Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Syirkah dan Mudharabah

A. Latar Belakang

Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang beraati campuran atau percampuran. Demikian
dinyatakan oleh Taqiyudin. Maksud percampuran di sini ialah seseoramg mempercampurkan
hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk di bedakan. Menurut Malikiyah
syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar.
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkan ‘inan, sedangkan syirkah
yang lain batal.

Sedangkan, Menurut bahasa Mudharabah atau qiradh diambil dari kata qordhu yang berarti
potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusahah
agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang
diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqabaradha yang berarti kesamaan, sebeb pemilik modal dan
pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.

Berdasarkan uraian di atas maka kami mempersembahkan makalah yang berjudul “Syirkah dan
Mudharabah” yang juga sebagai salah satu kewajiban memenuhi tugas pada mata perkuliahan
Agama Islam II. Diharapkan makalah yang sudah kami buat semaksimal mungkin ini, dapat berguna
bagi siapa saja. Dan semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita
semua.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam syirkah?

2. Apa Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam mudharobah?


C. Tujuan

Untuk mengetahui:

1. Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam syirkah.

2. Pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, dan macam-macam mudharobah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. SYIRKAH

A. Pengertian Syirkah

Secara bahasa kata asy-syirkah (‫ )الشركه‬berarti al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan. Yang
dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang
lain sehingga sulit untuk dibedakan. Sedangkan menurut istilah yaitu bentuk kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam sebuah usaha dengan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung
secara bersama.

B. Rukun Syirkah
Rukun syirkah ada 3, yaitu:

a) Adanya orang yang bersyirkah.

Yaitu sedikitnya terdiri dari dua orang, sedang banyaknya tidak terbatas.

b) Adanya sesuatu yang disyirkahkan.

Yaitu harus terdiri dari sesuatu yang jelas dan merupakan sesuatu yang menjadi kemauan mereka
serta yang dapat dilakukan atau dikerjakan oleh masing-masing.

c) Adanya Shighat.

Yaitu kalimat akad yang diucapkan oleh orang-orang yang sama bersyirkah sebagai pernyataan
persetujuan adanya syirkah itu sehingga terdapat rasa saling percaya mempercayai.

C. Syarat Syirkah

a) Modal harus jelas ukurannya baik timbangannya maupun hitungannya.

b) Bila modal itu terdapat dua jenis, maka harus terdiri dari sesuatu yang dapat di
campur sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi setelah dicampur.

c) Orang yang bersyirkah itu harus terdiri dari orang yang sudah baliqh dan berakal.

d) Peraturannya harus jelas, sehingga keuntungan dan kerugian sama-sama dirasakan.

Sedangkan mengenai barang modal disertakan dalam serikat, hendaklah berupa:


1) Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya selalu disebutkan dalam
bentuk uang.

2) Modal yang disertakan oleh masing-masing persero dijadikan satu, yaitu


menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul
modal itu.

D. Macam-macam Syirkah

Secara garis besarnya dalam syariat islam, syirkah itu dibedakan kepada dua bentuk, yaitu:

1. Sirkah Amlak

Sirkah amlak adalah beberapa orang memiliki secara bersama-sama sesuatu barang, pemilikan
secara bersama-sama atas sesuatu barang tersebut bukan disebabkan adanya perjanjian diantara
para pihak (tanpa ada akad/ perjanjian terlebih dahulu), misalnya pemilikan harta secara bersama-
sama yang disebabkan/ diperoleh karena pewarisan.

2. Sirkah Uqud

Sirkah uqud terbentuk disebabkan para pihak memang sengaja melakukan perjanjian untuk bekerja
bersama/ bergabung dalam suatu kepentingan harta (dalam bentuk penyertaan modal) dan
didirikannya serikat tersebut bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk harta.

E. Akad syirkah
Secara khusus akad Syirkah diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:

1) Syirkah ‘Inan.

