Anda di halaman 1dari 15

KEGIATAN BELAJAR 3

SYIRKAH DAN MUDARABAH

A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Peserta dapat menganalisis aturan hukum Islam dan dalil-dalil tentang
syirkah dan mudarabah serrta aplikasinya dalam masyarakat.

B. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menganalisis Pengertian, hukum, dan dasar hukum syirkah;
2. Membedakan jenis-jenis syirkah dan implementasi syirkah dalam
kehidupan sehari-hari;
3. Menganalisis cara-cara pemutusan kerjasama syirkah;
4. Menganalisis pengertian, hukum, dan dasar hukum mudarabah;
5. Menganalisis rukun dan syarat mudarabah;
6. Membedakan jenis-jenis mudarabah dan cara pemutusan kerjasama
mudarabah.

C. Uraian Materi
1. Konsep Syirkah dalam Kerjasama Perdagangan dan Jasa
a. Pengertian Syirkah
Secara bahasa, syirkah adalah bercampurnya harta dengan harta
yang lain sehingga keduanya tidak bisa dibedakan lagi. Jumhur ulama
kemudian menggunakan istilah ini untuk menyebut transaksi khusus,
meskipun tidak terjadi percampuran kedua harta itu karena yang
menyebabkan bercampurnya harta adalah transaksi. Dalam buku
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah, syirkah didefinisikan sebagai
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan.
Ulama mazhab mendefinisikan syirkah secara berbeda. Hanafiyah
menjelaskan bahwa syirkah adalah ungkapan adanya akad transaksi
antara dua orang yang bersekutu. Persekutuan ini terkait pokok harta
dan keuntungan. Malikiyah mendefinisikan bahwa syirkah adalah izin
pendayagunaan (tasharruf) harta milik dua orang yang bersekutu secara
bersama-sama. Keduanya juga saling mengizinkan jika ada salah satu

42
pihak yang ingin menggunakan harta tersebut. Syafi'iyah mendefiniskan
bahwa syirkah adalah ketetapan hak pada barang modal yang dimiliki
satu orang atau lebih. Ketetapan ini menggunakan cara yang masyhur
atau diketahui semua pihak terkait. Sedangkan Hanabilah berpendapat,
syirkah adalah perhimpunan hak atau pengolahan harta antara semua
pihak yang terkait.
Pada dasarnya definisi-definisi yang dikemukakan para ulama fikih
di atas hanya berbeda secara redaksional, sedangkan esensi yang
terkandung di dalamnya adalah sama, yaitu ikatan kerja sama yang
dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan. Dengan adanya
akad syirkah yang disepakati kedua belah pihak, semua pihak yang
mengikatkan diri berhak bertindak hukum terhadap harta serikat itu,
dan berhak mendapat keuntungan.
Kegiatan syirkah diperbolehkan sesuai dengan firman Allah dalam
QS Shad/38: 24 sebagai berikut:
ِّ ِّ ِّ َّٰ ‫ض إَِّّال ٱلَّ ِّذين ءامنو۟ا وع ِّملُو۟ا‬ ِّ ِّ ِّ ِّ
‫يل َّما ُه ْم‬
ٌ ‫ٱلصل َٰحت َوقَل‬ َ َ َُ َ َ ُ ‫َوإِّ َّن َكثريا رم َن ٱ ْْلُلَطَآء لَيَ ْبغى بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُه ْم َعلَ ٰى بَ ْع‬

