Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIKIH MUAMALAH

SYIRKAH DAN MUDHARABAH

DOSEN PENGAMPU :

Nugroho Noto Diharjo M.E

DISUSUN OLEH :

Nur Aini Salsabila (103220062)

Ririn Rosdianingsih S (103220070)

KELAS : HTN.C

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat
waktu. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam memahami syirkah dan mudharabah.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan – kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami
menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada dosen pengampu yang selalu
memberikan dukungan nya.

Madiun, 19 Maret 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1

BAB II ISI

A. Pengertian syirkah dan Mudharabah..................................................................2


B. Dasar hukum syirkah dan Mudharabah..............................................................3
C. Rukun dan syarat Syirkah dan Mudharabah.......................................................4
D. Macam macam Syirkah dan Mudharabah..........................................................7
E. Hikmah Syirkah dan Mudharabah....................................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat sejak dahulu tidak terlepas dari proses jual-beli dan kerjasama dalam bidang
perekonomian. Dalam ilmu fiqih tersapat macam-macam kerja sama dalam perekonomian yang memang
penting untuk di pelajari untuk kemaslahatan masyarakat atau umat. Dan apa bila akan ada beberapa orang
yang akan berserikat dalam kerjasama ini,maka tergantung ingin berkerja sama dengan cara yang di ingin
kan dan sesua dengan kemampuan individu masing-masing dan ketentuan ketentuanya. Syirkah merupakan
salah satu kerjasama antara pemilik modal dan seorang pekerja dannanti keuntugannya di bagi menurut
akadnya yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak
mempunyai keahlian dalam menjalankan roda perusahaan. Sistem ini telah ada sejak jaman sebelum islam
karena megandung nilai-nilai positif dan telah dikerjakan oleh Nabi SAW.( Sebelum diangkat menjadi
Rosull) dengan megambil modal dari khodijah sewaktu berniaga kesam (Syiria). Terdapat beberapa bentuk
kerja sama dalam pandagan islam, yaitu Syirkah, mudarabah atau qiradh, musaqah, mujaraah, dan
muhabarah.Untuk mengetahui kejelasan dari bentuk-bentuk atau macam-macam kerjasama di atas maka
diperlukan kajian yang seksama. Untuk itu, akan dibahas lebih  jelas khususnya syirkah dan
mudarabah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian syirkah dan mudharabah?
2. Apa dasar hukum syirkah dan mudharabah?
3. Apa saja rukun dan syarat syirkah dan mudharabah?
4. Bagaimanakah macam-macam syirkah dan mudharabah?
5. Apa saja hikmah dari syirkah dan mudharabah?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syirkah
1. Pengertian Syirkah
  Secara bahasa kata syirkah berarti al-ikhtilath (pencampuran) dan persekutuan. Yang dimaksud
dengan pencampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga
sulit untuk membedakannya. Adapun menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan ulama:
Menurut ulama Hanafiah Syirkah yaitu, “Akad antar dua orang yang berserikat pada pokok
harta (modal) dan keuntungan”.
Menurut ulama Malikiyah Syirkah yaitu, “Izin untuk bertindak secara hukum bagi dua
orang yang  bekerjasama terhadap harta mereka”.
Menurut Hasby as-Shiddiqie Syirkah yaitu, “Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih
untuk saling tolong menolong dalam suatu usaha dan membagi keuntungannya”.1
  Jika dilihat dari tiga definisi diatas sesungguhnya perbedaan hanya bersifat redaksional, namun secara
esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan
konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
2. Dasar Hukum Syirkah
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam islam. Sebab keberadaannya diperkuat oleh al-
Qur’an, hadits, ijma ulama. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya
syirkah diantaranya terdapat dalam al-Qur’an.
a. Surat an-Nisa ayat 12. Artinya: “Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga” (Q.S
an-Nisa ayat 12)
b. Surat Saad ayat 24. Artinya: “Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang  beriman
dan mengerjakan amal sholeh dan amat sedikit mereka itu”. (Q.S Saad Ayat 24)
Adapun dalam hadits, Rasulullah bersabda: Artinya: “Aku adalah orang ketiga dari dua hamba-
Ku yang bekerjasama selama keduanya tidak berkhianat. Jika salah satunya berkhianat, maka Aku akan
keluar dari keduanya dan penggantinya adalah syetan”. (HR. Abu Daud).

