Pendahuluan
Akuntansi syariah berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis membantu
manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban secara adil (Wiroso, 2011). Hak dan kewajiban itu timbul karena
manusia ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah. Sehingga
akuntansi sesungguhnya adalah alat pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta dan
sesama makhluk, yang digunakan oleh manusia untuk mencapai kodratnya sebagai
khalifah.
2. Tinjauan Pustaka
a. Sumber : Beberapa artikel dan buku yang saya ambil sebagai referensi untuk
membuat tugas paper ini, yaitu:
1). Khadaffi, Muammar dkk.. Akuntansi Syariah: Meletakkan Nilai-nilai Syariah Islam
dalam Ilmu Akuntansi. 2014
2). Sofyan Safri Harahap dkk.. Akuntansi Perbankan Syariah. 2010
b. Peraturan
1). Al-Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan
benar….” (Q.S 2:282)
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu….(Q.S 5:1)
2). Hadits
3). Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bamk Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam Pasal 36 disebutkan: Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip
kehati hatian dalam melakukan kegiatan usahanya, yakni meliputi Melakukan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara
lain: Giro berdasarkan prinsip wadi’ah, tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau
mudharabah dan deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
Selain itu juga terdapat peraturan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
Nomor 1 tentang Giro, Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 2 tentang
Tabungan, dan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 3 tentang Deposito.
3. Pembahasan
Overview Dana Pihak Ketiga
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan
bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada
pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak
deposn dengan pihak kreditur. Penghimpunan dana masyarakat di perbankan syariah
menggunakan instrumen yang sama dengan instrumen penghimpunan dana pada
perbankan konvensional, yaitu:
A. Giro, adalah simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat selama saldo simpanan masih ada dengan menggunakan cek, surat perintah
pembayaran lainnya dan bilyet giro atau surat perintah pemindah bukuan.
B. Tabungan, adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
C. Deposito, adalah salah satu jenis tabungan yang dibuka oleh bank untuk para nasabah
atau masyarakat, yang jangka waktu penarikannya mempunyai periode tertentu (1
bulan, 3 bulan, 12 bulan dan seterusnya).
Ketiga instrumen ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga (DPK).
Meskipun menggunakan instrumen yang sama, mekanisme kerja pada masing-masing
instrumen penghimpunan pada bank syariah berbeda dengan instrumen penghimpunan
pada bank konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrumen
penghimpunan syariah terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan di bank
konvensional. Pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana tidak didasarkan pada
nama instrumen, melainkan berdasaran prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa
Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank
syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Prinsip wadiah tidak
menggunakan bagi hasil tapi menggunakan sistem bonus dengan Produknya giro dan
tabungan, sedangkan prinsip mudharabah menggunakan sistem bagi hasil dengan
produknya tabungandan deposito. Penghimpunan dana pada perbankan syariah dapat
dilihat dari skema dibawah ini.
Deposito Mudharabah
Depisito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan hanya
pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah (penyimpan) dengan bank
syariah (Unit Usaha Syariah). Perbedaannya dengan deposito konvensional adalah
terlihat pada akad dan sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, tentang deposito
mudharabah yaitu :
1. Di sini nasabah disebut sebagai pemilik dana atau shahibul maal dan bank
disebut sebagai pengelola dana atau mudharib.
2. Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam bentuk tunai.
3. Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan tidak melenceng
pada prinsip syariah dan mnembangkannya, rmasuk didalamnya mudharabah
dengan pihak lain.
4. Bank menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya untuk menutupi
biaya operasional deposito.
5. Bank tidak boleh mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
6. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
Ketentuan Deposito Mudharabah sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah:
1. Dalam transaksi ini nasabah beritndak sebagai shahibul maal atau pemilik dana
dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya
termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dan deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan
Giro Mudharabah
Giro mudharabah merupakan instrumen penghimpunan dana melalui produk giro yang
menggunakan akad mudharabah. Giro mudharabah harus mengikuti fatwa DSN tentang
mudharabah. Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak
penanam dan dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.
