Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik
modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen
proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan
modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal
dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
2. Pengertian Mudharabah menurut 4 imam
a. Mudharabah menurut Imam Hanafi, mudharabah adalah "Akad syirkah dalam
keuntungan, satu pihak pemilik modal dan satu pihak lagi pemilik jasa."
b. Mudharabah menurut Imam Maliki, mudharabah adalah "Akad perwakilan,
dimana pemilik harta mengeluarkan sebagian hartanya untuk dijadikan modal
kepada orang lain agar modal tersebut diperdagangkan dengan pembayaran
yang telah ditentukan (mas dan perak).
c. Mudharabah menurut Mazhab Hanabilah, mudharabah adalah "Pemilik harta
mengeluarkan sebagian hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang lain
untuk diperdagangkan dengan bagian dari keuntungan yang telah diketahui."
d. Mudharabah menurut Mazhab Syafi'i, mudharabah adalah "Akad yang
menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain untuk
diperdagangkan."
3. Jenis Jenis Mudharabah
a. Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh
kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam
usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik
kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
b. Mudharabah Muqayyadah: Dimana pemilik dana menentukan syarat dan
pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
4. Ketentuan Hukum Mudharabah
a. Mudharabah dapat dibatasi oleh periode tertentu.
b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan
yang belum tentu terjadi.
c. Tidak ada ganti rugi dalam mudharabah, karena akad ini pada dasarnya bersifat
amanah. Kecuali akibat dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
d. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau terjadi perselisihan
diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syariah jika tidak terselesaikan melalui musyawarah.
5. Sifat Utama Mudharabah
a. Berdasarkan prinsip bagi hasil dan berbagi risiko
1) Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
2) nisbah yang telah disepakati sebelumnya
3) Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola
tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
b. Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari
Mudharabah dilakukan oleh dua orang yang mempunyai maksud yang sama
tetapi kapasitas yang berbeda, antara lain:
1) Pemilik modal yang tidak dapat mengelola modalnya atau tidak memiliki
waktu untuk mengelolanya
2) Orang yang tidak memiliki modal tetapi mempunyai keahlian dalam
mengelola modal sehingga dapat mengahsilkan keuntungan yang
nantinya akan dibagi hasil sesuai akad/perjanjian awal.
B. Qard
1. Pengertian Qardh
Qardh adalah akad pinjaman yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama pada
waktu yang disepakati. Secara teknis, pinjaman ini diberikan oleh seseorang atau lembaga
keuangan syariah pada orang lain yang kemudian digunakan untuk kebutuhan yang
mendesak. Pembayarannya bisa dilakukan dengan diangsur atau lunas sekaligus.
Menurut Bank Indonesia, qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan
kewajiban peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu. Qard berlaku tanpa imbalan karena meminjamkan uang dengan
imbalan adalah riba. Riba Qardh tidak boleh dilakukan karena akad Qardh dalam islam
bertujuan untuk tolong-menolong dan bukan untuk mengambil keuntungan. Pada dasarnya
riba Qardh adalah hasil keuntungan yang didapatkan dari tambahan pembayaran pokok
pinjaman yang disyaratkan oleh peminjam, sehingga pemberi utang akan mendapatkan
kelebihan dari si penerima utang.
Contohnya saja, apabila ada pihak A yang meminjamkan uang sebesar 5 juta rupiah namun
kemudian meminta imbalan imbalan kepada pihak B sebesar 6 juta rupiah tanpa kejelasan
kelebihan uang satu juta tersebut digunakan untuk apa dan kenapa harus dibayarkan, hal
inilah yang disebut sebagai riba Qardh.
2. Syarat dan rukun qard
Qardh dapat berlaku dengan sah jika semua pihak yang terlibat memenuhi syarat dan
rukunnya. Berikut syarat dan rukun dalam akad qardh:
a. Peminjam (muqtaridh). Pihak peminjam harus seorang yang Ahliyah
mu’amalah, yang berarti harus baligh, berakal waras, dan tidak mahjur
(secara syariat tidak diperkenankan mengatur hartanya sendiri).
b. Pemberi pinjaman (muqridh). Pihak pemberi pinjaman haruslah seorang
Ahliyat at-Tabarru’ (layak bersosial), dengan arti mempunyai kecakapan
dalam menggunakan hartanya secara mutlak menurut pandangan syariat.
Dalam qardh, seorang muqridh meminjamkan dananya tanpa paksaan dari
pihak lain.
c. Dalam perbankan syariah, qardh dijalankan sebagai fungsi sosial bank.
Dananya biasa berasal dari dana zakat, infaq, dan sadaqah yang dihimpun
dari aghniya’ atau dari sebagian keuntungan bank.
d. Barang/utang (Mauqud ‘Alaih). Barang yang digunakan sebagai obyek dalam
qardh harus dapat diakad salam. Dengan bisa diakad salam, maka barang
tersebut dianggap sah untuk dihutangkan.
e. Ijab qabul (shighat). Ucapan dalam ijab qabul harus dilakukan dengan jelas
dan dapat dipahami oleh kedua pihak, sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
Dalam perbankan syariah, akad Qardh memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
5. Fungsi Qardh
a. Membantu nasabah yang sedang membutuhkan dana cepat untuk kebutuhan yang
mendesak.
b. Qardh Hasan yang menjadi pembeda Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga
Keuangan Konvensional, karena membawa misi sosial di dalamnya.
c. Misi sosial ini dapat meningkatkan citra positif dan loyalitas masyarakat pada Lembaga
Keuangan Syariah.
6. Macam-macam qardh
Menurut lembaga keuangan Syariah, akad Qardh terdiri dari dua macam yaitu:
a. Akad Qardh yang berdiri sendiri dan hanya bermaksud sebagai tujuan sosial, sesuai
dengan apa yang tertera di Fatwa MUI DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 yang
menjelaskan bahwa Al-Qardh ada bukan sebagai kelengkapan transaksi atau sarana
untuk mencari keuntungan.
b. Akad Qardh yang terjadi sebagai sarana untuk melengkapi transaksi lain yang bersifat
komersial atau termasuk ke dalam akad-akad mu’awadhah untuk mendapatkan
keuntungan. Pihak ketiga hanya dalam menggunakan dana tersebut untuk tujuan
komersial seperti pembiayaan pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, produk
Rahn Emas, pengalihan utang, dan ajakan piutang.
8. Penyajian Qardh
Sementara untuk penyajian Qardh dalam bidang perbankan dan keuangan diatur oleh OJK
sebagai berikut:
a. Pinjaman Qardh yang bersumber dari modal Bank dan dana pihak ketiga disajikan pada
pos pinjaman Qardh.
b. Penyisihan Penghapusan Aset pinjaman Qardh disajikan sebagai pos lawan (contra
account) pinjaman Qardh.
C.