Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyusun laporan hasil observasi Syirkah.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1.
2.

Para dosen pembimbing Lembaga Keuangan Islam.


Kepada rekanrekan Pendidikan Manajemen Bisnis kelas B yang juga berusaha

3.

menyusun laporan ini.


Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan observasi kami.
Penulis menyadari masih banyak ditemukan kekurangan dalam laporan ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik. Kami berharap laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan semoga apa yang kami lakukan senantiasa berada
dalam ridha Allah Swt.
Bandung, 20 Maret 2016
Penulis

DAFTAR ISI

Y
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I LATAR BELAKANG..................................................................................1
BAB II KAJIAN TEORI.........................................................................................3
A. Pengertian Syirkah.........................................................................................3
B. Syarat Syirkah................................................................................................4
C. Dasar Hukum Syirkah....................................................................................5
D. Macam-Macam Syirkah.................................................................................6
E. Mengakhiri Syirkah......................................................................................10

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................12


A. Narasumber..................................................................................................12
B. Profil Perusahaan.........................................................................................12
C. Hasil Wawancara..........................................................................................14

BAB IV PENUTUP...............................................................................................16
A. Kesimpulan..................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17
LAMPIRAN...........................................................................................................18

BAB I
LATAR BELAKANG
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat
duniawi maupun ukhrowi tidak lepas daripada tujuan dari apa yang akan ia
peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut
pandang manusia itu sendiri terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh,
maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan sekali proses untuk
menuju pada tujuannya pun berwarna-warni.
Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia
sendiri yang terjebak dalam hal ini, yang mana mereka lebih mengedepankan pada
pemenenuhan hak pribadi dan mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu
berupa individu ataupun masyarakat umum. Akan tetapi Islam sebuah agama
rahmatan lil-alamin yang mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia, sehingga
norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan solusi sebuah keadilan
dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada aktifitasnya itu,
sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial diantara mereka.
Salah satu cara untuk mencapai sebuah keadilan dan kejujuran adalah
dengan adanya kerja sama antara pemilik modal dan seseorang yang sering
disebut dengan bagi hasil, yangmana dilandasi pula oleh rasa tolong menolong.
Sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam
menjalankan roda perusahaan.
Namun ada pula mereka yang lebih memilih menjalankan usaha dengan
cara bersekutu dengan orang lain yang memiliki tujuan atau usaha yang sama.
Dengan cara ini, mereka semua yang mengikatkan diri berhak bertindak hukum
terhadap harta itu, dan berhak mendapatkan keuntungan sesuai dengan
persetujuan yang disepakati.
Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya
menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia
ini yang sesuai dengan tuntunan syariat. Hal ini menyebabkan kami untuk
membuat sebuah laporan yang berjudul tentang syirkah guna untuk memberikan

sebuah pemahaman kepada para pembaca laporan ini bagitu untuk kelompok
penyusun sendiri. Pada zaman sekarang ini banyak orang-orang muslim yang
menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang
eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syariat.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah,
al-muzaraah dan al-musaqah. Namun berdasarkan hasil observai yang kami
dapat dalam laporan ini akan dijelaskan mengenai syirkah al-musyarakah saja.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Syirkah
Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti :

Artinya: percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dari dua harta
dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
Menurut

terminology,

ulama

fiqih

beragam

pendapat

dalam

mendefinisikannya, antara lain :

Menurut Malikiyah
Syirkah atau perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharuf) harta
yang dimiliki dua orang secara bersama sama oleh keduanya, namun masing

masing memiliki hak untuk bertasharruf.


Menurut Hanabilah
Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta (tasharruf ).
Menurut Syafiiyah
Syirkah merupakan ketetapan pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui).
Menurut Hanafiyah
Syirkah yaitu ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang
bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.
Syirkah menurut Taqiyudin Abi Bakr ibnu Muhammad Al Husaini

(Antonio, 1999) secara bahasa berarti Al Ikhtilah yang artinya campur atau
percampuran. Maksud percampuran di sini ialah seseorang yang mencampurkan
hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Dengan begitu, syirkah ialah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
berusaha, yang keuntungan maupun kerugiannya di tanggung bersama. Adapun
yang di jadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah Hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Huarairah dari Nabi Muhammad SAW
bersabda yang artinya:

Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu
tidak berhianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berhianat kepada pihak
yang lain, maka keluarlah aku darinya.
B. Syarat Syirkah
Abd al - Rahman Al Jaziri bahwa rukun syirkah adalah dua orang (pihak)
yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat
syarat syirkah dijelaskan oleh Idris Ahmad sebagai berikut :
1. mengeluarkan kata kata yang menunjukkan izin masingmasing anggota
serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2. anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masingmasing mereka adalah
wakil yng lainnya.
3. mencampurkan harta sehingga tidak dapat di bedakan hak masingmasing,
baik berupa mata uang meupun bentuk yang lainnya.
Syarat syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiah dibagi
menjadi empat bagian berikut ini :
1. Sesuatu yang bertalian denga semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun
dengan yang lain. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu :
a. Yang berkenaan dengan benda yang di akadkan adalah harus dapat di
terima sebagai perwakilan.
b. Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus
jelas dan dapat di ketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan
yang lainnya.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua
perkara yang harus di penuhi yaitu :
a. bahwa modal yang di jadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran
(nuqud), seperti Junaiah Riyal, Rupiah.
b. Yang di jadikan modal ( harta pokok) ada ketika akad syirkah di lakukan, baik
jumlahnya sama maupun berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa dalam
muwafadhah disyaratkan :
a. Modal (harta pokok) dalam syirkah muwafadhah harus sama.
b. Yang bersyirkah ahli untuk kafalah
c. Bagi yang di jadikan objek akad di syaratkan syirkah umum, yakni pada
semua macam jual beli atau perdagangan.

Sementara itu ukun syirkah ada dua, yaitu IJAB dan QOBUL sebab akad
Ijab Qabul yang menentukan adanya syirkah, adapun yang lain seperti dua orang
atau pehak yang berakad dan harta berada di luar pembahasan akad seperti
terdahulu dalam akad jual beli.
C. Dasar Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya diperbolehkan atau disyariatkan berdasarkan AlQuran, Al-Hadits dan ijma (konsensus) kaum muslimin (Antonio, 1999). Dan
berikut ini kami sebutkan dalil-dalilnya, di antaranya:
1) Al-Quran

Firman Allah Taala: Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang

berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat
sedikitlah mereka ini. (QS. Shaad: 24)
Dan firman-Nya pula:


Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. (QS. An-Nisa: 12)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenanan dan pengakuan Allah akan adanya
perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa ayat 12
perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan dalam surat Shaad
ayat 24 terjadi atas dasar akad (transaksi).
2) Hadits

:. .
:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah azza wa jalla
berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya

tidak mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari
keduanya. (HR. Abu Daud no.3383, dan Al-Hakim no.2322).
3) Ijma
Ijma ulama mengatakan, bahwa muslimin telah berkonsensus akan
legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat dalam beberapa
elemen dari padanya. Maka secara tegas dapat dikatakan bahwa kegitan syirkah
dalam usaha diperbolehkan dalam islam, sebagai dasar hukumnya telah jelas dan
tegas.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, telah berkata, Kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun
terdapat perbedaan.
D. Macam-Macam Syirkah
Syirkah terbagi atas dua jenis yaitu Musyarakah dan Mudharabah.
1. Syirkah Musyarakah
Syirkah musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil, sering
disebut dengan syarikah, serikat atau kongsi yang keuntungan dan kerugian dibagi
sesuai kesepakatan.
Menurut Latifa M.Algoud dan Mervyn K. Lewis, musyarakah adalah
kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal
atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung
jawab yang sama. Sedangkan menurut Sofiniyah Ghufron dkk., al-musyarakah
atau syirkah adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih
pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, di
mana keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Dasar hukum musyarakah antara lain firman Allah pada Surat An-Nisaa
ayat 12 HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim.
1) Dari al-Quran
Maka mereka berserikat dalam sepertiga Q.S. An-Nisa : 12.
2) Dari Sunnah
H.R. Abu Dawud dan al-Hakim.yang arti hadis ini adalah bahwa Allah
SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam kepengawasanNya,
6

penjagaanNya dan bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan


ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah
satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan
tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di
samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat
telah mempraktekkan syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak pernah
melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah
memebrikan ketetapan kepada mereka.
3) Ijma
Kaum Muslimin telah sepakat dari dulu bahwa syirkah musyarakah
diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pandangan dalam hukum jenis-jenis
syirkah yang banyak variasinya itu.
Menurut Said Sabiq (Hasan, 2003) syirkah musyarakah itu ada empat
macam:
1) Syirkah Inan
Syirkah Inan yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan
untuk melakukan suatu usaha bersama dengan cara membagi untung rugi
sesuai dengan jumlah modal masing-masing.
2) Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha dengan persyaratan sebagai berikut:
a) Modalnya harus sama banyak. Bila ada di antara anggota persyarikatan
modalnya lebih besar, maka syirkah itu tidak sah.
b) Mempunyai wewenang untuk bertindak, yang ada kaitannya dengan
hukum. Dengan demikian, anak-anak yang belum dewasa belum bisa
menjadi anggota persyarikatan.
c) Satu agama, sesama muslim, tidak sah bersyarikat dengan non-muslim.
d) Masing-masing anggota mempunyai hak untuk bertindak atas nama
Syirkah (kerja sama)
3) Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli
sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi
antara sesama mereka.
4) Syirkah Abdan

