Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI PERBANKAN

“AKAD MUDHARABAH DAN PENERAPAN DI BANK SYARIAH”

Akad Mudharabah Dan Penerapan Di Bank Syariah

A. Pengertian dan Pembiayaan Mudharabah


Mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank Islam. Prinsip
ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis
perkongsian, dimana pihak pertama (shahih al’maal) menyediakan dana, dan pihak kedua
(mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah
(porsi bagi hasil) yang telah disepakati bersama secara awal, maka kalau rugi shahib al’mal akan
kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan managerial skill selamam proyek berlangsung.
Mudharabah disebut juga Qiradh yang berarti “memutuskan”. Dalam hal ini si pemilik uang itu
telah memutuskan untuk menyerahkan sejumlah uangnya untuk diperdagangkan berupa barang-
barang dan memutuskan sebagian dari keuntunganya bahi pihak kedua orang yang berakad qiradh
ini.
Mudharabah dikenal sebagai suatu akad atau perjanjian atas sekian uang untuk
dipertindakkan oleh amil (pengusaha) dalam perdagangan, kemudian keuntunganya dibagikan
diantara keduanya menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik dengan sama rata,
maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Contoh mudharabah pihak pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan
perindustrian dan sebagiannya dengan dibagikan untuk antara kedua belah pihak menurut jumlah
yang disetujui, seperti 2 atay 3 atau 4 bagian.
Tujuan akad mudharabah adalah agar kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal)
yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan / perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha
sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman di
bidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari penyia-
nyiaaan modal pemilik harta dan menyia-nyiakan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal
untuk memanfaatkan keahlian mereka.
Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
1) Mudharabah Muthlaqah
Yaitu pihak pengusaha “diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan /
gangguan apapun” urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,
tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Mudharabah Muthlaqah ini pada usaha perbankan
syariah diaplikasikan pada tabungan, dan deposito. Mudharabah Muthlaqah dalam PSAK 59
tentang Akuntansi Perbankan Syariah diterjemahkan menjadi Investasi Tidak Terikat dan dalam
PSAK syariah yang baru disempurnakan menjadi Dana Syirkah Temporer.
2) Mudharabah Muqaidah / Muqayyadah (Investasi Terikat)
Yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi / memberi syarat kepada mudharib dalam
pengelolaan dana seperti misalnya:
 Hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu dan tempat yang
ditentukan saja
 Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana
rekening lainnya pada saat investasi
 Bank dilarang untuk inbestasi dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin
atau tanpa jaminan
 Bank diharuskan melakukan investasi sendiri (tidak melalui pihak ketiga)
3) Mudharabah Musytarakah
Dimana pengelolaan dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama inbestasi.
Akadnya merupakan perpaduan antara mudharabah dan akad musyaraqah.

B. Ketentuan Mudharabah
a. Rukun dan Syarat
(1) Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum
(2) Pernyataan ijab dak kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengedakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal berikut :
 Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
 Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
 Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
(3) Modal ialah sejumlah uang dan / atau asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :
 Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
 Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
 Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara
bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
(4) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
 Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh diisyaratkan untuk satu pihak.
 Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
 Penyedia dana menganggung semua kerugian akibat dari mudharbah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
(5) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh
penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut :
 Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana,
tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
 Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikan rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
 Pengelola tidak boleh menyalahi hukuman syariah islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktivitas itu.

b. Prinsip Mudharabah
Berdasarkan fatwa DSN – MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan dan No:
03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito yang dibenarkan secara syariah adalah yang
berdasarkan prinsip mudharabah dengan ketentuan sebagai berikut:
 Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank
sebagai mudharib atau pengelola dana.
 Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk di
dalam mudharabah dengan pihak lain.
 Modal harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan dalam bentuk piutang.
 keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
 Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
 Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.

C. Alur Transaksi Mudharabah


 Pertama, dimulai dari permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi
formulir permohonan pembiayaan.
 Kedua, bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha
yang disepakati berdasarakan kesepakatan dan kemampuan terbaik.
 Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan.
 Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing
berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.
 Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah.