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu


sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat
sedikitlah mereka ini.”
Dalah salah satu hadis Rasul saw. Abu Dawud meriwayatkan
bahwa:
" ‫ت ِّم ْن بَْينِّ ِّه َما‬ ِّ ‫ني ما َل َُين أَح ُد ُُها‬ ِّ
ُ ‫ فَِّإ َذا َخانَهُ َخَر ْج‬،ُ‫صاحبَه‬
َ َ َ ْ ُ ْ َ ِّ ْ ‫َّري َك‬ ِّ ‫ث الش‬
ُ ‫ أ َََن َثل‬:‫ول‬ َّ ‫ " إِّ َّن‬:‫ال‬
ُ ‫اّللَ يَ ُق‬ َ َ‫ َرفَ َعهُ ق‬،‫َع ْن أَِّيب ُهَريْ َرَة‬
Dari Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku
adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak
ada salah seorang di antara mereka yang berkhianat kepada
sahabatnya. Apabila ia telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari
keduanya”.
b. Rukun dan Syarat Syirkah
1) Sighat (lafaz akad)
2) Orang (pihak-pihak yang mengadakan serikat), yaitu pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan dalam mengadakan perserikatan.
3) Pokok pekerjaan (bidang usaha yang dijalankan). Dalam berserikat
atau kerja sama mereka (orang-orang yang berserikat) itu
menjalankan usaha dalam bidang apa yang menjadi titik sentral usaha
apa yang dijalankan. Orang orang yang berserikat harus bekerja

43
dengan ikhlas dan jujur, artinya semua pekerjaan harus berasas pada
kemaslahatan dan keuntungan terhadap syirkah. Adapun syarat-
syarat syirkah adalah:
1) Syirkah dilaksanakan dengan modal uang tunai
2) Dua orang atau lebih berserikat, menyerahkan modal,
mencampurkan antara harta benda anggota serikat dan mereka
bersepakat dalam jenis dan macam perusahaanya;
3) Dua orang atau lebih mencampurkan kedua hartanya, sehingga
tidak dapat dibedakan satu dari yang lainya;
4) Keuntungan dan kerugian diatur dengan perbandingan modal
harta serikat yang diberikan.
Adapun syarat-syarat orang (pihak-pihak) yang mengadakan
perjanjian serikat atau kongsi itu adalah:
1) Orang yang berakal;
2) Baligh;
3) Dengan kehendak sendiri (tidak ada unsur paksaan).
Sedangkan mengenai barang modal yang disertakan dalam
serikat dapat berupa:
1) Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya sering disebutkan
dalam bentuk uang);
2) Modal yang disertakan oleh masing-masing persero dijadikan
satu, yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi
dari mana asal-usul modal itu.
c. Jenis-jenis Syirkah
Syrikah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Syirkah amlak, yaitu persekutuan kepemilikan dua orang atau lebih
terhadap suatu barang tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak milik ini
dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Syirkah ikhtiyar (sukarela), yaitu syirkah yang lahir atas kehendak
dua pihak yang bersekutu. Contohnya, dua orang yang
mengadakan kongsi untuk membeli suatu barang atau dua orang
yang mendapatkan hibah atau wasiat di mana mereka berdua
menerimanya sehingga menjadi sekutu dalam hak milik;
b) Syirkah jabar (paksa), yaitu persekutuan yang terjadi antara dua
orang atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang
mendapatkan sebuah warisan sehingga barang waris menjadi hak
milik kedua orang yang bersangkutan.

