Anda di halaman 1dari 17

MUDHARABAH, KHIYAR, AKAD, DAN ARIYAH

FIQH MUAMALAH

dosen pengampu : Hj. SYAMSARINA,Lc.MA

di tulis oleh : MUHAMMAD HAFIZ

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI)
Jurusan Perbankan Syariah (PBS)

ABSTRAC

Mudharabah, adalah bentuk perjanjian kerjasama antara pemilik harta dan


pengelola harta. Pemilik harta menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk
dibisniskan. Jika untung, keuntungannya dibagi kepada pemilik harta, sesuai
dengan kesepakatan awal.
Khiyar, secara bahasa berarti memilih dan menentukan sesuatu yang terbaik dari
2 hal atau lebih untuk dijadiakan pilihan, sedangkan menurut istilah, khiyar
adalah hak yang dimiliki seseorang yang melakukan perjanjian jual beli untuk
menentukan pilihan antara meneruskan perjanjian atau membatalkannya.
Akad, berasal dari kata al-Aqd, yang merupakan bentuk masdar dari kata ‘Aqada
dan jamaknya adalah al-‘Uqud yang artinya perjanjian (yang tercatat) atau
kontrak.
Ariyah, adalah pinjaman atau memberikan manfaat suatu barang dari seseorang
kepada orang lain secara cuma-cuma. Jika digantikan dengan sesuatu atau ada
imbalannya, maka tidak dapat dikatakan Ariyah.
MUDHARABAH

A. Pengertian Mudharabah

Secara etimologis, mudharabah berasal dari kata dharaba – yadhribu –


dharban yang artinya memukul. Dengan ditambahnya alif pada dho’, maka kata
ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih
dari satu orang. Para fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan
merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan
kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki
pengertian berjalan di muka bumi.
Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak
sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk
merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti
memotong karena si pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk
diniagakan dan memberikan sebagian dari labanya.
Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-
sama memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal
memberikan modalnya sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya
sama-sama berbagi keuntungan. Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah
adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan
modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan
akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak
sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal. Para
ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-
Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas.
B. Macam Macam Mudharabah

Jenis Mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu:


mudharabahMuthalaqoh, Mudharabah Muqayyadah, dan Mudharabah
Musytarakah.
1. Mudharabah Muthalaqoh adalah mudharabah di mana pemilik
dananya memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
pengelola investasinya. Dan mudharabah ini disebut juga investasi
tidak terikat.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai
dana, lokasi, cara, atau objek investasi atau sektor usaha.
3. Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah di mana pengelola
dana menyerahkan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

C. Syarat Sah Mudharabah

1. Syarat Aqidani
Di syaratkan bagi orang yang melakukan akad, yakni pemilik
modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi
wakil sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni
menjadi wakil

2. Syarat Modal

a. Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya,


yakni segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak harus ada tempat
akad. Juga dibolehkan mengusahakan harta yang dititipkan kepada
oranng lain, seperti mengatakan:”Ambil harta saya di si fulan
kemudian jadikan modal usaha”
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha, hal itu dimaksudkan
agar pengusaha dapat mengusahakannya, yakni menggunakan harta
tersebut sebagai amanah.

2. Syarat Syarat Laba

a. Laba harus memiliki ukuran


Mudharabah yang dimaksudkan untuk mendapatkan laba, dengan
demikian pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar
Rp.5000,00 misalnya untuk dibagi diantara keduanya tanpa
menyebutkan ukuran laba yang diterimanya.
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara
umum, seperti kesepakatan diantara orang yang melangsungkan
akad bahwa setengah laba adalah untuk pemilik modal,
sedanngkan setengah lainnya lagi diberikan kepada pengusaha.
Akan tetapi tidak boleh menetapkan jumlah tertentu bagi satu
pihak lain, seperti menetapkan laba Rp.1000 bagi pemilik modal
dan menyerahkan sisanya bagi pengusaha.

