Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AKUNTANSI TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah


Akuntansi Keuangan dan Perbankan Syariah
Dosen Pengampu: Mulki Asyriyanti, S.E., M.Ak., A.k., CTT

Disusun oleh:

Fajar Nurul Ikhsan : 193003


Ulmi Nuru Syarifah : 193006
Yanto Ardiansyah : 193010

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH

NAHDLATUL ULAMA GARUT

2022 M/1443 H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga pembiayaan syariah merupakan badan usaha yang melakukan


kegiatan dalam bentuk penyediaan dana secara langsung atau barang modal
dengan tidak menarik atau menghimpun dana secara langsung dari pihak
masyarakat (Solahuddin, 2008). Akuntansi merupakan proses pencatatan atas
transaksi bisnis yang berlangsung di dalam perusahaanyang kemudian akan
diikhtisarkan dalam bentuk laporan keuangan yang berguna baik bagi pihak
internal maupun eksternal perusahaan (Kusrini et al. 2007).

Pembiayaan mudharabah adalah dimana bank menyediakan pembiayaan


modal investasi atau modal kerja secara penuh (trusty financing), sedangkan
nasabah menyediakan proyek atau usaha lengkap dengan manajemennya.
(Solahuddin, 2008). Akuntansi atau penghitungan untuk pembiayaan mudharabah
adalah proses penghitungan pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah
kepada nasabah mudharrib, dimulai dari penyerahan dana tunai ataupun non tunai.
Apabila terjadi kerugian sebelum dimulai usaha, atau ketika sedang berjalan
usaha, maka pengukuran atau pengakuan akuntansi telah mengatur berdasarkan
PSAK 59, atau PAPSI 2003.1 Pada jurnal akuntansi pembiayaan mudharabah
akan menjelaskan tentang pengertian mudharabah, pengukuran dan pengakuan
jumlah uang tunai yang diserahkan oleh pihak bank syariah kepada nasabah,
proses penghitungan profit sharing dan pengembalian dana oleh pihak mudharrib,
dan piutang jatuh tempo pembiayaan mudharabah akan dijelaskan melalui aplikasi
jurnal akuntansi pembiayaan mudharabah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Mudharabah


Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Secara bahasa,
Mudharabah berasal dari kata Dharb yang artinya melakukan perjalanan yang
umumnya untuk berniaga. Istilah Dharb populer digunakan oleh penduduk Irak.
Untuk maksud yang sama, penduduk Hijaz menggunakan istilah muqharadah atau
qiradh yang berarti memotong. Dalam pengertian ini, makna qiradh adalah
pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola
modal, dan ia juga akan memotong keuntungan usahanya. Secara teknis, Antonio
(2001) mendefinisikan Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.

B. Ketentuan Syar’i Pembiayaan Mudharabah


1. Mudharabah Muqayyah
Mudaharabah muqayyah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan
pengelola, dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh pemilik dana
dalam hal tempat, cara, dan/atau objek investasi. Dalam transaksi mudharabah
muqayyah, bank syariah bersifat sebagai agen yag menghubungkan shahibul maal
dengan mudharib. Peran agen yang dilakukan oleh bank syariah sama dengan
peran manajer investasi pada perusahaan sekuritas. Imbalan yang diterima oleh
bank sebagai agen dinamakan fee dan bersifat tetap tanpa dipengaruhi oleh tingkst
keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib. Fee yang diterima oleh bank

1
dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.
Mudharabah muqayyah biasa disebut dengan mudharabah terikat (restricted
mudharabah). Dalam praktik perbankan, mudharabah muqayyah terdiri atas dua
jenis, yaitu mudharabah muqayyah executing dan mudharabah muqayyah
channeling. Pada mudharabah muqayyah executing, bank syariah sebagai
pengelola menerima dana dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat,
cara, dan/atau objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan
dslam melakukan seleksi terhadap calaon mudharib yang layak mengelola dana
tesebut. Sementara itu pada mudharabah muqayyah channeling, bank syariah
tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan
mengelola dana tersebut.

