Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT selalu menciptakan makhluknya dengan berpasang-pasangan.
Misalnya saja ada yang cantik namun juga ada yag jelek, ada yang pintar ada juga yang
kurang pintar, dan ada yang kaya ada juga yang miskin. Hal ini di ciptakan memang
untuk saling melengkapi.
Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain
untuk mempertahankan hidupnya. Maka dari itu, islam mengajarkan suatu bentuk
kerjasama yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan. Kerja sama yang di
maksud pada pembahasan ini adalah bentuk tolong-menolong yang disuruh dalam
agama selama kerja sama itu tidak dalam bentuk dosa dan permusuhan sebagaimna
dinyatakan dalam sebagian ayat al-Quran surat al-Maidah ayat 2:
‫ والتعاونواعلى اثم والعدوان‬,‫وتعا ونواعلى البروالتقو‬
Artinya: “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam hal dosa dan permusuhan ”
Kerjasama dalam usaha perdagangan dan industri dapat terjadi antara pemilik
modal dengan pengusaha, yang satu menyerahkan modal dan yang lain menyediakan
tenaga, kerjasama seperti ini disebut dengan mudharabah.
Mudharabah memberikan kemudahan bagi pergaulan manusia dalam
kehidupan dan keuntungan timbal balik tanpa ada pihak yang dirugikan. Dalam
kehidupan sehari-hari terdapat orang yang punya modal dan tidak pandai berniaga,
sedangkan di pihak lain ditemukan orang yang mampu berniaga tetapi tidak memiliki
modal. Dengan cara mudharabah ini kedua belah pihak bisa mendapatkan keuntungan
secara timbal balik.
Qiradh memang sudah ada sejak zaman jahiliyah (sebelum islam), kemudian di
tetapkan (diperbolehkan) dalam islam peraturan qiradh ini diadakan karena benar-
benar oleh sebagian umat manuisa. Betapa tidak, ada orang yang memepunyai modal
tapi tidak pandai berdagang atau tidak berkesempatan sedangkan yang lain pandai
cakap lagi memepunyai waktu yang cukup tetapi tidak mempunyai modal. Qiradh
berarti kemajuan bersama, perdagangan juga memiliki arti tolong-menolong.

1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang mudharabah ?

C. Tujuan
1. Memeberikan pengetahuan tentang mudharabah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah
Mudharabah termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah
mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan
istilah Qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah, Menurut
bahasa, Qiradh diambil dari ‫( القطع‬potongan), sebab pemilik memberikan potongan
dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut,
dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil
dari katamuqaradhah yang berarti al-musawatu (kesamaan), sebab pemilik modal dan
pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
Sedangkan menurut istilah syarak(syariat), mudharabah adalah akad antara dua
orang pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan di mana salah satu pihak
memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha
itu akan di bagi di antara mereka berdua sesuai perjanajian yang di sepakati.
Dalam kitab ‫( إرشادالمسائل فى الفتح القريب‬menyingkap sejuta permasalahan
dalam fath al-qarib) yang disusus oleh Divsi fath al-qarib tim prmbukuan ANFA’(
anak-anak kelas 6 pp.lirboyo Kediri) 2015 yang merupakan kitab terjemahan dari
kitab fathul qarih yang di karang oleh as-syaikh Syamsudin Abu Abdilah Muhammad
bin Qasim as-Syafi’i atau yang terkenal dengan nama Qadhi Abu Syuja’ As-syafi’I
beliau menerangkan bahwa pengertian mudharabah/qiradl adalah pemilik modal atau
investor menyerahkan modalnya pada penyedia tenaga keahlian kerja (amil) untuk
diniagakan dengn sistem bagi hasil.
Hasby Ash Shiddieqy mengatakan bahwa mudharabah adalah akad antara dua
orang yang berisi kesepakatan bahwa salah seorang dari mereka akan memeberikan
modal dari harta milik nya sendiri dari harta orang lain sebagai modal usaha-usaha
produktif, dan hasil dari usaha itu sebagian akan di berikan kepada pemilik modal dalm
jumlah tertentu sesuai dengan kesepakata yang telah disetujui bersama.
B. Dasar hukum
Dasar hukumnya mubah bahkan di anjurkan oleh rasulullah saw karena
mengandung unsur tolong menolong. Ada beberapa dasar hukum mengenai
mudharabah ada yang berasal dari alquran, hadist nabi Muhammad saw, maupun
berasal dari ijma’(kesepakatan ulama tentang suatu hukum) :

