Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI SYARIAH

AKUNTANSI MUSYARAKAH

Disusun oleh Kelompok 5:

AMALIA ZOLEHAH [A1C117006]

ANAVIA AGNES CAHYANI [A1C117007]

BAIQ GINA SAFITRI [A1C117017]

BAIQ WULANNANDA YAMANI [A1C117019]

DWI RIZKI OKTAVIANI [A1C117023]

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN 2020
I. KONSEP DASAR MUSARAKAH
A. Pengertian Musayrakah
Musyarakah berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikatan-syirkan yang
artinya adalah kerjasama atau kelompok. PSAK 106 menyatakan bahwa Akuntansi
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan
porsi kontribusi dana. Sedangkan menurut DSN MUI menyatakah bahwa musyarakah
adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
masing-masing usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan dana bantuan
dengan ketentuan dan dana akan ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian.

B. Jenis-Jenis Musyarakah
Terdapat dua macam jenis musyarakah,yaitu musyarakah akad (kontrak) dan
kepemilikan. Berikut pembahasan dari jenis musyarakah:
1. Musyarakah Akad
Musyarakah akad terjadi berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh pihak-pihak
pemilik terkait dalam suatu usaha yang memang berkesepakatan untuk memberikan
modal musyarakah. Musyarakah akad ini dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
- Al-In’an : Syirkah in’an terjadi antara dua pihak atau lebih yang memberikan
modal dalam jumlah berbeda, dan keuntungan dibagi berdasarkan besaran porsi
modal masing-masing yang telah disetorkan. Jadi bila ada dua orang yang
bersyirkan dengan syirkah inan katakanlah si A dan si B. Maka modal si A tidak
akan sama penyetorannya dengan modal si B.
- Mufawadah : merupakan kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih, yang
mana pihak yang terkait akan saling memberikan dana dalam jumlah yang sama
serta berpartisipasi dalam kerja, serta keuntungan dan kerugian yang sudah
dibagi dalam jumlah yang sama besar. Misalnya, bila ada dua orang yang
bersyirkah dengan syirkah mufawadah katakanlah si A dan si B. Maka modal si
A dan si B disetorkan dalam jumlah yang sama.
- A’mal/abdan : merupakan kontrak kerja sama yang dilakukan dua orang dengan
profesi sama untuk menerima pekerjaan serta membagi keuntungan bersama dari
pekerjaan yang dilakukan. Berbeda dengan dua syirkah diatas yang menyertakan
kontribusi berupa uang. Pada syirkah abdan, kedua belah pihak tidak
menyetorkan uang melainkan skill/pekerjaan.
- Wujuh : merupakan kontrak kerja sama yang dilakukan dua pihak atau lebih
dengan reputasi serta prestasi yang baik dalam bidang bisnis. Syirkah wujuh
dinamakan demikian karena syirkah ini hanya mengandalkan wujuh (wibawa
dan nama baik) para anggota, pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi
diantara para anggota.
2. Musyarakah Kepemilikan
Jenis musyarakah ini biasanya terjadi karena adanya warisan ataupun kondisi yang
dapat mengakibatkan kepemilikan aset terdiri dari dua atau lebih pihak. Dalam jenis
musyarakah ini, kepemilikan aset dapat dua orang ataupun lebih, berbagi pada aset
yang nyata serta keuntungan dibagi berdasarkan yang dihasilkan oleh aset tersebut.

Berikut Skema dari Musyarakah

Penjelasannya: Nasabah mengajukan pembiyaan kepada bank dengan akad musyarakah


untuk mendapatkan tambahan modal. Antara nasabah dan bank saling berkontribusi dalam
usaha ini. Dalam hal ini antara kedua belah pihak saling bekerja sama dalam mengelola usaha
yang mana keuntunganya dibagi sesuai kesepakatan. Jika terjadi kerugian maka di tanggung
bersama sama dan tidak ada pihak yang dirugikan.

