Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegiatan pokok industry perbankan adalah menghimpun dana dari masyarkat dan
menyalurkan kembali dana kepada masyarakat.Dana yang dikumpulkan oleh bank masuk
kedalam pasiva,semantara dana yang disalurkan kepada masyarakat masuk dalam aktiva.Aktiva
dan passiva adalah dua sisi dari pos keuangan Bank,baik dalam bentuk kekayaan ataupun
menggambarkan posisi utang,kewajiban dan modal bank.Keduanya harus mencapai
keseimbangan,dimana faktor yang dapat menyeimbangkan diantara keduanya,dalam bentuk rugi
dan laba bank yang bersangkutan.
Bank Syariah berfungsi sebagai penghimpun dana dari nasabah dan penyalur dana bagi
kegiatan sektor riil. Salah satu dasar hukum yang digunakan adalah mudharabah. Mudharabah
dijadikan landasan hukum untuk produk deposito mudharabah yang bertujuan menghimpun dana
nasabah dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Kedua produk tersebut
ditawarkan dengan skema bagi hasil. Pada deposito mudharabah, nasabah sebagai shahibul maal
akan memperoleh nisbah sesuai keuntungan bank. Pada pembiayaan mudaharabah, bank sebagai
shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan mudharib.
Deposito mudharabah merupakan dana investasi yang ditempatkan oleh nasabah yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu, sesuai dengan akad perjanjian yang dilakukan antara bank dengan nasabah investor.
Asset/Liability Management adalah serangkaian tindakan dan prosedur yang dirancang untuk
mengontrol posisi keuangan.Isu-isu keamanan dan kesehatan merupakan bagian penting dari
defenisi ini.Namun koperasi kredit mengakui perlunya pendapatan yang konsisten untuk
membantu pertumbuhan dan pelayanan,seimbang dengan faktor lain.Dengan demikian tujuan
dari ALMA adalah untuk menjaga kesehatan bank yang dapat diukur dengan CAMEL serta
melakukan antisipasi terhadap perubahan eksternal yang berkaitan dengan inflasi dan tingkatan
suku bunga serta perubahan atas nilai tukar mata uang.Selain itu ALMA dimaksudkan agar bank
memperoleh net income yang optimal bagi bank diharapkan bank dapat memperoleh pendapatan
dan kegiatanya tersebut.

1
Menurut tingkat kepekaanya ALMA dibagi menjadi dua jenis,yaitu rate sensitive asset-
liabilities dan fixed rate asset liabilities.Aset tergolongkan sebagai rate sensitive asset(RSA)
adalah semua asset termasuk asset dengan bunga tetap (fixed rate)yang mempunyai jatuh tempo
kurang dari 1 bulan 3 bulan 6 bulan atau asset dengan bunga mengembang yang harus diperbarui
1,3 atau 6 bulan.Sedangkan fixed rate asset dan liability adalah semua asset dan liabilitas yang
mempunyai jatuh tempo atau dapat diperbarui tingkat bungnya lebih dari 6 bulan dan tidak
termasuk dalam golongan RSA dan RSL.1Dalam mengelola asset dan liabilitas adadua
pendekatan yang sering digunakan,yaitu pool of funds approach dan asset allocation
approach2.Untuk pool of fund approach pendekatan ALMA ini didasarkan pada asumsi bahwa
dan bank yang diperoleh dari berbagai sumber diperlukan sebagai dana tunggal sehingga sumber
dana tidak lagi dapat didefenisikan secara individual.Oleh karena itu dana yang dikelola menurut
pendekatan ini tidak lagi dibebankan jenis dan sifat sumber dana,jangka waktu serta biaya dan
masing-masing bank.Selanjutnya dana tersebut dialokasikan kedalam berbagai bentuk
berdasarkan prioritas dan strategi penggunaan dana bank.
Sedangkan asset allocation approach merupakan koreksi atas konsep pendekatan asset-
liabilitas yang sebelumnya,konsep ini sering pula disebut dengan conversion of funds approach,
Pada dasarnya konsep ini menyatakan bahwa tidaklah realisitis mengangap total dana yang
dihimpun bank merupakan suatu sumber dana tunggal,karena dalam kenyataanya masing-masing
sumber dana memiliki sifat sendiri,oleh karena itu dalam pengalokasianya,sumber-sumber dana
harus diperlaukan secara individu dengan mempertimbangkan karakteristik masing-masing
sumber dana.Dana yang memiliki sifat perputaran cukup tinggi hendaknya penggunaanya
diprioritaskan dalam cadangan primer dan sekunder.Sedangkan dana yang perputaranya relative
rendah pengalokasianya dapat diprioritaskan pada pemberian kredit dan aktiva jangka panjang
lainya.3

