Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL

ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN SYARIAH

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis

DOSEN PENGAMPU :

Galuh Kartiko, S.H., M.Hum.

DISUSUN OLEH :

Naila Nahdia Afiani (2042530028)

PROGRAM STUDI D4 KEUANGAN

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2021
Perbankan syariah merupakan sistem perbankan yang pengelolaannya
didasarkan pada prinsip syariah tanpa bunga yang terdiri atas bank syariah dan
unit usaha syariah. Pengesahan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah (UUPS) merupakan upaya responsif terhadap pertumbuhan perbankan
syariah yang semakin pesat di Indonesia. Berbagai negara juga merespon
perkembangan perbankan syariah yang terus tumbuh secara kompetitif. Singapura
dan Malaysia menjadi negara yang kompetitif dalam memperebutkan berbagai
macam transaksi ekonomi syariah. Jika negara-negara sekuler sudah mulai melirik
konsep perbankan syariah, maka Indonesia juga sangat mampu untuk
berkompetisi secara global mengingat kekuatan terbesarnya adalah jumlah
penduduk muslim yang sangat besar. Hal ini merupakan peluang dan sumber daya
yang dapat memacu pertumbuhannya. Perkembangan tersebut kemudian direspon
positif oleh Indonesia dengan mengesahkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang memperkenalkan konsep bagi hasil. Dukungan secara regulatif
tersebut yang pada akhirnya melahirkan Bank Muamalat sebagai bank syariah
pertama di Indonesia.

Produk-Produk Bank Syariah

Produk Pembiayaan Secara Mudharabah dan Musyarakah

Pembiayaan berbasis Mudaharabah merupakan kerjasama antara pemilik


modal (shahibul maal) dengan mitra baik perseorangan maupun usaha dagang
yang bertindak sebagai pengelola dana tersebut (mudharib). Pemilik modal
menyerahkan dana kepada mitra untuk melakukan kegiatan usaha tertentu.
Keuntungan yang dihasilkan dibagi dengan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan
akad yang diperjanjikan. Jika terjadi kerugian, maka kerugian tersebut merupakan
resiko yang ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika kerugian tersebut terjadi
atas dasar adanya kesalahan mitra pengelola dana atau adanya penyalahgunaan

Selain mudharabah, pembiayaan juga dapat dilakukan secara musyarakah


yakni bentuk kemitraan antara pihak pemilik modal yakni bank umum syariah
atau unit usaha syariah dengan pihak nasabahnya dalam bentuk pencampuran

1
modal masing-masing pihak terhadap suatu usaha atau proyek. Kesepakatan
dibangun atas prinsip bagi hasil dan resiko bersama-sama secara proporsional.
Setelah proyek selesai, para pihak melakukan pembagian keuntungan atau nisbah
sesuai dengan besaran keuntungan yang didapatkan dan prinsip bagi hasil yang
disepakati.

Prinsip Bagi Hasil pada Pembiayaan di Bank Syariah

Secara teknis, pembiayaan berbasis mudharabah terdiri dari dua pihak


yakni pihak bank syariah selaku pemilik modal dengan pihak mitra kerja sama
atau nasabah sebagai pengelola modal. Bank syariah akan memberikan seluruh
kebutuhan pembiayaan sesuai yang diperjanjikan bersama mitra kerja sama atau
nasabah untuk kebutuhan produktif. Keuntungan akan dibagi sesuai dengan isi
akad atau kontrak yang telah disepakati bersama.

Berbeda dengan mudharabah, pembiayaan secara musyarakah secara


teknis adalah pencampuran dana atau modal dari pihak bank syariah dengan pihak
mitra kerja sama atau nasabah dalam menjalankan suatu proyek tertentu. Jadi para
pihak sama-sama menyalurkan dananya untuk kebutuhan suatu proyek tertentu.
Selanjutnya setiap keuntungan didapatkan dari pembiayaan musyarakah harus
dibagikan secara proporsional. Selain itu tentan pembagian kerugian juga dibagi
secara proporsional.

➢ Aspek Hukum yang Mengatur Perbankan Syariah.

A. Hukum yang berhubungan dengan usaha dalam akad mudharabah

Mazhab Syafii membatasi mudharabah hanya untuk kegiatan perdagangan. Tetapi


ulama yang lain mengizinkan semua jenis aktivitas yang berorientasi keuntungan
seperti perdagangan, industri, pertanian atau jasa.