2. Mudharabah muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan
pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara,
maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memiliki kewenangan yang
sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan.
Kontrak mudharabah muthlaqah dalam perbankan syariah digunakan untuk
tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan
sebagai pemilik dana, sedang bank berperan sebagai pengelola yang
mengontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung. Adapun pada
pembiayaan mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang
menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan
dana untuk keperluan usahanya. Pihak lain yang memerlukan dan mengelola dana
tersebut biasa disebut dengan nasabah pembiayaan. Dana yang diterima oleh bank
dari penabung dilaporkan dalam neraca di bagian dana syirkah, sedangkan dana
yang disalurkan oleh bank kepada nasabah pembiayaan melalui akad
mudaharabah dilaporkan dalam neraca pada bagian aset lancar. Adapun bagian
bank dari keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib dari kegiatan investasi yang
dilakukannya dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai salah satu unsur

1
4

pendapatan operasi utama bank. Mudharabah muthlaqah biasa juga disebut


dengan mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat (unrestricted
mudharabah).

3. Mudharabah Musytarakah

Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana


menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad musyatarakah
ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan usaha, pengelola dana memiliki
modal yang dapat dikontribusikan dalam investasi, sedang di lain sisi, adanya
penambahan modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan investasi. Akad
musytarakah ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara akad mudharabah
dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musyatarakah, pengelola dana
berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi
bersama (berdasarkan akad musyarakah). Setelah penambahan dana oleh
pengelola, pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi
pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.

Nasabah dana
bank
dengan sistem Nasabah pengelola
pool of fund
(mudarib)

investor

Nasabah penghimpunan bank berperan sebagai mudharib, sedangkan nasabah


penyaluran bank berperan sebagai pemilik dana. Pada saat yang sama, bank
melakukan kerja sama dengan investor lain untuk membiayai suatu proyek yang
dikerjakan oleh nasabah pengelola. Investor lain yang terlibat dalam kerja sama
ini memiliki peran sebagai pemilik dana. Bank dan investor memperoleh
pendapatan dari posisi sebagai pemilik dana (berbagi sesuai porsi masing-
7

masing). Selanjutnya, pendapatan hak bank tersebut dibagihasilkan lagi dengan


nasabah deposan pool of fund.

B.
C. Rukun Transaksi dan Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah
a. Rukun transaksi mudharabah

Rukun transaksi mudharabah meliputi dua pihak transaktor (pemilik modal


dan pengelola), objek akad mudharabah (modal dan usaha), dan ijab dan kabul
atau persetujuan kedua belah pihak.

1. Transaktor

Kedua pihak transaktor di sini adalah investor dan pengelola modal. Investor
biasa disebut dengan istilah shahibul maal atau rabbul maal, sedang pengelola
modal biasa disebut dengan istilah mudharib. Kedua pihak disyaratkan memiliki
kompetensi beraktivitas. Kriteria kompetensi tersebut antara lain mampu
membedakan yang baik dan yang buruk (baligh) dan tidak dalam keadaan tercekal
seperti pailit.

2. Objek Mudharabah

Objek mudharabah meliputi modal dan usaha. Pemilik modal menyerahkan


modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan
kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan dapat berbentuk
uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Modal tidak dapat berbentuk
piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun
tidak sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Sementara itu, kerja yang
diserahkan dapat berbentuk keahlian menghasilkan barang atau jasa, keahlian
mengelola, keahlian menjual, dan keahlian maupun keterampilan lainnya. Tanpa
dua objek ini, mudharabah tidak dibenarkan. Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah menyatakan bahwa
kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan modal yang
disediakan oleh penyedia dana harus memperhatikan hal-hal berikut.
8

1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan


penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian
rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu
keuntungan.
3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi
kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.

Dalam praktik perbankan, bentuk kegiatan usaha pengelola merupakan satu


faktor yang sangat diperhatikan oleh bank dalam memutuskan persetujuan
pembiayaan mudharabah. Adanya kewajiban bank menanggung kerugian yang
timbul dari usaha mudharib menyebabkan pembiayaan mudharabah dikategorikan
sebagai pembiayaan dengan karakteristik risiko yang tinggi. Dengan demikian,
terdapat kecenderungan pada bank syariah untuk menyeleksi calon nasabah
pembiayaan mudharabah secara ketat. Saat ini, pembiayaan mudharabah yang
banyak diberikan adalah perusahaan atau perorangan yang sudah memiliki
kontrak (proyek) yang berkekuatan hukum dari pemerintah; usaha lembaga
keuangan yang menyalurkan pembiayaan dengan mekanisme yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah kepada para anggotanya; dan pengembang
properti atau bisnis lain seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang
memiliki perkiraan arus kas yang relatif stabil.

