Anda di halaman 1dari 12

Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang

Menurut Syafi’iyah dan Malikiyah, akad wadi’ah didefinisikan sebagai sebuah akad


memberikan orang lain sebuah perwakilan (agensi) untuk menjaga barang atau kepemilikan yang
sah. Misalnya: menitipkan barang berupa anggur (penitipan sebelum orang memeluk agama
islam), kulit yang bisa disamak. Disisi lain, penitipan tidak boleh berupa barang yang tidak
menjadi kepemilikan  penuh, contoh Barang yang dilarang penggunaannya dan properti yang
hilang. Syirkah yaitu transaksi (akad). Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya
menggambarkan tujuan, pengaruh, dan hasil perkongsian. Mudharabah berasal dari kata dharb,
yang secara etimologis berarti bepergian atau berjalan. Al Qur’an  tidak secara langsung
menunjukan arti dari mudharabah tersebut. Namun secara implisit,kata dasar dha-ra-ba yang
merupakan kata dasar mudharabah disebutkan di dalam Al Qur’an sebanyak lima puluh  delapan 
kali (Abdullah Saeed, 2008). Wahbah  Zuhayli (2007) menjelaskan  salah  satu arti
dari mudharabah adalah melakukan perjalanan di muka bumi (al sir fi al-ardh).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada materi ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan dari Wadi’ah, Syirkah, dan Mudharabah?
2. Sebutkan dasar hukum Wadi’ah, Syirkah dan Mudarabah?
3. Jelaskan rukun dan syarat dari Wadi’ah dan Syirkah?
4. Jelaskan definisi Mudarabah?

C. Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan Wadi’ah, Syirkah, Mudarabah
2. Memahami apa yang dimaksud dengan Wadi’ah, Syirkah, Mudarabah
3. Memahami dasar hukum – Nya

1
Bab II
Pembahasan

A. Pengertian Wadi’ah, Syirkah, dan Mudharabah

Secara etimologi kata wadi’ah berasal dari kata wada’a asy - sya’i yang berarti meninggalkan
sesuatu. Secara terminologi sesuatu yang dititpan oleh seseorang kepada oranag lain agar
dijaganya dan tanpa konpentesi (ganti). Menurut Imam Mazhab wadi’ah adalah menerima serta
memelihara titipan barang seseorang merupakan ibadah yang disunahkan. Memeliharanya
mendapat pahala dan penerima titipan tidak dikenakkan dhaman (jaminan), kecuali dengan
kesalahan yang disengaja. Jika terjadi perselihan antara penitip dan penerima titipan, yang
dibenarkan adalah perkataan penerima titipan berdasarkan sumpah1.

Secara bahasa al-wadau berarti meninggalkan, sedangkan al-wadiah adalah suatu barang


tertentu yang ditinggalkan oleh pemilik kepada selain pemiliknya.  Beberapa ulama berbeda
pendapat dalam memberikan nama terhadap akad ini, ada yang berpendapat bahwa akad yang
berlaku disebut dengan akad ‘ida bukanlah wadah dikarenakan wadiah adalah barangnya namun
ada juga yang berpendapat bahwa akad ini bisa disebut akad ‘ida’ ataupun akad wadiah2.

Akad wadiah secara istilah, menurut  Hanafiah adalah melimpahkan kepada orang lain untuk
menjaga harta seseorang dengan cara jelas/terang (explisit) atau tersirat (implisit). Contoh apabila
secara jelas/terang, misal: datang seorang laki-laki berkata pada temannya: “aku titipkan ini
padamu” dan orang tersebut menerimanya maka ini disebut secara terang. Namun, ketika ada
seorang laki-laki datang dan dia menyerahkan kepada orang lain didepannya dan pihak lain
menerimanya kemudian langsung pergi maka ini yang disebut menggunakan isyarat/tersirat3.

Syirkah atau syarikah secara etimologis adalah percampuran atau kemitraan antara beberapa
mitra, atau perseroan. Syarik adalah anggota dalam perseroan bersama mitranya untuk suatu
pekerjaan atau urusan sehingga semua anggota menjadi satu kesatuan. Atau bisa juga Syirkah .
Syirkah yaitu transaksi (akad). Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan
tujuan, pengaruh, dan hasil perkongsian4.