D. Hukum Mudharabah

Hukum mudharabah terbagi dua, yaitu : mudharabah sahih dan


mudharabah fasid.
1) Hukum mudharabah fasid
Beberapa hal dalam mudharabah fasid yang mengharuskan pemilik modal
memberikan upah kepada pengusaha antara lain:
a) Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha dalam
membeli, menjual, atau mengambil barang
b) Pemilik modal mengharuskan pengusaha untuk bermusyawarah
sehingga pengusaha tidak bekerja, kecuali atas seizinnya
c) Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha agar
mencampurkan harta modal tersebut dengan harta orang lain atau
barang lain miliknya

2) Hukum mudharabah shahih


Hukum mudharabah shahih yang tergolong shahih diantaranya:
Tanggung jawab pengusaha
Apabila pengusaha berutang ia memiliki hak atas laba secara
bersama-sama dengan pemilik modal. Jika mudharabah rusak
karena adanya beberapa sebab yang menjadikannya rusak,
pengusaha menjadi pedagang sehingga ia pun memiliki hak untuk
mendapat upah, jika harta rusak tanpa disengaja ia tidak
bertanggung jawab atas rusaknya modal tersebut, dan jika
mengalami kerugian pun ditanggung oleh pengusaha saja

AKAD

A. Pengertian Akad

Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan,


sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan
antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang
menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad jual
beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum
dilakukannya akad adalah :“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah : 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan
isi perjanjian atau akad itu hukumnya wajib. Menurut Misbahuddin
dalam bukunya yang dikutip dari buku sabri samin menjeleaskan
bahwa akad dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tulisan, yang
penting adalah ijab dengan qabulnya jelas, pasti dan dapat dipahami
oleh kedua belah pihak yang mengadakan perikatan. Akad adalah
perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan). Istilah al-aqdu (akad) dapat disamakan dengan istilah
verbintenis (perikatan) dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah al-ahdu
(janji) dapat disamakan dengan istilah perjanjian.

B. Macam Macam Akad

Akad dibagi menjadi beberapa jenis, yang setiap jenisnya sangat


bergantung pada sudut pandangnya. Jenis akad tersebut adalah :

1. Berdasarkan pemenuhuan syarat dan rukun, seperti sah atau tidak


sahnya suatu akad.

2. Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau belum, seperti


contoh akad yang telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai
dan lain-lain. Sedangkan akad yang belum dinamai syara’, tetapi
disesuaikan dengan perkembangan jaman.

3. Berdasarkan barang diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik


berupa benda yang berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud ( ghair
al-‘ain).
Dalam transaksi lembaga keuangan syariah dibagi dalam beberapa bagian
yaitu:

1. Tabungan/penghimpun dana (Funding)

a. Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya menitipkan

barang kepada orang lain tanpa ada upah. Jika Bank meminta imbalan
(ujrah) atau mensyaratkan upah, maka akad berubah menjadi ijaroh.
Pada bank Syariah seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah

b. Mudharobah adalah Kerja sama antara dua pihak di mana yang satu

sebagai penyandang dana (shohib al-maal) dan yang kedua sebagai


pengusaha (mudhorib) sementara keuntungan dibagi bersama sesuai
nisbah yang disepakati dan kerugian finansial ditanggung pihak
penyandang dana. Dalam bank syariah seperti Tabungan maunpun
Deposito berdasarkan prinsip mudharobah

3. Berbasis jual beli (al- bay) seperti murabahan, salam dan istishna.

a. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati,

b. Salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,


sementara pembayarannya dilakukan di muka

c. Istishna, adalah merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-salam yang
merupakan akad penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
Dalam akad ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli,
pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan
menjualnya kepada pembeli akhir.
3. Berbasis Sewa Menyewa, seperti Ijarah dan Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik

a. Ijarah adalah, pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan

nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban


menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai
dengan kesepakatan akad. Atau kata istilah lain akad untuk
mendapatkan manfaat dengan pembayaran. Aplikasinya dalam
perbankan berupa leasing

b. Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik, adalah akad sewa menyewa


barang antara bank dengan penyewa yang diikuti janji bahwa pada
saat ditentukan kepemilikan

barang sewaan akan berpindah kepada penyewa, ringkasnya adalah


Sewa yang berakhir dengan kepemilikan.

4. Berbasis Upah/Jasa Pelayanan, seperti Kafalah, Wakalah, Hiwalah,


Rahn dan

Kafalah adalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung


(kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung

(makfuul ‘anhu, ashil). Dalam produk perbankan kafalah dipakai


untuk LC, Bank guarantee dll.

Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak


lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Dalam perbankan wakalah
biasanya dengan upah (ujroh) dan dipakai dalam fee based income
seperti pembayaran rekening listrik, telpon dll.

Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang
kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya. Dalam
industri perbankan hawalah dengan upah (fee, ujroh) dipergunakan
untuk pengalihan utang dan bisa juga untuk LC.

Rahn (gadai) yaitu adalah menyimpan sementara harta milik si


peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh si
piutang, perbedaan gadai syariah dengan kpnvensional adalah hal
pengenaan bunga. Gadai Syariah menerapkan beberapa sistem
pembiayaan, antara lain qardhun hasan (pinjaman kebajikan),
mudharobah ( bagi hasil) dan muqayyadah ( jual beli).

Jualah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari


nasabah, misalnya untuk pemesanan tiket pesawat atau barang dengan
menggunakan kartu debit/cek/transfer. Atas jasa pelayanan ini bank
memperoleh fee, Selain di dunia perbankan, akad juga dikenal dalam
perasuransian syariah atau dikenal dengan akad takaful, yaitu akad
dimana saling menanggung. Para peserta asuransi takaful memiliki
rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta
lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas,
karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.
KHIYAR

A. Pengertian Khiyar

Menurut Hendi Suhendi, dalam buku yang berjudul fikih muamalah,


dalam jual beli, menurut agama islam dibolehkan memilih, apakah akan
meneruskan jual beli atau akan membatalkannya, disebabkan terjadinya
oleh suatu hal.
Dalam pengertian-pengertian Khiyar adalah “boleh memilih antara
dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali),
tidak jadi jual beli”. Diadakan khyar oleh syara’ agar kedua orang yang
jual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing yang lebih jauh,
supaya tidak akan terjadi penyesalan dikemudian hari lantaran merasa
tertipu.
Sedangkan menurut M.Ali Hasan, dalam buku yang berjudul
Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, bahwa khiyar adalah untuk
menjaga jangan sampai terjadi perselisihan antara pembeli dengan penjual,
maka syari’at islam memberikan hak khiyar, yaitu hak memilih untuk
melangsungkan atau tidak jual beli tersebut karena ada suatu hal bagi
kedua bela pihak.

B. Macam Macam Khiyar

1. Khiyar Majelis
Khiyar majelis adalah kedua bela pihak yang melakukan akad
mempunyai hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual
beli selama masih berada dalam satu majelis (tempat) atau toko, atau
seperti jual beli atau sewa menyewa.

2. Khiyar Syarat

Khiyar syarat adalah yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang
ber akad atau keduanya, apakah meneruskan atau membatalkan akad itu
selama dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.
Umpamanya, pembeli mengatakan “saya akan membeli barang
anda ini dengan ketentuan diberikan renggang waktu selama tiga hari”.
Sesudah tiga hari tidak ada berita, berarti akad itu batal.Khiyar syarat
boleh dilakukan dalam segala macam jual beli, kecuali barang yang
wajib diterima ditempat jual beli, seperti barang-barang riba.Masa
khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam terhitung dari
waktu akad.

3. Khiyar ‘aibi

Khiyar ‘aibi adalah dalam jual beli ini, disyaratkan kesempurnaan


benda-benda yang dibeli, seperti seorang berkata ;”saya beli mobil itu
seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”.
Seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah
RA bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh
berdiri didekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu
diadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual.
Khiyar ‘aib artinya sipembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya apabila pada barang itu terdapat suatu cacad yang mengurangi
suatu kualitas barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan
biasanya barang yang seperti itu baik, dan sewaktu akad cacat nya itu
sudah ada tetapi sipembeli tidak tahu, atau terjadi sesudah akad, yaitu
sebelum diterimanya. Keterangannya adalah Ijma’ “sepakat ulama
mujtahid.

4. Khiyar Ru’yah

Khiyar Ru’yah adalah ada hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan
berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang
belum ia lihat pada saat akad berlangsung. Jumhur Ulama
(Hanafiah,Malikiyah,Hanabilah dan Zahiriyah), menyatakan, bahwa
khiyar ru’yah disyariatkan dalam islam.
ARIYAH

A. Pengertian Ariyah

ِ ‫) ْال َع‬
Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab  (ُ‫اريَة‬
diambil dari kata (‫ )عار‬yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian
pendapat ariyah berasal dari kata (‫ )التعاور‬yang artinya sama dengan (‫التناول‬
‫اوب‬PPP‫ )او التن‬artinya saling tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-
meminjam. Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan suatu kegiatan
muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain
untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak zatnya agar zatnyatetap
bisa dikembalikan kepada pemiliknya.