1 Imam Rusyamsi,Asset liability management:Strategi Pengelolaan Aktiva Passiva


Bank(Yogyakarta:UPP AMP YKPN,1999)hal.197-

2Masyhud Ali,Asset liability Management:Menyiasati Risiko pasar dan


operasional(Jakarta:PT.Elex Media Komputindo Gramedia,2004)hal198-227.

3Mudharabah disebut juga qiradh atau muqaradah.Makna keduanya


sama.Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak,sedangkan istilah qiradh
digunakan oleh masyarakat Hijaz.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip akad Wadiah dan Mudharabah dalam produk penghimpun Dana Bank
Syariah?
2. Apa saja perbedaan antara akad Wadiah dan Mudharabah serta perbedaan antara
mudharabah mutlaqoh dan muqayyadah ?
3. Bagaimana cara menghitung bagi hasil deposito?

C. Tujuan Masalah
1. Mampu mendiskripsikan akad wadiah dan Mudharabah serta aplikasinya dalam produk
penghimpun dana Bank Syariah.
2. Mampu menjelaskan perbedaan antara akad wadiaah dan mudharabah,perbedaan antara
mudharabah mutlaqoh dan muqayyadah berikut mekanismenya.
3. Menjelaskan cara menghitung bagi hasil deposito .

BAB II

3
PEMBAHASAN
Asset dan liability(ALMA) management dalam suatu bank syariah merupakan suatu startegi
dan pembuatan kebijakan.Dengan demikian,ALMA pada dasarnya adalah proses perencanaan.
Oleh karena itu,beberapa strategi penting yang terlibat dalam proses ALMA.Dengan demikian,
tujuan kebijakan Asset liability management yang diterapkan didalam system perbankan pada
umumnya dan perbankan syariah pada khususnya adalah untuk:
1. Memperluas ruang lingkup dan tanggung jawab komite ALMA.
2. Mengukur dan mengatur risiko yang dihadapi secara konsisten.
3. Menetapkan pedoman untuk memenuhi berbagai aturan dan peraturan yang berlaku.
4. Membentuk co-kebijakan yang konsisten dengan kebijakan lain
perbankan(investasi,pinjaman,operasi,dll)
5. Mengkoordinasikan pengelolaan posisi keungan.4

Berdasarkan asset dan liability management perbankan syariah maka kajian ini tidak dapat
dipisahkan dari system operasional bank syariah itu sendiri.Didalam opersinya fungsi Bank
Islam akan terdiri dari:
a) Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang
dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil
sesuai dengan kebijakan investasi bank.
b) Sebagai pengelola investasi dana yang dimiliki oleh pemilik dana/shahibul maal
sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini
bank bertindak sebagai manajer investasi).
c) Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
d) Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta
penyaluran dana kebijakan (fungsi optional).

Dari fungsi tersebut maka prodak bank syariah terdiri dari:

4Muchdarsyah Sinungan,Manajemen Dana BANK,Edisi kedua,Jakrta:Bumi


Aksara,1993.hal.229

4
1) Prinsip Mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai
pemilik dana/shahibul maal dan pihak kedua sebagai pengelola dana/mudharib untuk
mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas
keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik
dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudahrib melakukan kecurangan atau
tindakan yang tidak amanah(misconduct).Berdasarkan kewenangan yang diberikan
kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqh dimana
mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang
dikehendaki,sedangkan jenis yang lain adalah mudharabah muqayaddah dimana arahan
investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai
pelaksana/Pengelola.Akad sendiri secara singkat bisa di Artikan perjanjian atau
kesepakatan antara dua belah pihak.Dalam hal ini calon nasabah dan pihak bank.Sewaktu
calon nasabah mau buka rekening dan menyerahkan uang setoran awal,pihak
menanyakan apakah mau menggunakan akad mudharabah atau wadiah.Akad mudharabah
secara teknis maksudnya adalah perjanjian kerjasama antara shohibul
mal(nasabah/penyedia dana)dengan mudharib(pihak bank/pengelola).Dalam kerja sama
ini pihak nasabah yang 100% menyediakan modal atau uang,sedangkan bank bertindak
sebagai pengelola.Jika usaha yang dilakukan dari kerja sama tersebut membawa
hasil,nanti akan dibagi berdasarkan kontrak.Bagi hasil yang biasanya dihitung
berdasarkan persentase ini disebut nisbah.Bagaimana jika usahanya bangkrut?Jika
penyebabnya karena kelalalian pengelola,maka dia yang harus tanggung jawab atas
kerugianya.Nasabah (pemilik modal)akan mendapatkan uangnya kembali secara
utuh.Namun jika penyebabnya bukan kesalahan pengelola,kerugian ditanggung oleh
pemilik. Prinsip Mudharabah dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan
atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai
mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau
ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan
nisbah yang disepakati.Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mudharabah
kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun
mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib-ada pemilik dana, ada usaha yang akan

5
dibagi hasilkan, ada nisbah, dan ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan
pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka. Berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh pihak penyimpan dana.5

Jenis-jenis akad mudharabah


Secara umum akad ini dibagi menjadi dua,yaitu:
a. Mudharabah muthlaqh:Pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola mengenai
usaha yang akan dijalankan Nasabah tidak ikut campur usaha apa yang mau dijalankan
pihak bank.Namun nasabah masih boleh mengawasinya.Tidak ada pembatasan bagi bank
dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan
apapun kepada kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan,
atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya
diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk
menyalurkan dana ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Dari
penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito,
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah. Ketentuan umum dalam produk ini adalah : Bank wajib
memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberiahuan
keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus di
cantumkan dalam akad. Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku
tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarik lainnya
kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau
tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. Tabungan mudharabah dapat

5 Ismail,perbankan syariah,(Jakarta:prenadamedia group,2011),hlm.91-95

6
diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak
diperkenankan mengalami saldo negatif. Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan
sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Ketentuan-ketentuan yang lain yang
berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah

b. Mudharabah muqayyadah:Pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola,antara


lain mengenai tempat cara dan atau obyek investasi. 6 Mudharabah Muqayyadah sejenis
mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya
disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan untuk
nasabah tertentu. Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut : Pemilik dana
wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib membuat
akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus. Bank wajib
memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan
keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus
dicantumkan dalam akad. Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti
simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya. Untuk
deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet)
deposito kepada deposan. Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah
langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara
(arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.Pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam
mencari bisnis (pelaksana usaha). Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai
berikut : Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Rekening khusus dicatat pada pos
tersendiri dalam rekening administrative. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara
langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. Bank menerima komisi atas
jasa mempertemukan kedua pihak. Antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku

6 Zainul arifin,dasar-dasar manajemen bank syariah,Jakarta;ALfabeta.2002

7
nisbah bagi hasil. Akad pelengkap seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka
dalam pelaksanaan penghimpun dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad
pelengkap ini juga tidak ditujukan untuk mencari keuntunngan, namun ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini bank dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini
sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Salah satu akad pelengkap yang
dapat dipakai untuk penghimpun dana adalah akad wakalah. Wakalah dalam aplikasi
perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer. 7

Perbedaan antara mudharabah mutlaqah dan muqayyadah adalah Mudharabah Mutlaqah


Dalam produk penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) bank syariah yang memakai prinsip
operasional mudharabah, bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) dan nasabah
bertindak sebagai shahibul maal (Pemilik modal).Bank Syariah juga dapat bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) jika telah menyalurkan pembiayaan kepada nasabah yang
mengajukan (mudharib). Namun dalam uraian ini kita akan membahas Bank Syariah
sebagai mudharib atau pihak yang mengelola dana. Menurut kewenangan yang diberikan oleh
deposan / penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu Mudharabah
Mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam mudharabah mutlaqah, nasabah yang menyimpan dananya di bank syariah tidak
memberikan pembatasan bagi bank syariah dalam menggunakan dana yang disimpannya. Bank
Syariah bebas untuk menetapkan akad seperti apa yang akan nantinya akan dipakai ketika
menyalurkan pembiayaan, kepada siapa pembiayaan itu diberikan, usaha seperti apa yang harus
dibiayai dan lain-lain. Jadi prinsip mudharabah mutlaqah lebih memberikan keleluasaan bagi
bank.
Sedangkan dalam mudharabah muqayyadah, nasabah yang menyimpan dananya di bank
syariah memberikan batasan-batasan tertentu kepada bank syariah dalam menggunkannya dana
yang disimpannya. Pada prinsip ini, nasabah memberikan satu atau beberapa batasan seperti
7 Muhammad,Manajemen Bank Syariah(Yogyakarta:AMPYKPN,20012),Hlm.88-90