1
Hasby Ash-Shiddieqi, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). hlm 89.

2
 Berdasarkan sumber hukum diatas maka secara ijma para ulama sepakat bahwa hukum syirkah yaitu
boleh.2
2. Jenis-Jenis Syirkah
 Syirkah merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi
keuntungan dan kerugiannya ditanggungsecara bersama. Hukumnya sangat dianjurkanjika kedua belah
pihak saling amanah, Haram jika keduanya berkhianat. Para ulama fiqh membagi syirkah menjadi dua
macam yaitu:  
a. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) Menurut sayyid sabiq, yang dimaksud dengan syirkah
amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad baik bersifat ikhtiari atau
jabari. Artinya barang tersebut. Syirkah amlak dibagi menjadi dua yaitu:
1) Ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ikhtiari) yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum
orang yang berserikat, seperti dua orang yang sepakat untuk membeli suatu barang.
2) Jabari (syirkah amlak jabari) perserikatan yang muncul secara paksa bukan keinginan orang yang
berserikat, seperti harta warisan.3
 Hukum syirkah amlak menurut para fukaha, hukum kepemilikan syirkah amlak di sesuaikan dengan
hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri secara hukum. Artinya seseorang tidak berhak
menggunakan atau menguasainya tanpa izin dari yang bersangkutan. Karena masing-masing
mempunyai hak yang sama.
b. Syirkah Uqud (perserikatan berdasarkan akad) Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan
akad untuk bekerja sama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. kerjasama ini didahului dengan
transaksi penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungan.
1) Syirkah al-Inan
(penggabungan harta atau modal 2 orang atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya) boleh
satu pihak memiliki modal lebih besar daripihak lain. Demikian halnya, dengan beban tanggung
jawab dan bekerja, boleh satu pihak bertanggung jawab penuh sedangkan pihak lain tidak.
Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati sebelumnya, jika mengalami
kerugian resiko ditanggung oleh kedua pihak.

2
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2010), hlm. 128

3
Imam Mustofa,  Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hlm. 110.

3
2) Syirkah al-Mufawadhah
(perserikatan modal dan bentuk kerja sama dari semua pihak, baik kualitas dan
kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata) dalam syirkah al-
mufawadhah ini masing-masing pihak harus bekerja. Menurut Sayyid Sabiq
ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:

3. Rukun dan Syarat Syirkah

 Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan
pendapat terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada
dua yaitu ijab (ungkapan penawaran melakukan perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan
perserikatan). Istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah terima. Contoh lafal ijab kabul,
seseorang berkata kepada partnernya “ Aku bersyirkah untuk urusan ini ” partnernya
menjawab “ telah aku terima ”. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam
rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut Hanafiyah itu
bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat. 4
 Adapun menurut Abdurrahman al-Jaziri rukun syirkah meliputi dua orang yang berserikat,
shigat, objek akad syirkah baik itu berupa harta maupun kerja. Adapun menurut jumhur ulama rukun
syirkah sama dengan apa yang dikemukakan oleh al-Jaziri di atas. Jika dikaitkan dengan pengertian
rukun yang sesungguhnya maka sebenarnya pendapat al-Jaziri atau jumhur ulama lebih tepat sebab di
dalamnya terdapat unsur-unsur penting bagi terlaksananya syirkah yaitu dua orang yang berserikat dan
objek syirkah. Adapun pendapat Hanafiyah yang membatasi rukun syirkah pada ijab dan kabul saja itu
masih bersifat umum karena ijab kabul berlaku untuk semua transaksi. Adapun syarat syirkah merupakan
perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakannya syirkah. Jika syarat tidak terwujud maka
transaksi syirkah batal. Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi
menjadi empat bagian berikut ini.
a. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang
lainnya. Dalam hal ini terdapat du ua syarat, yaitu:
1) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai
perwakilan,  

4
Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir, 2005), hlm.804.

4
2) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat
diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
b. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus
dipenuhi yaitu :
1) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud )
seperti Junaih, Riyal, dan Rupiah,
2) yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama
mauoun berbeda.
c. Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan
1) modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama,
2) bagi yang ber syirkah ahli untuk kafalah,
3) bagi yang dijadikan onjek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual
beli atau perdagangan.
d. Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah
mufawadhah. Menurut Malkiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan
akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang
sah hukumnya hanyalah  syirkah ‘inan,  sedangkan syirkah yang lainnya batal. Dijelaskan pula
oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah adalah dua orang (pihak) yang berserikat,
shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh
Idris Ahmad berikut ini:
1) Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat kepada
pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2)  Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil yang
lainnya.
3) Mencampurkan harta sehinga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa
mata uang maupun bentuk yang lainnya.