Istilah mudharabah dapat disebut juga dengan qiradh/muqaradhah. Hal ini dikarenakan


istilah mudharabah lebih  dikenal dan dipergunakan oleh penduduk Irak yang  mayoritas
mengikuti mazhab Hanafi dan  Hambali. Sedangkan qiradh merupakan isitilah yang sering
dipergunakan oleh penduduk Hijaz yang mayoritas mengikuti mazhab Maliki dan Syafi’i. Tetapi
pada  dasarnya pengertian  dari kedua istilah tersebut  mempunyai  makna yang serupa.

 Mudharabah menurut Ulama Mazhab

1
Khaeruddin sugianto
2
UIN Alauddin Makasar artiket akad Wadiah pada bank Syariah
3
UIN Alauddin Makasar artiket akad Wadiah pada bank Syariah
4
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam
Pandangan 4 Madzhab (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2014), 261

2
Di  dalam  fikih  muamalah,  terminologi mudharabah diungkapkan oleh ulama mazhab, yang
diantaranya sebagai berikut5: 

1. Mazhab Hanafi : mudharabah adalah suatu bentuk perjanjian dalam melakukan


kongsi untuk mendapatkan keuntungan  dengan  modal  dari  salah  satu pihak dan
kerja (usaha) dari pihak lain.

2. Mazhab Maliki : mudharabah adalah penyerahan uang dimuka   oleh pemilik  


modal dalam jumlah uang   yang ditentukan  kepada  seorang  yang  akan 
menjalankan usaha dengan  uang tersebut disertai  dengan  sebagian  imbalan dari
keuntungan usahanya.

3. Mazhab Syafi’i : definisi mudharabah yaitu  pemilik  modal  menyerahkan 


sejumlah uang   kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu usaha  dagang 
dengan  keuntungan  menjadi  milik bersama antara   keduanya.   

4. Mazhab   Hambali : mudharabah adalah  penyerahan  barang  atau  sejenisnya


dalam  jumlah  yang jelas  dan  tertentu  kepada  orang  yang mengusahakannya 
dengan  mendapatkan  bagian  tertentu dari keuntungannya.

 Mudharabah menurut Ulama lainya 

Selain  empat  mazhab  di  atas, pendapat  lainnya mengenai mudharabah diungkap juga


oleh Ibn Rusyd, Sayyid Sabiq dan Abdurrahaman  Al-Jaziri. Menurut   Ibn Rusyd  dalam 
kitab “Bidayat al-Mujtahid  wa  Nihayat  al-Muqtashid”, Ibn  Rusyd  menyamakan 
isitilah mudharabah  dengan qiradh atau muqaradhah, ketiga  istilah  tersebut mempunyai
makna yang  sama  sebagai perkongsian modal dan usaha.  Di  dalam  kitab  tersebut Ibn 
Rusyd tidak  terlalu banyak membahas  mengenai  definisi mudharabahkarena telah  dibahas
secara lengkap oleh ulama  lain khususnya imam mazhab6. 

Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah   akad antara kedua  belah pihak dimana


salah satu  pihak mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan, dan
laba  dibagi dua sebagaimana kesepakatan. Sedangkan Abdurrahman Al-Jaziri
mendefinisikan mudharabah sebagai akad antara dua orang yang berisi kesepakatan bahwa
salah  seorang  dari  mereka akan  memberikan modal  usaha  produktif,  dan  keuntungan
usaha  itu  akan  diberikan  sebagian  kepada  pemilik modal dalam jumlah tertentu  sesuai 
dengan  kesepakatan  yang sudah disetujui bersama7.

B. Dasar Hukum Wadi’ah


5
Muhammad, 2004
6
Thabrani Abdul Mukti,2004
7
Sayyid Sabiq, 2008

3
 Dasar Al – Qur’an

Dalil yang menghadirkan akad ini adalah dari QS. Al-Baqarah: 283 yang artinya, “Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.”

Kemudian terdapat pula pada QS. An-Nisa: 58 yang artinya,

‫ِا َّن اهّٰلل َ يَْأ ُم ُرمُك ْ َا ْن تُ َؤدُّوا ااْل َ ٰم ٰن ِت ِاىٰٓل َا ْه ِلهَ ۙا َو ِا َذا َحمَك ْمُت ْ بَنْي َ النَّ ِاس َا ْن حَت ْ مُك ُ ْوا اِب لْ َعدْ لِ ۗ ِا َّن اهّٰلل َ ِن ِع َّما‬
‫ي َ ِع ُظمُك ْ ِب ٖه ۗ ِا َّن اهّٰلل َ اَك َن مَس ِ ْي ًع ۢا ب َ ِصرْي ً ا‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil”

Juga diperkuat oleh hadist Nabi SAW, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang
mengamanahkan kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Al Irwaa’ 5/381).