8
usaha apa yang harus dibiayai, akad yang digunakan atau kepada nasabah yang mana dan lain-
lain.8

2.) Prinsip Wadiah Prinsip yang diterapkan adalah wadiah yad dhammah yang diterapkan
pada produk rekening giro. Wadiah dhammah berbeda dengan wadiah amanah, pada
prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal
wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan
sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.Karena wadiah yang diterapkan
dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, implikasi hukumnya
sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan
bertindak sebagai yang dipinjami. Ketentuan umum dari produk ini adalah : Keuntungan dan
kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana
tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank harus membuat akad
pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan
persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Terhadap
pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar
menutupi biaya yang benar-benar terjadi. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 9
Prinsip wadiah dalam produk bank syariah dapat dikembangkan menjadi dua jenis,
yaitu.Istilah-istilah yang ada disini Muwadi artinya pemilik barang(ung)/penitipan/nasabah
dan Mustauda artinya pihak nyang dititipi/menyimpan/bank. 10
Jenis-jenis Wadiah:
a. Wadiah yad adh-Dhamah:Akad penitipan barang yang pihak yang dititpi boleh
dimanfaatkan barang/uangtersebut.Namun jika hilang ataupun rusak,pihak yang dititipi
harus tanggung jawab/mengganti.Akad wadiah ini yang umum digunakan di bank.Pihak
bank boleh mengelola uang dari nasabah.Nasabah sewaktu-waktu boleh mengambil
uangnya kapan pun yng dikehendaki Pihak bank harus siap memberikan secara utuhBila

8 Rifqi Muhammad,Akuntansi keuangan Syariah,


(Yogyakarta:P3EIPress,2010),hlm.263

9 Bank Indonesia.Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia.Jakarta 2003

10 Bank Indonesia.Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia.Jakarta 2003

9
usaha pengelolaan uang memperoleh keuntungan hasil tersebut sepenuhnya milik
bank.Nasabah tidak berhak atas itu.Meskipunbegitu,biasanya pihak bank akan
memberikan bonus kepada nasabah secara suka rela.Bonus semacam ini dalam hokum
islam masih halal diperbolehkan.
b. Wadiah yad Al-Amanah:Ini bisa dibilang penitipan mmurni.Pihak yang dititipi diberikan
amanat atau kepercayaan untuk menjaga uang atau barang.Pihak yang dititipi tidak boleh
memanfaatkan atau menggunakanya.Namun bila barang hilang atau rusak,pihak yang
dititipi tidak dituntut tanggung jawab apapun.Kerusakan,kehilangan,perwatan,dsb
sepenuhnya ditanggung oleh penitip/pemilik barang.

Perbedaan Akad Mudharabah dan Wadiah dalam Bank Syariah


Dari uraian pengertian masing-masing diatas sebenarnya sangat jelas perbedan antara
keduanya.Namun bila butuh dijelaskan kira-kira seperti berikut inilah perbedaan Akad
Mudharabah dan Wadiah dalam Bank Syariah.
Nasabah pada akad mudharabah bisa memperoleh bagi hasil(nisbah)pihak bank.Pada akad
mudharabah,nasabah berperan sebagai shahibul maal(pemilik modal)sedangkan pada wadiah
sebagai muwadi(penitip uang/barang).Dana pada akad mudharabah bisa dibilang sebagai
investasi karena bisa mendapatkan bagi hasil atau nisbah,sedangkan pada wadiah hanya bersifat
titipan/simpanan.

