PENGERTIAN MUSYARAKAH
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur.
Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika
(fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata
dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut arti asli
bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh
dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 106 Al-musyarakah adalah
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, maka
setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian
atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukan adanya kesalahan yang
disengaja ialah: pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana
pembiayaan, manipulasi biaya dan penda- patan operasional, pelaksanaan yang tidak
sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang
disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
Pendapatan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya) atau sesuai
nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset
nonkas lainnya). Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari
mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh
keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa
pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan
keuntungan lainnnya. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan
nisbah yang disepa- kati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad
bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam
musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan
jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun,
bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian
modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra akan menjadi pemilik
usaha tersebut. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas,
atau aset nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan
investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
LANDASAN HUKUM MUSYARAKAH
Mengenai landasan hukum musyarakah antara lain firman Allah Swt dalam Surat
An-Nisaa ayat 12 dan surat As Shaad ayat 24. Artinya :
“Dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada
yang sepertiga itu” (Qs. An Nisaa : 12)
“Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.” (Qs. As
Shaad : 24)
Juga hadits Nabi SAW yang berbunyi:
“Saya yang ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak
mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah satunya mengkhianati yang
lain, maka aku keluar dari keduanya”. HR. Abu Daud dan Al-Hakim.
Hadis qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hamba- Nya
yang melakukan perkongsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan
menjauhi sikap pengkhianatan. Secara ijma, bahwa Ibnu Quda- mah dalam kitabnya
al Mughni, beliau berkata “kaum muslimim telah ber- konsensus terhadap legitimasi
musyarakah secara global walaupun terdapat per- bedaan pendapat dalam beberapa
elemen darinya.”
Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang terlibat,
musyarakah akad dapat diklasifikasikan:
a. Musyarakah al-inan
Syirkah al-inan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal
yang mereka miliki bersama untuk membuka uasaha yang mereka lakukan
sendiri, kemudian berbagi keuntungan bersama. Kewenangan mitra dalam
musyarakah ‘inan bersifat terbatas pada persetujuan mitra yang lain. Praktik
musyarakah dalam dunia perbankkan umumnya didasarkan atas konsep
musyarakah ‘inan.
b. Musyarakah abdan ( syirkah a’mal)
Musyarakah abdan adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih yang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan
dari pekerjaan itu.
c. Musyarakah wujuh
Musyarakah wujuh adalah kerjasama dua pihak atau lebih, dengan cara
membeli barang dengan menggunakan nama baik mereka dan kepercayaan
pedagang kepada mereka tanpa keduanya memiliki modal uang sama sekali,
menjualnya dengan pembagian keuntungan mereka dan pedagang, lalu setelah
dijual bagian keuntungan dibagi bersama. Mazhab Syafi’i dan Maliki menolak
bentuk syirkah ini, dengan alasan tidak adanya modal yang dikembangkan.
Sebaliknya, mayoritas ulama membolehkan dan menganggap kebutuhan
terhadap modal uang lebih besar dari kebutuhan terhadap pengembangan
modal uang yang sudah ada.
d. Musyarakah mufawadhah
Musyarakah mufawadhah adalah kontrak kerjasama dimana para anggotanya
memiliki kesamaan dalam modal, aktivitas, tanggung jawab dan utang piutang
dari mulai berdirinya musyarakah hingga akhir. Setiap pihak membagi
keuntungan dan kerugian secara bersama. Mayoritas ulama membolehkan
jenis syirkah mufawadhah. Akan tetapi, Imam Syafi’i melarang syirkah ini
karena mitra akan ikut menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan oleh
mitra lainnya, kendati ia tidak mengetahui. Dengan demikian, jika hal ini
dilaksanakan maka akan dikhawatirkan masuk dalam kategori gharar yang
dilarang dalam agama Islam.