D. Perbedaan Mudharabah dengan akad lainnya


Menurut para ahli Ekonomi Islam pada saat ini produk murabahah sudah
mendominasi portofolio perbankan syariah, baik yang berbentuk Bank Umum, Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) bahkan sampai pada tingkat Baitul Mal wat Tamwil
(BMT). Mengapa bank lebih memilih murabahah? Karena di dalam Fiqh tidak pernah
mengatur portofolio produk sebuah lembaga keuangan syariah seperti bank, Tidak ada
istilah proporsi halal atau haram dalam pengaturan portofolio produk atau jasa
perbankan syariah. Oleh karena itu, adalah sah dan boleh saja bila sebuah bank
syariah lebih mengutamakan menjual produk pembiayaan murabahah itu. Dalam
bahasa lain, hal ini lebih bersifat kebijakan bisnis sebuah lembaga keuangan syariah, dan
tergantung tentunya kepada kepentingan apa yang ada dibalik kebijakan itu.
Kemudian menurut para ahli Ekonomi Islam produk Murabahah selain sudah
mendominasi portofolio perbankan syariah, produk Murabahah ternyata lebih menarik
di banding dengan produk Mudharabah dan Musyarakah. Mengapa? Karena ada
beberapa alasan antara lain:
 pertama adalah bahwa produk Murabahah mudah diekivalenkan dengan pola
perbankan konvensional. Konsekuensinya, produk ini mudah dipahami oleh bank dan
masyarakat sekaligus. Oleh karena itu pula, produk ini mudah disosialisasikan.
 Kedua karena bentuknya yang mudah dipahami, maka juga mudah dilakukan
perhitungan, sehingga produk murabahah relatif mudah dijual, dan sekaligus
mengandung resiko kecil di mata bank.
Oleh sebab itu, wajar bila perbankan syariah lebih menyukai dan membesarkan
portofolio dalam bentuk produk murabaha tersebut. Tetapi sesungguhnya produk
mudharabah dan musyarakah tidak kalah penting juga dari produk Murabahah, sebab
kedua produk tersebut merupakan dua produk perbankan syariah yang berpotensi
sangat besar dalam menciptakan keseimbangan sektor moneter dan syariah. Mengapa
demikian? Karena kedua produk ini betul-betul melibatkan dua pihak yang sedang
bergerak mengelola sektor usaha yang tidak usah diragukan memberikan nilai tambah
pada gerakan ekonomi secara langsung. Tetapi mengapa bank jarang untuk memilih
atau menggunakan produk Mudharabah dan Musyarakah? Karena Dalam kondisi riel di
Indonesia, kendati mudharabah diakui mencapai rata-rata 14,33% dari total pembiayaan
yang dilakukan perbankan syariah, maka harus dipahami bahwa mudharabah yang
dilakukan menempuh prosedur yang sangat dapat diperdebatkan. Misalnya saja, bahwa
hampir tidak ada pembiayaan mudharabah yang tidak melibatkan kontribusi modal
pihak mudharib (penyedia jasa). Ini jelas tidak sesuai dengan aturan dasar mudharabah
itu sendiri, karena bahwa dalam perjanjian mudharabah maka modal finansial
sesungguhnya menjadi tanggungjawab pemilik modal atau shohibul maal. Sebaliknya,
mudharib memang hanya cukup bertanggungjawab pada sisi ketrampilan dan
operasional saja. Selain daripada itu produk Mudharabah banyak sekali resiko yang di
keluarkan di bandingkan dengan produk Murabahah seperti yang telah di jelaskan
sebelumnya. Resiko yang di timbulkan dari produk Mudharabah antara lain yaitu:

