PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal,dengan
ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengankesepakatan.
Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal)membiayai sepenuhnya
suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib).
Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkandalam agama Islam, karena untuk
salingmembantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang.
Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola
uangnya.
Sementara banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal unt
uk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan
kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil
dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu. Akad mudharabah berbeda dengan akad
pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan
konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan
menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modalyang telah digunakan mudharib
dalam jangka waktu tertentu.
Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharibyang
menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan
bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada
dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami
sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan
yang ada didalamnya.
1
2. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-MUDHARABAH
Al-Mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
kerja sama usaha. Satu pihak akan menempatkan modal sebesar 100% yang disebut dengan
shahibul maal, dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha, disebut dengan mudharib. Bagi
hasil dari usaha yang dikerjasamakan dihitung sesuai dengan nisbah yang disepakati antara
pihak-pihak yang bekerja sama.
Secara muamalah, pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada
pedagang/pengusaha (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan atau usaha.
Keuntungan atas usaha perdagangan yang dilakukan oleh mudharib itu akan dibagihasilkan
dengan shahibul maal. Pembagian hasil usaha ini berdasarkan kesepakatan yang telah
dituangkan dalam akad.
Mudharib adalah entrepreneur, yang melakukan usaha untuk mendapatkan
keuntungan atau hasil atas usaha yang dilakukan. Shahibul maal sebagai pihak pemilik
modal atau investor, perlu mendapat imbalan atas dana yang diinvestasikan. Sebaliknya,
bila usaha yang dilaksanakan oleh mudharib menderita kerugian, maka kerugian itu
ditanggung oleh shahibul maal, selama kerugiannya bukan karena penyimpangan atau
kesalahan yang dilakukan oleh mudharib. Bila mudharib melakukan kesalahan dalam
melaksanakan usaha, maka mudharib diwajibkan untuk mengganti dana yang
diinvestasikan oleh shahibul maal.
Surat al-Jumu’ah: 10, yang artinya:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah
karunia Allah SWT dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Surat al-Baqarah: 198, yang artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
3
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk
orang-orang yang sesat.”
4
3. Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Ibnu Majah yang artinya: “Tidak boleh
membahayakan diri sendiri dan orang lain” (HR.Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain
dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Hukum mudharabah ini juga dilandaskan pada kaidah fiqih yang berbunyi, “Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali jika terdapat dalil yang
mengharamkannya”. Kaidah usul fiqih ini menjelaskan bahwa hukum suatu persyaratan
tergantung pada hukum pokok perkaranya, apabila hukum asal suatu perkara dilarang maka
hukum asal menetapkan syarat juga dilarang dan begitu juga sebaliknya. Dalam perkara
muamalah, hukum asalnya adalah diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarang, maka
seseorang tidak diperkenankan untuk melarang suatu persyaratan yang telah disepakati
dalam akad muamalah kecuali jika terdapat dalil yang menunjukkan larangan pada
persyaratan tersebut.
Hukum ijma’ pada akad mudharabah menurut Wahbah Zuhayli9 dijelaskan
bahwasanya para sahabat menyerahkan (kepada seseorang sebagai mudharib) harta anak
yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorang pun mengingkari mereka. Ijma’ tersebut
termasuk ke dalam jenis ijma’ sukuti, karena para sahabat diam atau menyatakan pendapat
serta tidak ada yang mengingkari, sehingga hal tersebut dapat dipandang sebagai ijma’
yang dapat dijadikan sebagai salah satu dasar penetapan suatu hukum.
Sedangkan hukum qiyas pada akad mudharabah dianalogikan kepada akad Al-
Musaqat1 , dimana sebagian dari pihak memiliki modal yang cukup tetapi tidak memiliki
keahlian atau kompetensi yang dibutuhkan, dan di pihak lain mempunyai keahlian atau
kompetensi yang baik tetapi tidak mempunyai modal yang memadai untuk mengelola suatu
usaha2. Dengan demikian, melalui akad ini akan menjembatani pihak-pihak yang memiliki
modal dan keahlian untuk saling bekerjasama sesuai kemampuan, sehingga dapat
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan nilai dan prinsip syariah yang diturunkan oleh
Allah SWT.
1
Al-Musaqat adalah salah satu bentuk akad kerjasama yang digunakan pada sektor pertanian, dimana
pemilik dan pengelola tanah melakukan kontrak kerjasama (kongsi) pada lahan pertanian dengan imbalan
hasil panen yang disepakati.