 Dasar Hadist

Dasar Hadits yaitu Hadist RiwayatAbu Dawuddan Tirmidzi sebagai berikut:

“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu, dan janganlah
kamu mengkhiyanati orang-orang yang mengkhiyanatimu”.

 Dasar Ijma’
Dasar Ijma’ yaitu bahwa ulama sepakat diperbolehkannya wadi’ah. Ia termasuk ibadah
sunnah. Dalam kitab Mubdi disebutkan: “Ijma’ dalam setiap masa diperbolehkan
wadia’ah”. Dalam kitab Ishfah disebutkan: “Ulama sepakat bahwa wadi’ah termasuk
ibadah sunah dan menjagabarang titipan itu mendapatakan pahala”.

C. Dasar Hukum Syirkah

Dasar hukum Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berdasarkan atas dalil-dalil
yang terdapat dalam Al-Quran, hadist, ijma ulama dan logika.

 Al – Qur’an

Dalam Q. S Shad : 248

8
Al qur’an The Great Miracle hal :

4
‫قَا َل ل َ َقدْ َظلَ َم َك ب ُِس َؤالِ ن َ ْع َج ِت َك ىَل ٰ ِن َع ِاج ِهۦ ۖ َو َّن َك ِث ًريا ِّم َن ٱلْ ُخلَ َطٓا ِء ل َ َي ْب ِغى ب َ ْعضُ ه ُْم عَىَل ٰ ب َ ْع ٍض اَّل‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
ِ‫ه فَٱ ْس َت ْغ َف َر َربَّهُۥ َوخ ََّر َراك ًعا‬bُ َّٰ‫ٱذَّل ِ َين َءا َمنُو ۟ا َومَع ِلُو ۟ا ٱ َّلصٰ ِل َحٰ ِت َوقَ ِلي ٌل َّما مُه ْ ۗ ِإ َو َظ َّن د َُاوۥ ُد َأن َّ َما فَتَن‬
‫َوَأاَن َب‬
Artinya :

“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat
zalim kepada sebagian mereka yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
saleh dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shad : 24)

Ayat ini merujuk pada diperbolehkannya praktik akad musyarakah. Lafadz al-khulatha
dalam ayat ini bisa diartikan saling bersekutu / partnership, bersekutu dalam konteks ini
adalah kerjasama dua atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan 9.
Berdasarkan pemahaman ini, jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan
legalitas dari syariah.

 Hadist

Dasar dari hadits, banyak hadits yang menjelaskan tentang syirkah. Dalam sebuah
hadis Qudsi diriwayatkan bahwasannya Rasulullah SAW. Bersabda :

“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW. Bahwa Nabi SAW bersabda,
Sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang
bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya, Aku akan
keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang mengkhianatinya.” (HR. Abu
Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya)10

Maksudnya, Allah SWT akan menjaga dan menolong dua orang yang bersekutu dan
menurunkan berkah pada pandangan mereka. Jika salah seorang yang bersekutu itu
mengkhianati temannya, Allah SWT akan menghilangkan pertolongan dan keberkahan
tersebut.

 Ijma Ulama

Kesepakatan ulama akan dibolehkannya akad musyarakah dikutip dari Dr. Wahbah
Zuhaili dalam kitab Fiqh al Islam wa Adillatuhu. Ulama muslim sepakat akan keabsahan
kontrak musyarakah secara global, walaupun terdapat perbedaan pendapat di antara
mereka atas beberapa jenis musyarakah. Secara eksplisit, ulama telah sepakat akan praktik
kontrak musyarakah, sehingga kontrak ini mendapat pengakuan dan legalitas syar’i11.

 Logika
9
Zuhaili, 1989, IV, hal.793
10
Abu Daud, sunan Abu Daud, jus II 189
11
Zuhaili, 1989, IV, hal. 793

5
Dasar dari logika adalah bahwa manusia membutuhkan kerjasama syirkah. Karena
itulah Islam melegalkannya. Di samping itu, karena melarang syirkah akan
menyebabkan kesulitan bagi manusia. Islam tidak hanya membolehkan syirkah, tetapi
lebih dari itu, Islam menganjurkannya12.