 Pertama, mudah mengalami atau rentan terhadap penyimpangan, karena sering


kali pihak mudharib tidak melengkapi diri dengan akuntanbilitas yang memadai
dengan laporan keuangan yang auditable. Persoalan ini memang tidak mudah
diatasi, karena berkaitan dengan buruknya budaya akuntansi di banyak
perusahaan di negeri ini.
 Kedua, di sisi lain, mudharabah menuntut prasyarat kejujuran dan keterbukaan,
apalagi dalam konteks mudharabah ada sebuah pengertian bahwa pihak
shohibul maal seakan-akan tidak mempunyai hak intervensi sedikitpun dalam
proyek bisnis yang sedang dijalankan oleh pihak mudharib.
 Ketiga, akibat dari dua kondisi di atas, seringkali pihak bank mematok nisbah
bagi hasil yang barangkali relatif cukup besar bagi bank, dan sebaliknya lebih
kecil bagi nasabah. Manakala nisbah bagi hasil tersebut diekivalenkan dengan
tingkat bunga bank, akan terasa bahwa porsi yang harus dibayarkan pihak
nasabah menjadi lebih mahal dibandingkan dengan bunga bank konvensional.

Di sisi lain walaupun produk Musyarakah jarang di gunakan oleh bank, namun
menurut para ahli Ekonomi Islam produk Musyarakah dapat di jadikan sebagai solusi
cukup menarik apabila suatu saat bank tidak dapat lagi menggunakan produk
Murabahah, karena produk Musyarakah lebih baik di banding dengan produk
Mudharabah pada intinya. Mengapa para ahli mengatakan produk Musyarakah
dapat menjadi solusi? Terdapat tiga alasan yaitu:
 Pertama, beban kontribusi, Kalau dalam mudharabah, maka ada garis pemisah
yang tegas antara shohibul maal [yang hanya memberikan kontribusi modal
sepenuhnya] dan mudharib [yang menyediakan ketrampilan sepenuhnya] maka
dalam musyarakah, kedua belah pihak bersyerikat dalam bentuk yang lebih
imbang, artinya kedua pihak sama-sama harus memberikan kontribusi modal
dan keahlian.
 Kedua, pola operasi, Ada kesan sangat kuat, bahwa dalam operasi proyek
mudharabah, pihak mudharib mempunyai otoritas penuh, seakan-akan pihak
shohibul maal tidak mempunyai hak intervensi apapun, kecuali menunggu hasil
akhir jadi dan dilaporkan. Sebaliknya, dalam musyarakah kedua belah pihak
mempunyai hak yang lebih wajar dalam monitoring bahkan intervensi operasi.
Secara tidak langsung, pola ini dapat mengurangi salah satu persoalan besar
yang dihadapi oleh mudharabah, yakni moral hazard yang dilakukan pihak
mudharib terhadap shohibul maal. Keuntungan lain adalah bahwa kedua
partner dapat saling mengawasi, dan sekaligus memberikan ketrampilan sebatas
kemampuan masing-masing pihak.
 Ketiga, pola bagi hasil, Kalau dalam mudharabah terjadi laba, maka situasinya
tidak berbeda dengan musyarakah, kecuali mungkin besaran nisbah yang
disepakati semula. Artinya laba akan dibagi sesuai dengan perjanjian atau akad
yang sudah disepakti pada awal proyek. Namun, manakala terjadi proyek rugi,
bila ini merupakan kerugian normal, maka pihak shohibul maal yang akan
menanggung sepenuhnya secara finansial, sedangkan kerugian non-finansial
menjadi tanggungjawab mudharib. Ini berbeda sama sekali dengan musyarakah
yang sepenuhnya menerapkan pola bagi hasil atau bagi laba dan atau rugi (profit
and loss sharing). Artinya, baik laba maupun rugi akan dibagi secara
proporsional antara kedua belah pihak. Ini memberikan perasaan lebih adil bagi
semua pihak yang terlibat.

E. Standar Akuntansi
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi mudharabah yang
sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK
105 temtamg Akuntansi mudharabah, yang meliputi akuntansi pemilik dana dan akuntansi
pengelola dana. Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah, bank syariah dapat bertindak
sebagai pemilik dana (shahibul maal) atau sebagai penelola dana (mudharib). Jika kedudukan
bank syariah sebagai pengeloola dana, ini dilakukan untuk kegiatan dana yang dlakukan oleh
bank syariah dengan prinsip mudharabah mutlaqah yang diplikasikan pada deposito
mudharabah dan tabungan mudharabah,oleh karenanya bank syariah harus menerapkan
ketentuan-ketentuan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah pada akuntansi pengelola dana.