2
Zuhayli, Op.Cit., 493
5
C. RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH
Rukun adalah segala sesuatu yang menyebabkan suatu akad dapat dilaksanakan,
karena rukun merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan sehingga akad tersebut
tidak rusak/batal (fasad) dalam pelaksanaannya.
Berikut adalah rukun mudharabah menurut jumhur ulama:
1. Pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan
pengelola modal (mudharib);
2. Modal (Ra’sul Maal);
3. Usaha yang dijalankan (al-‘amal);
4. Keuntungan (ribh); dan
5. Pernyataan ijab dan kabul (sighat akad).
Sedangkan syarat mudharabah berkaitan dengan rukunnya, yaitu sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang melakukan akad mudharabah disyaratkan harus memiliki
kemampuan untuk dibebani hukum/cakap hukum (mukallaf) untuk melakukan
kesepakatan, dalam hal ini pemilik modal (shahibul maal) akan memberikan kuasa
dan pengelola modal (mudharib) menerima kuasa tersebut, karena di dalam akad
mudharabah terkandung akad wakalah/kuasa.
2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja)
1) Modal
a) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai besar nilai
wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
b) Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti pemilik
dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dana harus bekerja.
c) Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari
keuntungan.
d) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali modal
mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran keduali atas
seizin pemilik dana.
6
e) Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain
dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik
dana.
f) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan
dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syari’ah.
2) Kerja
a) Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill,
management skill, dan lain-lain.
b) Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
c) Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
d) Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syari’ah.
e) Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal dan sudah bekerja
maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan atau ganti rugi atau upah.
3) Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha atau rela di antara pihak-pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
4) Nisbah Keuntungan
a) Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan
imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas penyertaan
modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak, inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai
cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan
masing-masing porsi, maka pembagiannya menjadi 50% dan 50%.
b) Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
7
c) Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai
nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba. 3
a) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainya kepada penabung. Untuk
deposito Mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpan
(bilyet) deposito kepada deposan.
c) Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan
perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenakan mengalami saldo negatif.
d) Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama
seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis
maka tidak perlu dibuat akad baru.
3
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta:Salemba Empat, 2012,
h.124-125.
8
e) Ketentuan- Ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
b. Mudharabah Muqayyadah
a. Pemilik dana wajib menerapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank
dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
b. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
c. Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana ini dari rekening lainya.
d. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpan
(bilyet) deposito kepada deposan.
9
Mudharabah Muqayyadah Of Balance Sheet ini merupakan jenis mudharabah
dimana penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana
bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat syarat tertentu yang
harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan
pelaksanaan usahanya.
a) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana ini dari rekening lainya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri
dalam rekening administrative.
b) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
c) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara
pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
10
perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan.
5. Jumlah dan pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kekrugian akibat dari
mudharabah kecuali jika nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, atau
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya,dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
nasabah tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
nasabah atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila nasabah
terbukkti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama oleh akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada nasabah.
10. Dalam hal ini penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, nasabah berhak mendapatkan rugi atau biaya
yang dikeluarkan.
Merujuk pada fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSNMUI/IV/2000 mengenai
pembiayaan mudharabah, dijelaskan bahwa mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha
antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai shahibul maal (pemilik modal) yang
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua adalah mudharib (pengelola modal)
yang bertindak sebagai penerima dan pengelola modal yang diberikan. Mengenai jangka
waktu, mekanisme pengembalian modal pokok serta pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
Pengelola modal boleh menentukan jenis usaha apa yang akan dikembangkan
berdasarkan kesepakatan bersama dan sesuai dengan aturan syari’ah. Dalam hal ini pemilik
modal tidak boleh ikut dalam manajemen dalam usaha tersebut, tetapi mempunyai hak
untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terkait usaha tersebut. Pada prinsipnya dalam
pembiayaan mudharabah ini tidak terdapat jaminan, namun untuk memastikan dan
11
meminimalisir risiko yang akan terjadi di waktu yang akan 30 datang, pemilik modal dapat
meminta jaminan yang telah disepakati bersama dari penerima modal atau pihak ketiga
untuk menjamin usaha serta personal penerima modal. Jaminan ini tidak boleh dicairkan
kecuali jika mudharib sebagai pengelola modal terbukti secara sah sesuai hukum yang
berlaku melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
akad.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Buku II Bab VII di
pasal 187 dijelaskan mengenai syarat mudharabah sebagai berikut:
1) pemilik modal wajib menyerahkan dana atau barang kepada pihak lain (penerima
modal) untuk melakukan kerjasama dalam usaha yang disepakati kedua belah
pihak,
2) penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang telah disepakati,
3) kesepakatan mengenai bidang usaha yang akan dijalankan ditetapkan di awal
dalam akad antara kedua belah pihak. Jika dalam usaha tersebut mengalami sebuah
kerugian, maka baik pemilik modal atau penerima modal tidak berhak mendapatkan
keuntungan atau imbalan.