6. Nisbah bagi hasil : 0,584 % dari expected sales sebesar Rp 1,8 miliar
per tahun atau setara dengan expected
return se- besar 22 % pa.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN DARI AKUNTANSI MUSYARAKAH
1. Pembayaran kewajiban bagi hasil kepada LKS melekat pada kinerja usaha
debitur. Bila omset usaha meningkat maka bagi hasil kepada LKS juga mening-
kat, begitu juga sebaliknya, bahkan sangat mungkin yang dibagikan bukan
hasilnya tetapi malah kerugiannya. Namun demikian, pada prakteknya LKS
tidak ikut menanggung kerugian tersebut, LKS hanya kehilangan opportunity
untuk mendapatkan hasil usaha dan keterlambatan pembayaran atas pokok
hutang debitur. Hal ini berbeda dengan jenis pembiayaan berbasis jual beli, di
mana kualitas pembayaran kewajiban debitur tidak terlalu berhubungan dengan
kinerja usahanya. Artinya jika si debitur sudah membayar kewajiban yang fix
itu, maka debitur sudah dianggap memenuhi kewajiban walaupun sebenarnya
mungkin usahanya sedang menurun. Mitigasi terhadap resiko ini, diantaranya
melalui monitoring intensif terhadap cash flow usaha debitur, melakukan
review secara periodik terhadap target omset usaha debitur agar pada saat
terjadi penurunan omset, pricing pembia- yaan yang telah ditetapkan bank
dapat segera disesuaikan.
3. Kerugian yang diderita LKS pada saat debitur menjadi non perform, seketika
menjadi kerugian bagi LKS. LKS akan kehilangan opportunity untuk
mendapatkan bagi hasil saat itu juga. Sedangkan pada pembiayaan berbasis
jual beli, margin terhadap pembiayaan yang telah ditetapkan di awal masih
dapat ditagih dan menjadi tunggakan debitur yang harus diselesaikan kepada
LKS. Pada kondisi ini LKS masih memiliki potensi mendapatkan margin
yang belum dibayar/tertunggak. Mitigasi yang dapat dilakukan saat debitur
menjadi non perform yang dapat dilakukan oleh bank adalah dengan
memberikan diskon terhadap pricing yang sudah ditetapkan oleh LKS di awal
pembiayaan, sampai usaha nasabah kembali pulih. Serta melakukan
penjadwalan ulang terhadap angsuran pokok musyarakah yang akan dan telah
jatuh tempo.
Standar Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran Awal Pembiayaan Musyarakah
Karakteristik mitra pembiayaan musyarakah terbagi kepada dua, yaitu :
1. Mitra Aktif
2. Mitra Pasif
Perlakuan Akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku
yaitu Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Dimana mitra aktif adalah pihak yang mengelola
usaha musyaraklah baik mengelola sendiri ataupun merujuk pihak lain untuk
mengelola atas namanya, mitra aktif juga bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika
dia menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan
melakukan pencatatan akuntansi; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut
mengelola usaha biasanya adalah lembaga keuangan.
PENGAKUAN MUSYARAKAH
Aset tetap musyarakah yang telah di nilai sebesar nilai wajar yang di
susutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan:
a. Penyusutan yang di hitung dengan historical cost models di tambah dengan
b. Penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat
penyisihan aset non kas untuk usaha musyarakah
Apabila proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai
aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Biaya
yang terjadi akibat akad musyarakah tidak dapat diakui sebagai investasi
musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
Selama Akad
Akhir akad
Akhir akad :
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh
mitra aktif diakui sebagai piutang.
Penyajian bagi Mitra Pasif :
Mitra pasif menyjikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam
laporan keuangan.
Skema pelaporan dan Setiap tiga bulan (dua kali masa panen)
Pembayaran profesi pada tanggal 2 Mei dan 2 agustus 2015
Skema pelunasan pokok Musyarakah permanan-dilunasi pada saat akad
berakhir tanggal 2 Agustus 2015
Contoh Kasus.
Transaksi pembiayaan musyarakah- menurun kasus-
bermasalah Info singkat pembiayaan musyarakah menurun:
a. Besarnya investasi bank Rp 1.000.000
b. Besarnya investasi nasabah Rp 500.000
c. Angsuran pokok dibayarkan 10x dalam setiap bulan @100.000
d. Bagi hasil ditentukan berdasarkan nisbah dari proyeksi profit. Proyeksi
profit Rp 20.000/ bulan. Nisbah keseoakatan nasabah = 40:60 atau bank
diproyeksi kan mendapatkan Rp 12.000/bulan.
e. Pencairan dilakukan 10 Januari 2015
f. Angsuran pokok dan bagi hasil dijadwalkan dibayar setiap tanggal 10,
yaitu tanggal 10 Februari 2015 s.d November 2015
b. Jurnal Penyisihan
Saat akhir bulan 31 Januari 2015, bank melakukan penilaian atas kualitas
aset. Karena baru cair dan status lancar, maka bank wajib membentuk
pencadangan sebesar 1%
Misalkan pada tanggal 10 Mei 2009, nasabah tidak mengangsur pokok dan
bagi hasil, realisasi profit adalah 0. Diketahui bahwa 7 hari yang lalu, usaha nasa-
bah berhenti total karena kebakaran akibat kecerobohan nasabah.