44
2) Syirkah 'uqud yaitu transaksi yang dilakukan dua orang atau lebih
untuk menjalin persekutuan dalam harta dan keuntungan. Macam-
macam syirkah ‘uqud meliputi:
a) Syirkah al-amwal, yaitu persekutuan antara dua pihak pemodal
atau lebih dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal
bersama dan membagi keuntungan dan resiko kerugian
berdasarkan kesepakatan;
b) Syirkah a’mal atau syirkah abdan, yaitu persekutuan dua pihak
pekerja atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil atau
upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan
mereka;
c) Syirkah al-wujuh, yaitu persekutuan antara dua pihak pengusaha
untuk melakukan kerjasama dimana tiap-tiap pihak sama sekali
tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya
berdasarkan kepercayaan pihak ketiga;
d) Syirkah al-inan, yaitu sebuah persekutuan di mana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak
sama baik dalam hal modal, pekerjaan, maupun dalam hal
keuntungan dan resiko kerugian;
e) Syirkah al-Mufawadhah, yaitu sebuah persekutuan di mana posisi
dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah
sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, maupun dalam hal
keuntungan dan resiko kerugian.
c. Implementasi syirkah dalam masyarakat
Syirkah tidak hanya untuk sesama muslim. Kerja sama dalam bentuk
perserikatan atau perseroan tersebut dapat dilaksanakan dengan
berbagai pihak. Hukum melakukan syirkah dengan orang non muslim
adalah mubah. Namun orang Islam tidak boleh melakukan syirkah
untuk menjual barang-barang haram. Bagaimanapun juga, Islam tidak
membenarkan jual beli barang haram. Rasulullah saw. yang diceritakan
Nafi' dan Abdullah bin Umar bersabda:
ِّ ِّ َِّّ ‫ول‬
ِّ ‫اّللِّ ب ِّن ُعمر َعن رس‬ ِّ ِّ
‫وها‬ َ ‫ أَنَّهُ َدفَ َع إِّ ََل يَ ُهود َخْي ََب ََنْ َل َخْي ََب َوأَْر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اّلل‬
َ ُ‫ض َها َعلَى أَ ْن يَ ْعتَمل‬ ُ َ ْ َ َ ْ َّ ‫َع ْن ََنف ٍع َع ْن َعْبد‬
‫ َشطُْر ََثَِّرَها‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِّ‫اّلل‬َّ ‫ول‬ ِّ ‫ِّمن أَمو ِّاهلِّم ولِّرس‬
ُ َ َ ْ َْ ْ
“Dari Nafi', dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwasannya Rasulullah saw.
menyerahkan kepada bangsa Yahudi Khaibar kebun kurma dan ladang
daerah Khaibar, agar mereka yang menggarapnya dengan biaya dari

45
mereka sendiri, dengan perjanjian, Rasulullah saw. mendapatkan
separuh dari hasil panennya." (HR Bukhari).
d. Putusnya kerjasama syirkah
1) Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal di mana jika salah satu
pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang
lainnya. Hal ini disebabkan syirkah adalah akad yang terjadi atas
dasar rela sama rela dari kedua pihak yang tidak ada kemestian
untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak
menginginkannya lagi.
2) Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf
(keahlian mengelola harta) baik karena gila ataupun karena alasan
lainnya.
3) Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi apabila anggota syirkah
lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal saja.
Syirkah berjalan terus pada anggota yang masih hidup. Apabila
ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam
syirkah tersebut maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris
yang bersangkutan.
4) Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan. Pengampuan
yang dimaksud di sini baik karena boros yang terjadi pada waktu
perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5) Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi
atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan
oleh mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Hanafi berpendapat
bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang
dilakukan oleh yang bersangkutan.
6) Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas
nama Syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi
percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi yang
menanggung resiko adalah para pemilikya sendiri. Apabila harta
lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-
pisahkan lagi menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi
setelah dibelanjakan menjadi resiko bersama. Apabila masih ada
sisa harta syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang
masih ada.