Seiring dengan berkembangnya kemampuan bank syariah mengelola risiko


pembiayaan mudharabah, diperkirakan lingkup kegiatan usaha mudharib yang
diberikan pembiayaan mudharabah akan makin luas. Perluasan ini perlu
diupayakan oleh industri perbankan syariah dalam rangka memperluas pasar
pembiayaan dan memenuhi harapan publik agar porsi pembiayaan dengan skema
bagi hasil makin diperluas. Perluasan lingkup bentuk kegiatan usaha yang dapat
dibiayai dengan skema mudharabah memiliki arti penting untuk meneguhkan
identitas bank syariah sebagai bank bagi hasil, tidak saja bagi hasil dengan
nasabah penabung, melainkan juga bagi hasil dengan nasabah pembiayaan.
9

Nisbah keuntungan mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua


belah pihak yang terikat akad mudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas
kerjanya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan
antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

Syarat pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah meliputi hal-


hal sebagai berikut.

1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya
untuk satu pihak.
2. Bagian keuntungan harus diketahui masing-masing pihak dan bersifat
proporsional atau dinyatakan dalam angka persentase (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Sekiranya terdapat perubahan nisbah,
harus berdasarkan kesepakatan.
3. Penyedia dana menanggung semua kerugian dari mudharabah dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan
dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4. Sekiranya terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mudharib,
maka mudharib wajib menanggung segala kerugian tersebut. Kelalaian
antara lain ditunjukkan oleh tidak terpenuhinya persyaratan yang
ditentukan di dalam akad; mengalami kerugian tanpa adanya kondisi di
luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; dan hasil putusan dari badan arbitrase atau
pengadilan.

Kesepakatan pembagian keuntungan atau nisbah harus dinyatakan pada


waktu kontrak. Dalam hal ini, juga perlu disepakati dasar bagi hasil yang akan
digunakan. Dewan Syariah Nasional dalam fatwa DSN Nomor 15 Tahun 2000
menyatakan bahwa bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue
sharing) maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi hasil.
10

2.
3. Ijab dan Kabul

Ijab dan kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang
merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela (an-taraddin minkum). Dalam hal
ini, kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam
akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha setuju dengan perannya
untuk mengontribusikan kerja.

Akad mudharabah pada dasarnya sama dengan akad-akad yang lain dalam
aspek yang bersifat umum. Aspek yang bersifat umum tersebut antara lain tentang
identitas kedua pihak yang bertransaksi, besar pembiayaan, jangka waktu
pembiayaan, prasyarat pengambilan pembiayaan, jaminan, ketentuan denda,
pelanggaran atas syarat-syarat perjanjian, dan penggunaan Badan Arbitrase
Syariah. Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan
tentang dasar bagi hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi
hasil, pernyataan bank sebagai shahibul maal untuk menanggung kerugian kecuali
yang disebabkan oleh kelalaian mudharib, pernyataan hak bank untuk memasuki
tempat usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan pengawasan terhadap
pembukuan, catatan-catatan, transaksi mudharib yang berhubungan dengan
pembiayaan mudharabah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain
akad yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, dalam praktik juga dilampiri
dengan proyeksi pendapatan dan jadwal pembayaran angsuran pokok maupun
bagi hasil.

b. Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah


Pengawasan yang berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dilakukan untuk :
1) Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan
oleh bank kepada nasabah, baik secara lisan maupun tertulis tentang
persyaratan Pembiayaan mudharabah telah dilakukan.
11

2) Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip


syariah.
3) Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian Pembiayaan
mudharabah.
4) Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah.
5) Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis
kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah

D. Alur Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Negoisasi/Akad
Shahibul Maal Mudharib
Mudharabah

Proyek/Usaha

Modal 100% Skill

Pembagian Keuntungan

Nisbah (X%) Nisbah (Y%)

