Likuidasi sederhana mengacu pada konversi seluruh aktiva menjadi kas sebelum
distribusi dilakukan kepada sekutu. Ketika persekutuan dilikuidasi dengan pendistribusian
bertahap kepada sekutu, kas didistribusikan kepada sekutu setelah kewajiban dibayar, tetapi
sebelum untung ataupun rugi likuidasi diakui. Untuk mencegah pembayaran yang berlebihan
kepada sekutu, jumlah kas yang didistribusikan dihitung dengan dua asumsi yaitu seluruh sekutu
secara pribadi tidak likui dan seluruh aktiva bukan kas rugi. Dengan asumsi ini ada dua
pendekatan utama untuk menghitung jumlah pembayaran aman kepada sekutu pada tiap tahap
distribusi. Pendekatan pertama ialah menyiapkan skedul pembayaran aman untuk setiap tahap
distribusi dan pendekatan kedua adalah menyiapkan rencana distribusi kas yang digunakan
selama proses likuidasi.
Disolusi
Masuknya sekutu baru atau pengunduran diri sekutu lama atau meninggalnya sekutu
lama akan mengakibatkan disolusi (pembubaran) persekutuan. Tetapi disolusi tidak selalu terjadi
dengan berhentinya operasi persekutuan atau berhentinya usaha dan akuntansi persekutuan.
Disolusi persekutuan menurut Undang-undang adalah "perubahan pada hubungan sekutu ketika
ada sekutu yang tidak lagi terlibat dalam menjalankan usaha yang berbeda dengan penyelesaian
(winding up) usaha tersebut (Bagian 29 Undang-undang).
Disolusi persekutuan adalah berubahnya para hubungan sekutu yang menyebabkan
berhentinya persekutuan sebagai entitas hukum. Pada disolusi, entitas persekutuan bisa berjalan
terus jika ada perjanjian baru.
Ketika persekutuan secara hukum resmi disolusi, baik dengan masuknya sekutu baru atau
dengan pengunduran diri atau meninggalnya sekutu lama, suatu perjanjian persekutuan baru
perlu dibuat untuk kelanjutan usaha persekutuan.
PROSES LIKUIDASI
Pada umumnya likuidasi persekutuan menyangkut hal-hal:
- Mengkonversi aktiva nonkas menjadi kas.
- Mengakui keuntungan dan kerugian dan biaya likuidasi yang timbul selama masa likuidasi.
- Menyelesaikan seluruh kewajiban.
- Mendistribusikan kas kepada sekutu berdasarkan saldo akhir kas mereka.
Aturan dalam mendistribusikan aktiva dalam likuidasi persekutuan dibuat bertingkat sesuai
prioritas:
- Jumlah yang dipinjam dari kreditur yang bukan sekutu
- Jumlah yang dipinjam dari sekutu selain untuk modal dan laba
- Jumlah yang harus diberikan kepada sekutu sesuai kepemilikannya
Seluruh saldo laba atau rugi dan prive harus ditutup ke perkiraan modal sebelum
distribusi dilakukan. Kekayaan persekutuan tidak boleh didistribusikan kepada sekutu yang
memiliki saldo modal negative. Maka dari itu saldo pinjaman sekutu harus ditutup dengan saldo
modal untuk menentukan jumlah yang dibagikan kepada sekutu. Ketika jumlah yang akan
dibagikan kepada sekutu tertentu telah ditentukan, saldo pinjaman sekutu itu harus dikurangi
sebelum perkiraan modalnya dikurangi.
Apabila Jaya secara pribadi mampu membayar untuk menutupi saldo debitnya, maka ia harus
membayar sebesar Rp 3.000.000 kepada persekutuan. Pembayarannya akan menaikkan kas
menjadi Rp 28.000.000, yang nantinya akan didistribusikan kepada Joko dan Joni pada akhir
likuidasi. Jika Jaya tidak mampu membayar untuk menutupi saldo debitnya, maka jumlah itu
dianggap rugi dan dibebankan ke Joko dan Joni menurut rasio pembagian laba dan rugi. Rugi
yang dibebankan ke Joko adalah sebesar Rp 2.000.000 (Rp 3000.000 X 0,4/0,6), dan untuk Joni
sebesar Rp 1.000.000 (Rp 3.000.000 X 0,2/0,6). Dalam hal ini, kas sebesar Rp 25.000.000
dibagikan kepada Joko sejumlah Rp 14.000.000 dan Joni sejumlah Rp 11.000.000.