Di dalam pasal 200 dan 201 KHES tersebut dijelaskan bahwa mudharib sebagai
pengelola modal tidak boleh menyertakan modal/hartanya sendiri dengan modal
mudharabah kecuali bila menjadi kebiasaan di kalangan pelaku usaha dan jika telah
mendapatkan izin dari shahibul maal pada usaha-usaha tertentu
12
Keterangan:
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya
dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan bertahap, harus jelas tahapannya dan
disepakati bersama.
13
2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan
dengan cara yakni:
Perhitungan dari pendapatan proyek (Revenue Sharing).
Perhitungan dari keuntungan proyek.
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau
waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian
kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan,
kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
Pada akad mudharabah di perbankan syariah dekenal dengan sebutan “dua tahap”
atau “two tier” mudharabah. Hal ini karena perbankan syariah merupakan lembaga
“perantara” atau “intermediaries” sebagai dasar penghimpunan dana masyarakat untuk
disalurkan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pembiayaan dan penyertaan
modal.
14
Diasumsikan total saldo rata-rata dana tabungan mudharabah yang ada di bank
syariah Rp 100 juta dan keuntungan yang di peroleh untuk dana tabungan (profit
distribution) sebesar Rp3 juta. Pada akhir bulan, nasabah akan memperoleh dana bagi hasil
sebagai berikut;
Rp5.000.000,00
Rp10.000.000,00
Rp250.000.000,00 pajak)
Dalam investasi tidak langsung pihak perbankan menerima dari shahibul mal dalam
benuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana yang disalurkan ke pihak
perbankan syariah dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan
jangka waktu yang bervariasi. Kemudia dana yang sudah terkumpul disalurkan kembali
15
oleh pihak bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan atau earning
assets. Keuntungan dari penyaluran pembiayaan ini yang akan dibagi hasilkan antara bank
dengan pemilik modal, sehingga neraca suatu bank syariah.
Kedua, Pengembangan industri-industri kecil yang dibina langsung oleh bank syariah.
Industri ini benar-benar milik rakyat, prospektif, dan dikelola dengan amanah.
Ketiga, Membuat aturan dan regulasi yang tepat, terstandarisasi, dan sesuai dengan prinsip
syariah.
16
memberikan kontribusi yang maksimal untuk mendukung kemajuan sector riil, khususnya
UMKM. Hal ini terjadi karena pembiayaan yang diberikan didominasi oleh pembiayaan
non bagi hasil (murabahah dan ijarah). Padahal menurut Irfan Syauqi Beik dalam tingginya
porsi pembiayaan berbasis bagi hasil mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
17
G. BERAKHIRNYA MUDHARABAH
Lamanya kerja sama dalam akad mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas,
tetapi semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sama
dengan memberitahukan pihak lainnya. Namun, akad mudharabah dapat berakhir karena
hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir
pada waktu yang telah ditentukan.
b. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
c. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
d. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha
untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang
mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.
e. Modal sudah tidak ada.4
H. BAGI HASIL
1. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi memiliki arti profit sharing. Profit sharing secara
istilah merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Distribusi pembagian laba ini dapat berbentuk pembagian laba akhir,
bonus prestasi, dan juga dalam bentuk yang lain. Dengan demikian, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa bagi hasil merupakan sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pemilik dana dan pengelola dana. 5 Bagi hasil ini dapat
dilakukan oleh pihak bank dengan nasabah atau pemilik dana maupun antara
pengelola dana (mudharib) dengan pihak bank. Dalam kegiatan tersebut, akad yang cocok
diterapkan adalah mudharabah dan musyarakah. Dan lebih spesifik lagi, akad
mudharabah ini dapat diterapkan di dunia perbankan dan sejenisnya untuk produk
tabungan dan deposito mudharabah.
4
Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi,…, h. 125-126.
5
Muhammad dan Dwi Suwiknyo, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta: Trust Media,
2009, h.10.