2. Konsep Mudarabah dalam Kerjasama Permodalan


a. Pengertian Mudarabah

46
Istilah mudarabah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu
darb, yang memiliki arti memukul, berdetak, mengalir, berenang,
bergabung, menghindar berubah, mencampur, berjalan, dan lain
sebagainya. Secara terminologi mudarabah adalah bentuk kontrak
(perjanjian) antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengguna dana
(mudharib) untuk digunakan aktivitas yang produktif di mana
keuntungan dibagi kedua belah pihak antara pemilik modal dan
pengelola dana. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik
modal, jika kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal
(shahibul maal) tidak boleh intervensi kepada pengelola dana (mudharib)
dalam menjalankan usahanya.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000, definisi
mudarabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan
syariah kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha yang produktif.
Dalam pembiayaan ini posisi lembaga keuangan sebagai pemilik dana
dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan posisi pengelola
sebagai mudharib. Sedangkan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.
8/21/PBI/ 2006, pengertian mudarabah adalah penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan
metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan (net
revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya.
Didalam fikih muamalah, terminologi mudarabah
diungkapkan oleh ulama mazhab. Mazhab Hanafi berpandangan bahwa
mudarabah adalah suatu bentuk perjanjian dalam melakukan kongsi
untuk mendapatkan keuntungan dengan modal dari salah satu pihak
dan kerja (usaha) dari pihak lain. Mazhab Maliki berpandangan bahwa
mudarabah adalah penyerahan uang di muka oleh pemilik modal dalam
jumlah uang yang ditentukan kepada seorang yang akan menjalankan
usaha dengan uang tersebut disertai dengan sebagian imbalan dari
keuntungan usahanya. Mazhab Syafi’i mendefinisikan mudarabah
sebagai pemilik modal menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha
untuk dijalankan dalam suatu usaha dagang dengan keuntungan
menjadi milik bersama. Adapun mazhab Hambali mengemukakan
bahwa mudarabah adalah penyerahan barang atau sejenisnya dalam
jumlah yang jelas dan tertentu kepada orang yang mengusahakannya
dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya.

47
Selain empat mazhab di atas, pendapat lainnya mengenai
mudarabah diungkap juga oleh Ibn Rusyd, Sayyid Sabiq, dan
Abdurrahaman al-Jaziri. Dalam kitab “Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-
Muqtashid”, Ibn Rusyd menyamakan isitilah mudarabah dengan qirad
atau muqaradhah. Ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama
sebagai perkongsian modal dan usaha. Di dalam kitab tersebut Ibn
Rusyd tidak terlalu banyak membahas mengenai definisi mudarabah
karena telah dibahas secara lengkap oleh ulama lain khususnya imam
mazhab.
Landasan hukum mudarabah terdapat dalam QS al-
Muzzammil/73: 20, yaitu:
ِ‫ّٰللا‬
‫ض ِل ه‬ ِ ‫َو ٰاخ َُر ْونَ يَض ِْرب ُْونَ فِى ْاْلَ ْر‬
ْ َ‫ض يَ ْبتَغُ ْونَ ِم ْن ف‬
“Dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah swt.”
Demikian pula Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
bersabda:
»‫ت َال لِّلْبَ ْي ِّع‬
ِّ ‫ لِّلْب ي‬،‫ وأَخ َال ُط الْ ِّب ِّابلشَّعِّ ِّري‬،ُ‫ضة‬
َْ ‫ُر‬ ْ َ َ ‫ َوالْ ُم َق َار‬،‫َج ٍل‬ ِّ ِّ ٌ ‫ «ثََال‬:‫اّللِّ صلَّى هللا علَي ِّه وسلَّم‬
َ ‫ الْبَ ْي ُع إ ََل أ‬،ُ‫ث ف ِّيه َّن الََْبَكة‬ َ َ َ ْ َ ُ َ َّ ‫ول‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ق‬
Rasulullah saw. bersabda, "Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudarabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan
untuk dijual". (H.R. Ibnu Majah).
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah
berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara
mudarabah. Qiyas merupakan dalil lain yang membolehkan mudarabah
dengan meng-qiyas-kannya (analogi) kepada transaksi musaqat, yaitu
bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal
ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan
menyiram, memelihara, dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian
ini, sang perawat (penyiram) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai
dengan kesepakatan di depan dari output perkebunan (pertanian).
Dalam mudarabah, pemilik dana (shahibul maal) dianalogikan dengan
pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan kebun dianalogikan dengan
pengusaha (entrepreneur).
b. Rukun Mudarabah
Rukun dalam mudarabah berdasarkan jumhur ulama ada tiga, yaitu:
dua orang yang melakukan akad (al-aqidani), modal (ma'qud alaih), dan

