Disusun Oleh :
Kelompok5-ES4D
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Musyarakah (syirkah) adalah penggabungan harta untuk dijadikan modal
usaha dan hasilnya yang berupa keuntungan yang dibagi sesuai nisbah bagi hasil yang
disepakati atau proporsional, dan kerugian dibagi secara proporsional. Modal usaha
(ra’s al-mal) merupakan konsep yang melekat pada kegiatan usaha yang
menggunakan akad syirkah dan mudharabah. Secara akademis, syirkah dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu syirkah klasik dan syirkah kontrmporer.
Adapun dalam Kitab Lisan al-‘Arab karya Ibn Manzhur, sebagaimana
dijelaskan Muhammad Abdullah ‘Athiqi dalam Kitab ‘Uqud al-Syirkat, dijelaskan
bahwa dalam syirkah terhadap milik masing-masing mitra yang porsinya harus jelas,
baik setengahnya, sepertiganya, atau sepersepuluhnya. Adapun menurut ulama
Hanafiah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah penggabungan dua
bagian harta atau lebih sehingga tidak diketahui bagian yang satu dari yang lainnya.
Usaha syirkah termasuk usaha yang bersifat profit and loss share (bagi untung
dan bagi rugi). Cara membaginya dapat dilakukan dengan salah satu dua acara
penentuan nisbah, yaitu nisbah bagi jasil secara proporsional dan nisbah bagi hasil
kesepakatan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka kami akan mencoba menjelaskan
akad musyarakah tentang bagaiman cara melakukannya dan apa saja syaratnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian akad Musyarakah?
2. Bagaimana dasar hukum akad Musyarakah?
3. Bagaimana rukun dan syarat akad Musyarakah?
4. Apa saja macam-macam akad Musyarakah?
5. Bagaimana aplikasi akad Musyarakah dalam lembaga keuangan syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
3
Jaih Mubarok, Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyyah Akad Syirkah dan Mudharabah, Simbiosa Rekatama
Media, Bandung, 2019, hal. 28.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al Mughni, telah berkata: “Kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legitimasi masyarakat secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya”.4
4. Fatwa DSN tentang Akad Musyarakah
Ketentuan pembiayaan musyarakah terdapat pada fatwa DSN-MUI No.08
Tahun 2000, sebagai berikut:5
a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-
hal berikut:
1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
5. Seseorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
c. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
1. Modal
a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
lainnya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta: 2010, hal. 91.
5
Ghufron Ajib, Fiqh Muamalah II Kontemporer-Indonesia, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang: 2015, hal. 177-181.
barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para
mitra.
b) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali
atas dasar kesepakatan.
c) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan.
2. Kerja
a) Partisipasi para mitra dealam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masingmasing dalam
organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
3. Keuntungan
a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan
diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
c) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
d) Kerugian Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya operasional dan persengketaan
a) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
6
Ibid, hal. 52.
7
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2015, hal. 49-50.
1. Syirkah Al-Amlak
Syirkah Al-Amlak (syirkah milik) adalah ibarat dua orang atau lebih memilikkan
suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah. Dari definisi tersebut, dapat
dipahami bahwa syirkah milik adalah suatu syirkah dimana dua orang atau lebih
bersama-sama memiliki suatu barang tanpa melakukan akad syirkah. Contoh, dua
orang diberi hibah ssebuah rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleh
dua orang melalui hibah, tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah
tersebut. Dalam syirkah al-amlak, terbagi dalam dua bentuk, yaitu:
a. Syirkah al-jabr
Berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa.
b. Syirkah Ikhtiyariyah
Yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang timbul karena perbuatan orang-
orang yang berserikat.
2. Syirkah Al-Uqud
Syirkah al-uqud (contractual partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan yang
sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan
untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi untuk keuntungan
dan risiko. Syirkah al-Uqud dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Syirkah Mufawwadah. Merupakan akad kerja sama usaha antar dua pihak atau
lebih, yang masing-masing pihak harus menyerahkan modal dengan porsi
modal yang sama dan bagi hasil atas usaha atau risiko ditanggung bersama
dengan jumlah yang sama. Dalam syirkah mufawwadah, masing-masing mitra
usaha memiliki hak dan tangung jwab yang sama.
b. Syirkah Inan. Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih,
yang masing-masing mitra kerja harus menyerahkan dana untuk modal yang
porsi modalnya tidak harus sama. Pembagian hasil usaha sesuai dengan
kesepakatan, tidak harus sesuai dengan kontribusi dana yang diberikan.