D. Dasar Hukum Mudharabah

Hukum mudharabah menurut   jumhur   ulama   pada dasarnya  adalah  BOLEH  selama 


dilaksanakan sesuai  dengan ketentuan  syariat  baik  yang  terdapat  di  dalam  Al-Qur’an, As-
Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.Menurut ulama  fikih, mudharabahdilandaskan berdasarkan  Al-Qur’an,
Sunnah dan Ijma’ dan Qiyas.

 Dalil Al-Quran

Dalil Al-Qur’an yang mendasari hukum mudharabah  diantaranya sebagai berikut:

1. Firman Allah SWT QS. Al-Muzammil (73):20 yang artinya: 


“....dan   dari   orang orang   yang   berjalan    dimuka   bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT...” 

2. Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah (2):283 yang artinya: 


“...maka  jika  sebagian  kamu  mempercayai  sebagian  yang lain, hendaklah yang 
dipercaya itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
tuhannya...”.

3. Firman Allah QS. An-Nisa (4):29 yang artinya:


“...Hai  orang  yang  beriman,  janganlah  kalian  saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil,    kecuali     dengan    jalan    
perniagaan     yang    berlaku sukarela di antaramu...”.

 Dalil As-Sunnah

Sedangkan   sumber   landasan hukum   mudharabah yang  berasal  dari  Hadis  Nabi 
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yaitu antara lain:

1. Hadis  Nabi  Muhammad  SAW  riwayat  Ibnu  Majah  dari Shuhaib yang artinya: 
”Nabi     bersabda,    ada    tiga     hal     yang    didalamnya mengandung    
berkah:    jual    beli     tidak     secara    tunai, muqharadhah  (mudharabah)  dan 
mencampur  gandum dengan  jemawut  untuk  keperluan  rumah  tangga,  bukan
untuk dijual” (HR.Ibnu Majah dari Shuhaib).

2. Hadis   Nabi   Muhammad   SAW   riwayat   Thabrani   yang artinya: 


“Abbas   bin    Abdul    Muthalib   jika   menyerahkan   harta sebagai mudharabah,
ia mensyaratkan kepada mudharib-nya  agar  tidak  mengarungi  lautan  dan  tidak
menuruni  lembah,  serta  tidak  membeli  hewan  ternak. Jika   persyaratan   itu  
12
Abdullah bin Muhammad Ath – Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah 264

6
dilanggar,   ia   (mudharib)   harus menanggung     resikonya.     Ketika     
persyaratan      yang ditetapkan    Abbas     itu    didengar    Rasulullah,    beliau
membenarkannya” (HR.Thabrani dari Ibnu Abbas).

3. Hadis  Nabi  Muhammad  SAW  riwayat  Ibnu  Majah  yang artinya:


“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”(HR.Ibnu Majah,
Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudri).

 Dalil Ijma'

Hukum ijma’ pada akad mudharabah  menurut Wahbah Zuhayli dijelaskan


bahwasanya   para sahabat menyerahkan (kepada  seseorang  sebagai mudharib)  harta anak yatim
sebagai mudharabah dan tidak ada seorang pun mengingkarimereka. Ijma’ tersebut  termasuk  ke 
dalam jenis ijma’ sukuti,  karena  para sahabat diam atau menyatakan  pendapat  serta  tidak  ada
yang mengingkari, sehingga  hal  tersebut dapat dipandang  sebagai ijma’yang dapat  dijadikan 
sebagai salah  satudasar  penetapan  suatu hukum 

 Dalil Qiyas

Sedangkan hukum qiyas pada akad mudharabah dianalogikan  kepada  akad Al-


Musaqat, dimana sebagian dari pihak  memiliki  modal  yang  cukup tetapi  tidak  memiliki
keahlian  atau  kompetensi yang  dibutuhkan,  dan  di  pihak lain  mempunyai  keahlian  atau 
kompetensi  yang  baik  tetapi tidak  mempunyai  modal  yang  memadai  untuk  mengelola suatu 
usaha.  Dengan demikian,melalui akad  ini  akan menjembatani  pihak-pihak yang memiliki modal
dan keahlian   untuk saling bekerjasama sesuai kemampuan, sehingga  dapat  memenuhi 
kebutuhannya sesuai  dengan nilai dan prinsip syariahyang diturunkan oleh Allah SWT.