Jurnal angsuran pokok = tidak ada Jurnal bagi hasil = tidak ada
Atas kejadian tersebut, bank menentukan kolektibilitas 5 pada investasi
yang disalurkan tersebut. Hal ini dikarenakan tidak dimungkinkan lagi usaha yang
dibiayai memberikan hasil. Diketahui juga agunan yang digunakan juga ikut
terbakar.
Saldo pokok investasi saat ini yang belum terbayar 700.000 (besarnya
investasi awal dikurangi 3x angsuran @100.000) berdasarkan ketentuan BI, maka
investasi kolektibilitas harus membentuk cadangan kerugian 100% dari saldo
pokok yang belum dibayarkan.
Penyisihan yang haris dibentuk 100% x 700.000 =700.000 Penyisihan
yang telah dibentuk = (10.000)
Kekurangan penyisihan adalah =690.000
Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian disisi neraca aset adalah: Pembiayaan
musyarakah = 700.000
Penyisihan penghapusan = (700.000)
Pembiayaan musyarakah net = 0
d. Jurnal penghapusbukuan
Sebagai perusahaan berbadan hukum, bank melakukan penghapus bukuan
atas investasi ini sesuai prosedur, misal melalui RUPS. Disepakati hanya hapus
buku dilakukan 12 bulan kemudian setelah diajukan ke RUPS tahun buku 2015.
Hapus buku dilakukan pada tanggal 31 Mei 2016. Maka jurnal penghapusan
pembiayaan musyarakah menurun adalah sebagai berikut:
Berdasarkan PAPSI 2013 (h.5.8) terdapat beberapa akun terkait transaksi pem-
biayaan musyarakah. Akun tersebut adalah pembiayaan musyarakah, piutang bagi
hasil, cadangan kerugian penurunan nilai pembiayaan musyarakah,
1. Pembiayaan musyarakah disajikan sebesar saldo pembiayaan musyarakah
nasabah kepada bank. Tagihan kepada mitra aktif yang disebabkan akibat
kelalaian atau penyimpangan mitra aktif (nasabah) disajikan sebagai bagian
dari pembiayaan musyarakah. Pembiayaan musyarakah yang diakhiri sebelum
jatuh tempo atau sudah berahir dan belum diselesaikan oleh nasabah tetap
disajikan sebagai bagian dari pembiayaan musyarakah.
2. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya pada saat nasabag
tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-permorming
maka piutang bagi hasil disajikan pada rekening administratif.
3. Cadangan kerugian penurunan nilai pembiayaan musyarakah disajikan sebagai
pos lawan (contra account) pembiayaan musyarakah.
PERTANYAAN
.
1. Uraikanlah pengertian musyarakah menurut beberapa definisi?
2. Jelaskan apa yang menjadi landasan hukum musyarakah?
3. Apa yang menjadi ketentuan syar’i transaksi musyarakah?
4. Jelaskan masing-masing rukun transaksi musyarakah?
5. Pentingkah pengawasan syariah transaksi musyarakah?
6. Coba Anda gambarkan bagaimana alur transaksi musyarakah?
7. Apa yang menjadi cakupan standar akuntansi transaksi musyarakah bagi
bank syariah?
8. Bagaimanakah perhitungan hasil musyarakah, buatlah Contoh Anda sendiri?
9. Coba Anda uraikan bagaimana skema pembiayaan musyarakah?
10. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari akuntansi musyarakah?
11. Jelaskan apa yang menjadi resiko kredit musyarakah?
12. Bagaimana pencatatan pengakuan musyarakah?
13. Buatlah satu contoh tehnis perhitungan dan penjurnalan transaksi musya
rakah?
14. Bagaimanakah kita membuat penyajian akuntansi musyarakah?