Modal

Alur ini dapat dipahami bahwa yang menjadi shahibul maal adalah Lembaga
Keuangan Syariah yang mana akan menyediakan dana yang berfungsi sebagai
modal kerja, sedangkan mudharibnya adalah nasabah yang akan menjadi
pengelola dana dalam kegiatan proyek/usahanya. Pembagian keuntungan
dinyatakan dalam nisbah yang telah disepakati di awal akad, dan tidak boleh
dilanggar oleh pihak manapun.
12

Alur lebih jelasnya yaitu sebagai berikut:

a. Di awali dari permohonan pembiayaan, nasabah mengisi formulir


permohonan pembiayaan yang telah disediakan.
b. Modal dari bank yang telah diberikan kepada nasabah harus
dipergunakan untuk memulai usaha yang sudah disepakati di awal
perjanjian.
c. Hasil dari usaha harus dievaluasi pada waktu yang telah disepakati di
awal perjanjian.
d. Bank dan nasabah akan menerima bagi hasil sesuai perhitungan yang
telah dispakati di awal perjanjian.
e. Untuk memenuhi nisbah bagi hasil tidak pasti, disesuaikan dengan hasil
usaha.
f. Bank menerima pengembalian modal dari nasabah.

1.
E. Cakupan Standar Akuntansi Mudharabah Bagi Bank Syariah

Ketentuan tentang akuntansi mudharabah diatur dalam PSAK 105 Tahun


2007 tentang Akuntansi Mudharabah. Standar ini mengatur pengakuan dan
pengukuran transaksi, baik dari sisi pemilik dana maupun dari sisi pengelola dana.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengakuan dan pengukuran transaksi
adalah mengenai dana mudharabah yang disalurkan, jenis investasi berupa kas
maupun non-kas, penurunan nilai investasi sebelum usaha dimulai, dana,
penghasilan usaha, kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola, hak pihak
ketiga atas bagi hasil dana syirkah, penyertaan dana pengelola dalam skema
musytarakah, dan pembagian hasil pada mudharabah musytarakah.
13

F. Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Mudharabah

Contoh Kasus Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Tanggal 1 Agustus 2021 Bank Murni Syariah (BMS) menyetujui pemberian


fasilitas mudharabah Muthlaqah PT Haniya yang bergerak di bidang SPBU
dengan kesepakatan sebagai berikut.

Plafon : Rp1.450.000.000

Objek bagi hasil : Pendapatan (gross profit sharing)

Nisbah : 70% PT Haniya dan 30% BMS

Jangka Waktu : 10 bulan (jatuh tempo tanggal 10 Juni 2021)

Biaya administrasi : Rp14.500.000 (dibayar saat akad ditandatangani)


Pelunasan : Pengembalian pokok di akhir periode.

Keterangan : Modal dari BMS diberikan secara tunai tanggal 10


Agustus 2020. Pelaporan dan pembayaran bagi hasil oleh
nasabah dilakukan setiap tanggal 10 mulai bulan
September

1. Perhitungan Transaksi Mudharabah

Perhitungan yang diperlukan dalam transaksi mudharabah adalah perhitungan


bagian bank atas bagi hasil yang diperoleh.

2. Penjurnalan Transaksi Mudharabah


a. Saat Penandatanganan Akad Mudharabah

Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah ditandatangani


terdiri atas jurnal pembukaan rekening administratif komitmen pembiayaan PT
Haniya dan jurnal pembebanan biaya administrasi.
14

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit(Rp)


01/08/2021 Db. Pos lawan komitmen administratif 1.450.000.000
pembiayaan
Kr. Kewajiban komitmen administratif 1.450.000.000
pembiayaan
(izin tarik tanggal 10 Agustus 2020
sebesar 1.450.000.000)

Db. Kas/Rekening nasabah – PT Haniya 14.500.000


Kr. Pendapatan administrasi 14.500.000

b. Penyerahan Pembiayaan Mudharabah

Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 12,
disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui
sebagai pembiayaan mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
non-kas kepada pengelola dana. Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas
diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK 104 paragraf 13a).