E. Rukun dan Syarat Wadi’ah dan Syirkah


 Wadi’ah

Menurut pasal 413 ayat (1) rukun wadi’ah terdiri atas:

a) Muwaddi /Penetip.
b) Mustauda/Penerima titipan.
c) Wadi’ah bih/Harta titipan.
d) Akad.

Adapun syarat akad Wadiah menurut Ulama Hanafiyah mensyarat kedua  belah pihak
harus berakal, tidak boleh anak kecil yang belum berakal, orang gila, orang mabuk, hilang
akal dll. Akan tetapi tidak disyaratkan harus baligh secara umur. Anak kecil diperbolehkan
untuk melakukan akad titipan dengan adanya akal pada dirinya sebagaimana
diperbolehkannya anak kecil melakukan akad perdagangan jual beli. Meskipun dalam hal ini
jual beli yang diperbolehkan adalah jual beli yang tidak menuntut adanya syarat dan
ketentuan yang sulit untuk dipahami oleh anak kecil.

7
Adapun jumhur ulama’ mensyaratkan kepada kedua belah pihak (penitip dan yang
dititipi) sebagaimana dalam agensi (wakalah) yaitu baligh, berakal dan mumayiz.

Terkait dengan barang yang dititipkan harus berupa properti atau barang yang mampu
untuk diberikan secara fisik. Barang titipan tidak bisa berupa hewan yang kabur, ikan di laut,
burung di udara atau barang lain yang tidak mampu dijangkau atau dipindahtangankan.

 Syirkah

Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama Hanafiyah bahwa
rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul (akad) yang menentukan
adanya syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta
berada diluar pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual beli13. Sedangkan
mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah ada empat, yaitu shighah, dua orang
yang melakukan transaksi (‘aqidan), dan objek yang ditransaksikan (al-ma’qud ‘alaih).

1) Shighah, yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing dari duapihak yang
bertransaksi yang menunjukkan kehendak umtuk melaksanakannya. Shighah terdiri
dari ijab dan qabul yang sah dengan semua hal yang menunjukkan maksud syirkah,
baik berupa ucapan maupun perbuatan.
2) (2,3) ‘Aqidan, yaitu dua pihak yang melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali
dengan adanya kedua pihak ini. Disyaratkan bagi keduanya adanya kelayakan
kelayakan melakukan transaksi (ahliyah al-‘aqd), yaitu baligh, berakal, pandai dan
tidak dicekal untuk membelanjakan hartanya.
3) Objek Syirkah, yaitu modal pokok syirkah. Ini bisa berupa harta maupun pekerjaan.
Modal pokok syirkah harus ada. Tidak boleh berupa harta yang terhutang atau harta
yang tidak diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagaimana yang menjadi
tujuan syirkah, yaitu mendapat keuntungan14.

Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah

menjadi empat bagian berikut ini :

1) Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun
yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu a) yang berkenaan dengan
benda diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang
berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan
dapat diketahui dua pihak.
2) Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), ada dua perkara yaitu, yaitu
a) bahwa modal yang dijadikan ojek adalah dari alat pembayaran, seperyi riyal,
dan rupiyah, b) yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan.
3) Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan a)
modal harus sama, b) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah
umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.

13
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta :PT. Rajagrafindo Persada, 2002), 127.
14
Abdullah bin Muhammad Ath – Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah 264

8
4) Adapun yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat syirkah
mufawadhah.

Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad
ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah
hukumnya hanyalah syirkah ‘inan sedangkan syirkah yang lainnya batal. Dijelaskan pula oleh
Abd al-Rahman Al-Jaziri bahwa rukun syirkah ialah dua orang pihak yang berserikat, shighat
dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh Idris
Ahmad berikut ini :

a. Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat


kepada pihak yang akan mengandalkan harta itu.
b. Anggota serikat itu saling mempercayai sebab masing-masing mereka adalah wakil
yang lainnya.
c. Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masingmasing, baik berupa
mata uang maupun bentuk yang lainnya15

 Definisi Mudharabah Menurut Regulasi


1. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah :

Dalam pasal 19 poin (b) dan (c) dijelaskan bahwa kegiatan usaha bank syariah meliputi
menghimpun dana dalam bentuk investasi dengan akad mudharabah dan menyalurkan pembiayaan
bagi hasil dengan akad mudharabah. Dalam penjelasan UU Nomor 21, Mudharabah didefinisikan :

Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam menghimpun dana adalah Akad kerja sama
antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Nasabah) sebagai pemilik dana dan pihak kedua
(‘amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi
keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad.