48
shighat (ijab dan qabul). Sedangkan ulama Syafi'iyah lebih memerinci
lagi menjadi enam rukun, yaitu:
1) Pemilik modal (shahibul maal);
2) Pelaksanaan usaha (mudarib atau pengusaha);
3) Akad dari kedua belah pihak (ijab dan kabul);
4) Objek mudarabah (pokok atau modal);
5) Usaha (pekerjaan pengelola modal);
6) Nisbah keuntungan.
c. Syarat-syarat Mudarabah
1) Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (aqidain),
yaitu:
a) Cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai orang yang
berakad (aqid).
b) Pemilik dana tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi
kepada pengelola dana.
2) Syarat terkait dengan modal, antara lain yaitu:
a) Modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya;
b) Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset
diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan memiliki nilai
atau historinya pada saat mengadakan kontrak;
c) Besarnya ditentukan secara jelas di awal akad;
d) Modal bukan merupakan pinjaman (hutang);
e) Modal diserahkan langsung kepada pengelola dana dan secara
tunai;
f) Modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang
disepakati;
g) Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu
penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa akad
mudarabah.
3) Syarat yang terkait dengan keuntungan, antara lain yaitu:
a) Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan;
b) Pemilik dana siap mengambil risiko rugi dari modal yang
dikelola;
c) Penentuan angka keuntungan dihitung dengan persentase hasil
usaha yang dikelola oleh pengelola dana berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak;
d) Pengelola dana hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal
yang telah diinvestasikan dalam usaha;

49
e) Pengelola dana berhak memotong biaya yang berkaitan dengan
usaha yang diambil dari modal mudarabah.
4) Kegiatan usaha oleh pengelola (mundarib), sebagai pertimbangan
(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus
memperhatikan hal-hal berikut:
a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mundarib, tanpa campur
tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk
melakukan pengawasan;
b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudarabah, yaitu keuntungan.
c) Pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudarabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
d. Prinsip-prinsip Mudarabah
1) Prinsip berbagi keuntungan di antara pihak-pihak yang melakukan
akad mudarabah. Laba bersih yang telah diperoleh harus dibagi
antara pemilik dana dan pengelola dana secara adil sesuai dengan
porsi yang sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pembagian laba ini harus dilakukan setelah adanya pengurangan
biaya-biaya dan juga modal dari pemilik dana telah dikembalikan
secara utuh.
2) Prinsip bagi kerugian di antara masing-masing pihak yang berakad.
Dalam mudarabah, asas keseimbangan dan keadilan terletak pada
pembagian kerugian apabila usaha yang dijalankan pengelola dana
mengalami kerugian. Kerugian tersebut dapat ditanggung oleh
pemilik dana, akan tetapi apabila terbukti ada kelalaian yang
dilakukan oleh pengelola dana, maka pengelola dana yang akan
menanggung kerugian tersebut.
3) Prinsip kejelasan. Sebelum melakukan kontrak mudarabah ini, antara
pemilik dana dan pengelola dana harus jelas dalam menyatakan
modal yang disertakan, syarat-syarat, porsi bagi hasil yang akan
diterima oleh masing-masing pihak dan juga jangka waktu
berlakunya akad tersebut.
4) Prinsip kepercayaan dan amanah. Unsur terpenting dalam melaksana-
kan akad mudarabah ini adalah saling percaya. Pemilik dana
mempercayakan dananya untuk dikelola oleh pengelola dana