3
1. Dasar alquran
)20‫(المزمل؛‬ ‫وءاخرون يضربون فى اآلرض يبتغون من فضل هللا‬
Artinya:
Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian ridho allah
(QS.Almuzammil:20)
2. Dasar hadist
a. Hadist pertama
‫آنه صل هللا عليه وسلم ضارب لخدجة رضياهلل عنه قبل ان يتزوجها بنحوشهرين وسنة وكان‬
)‫إلى الشام وآنفذت معه عبدها ميسرت وهو قبل النبوة (رواه آبو نعيم‬
Artinya:
Sungguhnya nabi Muhammad saw. Mengadakan kontrak mudharabah dengan
Khadijah sekitar satu tahun dua bulan sebelum menikahnya, dimana waktu itu beliau
berumur sekitar duapuluh lima tahun, dengan membawa modalnya ke syam, dan
Khadijah menyuruh asisten seorang budak nya untuk menyertai beliau yang di kenal
dengan nama maisarah. Peristiwa tersebut terjadi sebelum kenabian. (HR.Abu Nu’aim)
b. Hadist kedua
‫ أن التجعل ملي‬:‫ (آنه كان يشترط على على الرجل إذا آعطاه ماال مقارضة‬: ‫وعن حكيم بن حزام رضي هللا عنه‬
) ‫ فإن فعلت شيآ من ذلك فقد ضمنت مالي‬,‫ وال تنزل به في بطنمسيل‬,‫ وال تحمله في بحر‬,‫في كبد رطبة‬
‫ عن‬،‫ عن ابيه‬،‫ وقال ملك في الموطآ عن العالء بن عبدالرحمن بن يعقوب‬.‫ ورجاله ثقاة‬,‫رواه الدار قطني‬
‫ (انه عمل في مال لعثمان على الربح بينهما) وهو موقوف الصحيح‬.‫جده‬
Artinya :
Dari Hakim Ibnu Hizam bahwa disyaratkan bagi seseorang yang memberikan modal
sebagai mudharabah, yaitu: Jangan menggunakan modalku untuk barang yang
bernyawa, jangan membawanya ke laut, dan jangan membawanya di tengah air yang
mengalir. Jika engkau melakukan salah satu di antaranya, maka engkaulah yang
menanggung modalku. Riwayat Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat
dipercaya. Malik berkata dalam kitabnya al-Muwattho’, dari Ala’ Ibnu Abdurrahman
Ibnu Ya’qub, dari ayahnya, dari kakeknya: Bahwa ia pernah menjalankan modal
Utsman dengan keuntungan dibagi dua. Hadits mauquf shahih.
3. Dasar ijma’
para ulama bersepakat bahwa keterkaitan atau ketetapan bukan merupakan
akibat akan mudharabah, dan bahwa masing-masing pihak dapat membatalkan, selama
pihak yang bekerja belum memulai pekerjaannya.
Kemudian mereka berselisih pendapat dalam hal, apabila pihak yang bekerja
sudah mulai bekerja.
Imam Malik bahwa akad tersebut mengikat dan dapat di wariskan. Jika. Pihak
yang bekerja meniggal dunia, sedang ia memepunyai anak-anak yang dapat di percaya,
maka kedudukan mereka dalam mudharabah sama dengan ayahnya (artinya,
kedudukan ayah dalam mudharabah dapat digantikan oleh mereka) apabila mereka