F. Perlakuan Akuntansi
1. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada
pengelola dana. 
2. Pengukuran investasi mudharabah: 
a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan. 
b. Investasi mudharabah dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar aset
non-kas pada saat penyerahan. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur
sebesar jumlah yang dibayarkan. Jurnal pada saat penyerahan kas: Investasi
mudharabah xx Kas xx Investasi mudharabah dalam bentuk aset non-kas diukur
sebesar nilai wajar aset non-kas pada saat penyerahan kemungkunannya ada 2: 

a. Jika nilai wajar lebih tinggi dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah. 
Jurnal pada saat penyerahan aset non-kas: 
Investasi mudharabah xx 
Keuntungan tangguhan xx 
Aset non-kas xx 
Jurnal keuntungan tangguhan: 
Keuntungan tangguhan xx 
Keuntungan xx 

 b. Jika nilai wajar lebih rendah dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnyadiakui
sebagai kerugian dan akui pada saat penyerahan aset non-kas: 
Jurnal: 
Investasi mudharabah xx 
Kerugian xx 
Aset non-kas mudharabah xx 

3. Penurunan nilai aset non-kas 


a. Penurunan nilai sebelum usaha dimulai: diakui sebagai kerugian dan mengurangi
saldo investasi mudharabah. 
Jurnal: 
Kerugian investasi mudharabah xx 
   Investasi mudharabah xx
b. Penurunan nilai setelah usaha dimulai: diakui sebagai kerugian dan diperhitungkan
pada saat pembagian bagi hasil. 
Jurnal: 
Kerugian investasi mudharabah xx 
   Penyisihan investasi mudharabah xx 
Kas xx 
Penyisihan investasi mudharabah xx 
   Pendapatan bagi hasil mudharabah xx 

 4. Kerugian Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir, diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. 
Jurnal: 
Kerugian investasi mudharabah                      xx 
    Penyisihan kerugian investasi mudharabah      xx 
Catatan: tujuan dicatat sebagai penyisihan agar jelas nilai investasi awal
mudharabah. 

 5. Hasil usaha Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengeloladana diakui sebagai
piutang. 
Jurnal: 
Piutang pendapatan bagi hasil            xx 
   Pendapatan bagi hasil mudharabah     xx 
Pada saat pengelola dana membayar bagi hsil. 
Jurnal: 
Kas                                          xx 
   Piutang pendapatan bagi hasil     xx 

6. Akad mudharabah berakhir Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara
investasi mudharahah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
pengembalian investasi mudharahah; 

diakui sebagai keuntungan atau kerugian.


Jurnal: 
Kas/piutang/aset nonkas                              xxx 
Penyisihan kerugian investasi mudharabah    xxx 
   Mudharabah                                                  xxx 
   Keuntungan investasi mudharabah                  xxx 
       ATAU 
Kas/piutang/aset nonkas                           xxx 
Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx 
Kerugian investasi mudharabah                 xxx 
   Investasi mudharabah                                 xxx 
 
7. Penyajian Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat, yaitu nillai investasi mudharabah dikurangi penyisihan
kerugian (jika ada). 
8. Pengungkapan Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan
trannsaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada: 
a. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain. 
b. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; 
c. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; 
d. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang penyajian laporan
keuangan syariah. 

G. akutansi untuk pengelolaan dana 


1. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana
syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset onkas yang diterima 

2. Pengukuran dana syirkah temporer Dana syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas
atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. 
Jurnal 
Kas/aset nonkas            xxx 
   Dana syirkah temporer     xxx 

3. Catatan: penyelisihan kerugian disajikan sebagai Penyaluran kembali dana syirkah


temporer 
Jika pengelola dana menyalurkan kembalidana syirkah temporer yang diterima
maka pengelola dana mengakui sebagai aset (investasi mudharabah). Sama seperti
akutansi untuk pemilik dana. Dan ia akan mengakui pendapatan secara bruto
sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana. 