50
(mudarib). Pemilik dana bisa saja membatalkan kontrak perjanjian
akad mudarabah tersebut apabila sudah tidak ada rasa saling percaya.
5) Prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian menjadi kunci
keberhasilan dari berlangsungnya akad mudarabah. Apabila prinsip
kehati-hatian ini tidak dimiliki oleh masing-masing pihak, maka yang
terjadi akan menimbulkan kerugian finansial, waktu, dan juga tenaga.
e. Jenis-jenis Mudarabah
1) Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah mutlaqah merupakan akad mudarabah yang
digunakan untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sesuai dengan
permintaan pemilik dana (shahibul maal). Pembiayaan mudarabah
mutlaqah juga disebut dengan investasi pemilik dana kepada bank
syari’ah. Bank syari’ah tidak mempunyai kewajiban untuk mengganti
rugi atas pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau
kesalahan bank sebagai mudarib. Sebaliknya, apabila kesalahan atau
kelalaian dalam mengelola dana investor (shahibul maal) dilakukan
secara sengaja, maka bank syari’ah wajib mengganti semua dana
investasi mudarabah mutlaqah. Penerapan mudarabah mutlaqah dapat
berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan
dana yaitu mudarabah dan deposito mudarabah. Berdasarkan prinsip
ini tidak ada pembatasan dalam menggunakan dana yang dihimpun.
2) Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah merupakan akad mudarabah yang mana
dalam melakukan kegiatan usahanya, pemilik dana (shahibul maal)
memberikan syarat-syarat tertentu atau dibatasi dengan adanya
spesifikasi tertentu kepada pengelola dana. Adanya pembatasan ini
sering kali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal
dalam jenis dunia usaha. Mudarabah muqayyadah atau disebut juga
dengan istilah restricted mudarabah atau specified mudarabah adalah
kebalikan dari mudarabah mutlaqah.
Akad mudarabah muqayyadah ada dua macam, yaitu:
1) Mudarabah muqayyadah on balance sheet, yaitu akad kerja sama
usaha yang mana mudharib ikut menanggung resiko atas
kerugian dana yang diinvestasikan oleh shahibul maal. Dalam akad
ini, shahibul maal juga memberi batasan secara umum misalnya,

51
batasan tentang jenis usaha, jangka waktu pembiayaan, dan sektor
usahanya. Karakteristik jenis simpanan ini:
(1) Pemilik dana harus wajib menetapkan syarat atau membuat
akad yang wajib di penuhi oleh mudharib.
(2) Bank wajib memberitahu pemilik dana mengenai nisbah
dan tata cara bagi hasil serta pembagian secara risiko yang
dicantumkan dalam akad.
(3) Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti
simpanan khusus yang memisahkan dana dari rekening
lainnya.
(4) Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan
sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada
deposan.
2) Mudarabah muqayyadah of balance sheet, yaitu jenis mudarabah
yang merupakan penyaluran dana mudarabah langsung kepada
pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara
yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana
usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha
yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya. Karakteristik jenis
penyimpanan ini di antaranya:
(1) Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti
simpanan khusus yang memisahkan dana dari rekening
lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam
rekening administratif.
(2) Dana simpanan khusus harus disalurkan langsung kapada
pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
(3) Bank menerima komisi atas jasanya mempertemukan kedua
belah pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana
usaha berlaku nisbah bagi hasil.
f. Ketentuan Pembiayaan Mudarabah
Menurut Antonio, skema pembiayaan mudarabah dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:

52
Adapun penjelasan ketentuan pembiayaan mudarabah adalah sebagai
berikut:
1) Nasabah (mudharib) mengajukan pembiayaan kepada bank (shahibul
maal) atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan
negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh
nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan oleh pihak
bank. Pada tahap negosiasi tercapai kesepakatan berarti sudah
terjadi asas konsensualisme.
2) Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang
dibutuhkan. Pada tahap ini data diartikan sebagai asas formalisme.
Di mana akad terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian
sesuai dengan peraturan yang berlaku, bank sebagai shahibul maal
(pihak pertama), dan nasabah sebagai mudharib (pihak kedua).
3) Nasabah menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah
disepakati.
4) Nasabah memberikan nisbah bagi hasil atau nilai keuntungan
sesuai dengan nilai kontrak. Lazimnya dibayarkan secara regular
dalam interval per-bulan.
5) Perjanjian pembiayaan akad mudarabah selesai sesuai dengan nota
perjanjian atau sebagian pihak mengakhiri dengan beberapa alasan
peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.
Menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN/IV/2000, ketentuan
umum pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana)
membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola
usaha.