C. Landasan Hukum Musyarakah


Terdapat landasan hukum dari al-qur’an dan sunnah terkait akad musyarakah
yaitu, pada Q.S. Ash Shad ayat 28. Pada ayat tersebut Allah SWT berfirman yang
artinya, “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini.“
Kemudian diperkuat dengan Hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: Aku adalah
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak berkhianat kepada
yang lainnya. Jika terjadi penghianatan, maka aku akan keluar dari mereka. (HR Abu
Daud)”. Dari hadist ini dapat disimpulkan bahwa dalam berserikat penjagaan amanah
menjadi penting, karena Allah akan memberkahi usaha perkongsian yang dilandasi
dengan amanah tanpa khianat.
Dasar hukum lainnya adalah Taqrir Nabi SAW yang mana pada masa itu praktik
musyarakah sudah dilakukan oleh masyarakat dan Nabi mendiamkan perilaku tersebut.
Dalam kaidah hukum fiqh, ketika Rasulullah mendiamkan suatu kejadian artinya
Rasulullah membolehkan perbuatan tersebut. Kejadian ini disebutkan dalam Al
Sarakhsiy dalam Al Masbuth juz II halaman 151.
Akad musyarakah telah memiliki fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI
yaitu pada Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tersebut dikeluarkan atas
beberapa pertimbangan diantaranya:
- Kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang
memerlukan bantuan dari pihak lain yang mana itu bisa tercapai dengan salah satu
caranya adalah musyarakah.
- Pembiayaan musyarakah nyatanya memiliki keunggulan baik dari segi
kebersamaan juga dalam hal keadilan.
- Bila cara-cara tersebut dapat disesuaikan dengan syariah maka DSN perlu
menetapkan fatwa tentang musyarakah agar bisa menjadi pedoman Lembaga
Keuangan Syariah (LKS).

D. Rukun Musyarakah
Hilangnya salah satu dari semua rukun yang ada maka akad musyarakah tersebut
dapat dianggap rusak. Rukun tersebut diantaranya: Ijab Kabul (Shighat), Dua Pihak yang
Berakad, Objek Akad, dan Nisbah Bagi Hasil.
1) Ijab Kabul (shighat)
Pada akad musyarakah, ijab kabul harus dinyatakan dalam akad dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
- Penawaran dan permintaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan akad.
- Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
- Akad dituangkan secara tertulis.
2) Dua Pihak yang Berakad (aqidain)
Sebuah akad dapat terjadi dengan melibatkan pihak yang berakad. Agar akan
musyarakah menjadi sah, maka perlu beberapa hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu:
- Pihak yang terlibat akad harus cakap akan hukum.
- Kompeten.
- Menyediakan dana dan pekerjaan.
- Memiliki hak mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
- Memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dengan
memperhatikan kepentingan mitranya.
- Tidak diizinkan mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya
sendiri.
3) Obyek Akad (mauqud alaih)
Ketika kedua belah pihak hendak untuk melakukan akad, maka hal lain yang
harus diperhatikan selain kedua belah pihak tersebut adalah objek akad yaitu modal
dan kerja. Modal harus berupa uang tunai atau aset bisnis. Jika modal berbentuk
aset, terlebih dulu harus dinilai dengan tunai dan disepakati oleh semua pihak.
Kemudian modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Pada
prinsipnya tidak boleh ada jaminan pada akad ini. Namun, LKS dapat meminta
jaminan sebagai bukti keseriusan atas akad musyarakah.
Lalu untuk objek akad berupa kerja, partisipasi dalam pekerjaan merupakan
dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukan merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melakukan pekerjaan lebih dari mitra yang lain dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Setiap
mitra melaksanakan pekerjaan atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak.
4) Nisbah Bagi Hasil (untung/rugi)
Musyarakah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun, cara
memperoleh keuntungan tersebut harus didasari pada sikap yang adil dan tidak
saling menzhalimi. Oleh sebab itu baik dalam hal mengambil keuntungan atau
membagi kerugian, akad musyarakah memiliki ketentuannya sendiri.
Ketika terjadi keuntungan maka keuntungan tersebut harus dikuantifikasi
kemudian dibagi secara proporsional atas dasar keuntungan. Bukan berdasarkan
jumlah yang ditetapkan di awal. Misal, “karena saya memberikan modal 10 juta
maka harus balik ke saya 10% dari 10 juta jadi 1 juta ya”. Hal tersebut jelas dilarang
karena merupakan praktik riba. Dalam Musyarakah hal yang harus dilihat adalah
dari hasil keuntungannya. Biar lebih jelas maka sistem pembagian keuntungan harus
diperjelas dalam kontrak musyarakahnya.
Apabila terjadi kerugian maka kerugian harus dibagi di antara para mitra
sesuai dengan proporsi modal yang diberikan antar kedua bleah pihak. Bila si A
menanamkan modal 30 juta dan si B menanamkan modal 70 juta maka ketika terjadi
kerugian si A akan mendapatkan porsi kerugian 30% dan si B akan mendapatkan
porsi kerugian sebanyak 70%.
E. Karakteristik Musayrakah

1. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha
tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru
2. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas
3. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat
meminta mitra lainnya untuk menyediakan atas kelalaian atau kesalahan yang
disengaja.
4. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersangkutan maka kesalahan yang
disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan instuisi yang berwenang.
5.  Keuntungan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra.
Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang
disetorkan.
6.  Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam
akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar
untuk dirinya.
7.  Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama priode akad bukan dari
jumlah investasi yang disalurkan.
8.  Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan
investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri.

II. AKUNTANSI MITRA AKTIF


A. Pada Saat Akad
1. Investasi musyarakah diakui pada saat menyisihkan kas atau aset non kas untuk
usaha musyarakah
2. Pengukuran investasi musyarakah
 Dalam bentuk kas di nilai sebesar jumlah yang di sisihkan ;dan
 Dalam bentuk aset non kas di nilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset non kas,maka selisih tersebut
di akui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas
 Selisih kenaikan aset musyarakah diamortisasi selama masa akad
musyarakah
B. Selama Akad
1. Bagian entitas atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra diakhir
akad dinilai sebesar jumlah kas yang disisihkan dan nilai tercatat aset musyarakah non
kas
 Jumlah kas yang di sisihkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di
kurangi dengan kerugian
 Di nilai tercatat aset musyarakah non kas pada saat penyisihan untuk usaha
musyarakah setelah di kurangi penyusutan dan kerugian

2. Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar jumlah kas yang
disisihkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di tambah dengan jumlah dana
syirkah temporer yang telah di kembalikan kepada mitra pasif dan di kurangi
kerugian.

C. Akhir Akad
Pada asat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dibayarkan kepada mitra
pasif diakui sebagai kewajiban.

III. AKUNTANSI MITRA PASIF


A. Pada Saat Akad
1. Investasi musyarokah diakui pada saat pembayaran kas at au penyerahan aset
non kas kepada mitra aktif musyarakah
2. Pengukuran investasi musyarakah ;
a) Dalam bentuk kas di nilai sebesar jumlah yang di bayarkan;dan
b) Dalam bentuk aset di nilai sebesar nilai wajar dan jika tedapat selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatataset non kas maka selisih tersebut di
akui sebagai;
 Keuntungan tangguhan dan di amortisasi selama masa akad 
atau
 Pada kerugian pada saat terjadi
c) Investasi musyarikah yang diukur dengan nilai wajar aset yang di
serahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset
yang di serahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan
d) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah tidak dapat diakui sebagai
bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra
musyarakah
B. Selama Akad
1. Bagian entitas atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra
diakhir akad dinilai sebesar;
 jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di
kurangi dngan kerugian dan;
 nilai tercatat aset musyarakah non kas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah di kurangi penyusutan dan kerugian
2. Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar jumlah kas
yang di bayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di kurangi jumlah
pengembalian dari mitra aktif dan kerugian
C. Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra
aktif diakui sebagai piutang