Misalkan tanggal 10 Agustus 2020, BMS mencairkan pembiayaan sebesar


Rp1.450.000.000 untuk pembiayaan mudharabah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit(Rp)


05/10/2021 Db. Pembiayaan mudharabah 1.450.000.000
Kr. Kas/Rekening nasabah 1.450.000.000
Db. Kewajiban komitmen administratif 1.450.000.000
Pembiayaan
Kr. Pos lawan komitmen administratif 1.450.000.000
pembiayaan
15

Dalam praktik perbankan, istilah “pembiayaan mudharabah”, sebagaimana


yang terdapat dalam PSAK 105, belum umum dipakai. Saat ini perbankan syariah
di Indonesia masih menggunakan istilah “pembiayaan mudharabah”.

c. Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah

Berdasarkan PSAK 105 paragraf 22, dinyatakan bahwa pengakuan


penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan
bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Sekiranya bagian
hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian tersebut diakui sebagai piutang
(PSAK 105 paragraf 24).

Berikut adalah realisasi laba bruto PT Haniya selama 10 bulan yang


dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

Jumlah laba Porsi bank Tangggal Tanggal


No Bulan
bruto (Rp) 30% (Rp) pelaporan bagi pembayaran
. hasil bagi hasil
1. Ags 2021 20.000.000 6.000.000 10 Sep 10 Sep
2. Sep 2020 50.000.000 15.000.000 10 Okt 10 Okt
3. Okt 2020 45.000.000 13.500.000 10 Nov 10 Nov
4. Nov 2020 40.000.000 12.000.000 10 Des 10 Des
5. Des 2020 60.000.000 18.000.000 10 Jan 10 Jan
6. Jan 2021 50.000.000 15.000.000 10 Feb 10 Feb
7. Feb 2021 40.000.000 12.000.000 10 Mar 10 Mar
8. Mar 2021 50.000.000 15.000.000 10 Apr 10 Apr
9. Apr 2021 55.000.000 16.500.000 10 Mei 10 Mei
10. Mei 2021 60.000.000 18.000.000 15 Jun 15 Jun
16

Transaksi di atas dapat kita klasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu sebagai
berikut.

1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan


pelaporan bagi hasil, seperti bagi hasil untuk bulan Agustus, September,
Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret. Bentuk
transaksinya adalah berikut ini.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/09/2020 Db. Kas/Rekening nasabah 6.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil 6.000.000
mudharabah
10/10/2020 Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil 15.000.000
mudharabah
10/11/2020 Db. Kas/Rekening nasabah 13.500.000

Kr. Pendapatan bagi hasil 13.500.000


mudharabah
10/12/2020 Db. Kas/Rekening nasabah 12.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil 12.000.000
mudharabah
10/01/2021 Db. Kas/Rekening nasabah 18.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah
10/02/2021 Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil 15.000.000
mudharabah
10/03/2021 Db. Kas/Rekening nasabah 12.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil 12.000.000
mudharabah
10/04/2021 Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
17

Kr. Pendapatan bagi hasil 15.000.000


mudharabah

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal


pelaporan bagi hasil seperti pada bagi hasil bulan April dan Mei. Berdasarkan
PSAK 105 paragraf 24, disebutkan bahwa bagian hasil usaha belum dibayar
oleh pengelola, maka bagian tersebut diakui sebagai piutang. Bentuk
transaksinya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Krredit (Rp)


10/05/2021 Db. Piutang pendapatan bagi hasil 16.500.000
mudharabah
Kr. Pendapatan bagi hasil 16.500.000
mudharabah akrual
05/06/2021 Db. Kas/rekening nasabah 16.500.000
Kr. Piutang pendapatan bagi 16.500.000
hasil mudharabah
Db. Pendapatan bagi hasil 16.500.000
mudharabah - akrual
Kr. Pendapatan bagi hasil 16.500.000
mudharabah
10/06/2021 Db. Piutang pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah
Kr. Pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah - akrual
15/06/2021 Db. Kas/rekening nasabah 18.000.000
Kr. Piutang pendapatan bagi 18.000.000
hasil mudharabah
Db. Pendapatan bagi hasil 18.000.000
mudharabah - akrual
18

Kr. Pendapatan bagi hasil 18.000.000


mudharabah

Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah disajikan dalam neraca pada bagian
aset. Akun ini merupakan sub-akun dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi
hasil mudharabah akrual disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil
tersebut belum berwujud kas, maka pendapatan bagi hasil akrual tidak
diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan nasabah penghimpunan.
Untuk keperluan praktis, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan
pendapatan bagi hasil yang telah berwujud kas. Dalam pembahasan selanjutnya,
khusus untuk pendapatan yang belum berwujud kas, penulis akan menambahkan
istilah akrual.