Akuntnasi giro mudharabah pada prinsipnya sama sama dengan akuntansi giro wadia.
Pembeda nya adalah dalam hal insentif yang diterima oleh nasabah. Dalam giro wadiah
insentif berbentuk bonus giro yang bersifat sukarela sedangkan giro mudharabah adalah
dengan sistem bagi hasil yang harus di bayar oleh bank secara periodik.
Transaksi Tabungan dan Deposito Mudarabah
A. Transaksi terkait tabungan mudharabah
Transaksi tabungan mudarabah dibagi menadi dua, yaitu transaksi
penambahan tabungan mudharabah dah transaksi pengurangan tabungan
mudharabah.
1. Transaksi penambahan tabungan mudharabah
Beberapa transaksi terkait tabungan mudharabah dapat mengakibatkan
bertambahnya saldo tabungan mudharabah. Transaksi tersebut antara lain adalah
setoran tunai nasabah, transfer dari kantor cabang lain ke rekening nasabah,
transfer dari bank lain ke rekening nasabah, dan penerimaan bagihasil
mudharabah ke rekening nasabah.
Bank menerima setoran tunai dari nasabah untuk pembukaan tabungan
mudharabah sebesar Rp xx
Kas Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota
A (bank yang sama) sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Nasabah menerima transer dari nasabah dari bank lain (bank yang berbeda)
sebesar Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Nasabah menerima bagi hasil atas tabungan mudharabah sebesar Rp xx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
2. Transaksi pengurangan tabungan mudharabah
Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan berkurangnya saldo tabungan
mudharabah adalah penarikan tunai oleh nasabah, transfer ke rekening lain pada
bank yang sama, transfer kepada nasabah bank lain,serta penarikan biaya
administrasi tabungan, pajak, dan lainnya oleh bank.
Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan kuitansi,
kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan, ketentuan
Tabungan Wadiah sebagai berikut:
1. Bersifat simpanan
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank.
Giro Wadiah
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana
perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. Termasuk di
dalamnya giro wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalam rangka
escrow account, giro yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara. Dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan, ketentuan tentang Giro Wadiah sebagai
berikut:
1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Transaksi Tabungan dan Giro Wadiah
A. Transaksi terkait tabungan wadiah
Transaksi tabungan wadiah dibagi menjadi dua, yaitu transaksi penambahan
tabungan wadiah dah transaksi pengurangan tabungan wadiah.
1. Transaksi penambahan tabungan wadiah
Bank menerima setoran tunai dari nasabah untuk pembukaan tabungan
wadiah sebesar Rp xx
Kas Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota
A (bank yang sama) sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
Keterangan:
1) Muhil menyuplai barang kepada muhal (pembeli).
2) Setelah muhil mengirim barang kepada muhal, namun muhal tidak mampu
melakukan pembayaran, oleh karena itu muhil menyerahkaninvoice kepada muhal
alaih.
3) Muhal alaih membeli tagihan dari muhil dan melaksanakan pembayaran.
4) Muhal alaih melakukan penagihan kepada muhal yang didukung oleh invoice
dan muhil.
5) Hasil penagihan berasal dari muhal diserahkan kepada muhal alaih.
Dalam praktik bisnis yang dilaksanakan adalah pemindahan hutang secara
terikat atau Hiwalah muqayyadah (pemindahan hutang atas hutang yang dimiliki
sebagai gantinya) karena kejelasannya dan resiko yang dapat dipagari.22 Akad
Hiwalah di Perbankan Syariah dipraktikan dalam beberapa produk sebagai berikut:
1) Factoring atau anjak piutang, para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak
ketiga memindahkan piutang itu kepada bank. Kemudian bank membayar piutang
tersebut dan bank menagih dari pihak ketiga. 2) Post-dated check, bank bertindak
sebagai juru tagih , tanpa membayarkan dulu piutang tersebut. 3) Bill Discounting,
secara prinsip bill discounting sama dengan akad Hiwalah. Dalam bill discounting
nasabah harus membayar fee, sedangkan dalam kontrak hiwalah tidak ada fee.