4. Hikmah syirkah

Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain


dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran islam mengajarkan supaya kita
menjalin kerjasama dengan siapapun terutama dalam bisang ekonomi
dengan prinsip saling tolong menolong dan menguntungkan, tidak menipu
dan merugikan. Tanpa kerjasama, maka kita sulip untuk memenuhi
5
kebutuhan hidup. Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama yang
saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik
berupa harta atau pekerjaan.
Oleh karena itu, Islam menganjurkan umatnya untuk bekerjasama
kepada siapa saja dengan tetap memegang prinsip sebagaimana tersebut
diatas. Maka hikmah yang dapat kita ambil dari syirkah yaitu adanya
tolong-menolong, saling bantu-membantu dalam kebaikan, menjauhi dan
kekurangan, dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak
berkhianat.
B. Mudharabah

1. Pengertian mudharabah

Menurut Ulama Fiqih kerjasama “mudharabah” (perniagaan) sering juga


disebut dengan “Qiradh”.5Dalam Fiqhus Sunnah juga disebutkan bahwa mudharabah
bisa dinamakan dengan qiradh yang artinya memotong. Karena pemilik modal
memotong sebagian hartanya agar diperdagangkan dengan memperoleh sebagian
keuntungan.6
Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Dalam
bidang ekonomi Islam, pengertian memukul atau berjalan lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya. Sedangkan
secara istilah, mudharabah merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansialnya hanya ditanggug oleh
pengelola dana.7 Sedangkan menurut pengertian istilah fiqh al-mudharabah adalah
sebagai berikut:
a.Mazhab Hanafi
Mudharabah adalah akad atas suatu syarikat dalam keuntungan dengan mata uang

5
Abdullah Rahman Al Jaziri, Kitabul Fiqh „alal Madzahibil Arba‟ah, Juz 3, Beirut: Daarul
Kutub Al „Ilmiah, h. 34..

6
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid 3, Riyad: Daarul Muayyad, 1997, h. 220.

7
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009, h. 181.
6
tunai yang diserahkan kepada pengelola dengan mendapatkan sebagian dari
keuntungannya jika diketahui dari jumlah keuntungannya.
b. Mazhab Syafi'i
Mudharabah adalah suatu akad yang memuat penyerahan modal kepada orang lain
untuk mengusahakannya dan keuntungannya dibagi antara mereka berdua.
c. Mazhab Hambali
Mudharabah adalah penyerahan suatu modal tertentu dan jelas jumlahnya atau
semaknanya kepada orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan bagian
tertentu dari keuntungannya.8
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak
lainya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal apabila kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggunga jawab atas kerugian tersebut.9
2. Dasar hukum mudharabah
Mudharabah mempunyai landasan dari Al-Quran, al-
Sunnah, Ijma’ dan qiyas.
Mudharabah hukumnya adalah mubah (boleh), sebagaimana firman Allah swt :
a. Firman Allah dalam surat al-Muzammil ayat 20 Artinya: “…berkeliaran di muka bumi
mencari karunia Allah”
b. Q.S Al-Jumu’ah ayat 10  Artinya: “Apabila salat telah dilaksanakan, maka
bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu  beruntung”.
c.  Q.S Al Baqarah, ayat 198 Artinya: Tiada dosa atas kamu sekalian akan mencari kelebihan dari
Tuhanmu. (QS. Al Baqarah ayat 198).
Pada dasarnya ayat-ayat diatas tidak secara langsung menjelaskan atau melegitimasi akad
mudharabah, hanya saja secara maknawi mengandung arti kegiatan ekonomi melalui mudharabah.