4
tidak dapat dipercaya, maka mereka dapat mendatangkan orang yang dapat dipercaya
(untuk menggantikan kedudukan ayah mereka).
Imam Syafi’I dan abu hanifah berpendapat masing-masing pihak dapat
membatalkan akad, dan mudharabah bukan merupakan akad yang dapat diwarisakan.
Jadi pendapat bahwa mengikat mudharabah itu setelah dimulainya pekerjaan,
karena, menurut imam malik dalam hal ini dapat mendatangkan bahaya, kemudian
mengaggapnya sebagai akad yang dapat diwariskan.
C. Syarat Mudharabah
1. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai.
2. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasarruf, maka
dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berada
dibawah pengampuan.
3. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan
dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Atau
pemilik modal pemilik modal menjelaskan prosentase yang di dapat oleh amil seperti
separuh atau sepertiga
4. akad mudharabah tidak dibatasi waktu tertentu. Akad mudharabah adalah akad
amanah, oleh karena itu amil tidak wajib mengganti kecuali ceroboh. Jika dalam akad
mudharabah terdapat untung dan rugi, maka kerugian di tambal dengan keuntungan.
Serta qiradh adalah akad jaiz dari kedua belah pihak, oleh karenanya masing-masing
pemilik modal dan amil boleh membatalkan sewaktu-waktu.
D. Rukun Mudharabah
Para ulama berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Jumhur ulama
berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang yang melakukan akad
(Al-aqidani), modal (ma’qud alaih), dan shighat (ijab danqabul). Ulama syafi,iyah
lebih memerinci lagi menjadi lima rukun, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat, dan
dua orang yang berakad.
E. Jenis-jenis mudharabah
1. mudharabh muthlaqah
Pemiik dana (shahibu mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
(mudharib) dalam menentukanjenis usaha maupun pola pengelolaan yang dianggapnya
baik dan menguntungkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Syariah.
2. Mudharabah muqayadah
Pemilik dana memberikan Batasan-batasan tertentu kepada pengelola usaha
dengan menetapkan jenis usaha yang harus dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi
usaha, dan sebagainya.

5
F. Perkara-perkara yang membatalkan Mudharabah
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut :
1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau
pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam
keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena
penyebab kerugian.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah satu pemilik modal
meninggal dunia, mudharabah menjadi batal hal ini karena mudharabah berhubungan
dengan perwakilan yang akan batal dengan perwakilan yang akan batal dengan
meninggalnya wakil atau yang mewakilkan. Pembatalan tersebut dipandangsempurna
dan sah, baik diketahui salah seorang yang melakukan akad atau tidak. Bahkan ulama
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah
seorang yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat
dipercaya.
4. Mudharabah menjadi batal dengan adanya pembatalan mudharabah, larangan untuk
mengusahakannya (tasharruf) dan pemecatan. Semua ini jika memenuhi syarat
pembatalan dan pelarangan, yakni orang yang melakukan akad mengetahui pembatalan
dan pemecatan tersebut, serta modal telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan.
Akan tetapi, jika pengusaha tidak mengetahui bahwa mudharabah telah dibatalkan,
pengusaha (mudharib) dibolehkan tetap mengusahakannya.
a. Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalakn mudharabah, sebab gila atau
sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.
b. Apabila pemilik modal murtad (keluar dari islam) atau terbunug dalam keadaan murtad
atau bergabung dengan musuh serta telah diputuskan oleh hakim atas pembelotannya,
menurut Imam Abu Hanifah, hal itu membatalkan mudharabah sebab bergabung
dengan musuh sama saja dengan mati. Hal itu menghilangkan keahlian dalam
kepemilikan harta, dengan dalil harta orang murtad dibagikan diantara para ahli
warisnya.
5. Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, mudharabah menjadi batal. Hal ini karena
modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak, mudharabah batal. Begitu
pula, mudharabah dianggap rusak jika modal diberikan kepada orang lain atau
dihabiskan sehingga tidak tersisa untuk diusahakan.

6
G. Objek Mudharabah
Mengenai objek mudharabah, fuqoha (ahli fiqih) telah bersepakat pendapatnya bahwa
mudharabah boleh dilakukuan dengan dinar dan dirham.
Imam malik beralasan bahwa pemilik modal mengadakan qiradh dengan orang
yang bekerja itu berdasarkan penjualan barang dan hasil penjualan barang itu sendiri
sehingga seolah hal ini adalah mudharabah dan manfaat, sementara hasil penjualan
barang itu sendiri tidak diketahui. Dan seolah pemilik modal mengadakan mudharabah
berdasarkan modal yang tidak diketahui. Boleh jadi, tidak diperbolehkannya
mudharabah dengan harga barang adalah karena pemilik modal harus mengadakan
penjualan.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Qiradh atau Mudharabah termasuk salah satu bentuk akad syirkah
(perkongsian). Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang Hijaz
menyebutnya dengan istilah Qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah
dua istilah untuk maksud yang sama.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Husain, Abu Syuja. 2000. Ringkasan fiqih islam terjemah matan ghoyah
wat taqrib. Surabaya: al-miftah

M.munir, M.ahmad, dkk. 2015. Menyingkap sejuta permasalahan dalam fath al


qarib. Kediri:lirboyo press

Al-as’qalani, ibnu hajar. Bulughul maram. Surabaya: al-imarah

Abdurrahman, M.A. 1990. Terjemah bidayatu’l-mujtahid

Anda mungkin juga menyukai