3.Cara menghitung bagi hasil Deposito

10
Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang
melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak bank syariah. Dalam hal terdapat dua pihak
yang melakukan perjanjian usaha, maka hasil atas usaha yang dilakukan oleh kedua pihak atau
salah satu pihak, akan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad
perjanjian. Pembagian hasil usaha dalam perbankan syariah ditetapkan dengan menggunakan
nisbah.
Pengertian Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 deposit
didefinisikan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank atau pada saat jatuh tempo. Dalam Pasal
1 angka 11 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Deposito didefinisikan sebagai investasi
dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara
nasabah penyimpan dan Bank Syariah atau UUS. Deposito merupakan produk dari bank yang
memang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga
dalam perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah. Berbeda dengan perbankan
konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, maka dalam
perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil (profit
sharing) sebesar nisbah yang telah disepakati di awal akad.
Landasan hukum deposito mudharabah dalam praktik perbankan syariah Landasan hukum-
hukum mudharabah secara syariah sudah dikemukakan di atas. Adapun dasar hukum deposito
dalam hukum positif dalam kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Deposito dalam bank
syariah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Deposito sebagai salah satu produk penghimpunan dana juga mendapatkan dasar hukum dalam
PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah
dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan antara lain bahwa
pemenuhan prinsip syariah dilakukan melalui kegiatan penghimpunan dana dengan
mempergunakan antara lain akad wadiah dan mudharabah. Selain itu mengenai deposito ini juga
telah diatur dalam sebuah Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 1 April 2000 yang
menyatakan bahwa keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang

11
investasi, memerlukan jasa perbankan . salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan
dana dari dari masyarakat adalah deposito, yaitu simpanan dana berjangka yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah menyimpan dengan
bank. 11

Deposito Syariah kini sudah banyak ditawarkan oleh beberapa Bank di Indonesia. Sama
seperti deposito konvensional, deposito syariah juga dianggap sebagai cara yang aman untuk
memulai investasi. Seperti sudah diketahui, pembagian keuntungan pada deposito syariah
memakai prinsip bagi hasil, bukan bunga. Pembagian keuntungan yang dikenal dengan istilah
nisbah ini, besar nilainya juga tidak tetap.Sebab, besarnya nisbah pada deposito syariah
bergantung pada keuntungan yang didapatkan bank dalam jangka waktu tertentu dan sesuai
dengan kinerja bank.Hal ini berbeda dengan deposito konvensional yang pembagian keuntungan
diberikan dengan pemberian bunga tetap yang akan berlaku hingga akhir jangka waktu deposito
berakhir. Karena itu, pada bank syariah, jika bank sedang baik dalam kinerjanya, Anda akan
mendapatkan lebih. Namun bila tidak,sebaliknya.Persentase Keuntungan Yang terpenting,
investasi penanaman modal di bank syariah juga akan diteruskan pada sektor usaha halal.
Sebagaimana layaknya seorang investment manager, bank syariah akan menggunakan berbagai
indikator ekonomi dan keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sebuah sektor untuk
menghitung ekspektasi atau proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track
record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan.

Pembagian bagi hasil tersebut juga ditetapkan dengan persentase. Misalnya, saat
mendepositokan dana Anda diberikan nisbah dengan persentase 60:40. Maka, 60% untuk Anda,
dan bank mendapatkan sisanya, yaitu 40%. Persentase inilah yang akan dipergunakan bank untuk

11 Khotibul Umam,Perbankan Syariah(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2016),Hlm


95

12
menghitung bagi hasil Anda pada bulan berikutnya.Persentase tersebut nilainya juga bergantung
pada jangka waktu yang akan Anda ambil. Semakin besar jangka waktu yang Anda ambil,
semakin besar pula persentase yang Anda dapat. Misal, jika jangka waktu yang Anda ambil 1
bulan memiliki persentase pembagian keuntungan 50:50. Maka, jangka waktu 12 bulan akan
berbeda, misalnya memiliki persentase keuntungan 55:45

Rumus Pembagian Keuntungan

Lalu, bagaimana rumus bagi hasil yang digunakan untuk menghitung nisbah di deposito
syariah?Secara sederhana, rumus yang dimiliki oleh deposito syariah untuk perhitungan
nisbahnya adalah sebagai berikut:

(Nominal deposito : Nominal seluruh deposito ) x Persentase bagi hasil x Keuntungan bank pada
bulan tersebut

1. Nominal deposito Anda Rp 10.000.000 dan jangka waktu 1 bulan

2. Jumlah seluruh deposito di bank itu yang memiliki jangka waktu 1 bulan adalah Rp 5 milyar

3. Keuntungan bagi hasil seluruh deposito yang memiliki jangka waktu 1 bulan Rp 50 juta

4. Nisbah bagi hasil dengan jangka waktu 1 bulan adalah 55 % untuk nasabah dan 45% untuk
bank

Maka, bagi hasil Anda adalah;

(Rp 10 juta: Rp5 milyar) x 55% x Rp50 juta = Rp55.000,-

Jadi, dari simulasi tersebut pada bulan berikutnya Anda akan mendapatkan nisbah bagi hasil
dari Bank sebesar Rp. 55.000,-

A.Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil


a. Investment rate
Merupakan persentase dana yang diinvestasikan kembali oleh bank syariah baik
kedalam pembiayaan maupun penyaluran dana lainnya.

13
b. Total dana investasi
Total dana investasi yang diterima oleh bank akan memengaruhi bagi hasil yang
diterima oleh nasabah investor.
c. Jenis dana
d. Nisbah
e. Metode perhitungan bagi hasil
f. Kebijakan akuntansi

B.Metode perhitungan bagi hasil


Dewan Syariah Nasional ( DSN) mengeluarkan fatwa nomor 15/DSN-MUI/1X/2000 tentang
prinsip distribusi hasil usaha dimana lembaga keunangan syariah boleh menggunakan
prinsip revenue sharing ( bagi pendapatan) maupun profit/loss sharing ( bagi untung/rugi ).
Menurut fatwa tersebut, dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian hasil usaha sebaiknya
menggunakan prinsip revenue sharing. Penentuan penggunaan prinsip yang dipilih harus
disepakati pada awal akad.
a. Bagi hasil dengan menggunakan revenue sharing
Dasar perhitungan bagi hasil yang menggunakan revenue sharing adalah perhitungan bagi
hasil yang didasarkan atas penjualan atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan
biaya. Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dengan mengalikan nisbah yang telah disetujui
dengan pendapatan bruto.
Contoh: nisbah yang telah ditetapkan adalah 10% untuk bank dan 90% untuk nasabah. Dalam
hal bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal, bila bank syariah memperoleh
pendapatan Rp 10.000.000,- maka bagi hasil yang diterima oleh bank adalah 10% x Rp
10.000.000,- = Rp 1.000.000,-. Dan bagi hasil yang diterima oleh nasabah sebesar Rp
9.000.000,-.
b. Bagi hasil dengan menggunakan loss sharing
Dasar perhitungan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing merupakan bagi hasil
yang dihitung dari laba/rugi usaha.kedua pihak yaitu bank dan nasabah akan memperoleh
keuntungan ats hasil usaha mudhorib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami
kerugian.

14
Dalam contoh tersebut, misalnya total biaya Rp 9.000.000,- maka:
a.Bagi hasil yang diterima oleh nasabah adalah Rp 900.000,- (90% x (Rp 10.000.000,- - Rp
9.000.000,-)).
b.Bagi hasil untuk bank syariah sebesar Rp 100.000,- (10% x ( Rp 10.000.000,- - Rp
9.000.000,-)).
Contoh Perhitungan Deposito Mudharabah.
Pada tanggal 1 juli 2009 bank syariah menerima setoran tunai atas nama Paijo
sebesar Rp 20.000.000,- sebagai investasi deposito mudharabah untuk jangka waktu satu bulan
dengan nisbah 65 untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah.
Atas tranksaksi tersebut bank syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Kas 20.000.000,-
Deposito mudharabah 20.000.000,-

Dari tranksaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan buku besar dan posisi neraca
sebagai berikut:
Buku Besar
Deposito Mudharabah
debet kredit
Tgl Keterangan Jumlah tgl Keterangan Jumlah
Saldo 20.000.000 01/07 Paijo 20.000.000
20.000.000 20.000.000

Neraca
Per 01 Juli 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro wadiah 00

Dana syirkah temporer


20.000.000
Deposito mudharabah

15
16

Anda mungkin juga menyukai