Dari aspek bahasa, syirkah atau perseroan bermakna penggabungan ikhtilath, yaitu
penggabungan antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit debedakan antara yang satu
dengan yang lainnya.1
Secara termologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli fiqih.
Ulama Malikiyah mendefinisikan syirkah sebagai izin seseorang untuk tasarruf hartanya kepada
orang lain seperkongsian dengan tetap melekatnya hak masing-masing.2adapun ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa syirkah yaitu tetapnya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih karena
berkongsi.3Sedangkan menurut ulama Hanafiah definisi syirkah adalah akad antara dua orang
yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.4
Jika diperhatikan dari tiga definisi di atas sesungguhnya perbedaan hanya bersifat
redaksional, namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara
bersama.
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam Islam. Kedudukan itu diperkuat
oleh al-Quran, hadis, dan ijma ulama. Dalam al-Quran terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan
pentingnya syirkah di antaranya terdapat dalam al-Quran
1
Wahbah zuhaili, al-fiqih al-Islam wa Adilatuh, Dar Al-Fikr, Jilid. IV., t.t., hlm. 792.
2
Lihat Al-syarh al kabir Ma’a hasyyahyah Al Dasuqi, Jilid. III, hlm. 348.
3
Ibnu Qudamah, Mughni Al-Muntaj, t.p., M. J. II, 1974, hlm. 211.
4
Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 2006, Juz III, hlm. 931.
5
Pradja Juhaya, Fiqih Muamalah Perbandingan., hlm.203.
6
Ibid.
َو ِإَّن َك ِثيًرا ِم َن اْلُخَلَطاِء َلَيْبِغ ي َبْعُضُهْم َع َلٰى َبْع ٍض ِإاَّل اَّلِذ يَن آَم ُنوا َو َع ِم ُلوا الَّصاِلَح اِت
َو َقِليٌل َم ا ُهْم
Hadis Nabi SAW juga menguatkan isyarat syirkah seperti dalam sebuah Hadis Qudsi7
َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر َفَع ُه َقاَل ِإَّن َهللا َيُقوُل َأَنا َثاِلُث الَّش ِر يَك ْيِن َم ا َلْم َيُخ ْن َأَح ُدُهَم ا
َص اِحَبُه َفِإَذ ا َخاَنُه َخ َر ْج ُت ِم ْن َبْيِنِه َم ا
Artinya: Aku adalah pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi dua orang yang
melakukan syirkah, selama salah seorang diantara mereka tidak berkhianat
kepada mitranya. Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan
keluar dari mereka (tidak melindungi).
Berdasarkan sumber hukum di atas bahwa legalitas syirkah didukung oleh syariat, bahkan
merupakan tuntutan saat dibutuhkan karena syirkah merupakan wasilah untuk mencapai
keberuntungan, taufik, dan kemenangan bagi para pihak yang berkongsi karena keberpihakan
Allah SWT kepada mereka, maka secara ijma para ulama sepakat hukum syirkah itu
diperbolehkan.
7
Mas’adi Ghufron, Fikih Muamalah Kontekstual., hlm.192