Jenis usaha disini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Jenis usaha tersebut dibidang perniagaan


2. Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang
menyulitkannya.

2
3. Asal dari usaha mudharabah adalah dibidang perniagaan dan yang terkait
dengannya, serta tidak dilarang syariah.

B. Batas tindakan mudharib terhadap dana mudharabah.

Ada tiga kategori tindakan bagi mudharib terhadap dana mudharabah, ketiga
kategori tersebut adalah :

1. Tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kontrak.


2. Tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kekuasaan
perwakilan secara umum.
3. Tindakan yang tidak berhak dilakukan mudharib tanpa izin eksplisit dari
penyedia dana.
C. Batas tindakan shahibul maal dalam mudharabah

Kalangan ulama telah membahas beberapa jenis tindakan yang berhubungan


dengan penyedia dana, diantaranya :

1. Tindakan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan teknis


operasional, seperti membeli dan menjual.
2. Pembelian jasa dari penyedia dana, misalnya gudang dan jasa
pengangkutan, dibolehkan oleh sebagian ulama.
3. Aktivitas pengawasan terhadap dana mudharabah baik dilapangan maupun
dikantor, dibolehkan tanpa persyaratan.
D. Hukum yang menyangkut keuntungan dalam pembiayaan mudharabah,
diantaranya :
1. Mudharib berhak untuk memperoleh pembagian keuntungan yang
besarnya telah ditentukan sebelumnya (ditetapkan dimuka) yaitu sebelum
fasilitas mudharabah itu diberikan oleh bank, dan harus secara eksplisit
ditentukan didalam perjanjian mudharabah.
2. Harus diperhatikan bahwa dalam membagi keuntungan tersebut para pihak
dilarang untuk menentukan tingkat keuntungan tertentu terhadap modal.
3. Diperkenankan pula untuk menentukan proporsi yang berbeda untuk
keadaan yang berbeda.

3
4. Pembagian hasil mudharabah dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
pembagian laba (profit sharing) atau pembagian pendapatan(Revenue
sharing). Pembagian laba (Profit sharing) dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Sementara itu, pembagian pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total
pendapatan pengelolaan mudharabah.
E. Hukum yang berkaitan dengan kerugian

Berikut ini adalah beberapa batasan mengenai kerugian dalam pembiayaan


mudharabah :

1. Apabila terjadi kerugian, maka shahibul maal akan kehilangan sebagian


atau seluruh modalnya, sedangkan mudharib tidak menerima remunerasi
(imbalan) apapun untuk kerja dan usahanya (jerih payahnya).
2. Apabila mudharib melakukan kecurangan maka kerugian yang
ditimbulkan tersebut menjadi tanggung jawab mudharib.
3. Pembiayaan mudharabah biasanya diaplikasikan untuk jangka waktu yang
panjang.
F. Hukum yang berkatan dengan pembatalan mudharabah

Akad mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut :

1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.


2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola
modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
tujuan akad.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang
pemilik modal meninggal dunia, maka mudharabah menjadi batal.
G. Hukum yang berkaitan dengan penghentian mudharabah

Dampak hukum yang berkanaan dengan berakhirnya kontrak tersebut adalah


sebgai berikut :

1. Mudharib harus mengembalikan modal kepada shohibul maal, bila


mudahrib tidak mengembalikan maka ia dianggap cidera janji dan dana

4
tersebut menjadi jaminanya, dengan demikian dana mudharabah akan
berubah dari dana mudharabah menjadi utang yang wajib dibayar
pengelola.
2. Apabila mudharabah dihentikan sedangkan sebagian atau semua modal
dalam bentuk barang belum terjual, maka kedua belah pihak boleh
bersepakat untuk menjual segera aset-aset tersebut lalu membagi hasil
penjualan diantara mereka berdua.

➢ Lembaga Penyelesaian Segketa Bank Syariah di Indonesia

Di Indonesia, pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan


syariah adalah Pengadilan Agama. Semenjak tahun 2006, dengan
diamendemennya UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama, kewenangan Peradilan Agama diperluas. Namun, Pasal 55 [2]
UU ini memberi peluang kepada para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan Agama apabila disepakati
bersama dalam isi akad. Sengketa tersebut bisa diselesaikan melalui musyawarah,
mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga
arbitrase lain dan/atau melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Anda mungkin juga menyukai