Seluruh kewajiban selain kepada sekutu telah dibayar, dan para sekutu memperkirakan
penjualan tanah dan bangunan akan memakan waktu beberapa bulan. Maka dari itu, mereka
sepakat bahwa seluruh kas yang ada di tangan, di luar Rp 10.000.000 untuk menutup biaya dan
kontijensi, harus diidstribusikan secepatnya. Dengan informasi ini, skedul pembayaran aman
dipersiapkan untuk menentukan jumlah kas yang bias didistribusikan secara aman untuk tiap
sekutu. Skedul pembayaran aman untuk Budi, Mina dan Nani diberikan pada table berikut.
LIKUIDASI BERTAHAP
Likuidasi bertahap merupakan suatu likuidasi yang secara umum memerlukan beberapa
bulan dalam penyelesaiannya dan mencakup pembayaran secara periodik, cicilan/bertahap,
kepada para sekutunya selama masa likuidasi. Likuidasi bertahap mencakup distribusi kas
kepada para sekutu sebelum likuidasi aset sepenuhnya dilakukan. Berikut panduan yang dapat
digunakan untuk membantu akuntan dalam menentukan pembayaran bertahap yang aman kepada
para sekutu :
1. Tidak mendistribusikan kas kepada para sekutu hingga seluruh kewajiban dan beban
likuidasi aktual maupun potensial telah dibayarkan atau telah dicadangkan seperlunya.
2. Antisipasilah kemungkinan yang terburuk, atau yang paling membatasi sebelum
menentukan jumlah uang tunai yang dapat diterima oleh masing-masing sekutu :
1. Asumsikan bahwa seluruh aset nonkas yang tersisa akan dihapuskan sebagai
kerugian, yaitu bahwa tidak ada lagi yang dapat direalisasikan dari penghapusan
aset.
2. Asumsikan bahwa defisit timbul pada akun modal para sekutu akan
didistribusikan kepada sekutu yang tersisa, asumsi bahwa defisit tersebut tidak
akan dihapuskan oleh kontribusi modal tambahan para sekutu.
3. Setelah akuntan mengasumsikan kasus terburuk yang dapat terjadi, maka sisa saldo kredit pada
akun modal menunjukkan distribusi aset dan kas yang aman yang dapat didistribusikan kepada
masing-masing sekutu dalam jumlah yang terkait.
Untuk menentukan pembayaran kas yang aman yang hendak dilakukan kepada para sekutu,
pihak akuntan harus membuat beberapa asumsi mengenai likuidasi aset tersisa di masa depan.
Sebelum melakukan distribusi kas kepada para sekutu, akuntan menyusun skedul pembayaran
aman kepada para sekutu dengan menggunakan asumsi kasus terburuk.
Skedul ini dimulai dengan saldo modal dan pinjaman secara logika menggunakan akun-akun
modal yang berasal dari persamaan akuntansi : Aset Kewajiban = Saldo Modal Sekutu. Skedul
pembayaran aman kepada para sekutu ini mencakup seluruh informasi yang diperlukan agar para
sekutu mengetahui berapa besar kas yang akan diterima pada setiap tanggal distribusi kas.
Asumsi kasus terburuk berupa kerugian total atas aset nonkas dan beban likuidasi,
menimbulkan total pembebanan yang harus didistribusikan terhadap akun modal para sekutu.
Jika asumsi ini menghasilkan perkiraan defisit dalam akun modal salah satu sekutu, maka itu
bukan defisit aktual yang harus ditutup. Hal tersebut hanyalah hasil dari penerapan asumsi kasus
terburuk.
