B. Ketentuan Mudharabah
a. Rukun dan Syarat
(1) Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum
(2) Pernyataan ijab dak kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengedakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal berikut :
Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
(3) Modal ialah sejumlah uang dan / atau asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara
bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
(4) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh diisyaratkan untuk satu pihak.
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
Penyedia dana menganggung semua kerugian akibat dari mudharbah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
(5) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh
penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut :
Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana,
tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikan rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukuman syariah islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktivitas itu.
b. Prinsip Mudharabah
Berdasarkan fatwa DSN – MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan dan No:
03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito yang dibenarkan secara syariah adalah yang
berdasarkan prinsip mudharabah dengan ketentuan sebagai berikut:
Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank
sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk di
dalam mudharabah dengan pihak lain.
Modal harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan dalam bentuk piutang.
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.
Di sisi lain walaupun produk Musyarakah jarang di gunakan oleh bank, namun
menurut para ahli Ekonomi Islam produk Musyarakah dapat di jadikan sebagai solusi
cukup menarik apabila suatu saat bank tidak dapat lagi menggunakan produk
Murabahah, karena produk Musyarakah lebih baik di banding dengan produk
Mudharabah pada intinya. Mengapa para ahli mengatakan produk Musyarakah
dapat menjadi solusi? Terdapat tiga alasan yaitu:
Pertama, beban kontribusi, Kalau dalam mudharabah, maka ada garis pemisah
yang tegas antara shohibul maal [yang hanya memberikan kontribusi modal
sepenuhnya] dan mudharib [yang menyediakan ketrampilan sepenuhnya] maka
dalam musyarakah, kedua belah pihak bersyerikat dalam bentuk yang lebih
imbang, artinya kedua pihak sama-sama harus memberikan kontribusi modal
dan keahlian.
Kedua, pola operasi, Ada kesan sangat kuat, bahwa dalam operasi proyek
mudharabah, pihak mudharib mempunyai otoritas penuh, seakan-akan pihak
shohibul maal tidak mempunyai hak intervensi apapun, kecuali menunggu hasil
akhir jadi dan dilaporkan. Sebaliknya, dalam musyarakah kedua belah pihak
mempunyai hak yang lebih wajar dalam monitoring bahkan intervensi operasi.
Secara tidak langsung, pola ini dapat mengurangi salah satu persoalan besar
yang dihadapi oleh mudharabah, yakni moral hazard yang dilakukan pihak
mudharib terhadap shohibul maal. Keuntungan lain adalah bahwa kedua
partner dapat saling mengawasi, dan sekaligus memberikan ketrampilan sebatas
kemampuan masing-masing pihak.
Ketiga, pola bagi hasil, Kalau dalam mudharabah terjadi laba, maka situasinya
tidak berbeda dengan musyarakah, kecuali mungkin besaran nisbah yang
disepakati semula. Artinya laba akan dibagi sesuai dengan perjanjian atau akad
yang sudah disepakti pada awal proyek. Namun, manakala terjadi proyek rugi,
bila ini merupakan kerugian normal, maka pihak shohibul maal yang akan
menanggung sepenuhnya secara finansial, sedangkan kerugian non-finansial
menjadi tanggungjawab mudharib. Ini berbeda sama sekali dengan musyarakah
yang sepenuhnya menerapkan pola bagi hasil atau bagi laba dan atau rugi (profit
and loss sharing). Artinya, baik laba maupun rugi akan dibagi secara
proporsional antara kedua belah pihak. Ini memberikan perasaan lebih adil bagi
semua pihak yang terlibat.
E. Standar Akuntansi
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi mudharabah yang
sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK
105 temtamg Akuntansi mudharabah, yang meliputi akuntansi pemilik dana dan akuntansi
pengelola dana. Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah, bank syariah dapat bertindak
sebagai pemilik dana (shahibul maal) atau sebagai penelola dana (mudharib). Jika kedudukan
bank syariah sebagai pengeloola dana, ini dilakukan untuk kegiatan dana yang dlakukan oleh
bank syariah dengan prinsip mudharabah mutlaqah yang diplikasikan pada deposito
mudharabah dan tabungan mudharabah,oleh karenanya bank syariah harus menerapkan
ketentuan-ketentuan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah pada akuntansi pengelola dana.