‘Inan adalah serikat harta yang mana bentuknya adalah serupa: “akad” dari dua orang atau lebih
berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat keuntungan, dan
keuntungan itu untuk mereka yang berserikat, misalnya Perseroan terbatas (PT) CV, Firma, koperasi.

2) Syirkah Mufawadhah

Syirkah Mufawadhah ini dapat diartikan sebagai serikat untuk melakukan negosiasi, dalam hal ini
tentunya untuk melakukan suatu pekarjaan atau urusan, yang dalam istilah sehari-sehari sering
digunakan istilah partner kerja atau group. Dalam serikat ini pada dasarnya bukan dalam bentuk
permodalan, tapi lebih ditekankan kepada keahlian, misalnya Assosiasi-assosiasi atau group yang di
bentuk oleh para penasihat hukum seperti kantor pengacara dan penasihat hukum Muh. Iqbal, lubis,
SH dan partner.

3) Syirkah Wujuh

Syirkah Wujuh ini berbeda dengan serikat yang dikemukakan diatas. Dalam serikat ini yang dihimpun
bukan modal dalam bentuk uang atau skill, akan tetapi dalam bentuk “tanggung Jawab” dan tidak
ada sama sekali keahlian atau modal uang. Misalnya dua orang atau lebih membeli sesuatu tanpa
permodalan yang ada hanyalah berpegang kepada nama baik mereka dalam dunia bisnis, karena
prestasi atau profesionalisme kerjanya. Contohnya dipersamakan dengan komisioner, keagenan,
perantara.

4) Syirkah abdan

Syirkah abdan adalah bentuk kerjasama untuk melkukan sesuatu yang bersifat karya. Dengan mereka
melakukan karya tersebut mereka mendapat upah dan mereka membaginya sesuai dengan
kesepakatan yang telah mereka lakukan, dengan demikian dapat dikatakan serikat untuk melakukan
pemborongan. Misalnya tukang kayu, tukang batu, tukang besi berserikat untuk melakukan
pekerjaan membangun gedung.
F. Dasar hukum Syirkah

Dalil yang mendasari akad syirkah dapat dilihat dalam Al-Qur’an, Hadits dan Ijma. Dalam Al-Qur’an
Allah berfirman dalam surah Shad ayat 24:

‫َوِإَّن َك ِثيًرا ِم َن اْلُخَلَطاِء َلَيْبِغ ي َبْعُضُهْم َع َلى َبْع ٍض ِإال اَّلِذ يَن آَم ُنوا َو َع ِم ُلوا الَّصاِلَح اِت َو َقِليٌل َم ا ُهْم َو َظَّن َداُو ُد َأَّنَم ا َفَتَّناُه َفاْسَتْغ َفَر َر َّبُه َو َخ َّر‬
)٢٤( ‫َر اِكًعا َو َأَناَب‬

Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh;
dan Amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta
ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.

Dalam hadits:

‫ (رواه‬.‫ َفِإَذ ا َخ اَنُه َخ َر ْج ُت ِم ْن َبْيِنِهَم ا‬,‫ أنا َثاِلُث الَّش ِرْيَكْيِن َم ا َلْم َأَح ُدُهَم ا َص ا ِح َبُه‬: ‫ يقول هللا تعا لى‬:‫َع ِن الَّنِبى صلى هللا عليه وسلم قال‬
)‫أبوداودد‬
Dari Nabi SAW. Bersabda, Allah SWT. Berfirman : Aku adalah pihak ketiga diantara dua orang yang
berserikat selama salah satu dari keduanya tidak menghianati mitranya dan ketika menghianati,
maka aku keluar dari keduanya. (HR. Abu Daud).

G. Hikmah syirkah

1) Meningkatkan kesejahteraan bersama, terutama para anggota syirkah,

2) Menjalin hubungan silaturahim yang erat,

3) Menambah lapangan usaha atau kerja,

4) Menumbuhkan solidaritas antara sesama, dan

5) Mempererat tali persaudaraan.