PENYAJIAN

1. Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut;
2. Aset musyarakah untuk kas yang di sisihkan dan yang di terima dari mitra pasif;
3. Dana musyarakah yang di sajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk aset
musyarakah yang di terima dari mitra pasif
4. Selisih penilaian aset musyarakah ,bila ada ,di sajikan sebagai unsur ekuitas
5. Investasi musyarakah untuk kas atau aset  non kas yang di sisihkan kepada mitra aktif
6. Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset  non kas yang di serahkan pada nilai
wajar di sajikan sebagai pos lawan dari investasi musyarakah\
7. Mitra pasif menyjikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut;

PENGUNGKAPAN

Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah,tetapi tidak terbatas pada:

1. Isi kesepakatan utama usha musyarakah seperti porsi penyertaan,aktiva usaha


musyarakah dan lain-lain;
2. Pengelolaan usaha jika tidak ada usaha mitra aktif dan;
3. Pengungkapan yang di perlukan sesuai pernyataan standatr akuntansi keuangan
Nomor 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.

APLIKASI AKUNTANSI TRANSAKSI MUSYARAKAH

Akuntansi Mitra Pasif (LKS)

Pemberian Modal dari Mitra Pasif (LKS) kepada Mitra Aktif (Nasabah) Berupa Modal
Kas/Tunai

Bank Syariah IQTISADUNA menerima permohonan pengajuan pembiayaan


musyarakah dari sebuah perusahaan teknologi informasi PT. Jogja Information Tecnology
(JIT) yang mempunyai fokus pada pengembangan Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
perusahaan. Dalam rangka pengembangan usahanya, PT.JIT mengajukan pembiayaan
musyarakah kepada Bank Syariah IQTISADUNA untuk menjalankan divisi usaha penjualan
komputer dan pheriperal SIA untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam menjalankan
bisnisnya, PT.JIT sebenarnya hanya menawarkan sofware SIA saja. Namun, klien biasanya
meminta PT.JIT untuk mencarikan komputer dan pheriperal yang mendukung sofware SIA
tersebut. Oleh karena itu. Proposal yang diajukan PT.JIT sangat relevan dengan
pengembangan bisnis PT.JIT.

Berdasarkan kesepakatan antara Bank Syariah IQTISADUNA dan PT. JIT, maka
mereka sepakat untuk memberikan kontribusi masing-masing PT. JIT sebagai Mitra Aktif
memberikan kontribusi modal sebesar Rp 500.000.000,- dan Bank Syariah IQTISADUNA
sebagai mitra pasif memberikan kontribusi modal sebesar Rp 1.000.000.000,-. Sedangkan
nisbah yang disepakati antara kedua belah pihak adalah sebesar 40 untuk mitra pasif dan 60
untuk mitra aktif dengan Prinsip Profit/lLoss Sharing dalam pembagian hasil usahanya.
Jangka waktu perjanjian selama 2 tahun terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian yaitu
pada tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2009. Pada tanggal 5 Januari 2008,
Bank Syariah IQTISADUNA mencairkan pembiayaan untuk tahap pertama sebesar Rp.
600.000.000,- dan pada tanggal 15 Januari 2008 dilakukan pencairan modal tahap kedua
sebesar Rp 400.000.000,-. Jurnal-jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah IQTISADUNA
sebagai mitra pasif untuk transaksi tersebut antara lain:

1. Pada saat pembiayaan musyarakah disetujui (tanggal 1 Januari 2008), dicatat jurnal
sebagai komitmen Bank Syariah IQTISADUNA sebesar pembiayaan yang disetujui.