8
Muhammad, Teknik Bagi Hasil Keuntungan pada Bank Syari‟ah, Yogyakarta: UII Press,
2004, h. 37.

9
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Cet. 1, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, h. 95
7
Dengan demikian, ayat-ayat tersebut bisa dijadikan landasan hukum akad mudharabah. Landasan
dari al-Sunnah antara lain adalah sebagai berikut:
a. Hadis riwayat Imam baihaqi dari Ibnu ‘Abbas:
 “Dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dan ake mitra
usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan,
menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, maka
yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat
tersebut kepada Rasulullah Saw. pun, membolehkannya.”
b. Hadits riwayat Ibnu Majjah
“Dari Shuhaib, ra., : Bahwasanya Rasulullah saw, bersabda: “ada tiga hal
yang didalamnya berisi berkah, yaitu: “jual-beli dengan kontan, menyerahkan
permodalan dan mencampur gandum dengan sya’ir untuk keperluan rumah tangga
bukan untuk dijual”.  Mudharabah sewaktu-waktu boleh difasakh (dibubarkan) oleh yang
punya modal atau oleh orang yang diserahi pekerjaan itu. Jika salah satu orang dari mereka
meninggal atau gila, maka qiradl itu batal.10
3. Macam- macam mudharabah
Secara garis besar mudharabah dibagi menjadi dua yaitu mudharabah mutlaqah dan
mudharabah muqayyadah. Dalam akad mudharabah mutlaqah  pengelola modal di beri keleluasaan
dalam mengelola dan menjalankan modal. Keleluasaan menentukan jenis usaha, termasuk lokasi, dan
tujuan usah. Pemilik modal tidak menentukan jenis usaha yang harus dijalankan oleh pengelola modal.
Sementara dalam akad mudharabah muqayyadah, pemilik modal sudah menentukan usaha yang harus
dijalankan oleh pengelola modal. Oleh karena itu dia harus menjalankan usaha sesuai dengan kesepakatan
dengan pemilik modal saat akad. Jenis usaha, lokasi, jangka waktu, dantujuan usaha harus sesuai dengan
kesepakatan dan apa yang telah ditentukan oleh pemilik modal. Ketentuan-ketentuan dalam akad
mudharabah. Ada beberapa ketentuan yang harus dimengerti dan dipatuhi oleh masing-masing pihak yang
melaksanakan akad mudharabah. Ketentuantersebut sebagai berikut:
a. Pada akad mudharabah mutlaqah, pengelola modal tidak diperbolehkan melakukan
tindakan-tindakan yang keluar dari ketentuan syara’.

10
Moh. Rifa’I,  Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1978). hlm 419-420.

8
b. Pada akad  mudharabah muqayyadah, pengelola modal dalam pengelolaan modal
tidak diperbolehkan menjalankan modal diluar usaha yang telah ditentukan bersama
dengan pemilik modal.  
c. Bagi pengelola modal tidak diperbolehkan mengambil atau berhutang dengan
menggunakan uang modal untuk keperluan lain tanpa seizin pemilik modal.  
d. Bagi pengelola modal tidak diperbolehkan untuk membeli komoditi atau barang yang
harganya lebih tinggi dari modal yang telah di sediakan.  
e. Bagi pengelola modal tidak diperbolehkan mengalihkan modal kepada orang lain dengan
akadmudharabah, atau dengan kata lain mengoper modal untuk akad mudharabah 
f. Bagi pengelola modal tidak diperbolehkan mencampur modal dengan harta miliknya.
g.  Pengelola modal hendaknya melaksanakan usaha sebagaimana mestinya.11
Rukun dan syarat mudhaabah
Rukun dan Syarat Mudharabah Akad mudharabah yang sah harus memenuhi rukun dan
syaratnya. Rukun mudharabah ada lima, yaitu pemilik modal (sahibul mal), pelaku usaha atau
pengelola modal (mudarib), modal (ra’sul mal), pekerjaan pengelola modal, (al- ‘amal) dan
keuntungan (al-ribh).

Penggunaan modal pada dasarnya untuk perdagangan, namun pada praktiknya tidak selalu
digunakan untuk bidang perdagangan, akan tetapi juga ada yang digunakan untuk usaha dalam bidang
jasa. Mudharabah yang sah harus memenuhi syarat. Syarat yang melekat pada rukunnya. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, syarat yang terkait dengan para pihak yang berakad. Kedua
belah pihak yang berakad, pemilik modal (sahibul mal) dan pengelola modal (mudarib) harus
cakap bertindak atau cakap hukum. Berakal dan baligh, dalam akad mudharabah kedua belah pihak
yang berakad tidak disyaratkan harus muslim. Kedua, syarat yang terkait dengan modal adalah sebagai
berikut:

a. Modal harus berupa uang atau mata uang yang berlaku di pasaran. Menurut mayoritas
ulama modal dalam mudharabah tidak boleh berupa barang, baik bergerak maupun
tidak.