53
3) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak (LKS dengan pengusaha).
4) Mundarib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut
serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi
mempunyai hak melakukan pembinaan dan pengawasan.
5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam
bentuk tunai dan bukan piutang.
6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
dari mundharabah. Kecuali dari mudharib (nasabah) melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai, menyalahi perjanjian.
7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudarabah tidak ada jaminan,
namun agar mundharib tidak melakukan penyimpangan, LKS
dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan
ini dapat dicairkan apabila mundarib terbukti melakukan hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.
8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan
dalam fatwa DSN-MUI.
9) Biaya operasional dibebankan pada mudharib.
10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban
atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib
berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

D. Kontekstualisasi Nilai-nilai Moderasi Beragama dalam Materi Syirkah dan


Mudarabah
Syirkah dan mudarabah merupakan kerjasama antara dua pihak atau
lebih dalam perdagangan, hanya saja dalam syirkah semua pihak terlibat dalam
penyediaan modal dan dalam menjalankan usaha sedangkan dalam
mudarabah, salah satu pihak menjadi penyedia modal sedangkan pihak lan
menjalankan usaha. Dalam mudarabah, pihak pemberi modal tidak terlibat
dalam menjalankan usaha dan akan mendapat keuntungan berdasarkan
perjanjian antara mereka.
Dalam kajian syirkah dan mudarabah, terdapat pandangan ulama yang
berbeda. Perbedaan pandangan ulama ini memberi peluang kepada umat Islam
untuk menerima salah satu di antara pandangan yang berbed tersebut tanpa
mencela dan menyalahkan pandangan yang lain. Hal ini merupakan bentuk

54
tasamuh (toleransi) sebagai implementasi dari nilai moderasi beragama.
Demikian pula dalam menentukan keuntungan yang akan diperoleh semua
pihak yang terlibat dalam syirkah dan mudarabah didahului oleh adanya
musyawarah sehingga tidak terdapat perselisiahan dalam membagi
keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini juga merupakan implementasi salah
satu di antara nilai-nilai moderasi beragama.
Selain nilai moderasi beragama tersebut, nilai moderasi beragama apa saja
yang dapat Saudara peroleh dari syirkah dan mudarabah?

E. Latihan
Hasyim berencana membeli rumah untuk ditinggali bersama keluarganya,
tetapi ia tidak memiliki cukup uang untuk membayar secara kontan. Untuk
mengatasi hal tersebut, Hasyim bermohon ke sebuah bank syariah untuk
memperoleh fasilitas kredit perumahan. Dalam transaksi antara Hasyim dan
pihak bank, ditetapkan ketentuan bahwa pihak bank akan membelikan rumah
yang diinginkan Hasyim yang berharga Rp 200.000.000,- secara kontan lalu
pihak bank menjual kepada Hasyim rumah tersebut seharga Rp 275.000.000,-
yang akan dilunasi dalam jangka 5 (lima) tahun.
Tugas: Baca dan analisis kasus tersebut di atas lalu kemukakan jawaban Saudara
terhadap pertanyaan berikut!
1) Apakah akad yang dilakukan antara Hasyim dan pihak bank termasuk
akad riba?
2) Bila pihak bank meminjamkan uang kepada Hasyim untuk membeli
rumah seharga Rp 200.000.000,- dan akan membayar kepada bank
sebesar Rp 275.000.000,- selama lima tahun, bagaimana hukum akad
tersebut?
3) Bagaimana pula hukumnya bila pihak bank menitipkan uang pembeli
rumah kepada Hasyim seharga Rp 200.000.000,- sebagai pihak yang
akan membeli rumah tersebut dari bank?

F. Daftar pustaka
Ismail. Perbankan Syari'ah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.
Naf'an. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.
Umam, Khotibul. Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya
di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pres, 2016.

55
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI, Jakarta: Gaung Persada, 2006.
Dahlan, Ahmad. Bank Syariah: Teoritik Praktik Kritik, Yogyakarta: Teras, 2012.
Afandi, M. Yazid. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syariah, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.
Nurhasanah, Neneng. Mudharabah dalam Teori dan Praktik, Bandung: Refika
Aditama, 2015.
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syari'ah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.

56

Anda mungkin juga menyukai