(Dr) Kontra Komitmen Pembiayaan Musayarakah                          Rp 1.000.000.000,-


(Cr) Kewajiban Komitmen Pembiayaan Msuarakah                        Rp 1.000.000.000,-

2. Pada tanggal 5 Januari 2008 dicatat jurnal pembayaran pembiayaan musyarakah tahap
pertama sebesar Rp 600.000.000,- adalah:
(Dr) Pembiayaan Musyarakah                         Rp 600.000.000,-
(Cr) Rekening Mitra Aktif (PT.JIT)                                     Rp    600.000.000,-

(Dr) Kewajiban Komitmen Pembiayaan Musyarakah            Rp 600.000.000,-


(Cr) Kotra Komitmen Pembiayaan Musyarakah                                Rp  600.000.000,-

3. Pada tanggal 15 Januari 2008 dicatat jurnal pembayaran pembiayaan musyarakah


tahap dua sebesar Rp 400.000.000,- adalah:
(Dr) Pembiayaan Musyarakah                                     Rp 400.000.000,-
(Cr) Rekening Mitra Aktif (PT. JIT)                                       Rp 400.000.000,-
(Dr) Kewajiban Komitmen Pembiayaan Musyarakah         Rp 400.000.000,-
(Cr) Kontra Komitmen Pembiayaan Msuarakah                            Rp 400.000.000,-

Akutansi Mitra Aktif (Lks)

Penerimaan modal dari mitra aktif (nasabah) berupa modal kas/tunai

Bank Syariah IQTISADUNA bermaksud memperkuat divisi Sistem Informmasi


Akuntansi (SIA) untuk memperluas jaringan bisnis penerapan sistem informasi bagi
perusahaan Syariah di Indonesia. Mula-mula perluasan penjualan sistem informasi dimulai
dari jaringan Bank Syariah IQTISADUNA dan kemudian di  rencanakan melebar ke
perbankan Syariah lainnya.

PT. Jogja Information Technology (JIT) menyambut baik rencana tersebut dan
menyatakan berminat untuk berinvestasi dalam bisnis tersebut. Keduanya sepakat untuk
mengadakan kerja sama dengan sistem musyarakah. Berdasarkan kesepakatan antara Bank
Syariah IQTISADUNA dan PT. JIT, maka mereka sepakat untuk memberikan kontribusi
masing-masing : Bank Syariah IQTISADUNA sebagai mitra aktif memberikan kontribusi
modal sebesar Rp. 500.000.000 dan PT. JIT sebagai mitra pasif memberikan kkontribusi
modal sebesar Rp. 1.000.000.000. sedangkan nisbah yang disepakati antara kedua belah
pihak adalah sebesar 40 untuk mitra pasif dan 60 untuk mitra aktif dengan prinsip profit/loss
sharing dalam pembagian hasil usahanya. Jangka waktu perjanjian selama 2 tahun terhitung
sejak ditandatanganinya perjanjian yaitu pada tanggal 1 januari 2008 sampai dengan 31
desember 2009.

Pada tanggal 5 januari 2008, PT. JIT menyeerahkan dana kepada Bank  Syariah
IQTISADUNA untuk tahap pertama sebesar Rp. 600.000.000 dan pada tanggal 15  januari
2008 dilakukan pencairan modal tahap kedua sebesar Rp. 400.000.000. jurnal-jurnal yang
dibuat oleh Bank Syariah IQTISADUNA  sebagai mitra aktif untuk transaksi tersebut antara
lain :

1. Pada saat menerima investasi musyarakahh disetujui (tanggal 01 januari 2008), dicatat
jurnal sebagai komitmen PT.JIT sebesar pembiayaan yang disetujui.

(Dr) hak komitmen pembiayaan musyarakah                                1.000.000.000,-


(Cr) kontra komitmen pembiayaan musyarakah                              1.000.000.000,-
2. Pada tanggal 5 januari 2008 dicatat jurnal pembayaran pembiayaan musyarakah tahap
pertama sebesar Rp. 600.000.000 adalah
(Dr) rekening mitra pasif (PT. JIT)                                                600.000.000,-
(Cr) investasi musyarakah                                                                 600.000.000,-

Catatan: investasi musyarakah dikategorikan sebagai Dana Syirkah Temporer


(Dr) kontra komitmen pembiayaan musyarakah                           600.000.000,-
(Cr) hak komitmen pembiayaan musyarakah                                   600.000.000,-

Anda mungkin juga menyukai