F. Perlakuan Akuntansi
1. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada
pengelola dana.
2. Pengukuran investasi mudharabah:
a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.
b. Investasi mudharabah dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar aset
non-kas pada saat penyerahan. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur
sebesar jumlah yang dibayarkan. Jurnal pada saat penyerahan kas: Investasi
mudharabah xx Kas xx Investasi mudharabah dalam bentuk aset non-kas diukur
sebesar nilai wajar aset non-kas pada saat penyerahan kemungkunannya ada 2:
a. Jika nilai wajar lebih tinggi dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
Jurnal pada saat penyerahan aset non-kas:
Investasi mudharabah xx
Keuntungan tangguhan xx
Aset non-kas xx
Jurnal keuntungan tangguhan:
Keuntungan tangguhan xx
Keuntungan xx
b. Jika nilai wajar lebih rendah dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnyadiakui
sebagai kerugian dan akui pada saat penyerahan aset non-kas:
Jurnal:
Investasi mudharabah xx
Kerugian xx
Aset non-kas mudharabah xx
4. Kerugian Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir, diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
Jurnal:
Kerugian investasi mudharabah xx
Penyisihan kerugian investasi mudharabah xx
Catatan: tujuan dicatat sebagai penyisihan agar jelas nilai investasi awal
mudharabah.
5. Hasil usaha Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengeloladana diakui sebagai
piutang.
Jurnal:
Piutang pendapatan bagi hasil xx
Pendapatan bagi hasil mudharabah xx
Pada saat pengelola dana membayar bagi hsil.
Jurnal:
Kas xx
Piutang pendapatan bagi hasil xx
6. Akad mudharabah berakhir Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara
investasi mudharahah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
pengembalian investasi mudharahah;
2. Pengukuran dana syirkah temporer Dana syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas
atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.
Jurnal
Kas/aset nonkas xxx
Dana syirkah temporer xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dan syirkah kontemporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban
sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
Jurnal:
Beban bagi hasil mudharabah xxx
Utang bagi hasil mudharabah xxx
Jurnal penutup:
Pendapatan yang belum dibagikan: xxx
Beban Bagi Hasil Mudharobah – pemilik dana xxx
Beban Bagi Hasil Mudharobah – pengelola dana xxx
5. Kerugian yang diakibatkan oleh kesaahan atau kelainan pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana. Jurnal:
Beban xxx
Utang Lain-lain/Kas xxx
6. Diakhir akad
Jurnal:
Dana Syirkah Temporer xxx
Kas/Aset Nonkas xxx
Jika ada penyelisihan kerugian sebelumnya Jurnal:
Dana Syirkah Temporer xxx
Kas/Aset Nonkas xxx
Penyisihan Kerugian xxx
Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Asumsi pencatatan untuk pengelola dana yang telah dibahas di
atas menggunakan akad mudharobah muthlaqah,apabila akadnya Mudharabah
Muqayyadah, dimana dana dari pemilik dana langsung disalurkan kepada pengelola
dana lain (kedua) dan pengelola dana pertama hanya bertindak sebagai perantara
yang mempertemkan antara pemilik dana dengan pengelola dana lain (kedua); maka
dana untuk jenis seperti iini akan dilaporkan off balance sheet. Atas kegiatan tersebut
pengelola dana pertama akan menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua
pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pengelola dana lain (kedua) berlaku nisbah
bagi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta, PT Rasindo, 2005) cet.I,
h.33
Muamalat Institute Research, Training, Consulting dan Publikation, Hand Out Traning Perbankan Syariah,
(Jakarta, Muamalat Institute), h 95
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankam Indonesia,
(Jakarta, Pustama Utama Gratifi, 2005), h. 27
Habib Nazir dan Muhammad Hasanudin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Bandung, kaki
langit, 2004), cet.I h. 389
Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2005), cet.II h. 109
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT Raja Garafindo Persada), h. 118
Wiroso, Akuntansi perbankan syari’ah, (Jakarta, PT Sardo Sarana Media, 2010) LPEE Usakti.