Jurnal pencatatan ketika menerima pendapatan bagi hasil dari penyaluran


kembali dana syirkah temporer: 
Kas/piutang                                     xxx 
   Pendapatan yang belum dibagikan      xxx 

Hak pihak ketiga atas bagi hasil dan syirkah kontemporer yang sudah
diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban
sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
Jurnal: 
Beban bagi hasil mudharabah     xxx 
    Utang bagi hasil mudharabah       xxx 

Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil: 


Utang bagi hasil mudharabah  xxx 
   Kas                                          xxx 
4. Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah berarti ada
pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama dengan akutansi
konvensional yaitu: 

Saat mencatat pendapatan: 


Kas/piutang    xxx 
   Pendapatan       xxx 

Saat mencatat beban : 


Bebas           xxx 
   Kas/Utang        xxx 

Jurnal penutup yang dibuat diakhir periode (apbila diperoleh keuntungan): 


Pendapatan                               xxx 
   Beban                                          xxx 
   Pendapatan yang belum dibagikan xxx 

Jurnal ketika dibagihasilkan kepada pemilik dana: 


Beban Bagi Hasil Mudharobah – pemilik dana        xxx 
Beban Bagi Hasil Mudharobah – pengelola dana     xxx 
    Utang Bagi Hasil Mudharobah                                   xxx

Jurnal penutup: 
Pendapatan yang belum dibagikan:                   xxx 
    Beban Bagi Hasil Mudharobah – pemilik dana       xxx 
    Beban Bagi Hasil Mudharobah – pengelola dana   xxx 

Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil: 


Utang bagi hasil mudharobah   xxx 
    Kas                                         xxx 

Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian 


Pendapatan                  xxx 
Penyisihan kerugian      xxx 
    Beban                                 xxx 

 akun kontrak dari Dana Syirkah Temporer. 

5. Kerugian yang diakibatkan oleh kesaahan atau kelainan pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana. Jurnal: 
Beban     xxx 
   Utang Lain-lain/Kas   xxx 

6. Diakhir akad 
Jurnal: 
Dana Syirkah Temporer xxx 
    Kas/Aset Nonkas           xxx 
Jika ada penyelisihan kerugian sebelumnya Jurnal: 
Dana Syirkah Temporer xxx 
   Kas/Aset Nonkas            xxx 
   Penyisihan Kerugian         xxx 

7. Penyajian Pengelola dana menyajikan transaksi mudharobah dalam laporan


keuangan: 
a. Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatya untuk
setiap jenis mudharobah; yaitu sebesar dana syirkah temporer dikurangi dengan
penyisihan dikurangi (jika ada). 
Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum
diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum
dibagikan sebagai kewajiban. 

8. Pengungkapan Pengelola dana mengungkapkan transaksi mudharobah dalam laporan


keuangan: 
a. Isi kesepakatan utama usaha mudharobah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudhorobah, dan lain-lain; 
b. Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya; 
c. Penyaluran dana yang berasal dari mudharobah muqayadah.

Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Asumsi pencatatan untuk pengelola dana yang telah dibahas di
atas menggunakan akad mudharobah muthlaqah,apabila akadnya Mudharabah
Muqayyadah, dimana dana dari pemilik dana langsung disalurkan kepada pengelola
dana lain (kedua) dan pengelola dana pertama hanya bertindak sebagai perantara
yang mempertemkan antara pemilik dana dengan pengelola dana lain (kedua); maka
dana untuk jenis seperti iini akan dilaporkan off balance sheet. Atas kegiatan tersebut
pengelola dana pertama akan menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua
pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pengelola dana lain (kedua) berlaku nisbah
bagi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta, PT Rasindo, 2005) cet.I,
h.33
Muamalat Institute Research, Training, Consulting dan Publikation, Hand Out Traning Perbankan Syariah,
(Jakarta, Muamalat Institute), h 95
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankam Indonesia,
(Jakarta, Pustama Utama Gratifi, 2005), h. 27
Habib Nazir dan Muhammad Hasanudin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Bandung, kaki
langit, 2004), cet.I h. 389
Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2005), cet.II h. 109
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT Raja Garafindo Persada), h. 118
Wiroso, Akuntansi perbankan syari’ah, (Jakarta, PT Sardo Sarana Media, 2010) LPEE Usakti.

Anda mungkin juga menyukai