Yang dimaksud dengan “Akad mudharabah” dalam Pembiayaan adalah Akad kerja sama suatu
usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh
modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad,
sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

2. UU Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara

Mudarabah adalah Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih, yaitu satu pihak sebagai
penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama
tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang
terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh
kelalaian penyedia tenaga dan keahlian.
15
Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Dan Interpretasi Kontemporer
tentang Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 912
9
3. PERMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola
modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.

4. Fatwa DSN-MUI Nomor 115 Tahun 2017 Tentang Akad Mudharabah

Akad mudharabqh adalah akad kerja sama suatu usaha arrtara pemilik modal (malilk / shahib
al-mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola ('amil/mudharib) dan keuntungan
usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad.

10
Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

Akad wadiah secara istilah, menurut  Hanafiah adalah melimpahkan kepada orang lain untuk
menjaga harta seseorang dengan cara jelas/terang (explisit) atau tersirat (implisit). Contoh apabila
secara jelas/terang, misal: datang seorang laki-laki berkata pada temannya: “aku titipkan ini
padamu” dan orang tersebut menerimanya maka ini disebut secara terang. Namun, ketika ada
seorang laki-laki datang dan dia menyerahkan kepada orang lain didepannya dan pihak lain
menerimanya kemudian langsung pergi maka ini yang disebut menggunakan isyarat/tersirat.

Syirkah atau syarikah secara etimologis adalah percampuran atau kemitraan antara beberapa
mitra, atau perseroan. Syarik adalah anggota dalam perseroan bersama mitranya untuk suatu
pekerjaan atau urusan sehingga semua anggota menjadi satu kesatuan. Atau bisa juga Syirkah .
Syirkah yaitu transaksi (akad). Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan
tujuan, pengaruh, dan hasil perkongsian.

Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah   akad antara kedua  belah pihak dimana salah
satu  pihak mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan, dan laba  dibagi
dua sebagaimana kesepakatan. Sedangkan Abdurrahman Al-Jaziri
mendefinisikan mudharabah sebagai akad antara dua orang yang berisi kesepakatan bahwa salah 
seorang  dari  mereka akan  memberikan modal  usaha  produktif,  dan  keuntungan usaha  itu 
akan  diberikan  sebagian  kepada  pemilik modal dalam jumlah tertentu  sesuai  dengan 
kesepakatan  yang sudah disetujui bersama.

Rukun dan syarat dari Wadi’ah Muwaddi /Penetip, Mustauda/Penerima titipan, Wadi’ah
bih/Harta titipan, Akad. Adapun jumhur ulama’ mensyaratkan kepada kedua belah pihak (penitip
dan yang dititipi) sebagaimana dalam agensi (wakalah) yaitu baligh, berakal dan mumayiz

Rukun syarat syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama Hanafiyah bahwa
rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul (akad) yang menentukan adanya
syirkah. Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah
merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).

B. Saran dan Kritik

Makalah ini kami buat untuk membuat pembaca agar lebih mengetahui tentang Wadi,ah,
Syirkah, dan Mudharabah. Dan jika terdapat kesalahan ataupun tulisan mohon untuk saran dan
kritiknya.

11
Referensi
Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Dan Interpretasi Kontemporer tentang
Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 912

Wahbah Az-Zuhayli, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.(Jakarta:Gema Insani,2007)

Muhammad, Etika Bisnis Islam. (Yogyakarta: AMP YKPN, 2004), hlm. 82-835

Thabrani Abdul Mukti, Mudharabah Perspektif Averroes(Ibn Rusyd), (Pamekasan: Jurnal


Iqtishadia Vol.1 No.1 Juni 2014), hlm 7-126

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. (Jakarta: Al-I’itishom, 2008)

Fatwa DSN No. 115 Tahun 2017 Tentang Akad Mudharabah

UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

UU Nomor 19 tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara

12

Anda mungkin juga menyukai