B. Landasan Hukum Syara’

Dalam kegiatan Pinjam-meminjam atau ariyah dianjurkan atau boleh


(mandub). Dalam praktik  Ariyah pun mendapatkan pengakuan dari
syariah.
Al Qur’an
Dasar hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup
tolong-menolong serta saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan.
Pada surat al-maidah ayat kedua allah berfirman :

Yang Artinya :
“ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Dalam surat al-Nisa’ ayat 58 Allah berfirman :


Yang Artinya:

“sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menunaikan amanah


kepada yang berhak menerimannya.”

Bila Seseorang tidak mengembalikan waktu peminjamannya


atau menunda waktu pengembaliannya, berarti ia berbuat khianat. Serta
berbuat maksiat kepada pihak yang sudah menolongnya. Perbuatan
seperti ini jelas bukan merupakan suatu tindakan terpuji, sebab selain ia
tidak berterima kasih kepada orang yang menolongnya, pihak peminjam
itu sudah menzalimi pihak yang sudah membantunya. Ini berarti bahwa
ia telah melanggar amanah dan melakukan suatu yang dilarang agama.
Sebab perbuatan yang seperti itu, bertentangan dengan ajaran
Allah yang mewajibkan seseorang yang menunaikan amanah seta
dilarang berbuat khianat.

C. Rukun dan Syarat Ariyah

1. Rukun Ariyah

Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah ijab dari


yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun
ariyah. Menurut Syafi’iyah, dalam ariyah disyaratkan adanya lafadz
shigot akad, yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang
meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan
milik barang bergantung pada adanya izin.

Secara umum, jumhur ulama’ fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah


ada empat, yaitu : mu’ir (peminjam), musta’ir(yang meminjamkan),
mu’ar(yang dipinjamkan), sighot, yakni sesuatu yang menunjukan
kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun
perbuatan.

2. Syarat Ariyah

a. Mu’ir berakal sehat


Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak
dapat meminjamkan barang. Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan
sudah baligh, sedangkan ulama’ lainnya menambahkan bahwa yang
berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan
sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil, bukan orang bodoh
dan juga bangkrut.

b.    Pemegang barang oleh peminjam


Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah
memegang barang adalah peminjam, digunakan sesuai manfaatnya,
tetapi tidak dimiliki zatnya, hukumnya pun dalam syara’ seperti
halnya dalam hibah.

c.    Barang (musta’ar) dapat dimanfaatlan tanpa merusak zatnya, jika


musta’ar tidak dapat dimanfaatkan akad tidak sah.
       Para Ulama telah menetapkan ariyah diperbolehkan terhadap
setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak
zatnya, seperti meminjam sebidang lahan tanah, pakaian, hewan
ternak. Dalam musta’ar tidak diperbolehkan meminjamkan barang
yang satu kali guna atau mudah habis zatnya, misalnya makanan.
        Diharamkan meminjam senjata dan kuda kepada musuh, juga
diharamkan meminjamkan  Al Qur’an dan yang berkaitan dengan Al
Qur’an kepada orang kafir. Serta dilarang pula untuk meminjamkan
alat berburu kepada orang yang sedang ihram.
DAFTAR PUSTAKA

Misbahuddn, E-Commerce dan hukum islam (cet. I; Makassar: alauddin

university Press, 2012).

Muhammad Firdaus, ed., Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah.

Muhammad Firdaus, ed., Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah,

(Jakarta, Renaisan, 2005),


Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,Jakarta:Djajamurni,1954
M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,Jakarta:Fajar
Interpratama,2003.
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,Jakarta:Fajar Interpratama,2002.
http://www.koperasisyariah.com/definisi-mudharabah/
http://www.canboyz.co.cc/2010/02/makalah-mudharabah.html/
http://www.academia.edu/
http://blogspot.com/m.alli/jurnal-akad/
http://blogspot.com/mustika/jurnal-ariyah/

Anda mungkin juga menyukai