Syirkah Abdan yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan
suatu usaha atau pekerjaan. Hasilnya dibagi antara sesama mereka
berdasarkan perjanjian seperti pemborong bangunan, instalasi listrik dan
lainnya.
Hal-hal yang harus dihindari oleh pemilik modal dan pelaksana:
Menggabungkan dana proyek dengan dana pribadi.
Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik
modal lainnya.
Memberi jaminan pada pihak lain.
2. Syirkah Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Syirkah Mudharabah merupakan bentuk kerjasama antara minimal dua
pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
Landasan hukum syirkah mudharabah yaitu:
1) Al-Quran


Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari al-Quran. (Qs. Al Muzammil: 20)
2) Al-Hadits




,



Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar

Rasulullah,

beliau membenarkannya (HR.

Thabrani dari Ibnu Abbas)


3) Ijma
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari
bapaknya dari kakeknya: Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta
anak yatim dengan cara Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta
tersebut lalu dia mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan
kepadanya oleh Al-Fadhal. Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari malik bin
Ila bin Abdurrahman dari bapaknya: Bahwa Utsman telah melakukan qirad
(Mudharabah). Semua riwayat tadi didengarkan dan dilihat oleh sahabat
sementara tidak ada satu orang pun mengingkari dan menolaknya, maka hal itu
merupakan ijma mereka tentang kemubahan Mudharabah ini.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada pengelola (mudharib),
akad kemitraan ini dibagi menjadi dua tipe yaitu:
4) Mudharabah Mutlaqah
Yaitu pemilik modal memberikan kebebasan penuh kepada pengelola untuk
menggunakan modal tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan
5) Mudharabah Muqayyad
Yaitu pemilik modal menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola
dalam menggunakan modal tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha
dan sebagainya
E. Mengakhiri Syirkah
Syirkah akan berakhir apabilah terjadi hal hal sebagi berikut :

1. Salah satu pihak yang membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak


lainnya sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari
kedua belah pihak yang tidak ada kepastian untuk dilakukan lagi. Hal ini
menunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapsn untuk bertasharuf (keahlian
mengelolah harta) baik karena gila maupun alasan lain.
3. Salah satu meninggal dunia, tapi anggota syirkah lebih dari dua orang, yang
batal hanyalah yang meninggal saja, syirkah berjalan terus pada anggotaanggota yang masih hidup. Apabilah ahli waris anggota yang meninggal
menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian
baru lagi bagi ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak di taruh di bawah pengampunan, baik karena boros yang
terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun yang lainnya.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta
yang menjadi dalam syirkah. Pendapat ini di ungkapkan oleh madzhab Maliki,
SyafiI, dean Hambali. Hanafi berpendapat bahwakeadaan bangkrut itu tidak
membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
6. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak
dapat dipisahpisahkan lagi. Yang menanggung resiko adalah para pemiliknya
sendiri. Apabilah harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa
dipisahpisahkan lagi. Menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi
setelah dibelanjakan, menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta,
syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada. (Antonio,
1999)

10

BAB III
PEMBAHASAN
A Narasumber

Nama
: Aldi Rinaldi
Jabatan
: Relationship Manager Bank Muamalat Lampung
Alamat Kantor: Jl. Raden Intan No. 92 C-D Bandar Lampung Kota Bandar

Lampung, Lampung 35128


Perusahaan : PT. BANK MUAMALAT INDONESIA

F. Profil Perusahaan
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H
atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412
H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian
tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa
Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank
Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
(NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.

11

Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari
pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development
Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21
Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.
Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa
yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun
waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi
laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh
kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan
terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 4,3 juta
nasabah melalui 457 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan
BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP
di seluruh Indonesia, 1996 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga
merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri,
yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di
Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment
System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di
Malaysia. Selain itu Bank Muamalat memiliki produk shar-e gold dengan
teknologi chip pertama di Indonesia yang dapat digunakan di 170 negara dan
bebas biaya diseluruh merchant berlogo visa. Sebagai Bank Pertama Murni
Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan
yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel
bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh
pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat
luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun
Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in
Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic
Financial Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta

12

sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East
Asia (Hong Kong).
G. Hasil Wawancara
1. Produk Syirkah di Bank Muamalat
Bank Muamalat menjalankan syirkah dan memiliki beberapa produk syirkah
itu sendiri. Syirkah merupakan istilah dalam pembiayaan syariah, jika dalam
Bahasa Indonesia sering disebut dengan porsi modal. Syirkah ini digunakan
untuk akad Musyarakah Mutanaqisoh yang terdiri untuk pembiayaan:
Pembelian rumah
DP Nasabah sebagai Porsi Syirkah Nasabah
Plafond BMI sebagai Porsi Syirkah Mualamat
Jadi produk syirkah itu bukanlah produk seperti tabungan melainkan syirkah
merupakan ungkapan lain dari porsi modal baik dari nasabah ataupun pihak
bank syariah tersebut atau musyarakah (digunakan untuk modal usaha).
2. Syarat Syirkah di Bank Muamalat
Untuk syarat dalam menjalankan syirkah di Bank Muamalat, yaitu sesuai
dengan persyaratan pembiayaan di Muamalat.
Adanya KTP
Adanya Surat Perjanjian
Ketentuan lain, yaitu berupa ketentuan berapa besar jumlah yang akan
menjadi modal utama nasabah atau Bank Muamalat sendiri
3. Dasar Hukum Syirkah di Bank Muamalat
Dasar Hukum untuk menjalankan syirkah di Bank Muamalat sendiri mengacu
kepada Keputusan Dewan Syariah. Keputusan Dewan Syariah itu mengarah
pada semua produk dan layanan di Bank Syariah. Jadi, Dewan Syariah
mengatur aturan-aturan agar bank syariah tidak keluar atau menyimpang dari
koridor yang seharusnya dan pada dasarnya setiap bank syariah haruslah
memiliki

Dewan

Syariah

masing-masing

agar

tetap

memantau

keberlangsungan produk-produk yang dijalankan tetap sesuai dengan


ketentuan syariah Islam.
Selain Keputusan Dewan Syariah, dasar hukum syirkah itu sendiri
berdasarkan pada Alquran dan Hadis.
1) Al-Quran

13

Firman Allah Taala: Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang


berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan
amat sedikitlah mereka ini. (QS. Shaad: 24)
Dan firman-Nya pula:


Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. (QS. An-Nisa: 12)
2) Hadits

:. .
:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah azza wa jalla
berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah
satunya tidak mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat,
Aku keluar dari keduanya. (HR. Abu Daud no.3383, dan Al-Hakim
no.2322).

14

BAB IV
PENUTUP
A Kesimpulan
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah,
al-muzaraah dan al-musaqah. Namun di Bank Muamalat itu sendiri hanya
terdapat syirkah untuk akad al-musyarakah yaitu Musyarakah Mutanaqisoh yang
terdiri untuk pembiayaan pembelian rumah, DP Nasabah sebagai Porsi Syirkah
Nasabah, Plafond BMI sebagai Porsi Syirkah Mualamat.
Syarat dalam menjalankan syirkah di Bank Muamalat, yaitu sesuai dengan
ketetapan persyaratan pembiayaan di Muamalat dengan memenuhi proses
administrasi dan pemenuhan persyaratan dokumen seperti biasanya yang
membedakan hanyalah adanya syarat ketentuan berapa besar jumlah yang akan
menjadi modal utama nasabah atau Bank Muamalat sendiri.
Landasan hukum untuk menjalankan syirkah di Bank Muamalat sendiri
selain mengacu Alquran dan Hadis QS. Shaad: 24, QS. An-Nisa: 12, HR. Abu
Daud no. 3383, dan Al-Hakim no. 2322 juga mengacu kepada Keputusan Dewan
Syariah. Keputusan Dewan Syariah itu mengarah pada semua produk dan layanan
di Bank Syariah yang mengatur aturan-aturan agar bank syariah tidak keluar atau
menyimpang dari koridor yang seharusnya.
H. Saran
Bank Muamalat telah memiliki produk syirkah yaitu Musyarakah
Mutanaqisoh untuk pembiayaan pembelian rumah, DP Nasabah sebagai Porsi
Syirkah Nasabah, Plafond BMI sebagai Porsi Syirkah Mualamat. Namun
alangkah lebih baik lagi jika produk syirkah ditambah karena dilihat dari jenisnya
syirkah itu sangat banyak sekali dan bukan hanya Musyarakah saja.
Selain itu juga Dewan Syariah bank tersebut juga harus menjada
konsistensinya dalam menjaga keberlangsungan produk syariah agar tetap berada
dijalur yang sesuai ketentuan Islam.

15

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. (1999). Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta:
Bank Indonesia & Tazkia Institute.
Hakim, C. (2001). Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah. 15.
Hasan, M. (2003). Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat).
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
(t.thn.). Dipetik Februari 27, 2016, dari http://www.academia.edu/Fikih-II-Syirkah

16

LAMPIRAN

Wawancara dilakukan via


email yang dilakukan

oleh

perwakilan

kelompok
yaitu

saudara
Gumelar

Fajar
dengan

saudara

Aldi

Rinaldi yang menjadi


narasumber.

17

Anda mungkin juga menyukai