11
imam Mustofa,  Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hlm. 134-135.

9
b. Modal harus jelas jumlah dan nilainya. Ketidakjelasan modal akan berakibat pada
ketidakjelasan keuntungan, sementara kejelasan modal merupakan syarat sah
mudharabah.
c. Modal harus berupa uang cash, buka piutang. Berdasarkan syarat ini, maka
mudharabah dengan modal berupa tanggungan utang pengelola modal kepada pemilik
modal.
d. Modal harus ada pada saat dilaksanakannya akad mudharabah.
e. Modal harus diserahkan kepada pihak pengelola modal atau pengelola usaha (mudarib),
bila modal tidak diserahkan maka akad mudharabah rusak. Persyaratan yang terkait dengan
keuntungan atau laba dalam akad mudharabah adalah sebagai berikut:
a. Jumlah keuntungan harus jelas. Selain itu, proporsi pembagian hasil antara pemilik modal
dan pengelola modal harus jelas, karena dalam mudharabah yang menjadi ma’qud
alaih atau obyek akad adalah laba atau keuntungan, bila keuntungan atau pembagiannya
tidak jelas maka akad diangap rusak. Proporsi pembagian hasil misalnya 50:50, 60:40,
65:35 dan seterusnya.
b. Sebagai tambahan untuk syarat pada poin satu di atas, disyaratkan juga bahwa proporsi
atau presentase pembagian hasil dihitung hanya dari keuntungan, tidak termasuk modal.
c. Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan presentase dari jumlah modal yang
diberikan sahibul mal. Penghitungan bagi hasil harus berdasarkan keuntungan yang
didapat.
d. Tidak boleh menentukan jumlah tertentu untuk pembagian hasil, misalnya Rp. 1.000.000,
Rp. 5.000.000 dan seterusnya. Karena keuntungan atau hasil yang akan diperoleh belum
diketahui jumlahnya. Oleh karena itu, maka pembagian hasil berdasarkan presentase,
bukan berdasarkan jumlah tertentu.
4. Hikmah mudharabah
Hikmah mudharabah menurut syara’ adalah untuk menghilangkan
hinanya kekafiran dan kesulitan dari orang-orang fakir serta menciptakan rasa
cinta dan kasih sayang sesama manusia, yaitu ketika ada seseorang memiliki
kemampuan untuk berdagang, sedangkan untungnya dibagi di antara
keduanya sesuai kesepakatan. Dalam praktik seperti itu, terdapat keuntungan
ganda bagi pemiliki modal.
a. Pahala yang besar dari Allah SWT, dimana ia ikut menyebabkan
hilangnya kehinaan rasa fakir dan kesulitan pada orang tersebut. Namun,

10
apabila mitranya tersebut sudah kaya, juga masih ada keuntungannya,
yaitu tukar-menukar manfaat diantara keduanya.
b. Berkembangnya modal awal dan bertambah kekayaannya. Kesulitan
orang fakir menjadi hilang, kemudian ia mampu menghasilkan penghidupan
sehingga tidak lagi meresahkan masyarakat. Disamping itu juga masih ada
faedah yang lain yaitu ketika suatu amanah menjadi sebuah syair dan
kejujuran menjadi rahasia umum, maka mudharabah akan banyak diminati
orang. Dan barang kali suatu saat nanti ia akan menjadi kaya, padahal
sebelumnya fakir. Semua adalah hikmah yang bernilai tinggi dari Allah
SWT.12
Dengan sistem mudharabah pemilik modal mendapat keuntungan dari
modalnya, sedangkan tenaga kerja (skill) mendapat upah dari pekerjaan itu, bisa juga
bahwa tenaga kerja tidak mendapat upah tetapi mendapatkan sebagian keuntungan
dari hasil usahanya itu. Persentase juga di tetapkan atas kesepakatan ersama. Sewaktu
menandatangani surat perjanjian kerja sama. Kontrak mudharabah dengan bentuk
kedua ini sebenarnya memberi kesan yang amat baik bagi tenaga kerja, karena mereka
merasa puas mendapatkan keuntungan dari kerjasama itu. Hal ini merupakan motivasi
yang amat kuat bagi mereka sehingga bekerja lebih giat untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih banyak pula. Para tenaga kerja (skill) merasa memiliki usaha
yang mereka jalankan itu.