18
Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penyimpan dana (shahibul maal),
sedangkan bank akan bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). Selaku pengelola
dana, bank akan memutarkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan. Hasil yang
didapatkan oleh bank dalam kegiatan tersebut akan dibagi hasilkan kepada nasabah
selaku pemilik dana. Sebelum melakukan kontrak, bank akan membuat kesepakatan
dengan nasabah mengenai perbandingan perolehan bagi hasil yang akan didapat
masing-masing pihak. Adapun faltor yang mempengaruhi besarnya perolehan bagi hasil
tersebut antara lain adalah; kesepakatan dari nasabah, prediksi keuntungan yang akan
diperoleh, respon pasar, kemampuan memasarkan barang dan masa berlakunya kontrak.6
6
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001, h.
97.
7
Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik, Bekasi: Gramata Publishing,
2014, h. 28.
19
bertransaksi berdasarkan paper work dan dokumen semata, kemudian
membebankan bunga dengan prosentase tertentu kepada calon investor .
Investasi akan menigkat yang disertai dengan pembukaan lapangan kerja baru
akibatnya tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat
akan bertambah
Pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya pngusaha/investor yang bernai
mengambil keputusan bisnis yang beresiko. Hal ini akan menyebabkan
perkembangan berbagai inovasi baru yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya
saing bangsa ini bila ditinjau dari nasabah, nasabah akan membandingkan secara
cermat antara expected rate of return yang ditawarkan oleh bank syariah dengan
dingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional
Dari uraian diatas terlihat bahwa pembiayaan yang tepat sebagai mesin akselerasi
pembangunan kesejahteraan ekonomi masyarakat adalah pembiayaan mudharabah (bagi
hasil) yang tentunya harus dilaksanakan secara professional.
20
Dalam buku milik Muhammad diteka
a) Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung rugi
b) Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c) Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
dengan kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan di masing-
masing pihak tanpa adanya unsur paksaan
d) Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
I. DEPOSITO MUDHARABAH
1. Pengertian Deposito
8
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing Di Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press,
2012, h. 96.
9
Wiroso, Penghimpun Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, Jakarta: PT Gramedia, 2005,
h. 54.
21
Disisi lain, pihak bank selaku pengelola dana akan mengusahakan dana tersebut
dalam bentuk pebiayaan kepada nasabah yang membutuhkan dana tersebut. Hasil usaha
yang nantinya diperoleh bank tersebut akan dibagi hasilkan kepada pihak
penyimpandana sesuai porsi bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya pada saat akad.
Desposito memiliki dua jenis yang umumnya digunakan di Lembaga Keuangan
Syariah. Adapun jenis deposito itu sendiri antara lain:10
Pihak pengelola dana akan secara otomatis memperpanjang jangka waktu yang
sama tanpa perlu adanya pemberitahuan dari pihak penyimpan dana (nasabah).
Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah dapat dilakukan dengan melaui dua
metode, yaitu:11
1) Anniversary Date
Pembayaran bagi hasil ini dilakukan tiap bulan, pada tanggal yang sama saat
nasabah pertama kali melakukan pembukaan deposito. Bagi hasil yang diterima oleh
nasabah dapat diafiliasikan ke rekening lainnya sesuai dengan permintaan nasabah.
2) End of Month
10
Wiroso, Penghimpun …, h. 54.
11
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h.
354.
22
Berbeda dengan metode anniversary date, pada metode end of monthini
melakukan pembayaran bagi hasil kepada nasabah pada tanggal tutup buku pada tiap
akhir bulannya (menyesuaikan jumlah hari pada tiap bulannya).
1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana
dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan
piutang
23
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
13
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, Jakarta: PT Gramedia,
2005, h. 56.
24
BAB III
KESIMPULAN
Al-Mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
kerja sama usaha. Satu pihak akan menempatkan modal sebesar 100% yang disebut dengan
shahibul maal, dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha, disebut dengan mudharib. Bagi
hasil dari usaha yang dikerjasamakan dihitung sesuai dengan nisbah yang disepakati antara
pihak-pihak yang bekerja sama.
Bagi hasil menurut terminologi memiliki arti profit sharing. Profit sharing secara
istilah merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Distribusi pembagian laba ini dapat berbentuk pembagian laba akhir,
bonus prestasi, dan juga dalam bentuk yang lain. Dengan demikian, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa bagi hasil merupakan sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pemilik dana dan pengelola dana.
25
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers,
2011.
https://www.kompasiana.com/muhammad-talqiyuddin-alfaruqi/problematika-akad-
murabahah-danakad-mudharabah_5590eb76f492731e0d31dc3
https://www.kompasiana.com/zasyaku/analisis-perhitungan-nisbah-bagi-hasil-bank-
syariah-1_55000039a33311e36f50f8ef
26