Dalam praktik perbankan, di beberapa bank terdapat deviasi dalam bentuk


pengabaian pendapatan bagi hasil mudharabah akrual. Pada tahun berjalan,
kendati telah ada pemberitahuan laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank tidak
mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil. Pengakuan pendapatan ditunda
hingga bank menerima porsi bagi hasilnya. Selanjutnya untuk keperluan
pelaporan akhir tahun, bank mengidentifikasi pendapatan yang bersifat akrual
secara manual, untuk selanjutnya mengakuinya sebagai pendapatan pada laporan
laba rugi dan piutang pendapatan bagi hasil mudharabah pada laporan neraca.

a.
b.
c.
d. Saat Akad Berakhir
1. Alternatif 1:

Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal mudharabah. Misalkan


pada tanggal 10 Juni 2021, saat jatuh tempo, PT Haniya melunasi pembiayaan
mudharabah sebesar Rp1.450.000.000. Maka, jurnal transaksi tersebut adalah
sebagai berikut.
19

Tanggal Rekening Debit (Rp) Krredit (Rp)


10/06/2021 Db. Pembiayaan nasabah 1.450.000.000
Kr. Kas/Rekening mudharabah 1.450.000.000

2. Alternatif 2:

Nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal mudharabah.


Berdasarkan PSAK 105 paragraf 19, disebutkan bahwa jika akad mudharabah
berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola
dana, maka pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang.

Misalkan pada tanggal 10 Juni 2021, saat jatuh tempo, PT Haniya tidak mampu
melunasi pembiayaan mudharabah, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut
adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Krredit (Rp)


Db. Piutang pembiayaan mudharabah jatuh 1.450.000.000
tempo
Kr. Pembiayaan mudharabah 1.450.000.000
BAB IV

KESIMPULAN

Akuntansi pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh


bank syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Pembiayaan
mudharabah yang banyak diberikan adalah perusahaan atau perorangan yang
sudah memiliki kontrak (proyek) yang berkekuatan hukum dari pemerintah; usaha
lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan dengan mekanisme yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah kepada para anggotanya; dan pengembang
properti atau bisnis lain seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang
memiliki perkiraan arus kas yang relatif stabil.

Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang
dasar bagi hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil,
pernyataan bank sebagai shahibul maal untuk menanggung kerugian kecuali yang
disebabkan oleh kelalaian mudharib, pernyataan hak bank untuk memasuki tempat
usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan pengawasan terhadap pembukuan,
catatan-catatan, transaksi mudharib yang berhubungan dengan pembiayaan
mudharabah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengakuan dan pengukuran


transaksi adalah mengenai dana mudharabah yang disalurkan, jenis investasi
berupa kas maupun non-kas, penurunan nilai investasi sebelum usaha dimulai,
dana, penghasilan usaha, kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola, hak
pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah, penyertaan dana pengelola dalam skema
musytarakah, dan pembagian hasil pada mudharabah musytarakah.

20
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Tazkia Cendekia.

Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan
Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta:


Bank Indonesia.

Dewan Syariah Nasional–MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional


edisi 2. Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia.

DSAK IAI. 2002. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang


Akuntansi Perbankan Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.

DSAK IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang


Penyajian Laporan Keuangan Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba

DSAK IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang


Akuntansi Mudharabah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.

Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah.


Jakarta: LPFE USAKTI.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah


Indonesia. Jakarta: IAI.

Usmani, Muhammad Taqi. 2002. An Introduction to Islamic Finance. Netherland:


Kluwer Law International.

Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah


berdasarkan PSAK dan PAPSI. Jakarta: Grasindo.

21

Anda mungkin juga menyukai