12
Ali Ahmad Al-Jarjawi, indahnya syariat islam, penerjemah Faisal Saleh dkk:
penyunting, Harlis Kurniawan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), cet. 1, h. 482.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Secara bahasa kata syirkah berarti al-ikhtilath (pencampuran) dan persekutuan. Secara istilah,
syirkah merupakan bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi
keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama. Sedangkan Mudharabah adalah memberikan
modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan untuk keduanya
menurut perdamaian (perjanjian) antara keduanya sewaktu akad, dibagi dua atau dibagi tiga
seumpamanya. Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam islam. Sebab keberadaannya
diperkuat oleh al- Qur’an, hadits Dan Mudharabah mempunyai landasan dari Al-Quran, al- Sunnah,
Ijma’ dan qiyas.
 Syirkah dibagi menjadi dua yaitu Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) dan Syirkah
Uqud (perserikatan berdasarkan akad) sedangkan Secara garis besar mudharabah dibagi menjadi dua
yaitu mudharabah mutlaqah  dan mudharabah muqayyadah. Akad mudharabah yang sah harus
memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu
berlangsung. Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun syirkah.
Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan penawaran melakukan
perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan). Adapun menurut Abdurrahman al-Jaziri
rukun syirkah meliputi dua orang yang berserikat, shigat, objek akad syirkah baik itu berupa harta
maupun kerja. Adapun menurut jumhur ulama rukun syirkah sama dengan apa yang dikemukakan oleh
al-Jaziri di atas. Adapun syarat syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum
dilaksanakannya syirkah. Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal. Syarat-syarat yang
berhubungan dengan

syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian berikut ini: sesuatu yang bertalian dengan
semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya, sesuatu yang bertalian dengan
syirkah mal (harta), sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, dan adapun syarat yang
bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat-syaratsyirkah mufawadhah. Menurut Malkiyah
syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar
(rusyd ). Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan,
sedangkan syirkah yang lainnya batal. Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun
syirkahadalah dua orang (pihak) yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun

12
kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh Idris Ahmad berikut ini: Mengeluarkan kata-kata yang
menunjukkan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu,
anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya,
mencampurkan harta sehinga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang maupun
bentuk yang lainnya. Rukun mudharabah ada lima, yaitu pemilik modal (sahibul mal) , pelaku usaha
atau pengelola modal (mudarib), modal (ra’sul mal), pekerjaan pengelola modal, (al-‘amal) dan
keuntungan (al-ribh).

Mudharabah yang sah harus memenuhi syarat. Syarat yang melekat pada rukunnya. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, syarat yang terkait dengan para pihak yang berakad, Kedua,
syarat yang terkait dengan modal, dan ketiga persyaratan yang terkait dengan keuntungan atau laba.
Syirkah dalam konteks perbankan merupakan akad kerjasama pembiayaan antara bank syariah (Islamic
Banking), atau beberapa keuangan secara bersama-sama, dan nasabah untuk mengelola suatu kegiatan
usaha mudharabah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqi Hasby , 1984 Pengantar Fiqh Muamalah, (Bulan Bintang: jakarta)


Ghazaly Abdul Rahman dkk,2010 Fiqh Muamalat, (PRENADAMEDIA GROUP: Jakarta )
Mustofa Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Kaukaba Dipantara: Yogyakarta)
Zuhaily Wahbah,2005 al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Dar al-Fikr al-Muashir: Beirut)

Al Jaziri Abdullah Rahman, Kitabul Fiqh „alal Madzahibil Arba‟ah, Juz 3, (Daarul Kutub Al
„Ilmiah: Beirut)
Sabiq Sayyid, 1997 Fiqhus Sunnah, Jilid 3, (Daarul Muayyad: Riyad)
Suwiknyo Dwi, 2009 Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta)
Muhammad, 2004, Teknik Bagi Hasil Keuntungan pada Bank Syari‟ah, (UII Press: Yogyakarta).
Antonio Muhammad Syafi‟i, 2001 Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Cet. 1, (Gema Insani Press:
Jakarta)

Rifa’I Moh, 1978  Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (PT. Karya Toha Putra Semarang: Semarang)

Al-Jarjawi Ali Ahmad,2006 indahnya syariat islam, penerjemah Faisal Saleh dkk: penyunting, Harlis
Kurniawan, (Gema Insani Press: Jakarta)

Anda mungkin juga menyukai