Urutan Kerentanan
Pada awal proses likuidasi, Dono, Kasino, Indro memiliki saLdo modal masing-masing
Rp 340.000.000, Rp 340.000.000 dan Rp 200.000.000 tetapi ekuitas mereka masing-masing
adalah Rp 340.000.000, Rp 360.000.000 dan Rp 160.000.000. Untuk menentukan kerentanan
atau kemungkinan rugi ekuitas tiap sekutu dibagi dengan rasio pembagian laba untuk
mengidentifikasi rugi maksimum yang bisa ditanggung oleh sekutu tanpa menyebabkan ekuitas
mereka berkurang sampai dibawah nol.
Urutan kerentanan menunjukkan bahwa Dono adalah yang paling rentan terhadap rugi
karena ekuitasnya akan berkurang sampai nol akibat total rugi likuidasi persekutuan Rp
680.000.000. Sebaliknya, kasino paling tidak rentan karena ekuitasnya cukup untuk menanggung
bagian kerugiannya akibat likuidasi sampai Rp 1.200.000.000. Interpretasi ini membantu
menjelaskan mengapa Kasino mendapatkan seluruh kas yang didistribusikan kepada sekutu pada
tahap awal likuidasi.
Kasus A, ekuitas persekutuan Wina 18.000.000 tidak boleh dibayar langsung kepada wina
karena kreditur pribadi mempunyai klaim atas kepemilikan dalam aktiva persekutuan sebesar
18.000.000. sedangkan Kasus B, kreditur wina memiliki klaim atas aktiva pribadi Yoke karena
Yoke mempunyai hutang pribadi kepada wina sebesar 18.000.000. zena juga memiliki klaim atas
yoke sebesar 9.000.000. dan pada Kasus C, wina memiliki saldo pada perkiraan modalnya dan ia
tidak likuid. Yoke dan Zena tidak boleh mengambil aktiva pribadi wina. Mereka membagi rugi
sebesar 21.000.000 berdasarkan rasio pembagian laba 3/7 dan 4/7.
Persekutuan Tidak Likuid
Rosi, Fani, dan Koni adalah sekutu yang membagi laba secara merata dan persekutuan mereka
sekarang dalam proses likuidasi. Setelah dikonversi menjadi kas, akan digunakan untuk
membayar kewajiban,dengan rincian:
Kewajiban 90.000.000kr Modal Fani (1/3) 30.000.000dr
Modal Rosi (1/3) 30.000.000dr Modal Koni (1/3) 30.000.000dr
Diketahui seluruh sekutu memiliki sumber daya pribadi paling sedikit 30.000.000, tiap sekutu
harus membayar 30.000.000 ke persekutuan. Tetapi jika kreditur menagih 90.000.000 dari Rosi,
maka saldo persekutuan yang tersisa menjadi, Modal Rosi, Fani, Koni masing masing
60.000.000kr, 30.000.000dr,30.000.000dr. Apabila fani dan Koni hanya dapat membayar
masing-masing 30.000.000, maka desakan kreditur kepada rosi tidak beralasan. Tetapi jika
desakan terhadap rosi karena koni secara pribadi tidak likuid dan aktiva bersih fani hanya
35.000.000, situasinya akan berubah. Dalam hal ini rosi dan fani membagi kerugian Koni sebesar
30.000.000, dimana setelah itu rosi memiliki saldo modal kredit 45.000.000 dan fani saldo debit
45.000.000. Jadi, karena aktiva pribadi fani hanya 35.000.000, rosi menagih dari 35.000.000 dari
fani dan sisa 10.000.000 dalam saldo debit modal fani dihapuskan sebagai kerugian rosi.
DAFTAR PUSTAKA
http://memebali.blogspot.com/2013/05/likuidasi-dan-
disolusi.html
http://thevisualgraduate.wordpress.com/2012/10/05/likuidasi-
bertahap/
http://memebali.blogspot.com/2013/05/distribusi-kas.html
http://warta-ekonomi.blogspot.com/2010/11/rencana-distribusi-
kas.html
http://iputuekaadiputra.blogspot.com/