B. MUDHARABAH

1. Pengertian mudharabah

Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah atau perkongsian. Istilah
mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh.
Dengan demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.
Menurut bahasa, qiradh diambil dari kata qordhu yang berarti potongan, sebab pemilik memberikan
potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusahah agar mengusahakan harta tersebut,
dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata
muqaradhah yang berarti kesamaan, sebeb pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama
terhadap laba.

Orang irak menyebutnya dengan istilah mudharabah. Sebab setiap yang melakukan akad memiliki
bagian dari laba, atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal
tersebut.

Mengenai pengertian mudharabah menurut istilah, diantara ulama fiqih terjadi perbedaan
pendapat, salah satunya adalah :

‫َاْن َيْد َفَع اْلَم ا ِلُك ِاَلَي اْلَع ا ِم ِل َم ا ًال ِلَيَّتِج َر ِفْيِه َو َيُك ْو ُن الِّر ْبُح ُم ْش َتِر ًك ا َبْيَنُهَم ا ِبَح ْس ِب‬

‫َم ا ُش ِر َطا‬.

Artinya: “Pemilik harta menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal
tersebut, dan laba dibagi di antara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”

Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik modal. Dengan kata lain , pekerja tidak bertanggung
jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari segi kesungguhan dan pekerjaanya yang
tidak akan mendapat imbalan jika rugi.

Dari pengertian diatas , dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak dibayarkan,
seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal memiliki hak untuk
mendapatkan laba sebab modal tersebut memilikinya, sedangkan pekerja mendapatkan laba dari
hasil pekerjaanya.

2. Dasar hukum mudharabah


Ulama’ fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-qur’an , Sunah,
Ijma’, dan Qiyas. Sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah , antara lain :

)‫َو َاَخ ُرْو َن َيْض ِرُبْو َن ِفْي اَالْر ِض َيْبَتُغ ْو َن ِم ْن َفْض ِل ِهللا (المزمل‬

Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagai karunia allah”. (QS. Al-
mujammil: 20)

‫َفِاَذ ا ُقِض َيِت الَّص َالُة َفا ْنَتِش ُرْو ا ِفي اَألْر ِض َو اْبَتُغ ْو ا‬

)٠٢:‫(الجمعة‬...... ‫ِم ْن َفْض ِل ِهللا‬

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilaah karuniaa
allah”. (QS. Al-Jumu’ah : 10).

)۱۹۸:‫َلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَناٌح َاْن َتْبَتُغ ْو ا َفْض ًالِم ْن َر ِّبُك ْم (البقرة‬

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari tuhan-Mu”.
(QS. Al-Baqarah : 198).[12]

b. As-sunah

Di antara hadist yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Majah
dari Shuhaib bahwanabi SAW, bersabda:
‫ َاْلَبْيُع ِاَلَي َاَج ٍل َو اْلُم َقاَرَض ُة َو َخ ْلُط اْلُبِّر ِبالَّش ِع ْيِر ِلْلَبْيِت‬: ‫َثَال ٌث ِفْيِهَّن اْلَبَر َك ُة‬

)‫َال ِلْلَبْيِع (رواه ابن ما جه عن صهيب‬

Artinya: “Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan
qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencamprkan gandum dengan jelas untuk
keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibn Majah dan Shuhaib).

Dalam hadist yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Abbas Muthalib jika
memberikan harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak melewati
lautan , menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar persyaratan tersebut, ia
harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaiakan kepada Rasulullah SAW. Dan beliau
membolehkannya.

c. Ijma’

Di antara ijma’ dalam mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari sahabat
menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat
lainya.

d. Qiyas

Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain
di antara manusia, ada yang miskin dan ada yang kaya. Distu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat
mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak
memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi
kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan meraka.
3. Syarat–syarat mudharabah

Syarat–syarat mudharabah ada 3 macam, sebagai berikut:

a. Syarat Aqidani (dua orang yang akan akad)

Di syaratkan orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam
mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi
wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir
dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di Negara islam.Adapun ulama malikiyah memahruhkan
mudharabah dengan kafir dzimmi jika mereka tidak melakukan riba dan melarangnya jika meraka
melakukan riba.

b. Syarat Modal

1) Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya.

2) Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.

3) Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat
akad.

Modal harus di berikan kepada pengusaha. Hal itu di maksudkan agar pengusaha dapat
mengusahakanya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.[13]

c. Syarat Laba

1) Laba harus memiliki ukuran.

2) Laba harus berupa bagian yang umum (masyhur).


4. Rukun mudharabah

Rukun mudharabah adalah ijab dan qobul yang dilakukan oleh orang yang layak yang melakukan
akad. Akad mudharabah tidak disyaratkan adanya lafadz tertentu, akan tetapi dapat diungkapkan
dengan bentuk apapun yang menunjukkan makna mudharabah. Akad dinilai dari tujuan dan
maknanya, bukan lafadz dan ungkapan verbal.[14]

5. Macam-macam mudharabah

Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:

a. Mudharabah muthlaqoh

Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib)
untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.
Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek
kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).

b. Mudharabah muqoyyadah

Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan
dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan seluruh uraian yang sudah di bahas di atas, maka kami dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Syirkah secara etimologi berarti percampuan, sedangkan menurut
terminologi ulama’ fiqih beragam pendapat. Seperti halnya menurut
malikiyah “perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharuf)
harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni
keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki
hak untuk tasharuf”. Dasar hukum syirkah ada tiga, yakni: Al-qur’an, Al-
hadist, dan Al-ijma’. Syarat syirkah ada tiga, yakni: lafad akad harus jelas,
anggota syirkah harus memenuhi syarat, dan modal harus jelas. Rukun
syirkah ada tiga, yakni: muwakil, wakil, dan muakkal fih. Sedangkan
macam-macam syirkah ada dua yakni: syirkah amla’ dan syirkah uqud.

2. Pengertian mudharabah sama halnya dengan qiradh yang berarti


potongan. Dasar hukum mudharabah ada empat, yakni: Al-qur’an, As-
sunah, ijma’, dan qiyas. Syarat mudharabah ada tiga, yakni: syarat aqidani,
syarat modal, syarat laba. Rukun mudharabah adalah ijab dan qobul.
Macam-macam mudharabah ada dua, yakni: mudharabah muthlaqoh dan
mudharabah muqoyyadah.

B. Saran

Setelah disusunnya makalah mengenai Agama Islam II ini, diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca khususnya di mata kuliah Agama Islam II. Disamping itu kami juga menyadari bahwa pada
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik maupun saran yang
membangun agar dalam pembuatan tugas selanjutnya lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an terjemah.

Mas’ud Ibnu dan Abidin Zainal. 1997. Fiqih madzhab syafi’I, buku 2. Bandung : Pustaka Setia.

Syafe’I Rachmat. 1997. Fiqih Muamalah. Bandung : Gunung Djati Press.

Sabiq Sayyid. 2004. Fiqih Sunnah, jilid 4. Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara.

Achmadi W. 2005. Islam jalan hidupku. Klaten : Cempaka putih.

[1] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 184

[2] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 185

[3] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 185

[4] Achmadi W, Islam jalan hidupku , (klaten: Cempaka putih 2005), hlm: 84

[5] Achmadi W, Islam jalan hidupku, ....... hlm: 84

[6] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S., Fiqih madzhab syafi’i, buku 2, ....... hlm : 115-116
[7] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 187

[8] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 187

[9] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 189

[10] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ...... hlm : 190-192

[11] Rachmat Syafe’I,, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 223-224

[12] Rachmat Syafe’I,, Fiqih Muamalah, ....... hlm : 225-226

[13] Rachmat Syafe’I, MA, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hlm : 228

[14] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 4(2004), hlm : 218

Anda mungkin juga menyukai