Menurut Antonio (2001), musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
Menurut Ascarya (2013), musyarakah adalah akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha
pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha membiayai investasi usaha baru atau
yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen
perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan.
Menurut Ridwan (2007), musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau mal,
dengan kesepakatan bahwa risiko dan keuntungan akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan.
Menurut Sutedi (2009), musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang
atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan, menikmati
hak-hak dan tanggung jawab yang sama.
Menurut Saeed (2003), musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi di antara para
pemilik dana untuk menggabungkan modal, melalui usaha bersama dan pengelolaan bersama
dalam suatu hubungan kemitraan. Bagi hasil ditentukan sesuai dengan kesepakatan (biasanya
ditentukan berdasarkan jumlah modal yang diberikan dan peran serta masing-masing pihak).
Menurut Naf'an (2014), musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi di antara para
pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
2. LANDASAN HUKUM MUSYARAKAH Mengenai landasan hukum musyarakah antara lain
firman Allah Swt dalam Surat An-Nisaa ayat 12 dan surat As Shaad ayat 24. Artinya : “Dan jika
saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu” (Qs. An
Nisaa : 12) “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh.” (Qs. As Shaad : 24) Juga hadits Nabi SAW yang berbunyi: “Saya yang ketiga dari dua
orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah
satunya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari keduanya”. HR. Abu Daud dan Al-Hakim.
Hadis qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan
perkongsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi sikap pengkhianatan.
Secara ijma, bahwa Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni, beliau berkata “kaum muslimim telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat
dalam beberapa elemen darinya.
3. Transaksi musyarakah secara syar’i terbagi dalam dua jenis, yaitu : 1. Musyarakah Hak Milik
(Syirkatul amlak) Musyarakah Hak Milik adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam
kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah, dan
warisan atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi
pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. 2. Musyarakah Akad Musyarakah akad adalah
akad kerja sama dua orang atau lebih yang bersekutu dalam modal atau keuntungan. Akuntansi
Syariah 244 Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang terlibat, musyarakah
akad dapat diklasifikasikan: a. Musyarakah al-inan Syirkah al-inan adalah kerjasama antara dua orang
atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka uasaha yang mereka lakukan
sendiri, kemudian berbagi keuntungan bersama. Kewenangan mitra dalam musyarakah ‘inan bersifat
terbatas pada persetujuan mitra yang lain. Praktik musyarakah dalam dunia perbankkan umumnya
didasarkan atas konsep musyarakah ‘inan. b. Musyarakah abdan ( syirkah a’mal) Musyarakah abdan
adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara
bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. c. Musyarakah wujuh Musyarakah wujuh adalah
kerjasama dua pihak atau lebih, dengan cara membeli barang dengan menggunakan nama baik mereka
dan kepercayaan pedagang kepada mereka tanpa keduanya memiliki modal uang sama sekali,
menjualnya dengan pembagian keuntungan mereka dan pedagang, lalu setelah dijual bagian
keuntungan dibagi bersama. Mazhab Syafi’i dan Maliki menolak bentuk syirkah ini, dengan alasan
tidak adanya modal yang dikembangkan. Sebaliknya, mayoritas ulama membolehkan dan
menganggap kebutuhan terhadap modal uang lebih besar dari kebutuhan terhadap pengembangan
modal uang yang sudah ada. d. Musyarakah mufawadhah Musyarakah mufawadhah adalah kontrak
kerjasama dimana para anggotanya memiliki kesamaan dalam modal, aktivitas, tanggung jawab dan
utang piutang dari mulai berdirinya musyarakah hingga akhir. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara bersama. Mayoritas ulama membolehkan jenis syirkah mufawadhah. Akan tetapi,
Imam Syafi’i melarang syirkah ini karena mitra akan ikut menanggung akibat dari tindakan yang
dilakukan oleh mitra lainnya, kendati ia tidak mengetahui. Dengan demikian, jika hal ini dilaksanakan
maka akan dikhawatirkan masuk dalam kategori gharar yang dilarang dalam agama Islam
4. RUKUN TRANSAKSI MUSYARAKAH Pihak yang Berakad Pihak-pihak yang terlibat dalam
transaksi musyarakah harus cakap hukum, serta berkompeten dalam memberikan atau diberikan
kekuasaan perwakilan. Para mitra harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan ketentuan syar’i
transaksi musyarakah. Obyek akad, meliputi: 1. Modal Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000
tentang musyarakah, disebut kan bahwa modal yang diberikan dapat berupa kas dan aset non kas. Para
pihak tidak boleh meminjam, minjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan para mitra. 2. Kerja Berdasarkan fatwa DSN Nomor
8 tentang musyarakah, partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah. Akuntansi Syariah 245 3. Keuntungan dan Kerugian Dalam hal keuntungan maupun
kerugian musyarakah, DSN mewajibkan para mitra untuk menghitung secara jelas keuntungan
maupun kerugian untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan
maupun kerugian ketika penghentian musyarakah. Shigat Ijab Kabul Ijab dan kabul dalam transaksi
musyarakah harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad). Akad penerimaan dan penawaran yang disepakati harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak.
5.Kalo jawaban simpel nya : penting karena untuk memastikan kesesuain transaksi syariah pada
praktik transaksi musyawarah (ada di halaman 245 ebook )
6.