Dalam syirkah inan, masing-masing pihak tidak harus menyerahkan modal
dalam bentuk uang tunai saja, akan tetapi dapat dalam bentuk aset atau
kombinasi antara uang tunai dan asset atau tenaga.
c. Syirkah Al-‘Amal. Syirkah al-‘amal adalah kontrak kerja sama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan
dari pekerjaaan itu. Misalnya kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini kadang disebut dengan
syirkah abdan atau sanaa’i.
d. Syirkah Al-Wujuh Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prastise yang baik serta ahli dalam bisnis, mereka membeli barang
secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.
Mereka membagikan berdasarkan jaminan kepada penyedia barang yang
disiapkan oleh setiap rekan kerja. Sayyid Sabiq memberikan definisi syirkah
al-wujuh yaitu dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal,
melainkan semata berdagang kepada nama baik dan kepercayaan pada
pedagang kepada mereka. Syirkah ini disebut juga syirkah tanggung jawab
tanpa kerja dan modal.
e. Syirkah Mudharabah. Merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih
yang mana satu pihak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana 100%
untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak menyerahkan modal dan hanya
sebagai pengelola atas usaha yang dijalankan, disebut mudharib.
b. Semua pihak, termasuk bank syariah, berhak ikut serta dalam manajemen
proyek tersebut.
c. Semua pihak secara bersama-sama menentukan posisi keuntungan yang akan
diperoleh dan pembagian keuntungan ini tidak sebanding dengan penyertaan
modal masing-masing.
d. Bila proyek teryata rugi, maka semua pihak ikut menanggung kerugian
sebanding dengan penyertaan modal.8
Mitra 1 Mitra 2
Akad Musyarakah
Proyek Usaha
Hasil usaha:
Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah, Apabila rugi, akan ditanggung sesuai proporsi modal
Keterangan:
8
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Kakuba Dipantara, Yogyakarta, 2015, hal. 123-124
penandatanganan kontrak musyarakah dengan nasabah sebagai mitra dihadapan
notaris.
b. Bank dan nasabah mengontribusikan modalnya masing-masing dan nasabah
sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan
kesepakatan dan kemampuan terbaiknya.
c. Hasil evaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keutungan
yang diperoleh akan dibagi antara bank dan nasabah sesuai dengan porsi yang
telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian, maka kerugian ditanggung
proporsional terhadap modal masing-masing mitra.
d. Bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan
metode perhitungan yang telah disepakati.9
9
Riyal Yahya, dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah Teori dan Praktik Kontemporer, Salemba empat, jakarta,
2009, hlm. 154
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Akad musyarkah adalah akad kerja sama penggabungan (pencampuran) harta
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama
sesuai dengan kesepakatan (perjanjian). Terdapat dasar hukum mengenai akad
musyarakah yaitu al-qur’an, hadits, ijam’, dan fatwa DSN. Ada beberapa macam akad
musyarakah: Syirkah Al-Amlak, dan Syirkah Al-Uqud.
Dan dalam pelaksanaan akad musyarakah terdapat rukun dan syaratnya yang
terdiri dari Ijab-qabul (sighat), Dua pihak yang berakad (‘aqidani), dan Objek aqad
(mahal). Terdapat fatwa DSN MUI No.08 Tahun 2000 tentang akad musyarakah. Dan
dalam pengaplikasian akad musyarakah dalam lembaga keuangan, ada beberapa
ketentuan yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan musyarakah dalam
perbankan syariah. Dan yang terakhir terdapat skema akad musyarakah, yang dapat di
lihat dalam makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2017.
Naf’an, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2014.
Mubarok, Jaih dan Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyyah Akad Syirkah dan
Mudharabah, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2019.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani,
Jakarta: 2010.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2015.
Ajib, Ghufron, Fiqh Muamalah II Kontemporer-Indonesia, CV. Karya Abadi Jaya,
Semarang: 2015.
Mustofa, Imam, Fiqih Muamalah Kontemporer, Kakuba Dipantara,Yogyakarta, 2015.
Yahya, Riyal, dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah Teori dan Praktik Kontemporer,
Salemba empat, Jakarta, 2009.