat dihitung dan diukur berdasarkan jasa dan/atau hasil.
Dalam suatu akad kerjasama, pekerjaan dapat dilakukan dengan syarat
masing-masing pihak mempunyai keterampilan untuk bekerja, dan
pembagian tugas dalam akad kerjasama pekerjaan, dilakukan berdasarkan
kesepakatan. Para pihak dalam syirkah abdan wajib melaksanakan
pekerjaan yang telah diterima oleh anggota syirkah lainnya, dan semua
pihak dalam syirkah abdan dianggap telah menerima imbalan apabila
imbalan tersebut telah diterima oleh anggota syirkah lainnya.
3. Syirkah Mufawadhah
Jumlah modal yang sama dan keuntungan dan/atau kerugiannya
dibagi sama. Para pihak dan/atau para pihak yang melakukan akad syirkah
mufawadhah terikat dengan perbuatan hukum anggota lainnya. Perbuatan
hukum yang dilakukan oleh para pihak yang melakukan akad kerjasama
dalam syirkah mufawadhah ini dapat berupa pengakuan utang, melakukan
penjualan, pembelian dan/atau penyewaan. Jadi tidak terikat dalam bentuk
uang saja sehingga banyak peluang dalam bentuk kerjasama ini.
4. Syirkah Wujuh
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam pasal 140,
kerjasama dilakukan antara pedagang dan pemilik benda dan saling
percaya diantara keduanya. Pedagang tidak harus menyerahkan uang
muka ketika menjual benda milik pihak lain. Dan jika barang tersebut
tidak laku benda kembali ke pemilik benda.

5. Syirkah Mudharabah
Dalam Pasal 139 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebutkan
bahwa kerjasama dalam syirkah mudharabah ini tidak semua harus ada
modal. Jadi pihak satu yang memberi modal dan pihak lainnya sebagai
orang yang mempunyai keterampilan. Dengan ketentuan tersebut maka
pembagian modal dibagi berdasarkan kesepakatan. Namun yang kerap
terjadi dalam masyarakat biasanya pembagian modal mudharabah 60%-
40%, 60% untuk pemilik modal dan 40% untuk orang yang menggarap.
Dan jika suatu saat ada kerusakan barang atau kerugian, maka kerusakan
tersebut menjadi tanggungan pemilik modal.
C. Macam-macam Syirkah
Secara garis besar para ulama fiqh membagi syirkah menjadi dua macam:
1. Syirkah al-Amlak (Perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah amlak adalah kepemilikan lebih dari satu orang terhadap suatu
barang, tanpa diperoleh melalui akad. Adapun syirkah al-amlak terbagi
daripada dua bagian:
a. Syirkah Ikhtiyariyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang
timbul karena perbuatan orang-orang yang berserikat.
b. Syirkah Jabariyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang
timbul bukan karena perbuatan orang-orang yang berserikat,
melainkan harus terpaksa diterima oleh mereka.
Hukum syirkah seperti diatas adalah salah seorang yang bersekutu
seolah-olah sebagai orang lain di hadapan yang bersekutu lainnya. Oleh
karena itu, salah seorang diantara mereka tidak boleh mengolah harta
perkongsian tersebut tanpa izin dari teman sekutunya. Karena keduanya
tidak mempunyai wewenang untuk menentukan bagian masing-masing.
2. Syirkah al-‘Uqud (Perserikatan berdasarkan akad)
Syirkah ‘uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk
bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa
keuntungan.
Adapun rukun daripada syirkah ‘uqud adalah aqid, shighat (ijab dan
qabul) dan barang kongsi. Adapun pembagian syirkah al-‘uqud, sebagai
berikut:
a. Syirkah ‘inan, merupakan kontrak yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih yang menyerahkan harta masing-masing untuk dijadikan kapital
dagang, kedua belah pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana menjadi persetujuan bersama.
b. Syirkah al-mufawadhah, yaitu perserikatan di mana modal semua
pihak dan bentuk kerja sama yang mereka lakukan baik kualitas dan
kuantitas harus sama dan keuntungan dibagi rata.
c. Syirkah wujuh, yaitu suatu kerjasama antara dua orang atau lebih
untuk membeli suatu barang tanpa menggunakan modal.
d. Syirkah abdan adalah suatu bentuk kerja sama antara dua orang atau
lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan bersama-sama, dan upah
kerjanya dibagi diantara mereka sesuai dengan persyaratan yang
disepakati bersama.
e. Syirkah mudharabah, adalah suatu perkongsian yang diadakan orang
yang mempunyai modal dan orang yang tidak mempunyai modal
untuk berdagang, dengan cara orang yang mempunyai modal
menyerahkan modalnya kepada yang tidak mempunyai modal untuk
berdagang dengan keuntungan di bagi rata sesuai kesepakatan
bersama.

Anda mungkin juga menyukai