Transaksi Kafalah
Dalam kontek Islam penanggungan hutang dikenal dengan istilah kafalah, yaitu
orang yang diperbolehkan bertindak (berakal sehat) berjanji menunaikan hak yang
wajib ditunaikan orang lain atau berjanji menghadirkan hak tersebut di Pengadilan.
Dengan demikian dalam perjanjian pertanggungan utang disyaratkan adanya kafil,
ashiil, makfullaahu dan makfulbihi. Kafiil adalah orang yang wajib melakukan
penanggungan, sedangkan ashiil adalah orang yang berhutang dan membutuhkan
seorang penanggung. Makfullaahu yaitu orang yang memberikan hutang,
sedangkan makfulfihi adalah sesuatu yang dijadikan jaminan atau tanggungan,
baik berupa jaminan kebendaan ataupun jaminan perorangan. Persyaratan tersebut
harus terpenuhi semua.
Implementasi dalam Perbankan Syariah
Dalam praktiknya implementasi akad kafalah ini dalam bank syariah adalah dalam
bentuk bank garansi. Bank garansi yaitu tindakan dari garantor dalam hal ini bank
untuk menjamin bahwa jika seseorang tidak menunaikan kewajibannya, misalnya
tidak membayar hutanghutangnya, si garantor tersebutlah yang akan
melaksanakan/ mengambil alih kewajiban tersebut. Di dalam kegiatan pemberian
jasa-jasa perbankan kepada nasabah, bank dapat memberikan jasa-jasa pemberian
bank garansi, sepanjang tidak bertentangan/melanggar dari peraturan
perundangundangan termasuk Peraturan Bank Indonesia. Pemberian bank garansi
ini sudah merupakan produk berupa jasa yang ditawarkan dalam rangka
mendapatkan pendapatan. Lebih lanjut dapat disampaikan beberapa hal terkait
denagn produk berupa bank garansi ini, yaitu:
1) Dalam suatu pemberian fasilitas bank garansi, setidaknya terdapat 3 pihak
yaitu:Pihak pemberi garansi dalam hal ini bank; Pihak yang digaransi dalam hal ini
nasabah bank; Pihak penerima garansi dalam hal ini adalah pihak ketiga
(bouwheer).
2) Pihak-pihak yang dijamin (nasabah bank) memiliki kewajiban (pekerjaan atau
hutang) kepada pihak ketiga atau bouwheer.
3) Timbulnya garansi, biasanya karena diminta oleh bouwheer kepada nasabah
bank dan menerbitkannya dengan pertimbangan bisnis (opportunity income)
Transaksi Sharf
Sharf menurut bahasa adalah akad penukarn atau transaksi jual-beli. Akad
Sharf adalah transaksi jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual
beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata uang yang
sejenis maupun mata uang yang tidak sejenis.
2) Transaksi “foward” yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang.Transaksi ini dilarang dan tidak sesuai dengan ketentuan syariah
dikarenakan tidak dilakukan secara langsung dan mengandung unsur judi.Hal
ini dikarenakan nilai mata uang yang dipertukarkan dapat berubah dan
menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian.
3) Transaksi “swap” yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valuta asing
yang memiliki kesamaan dengan transaksi foward, hukum transaksi ini haram
karena memiliki unsur spekulasi/judi..
Kas 10.000
Pendapatan Rahn 10.000
Kas 6.900.000
Piutang Hiwalah 6.900.000
4. Kesimpulan
Dalam menghimpun dana dari masyarakat atau nasabah, Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) khususnya bank syariah biasanya menawarkan produk berupa tabungan, deposito,
ataupun giro yang menggunakan akad mudharabah.Mudharabah merupakan akad
kerjasama dimana pihak pengelola usaha (mudharib) menjalankan usaha dengan
menggunakan modal dari pemilik dana (shahibul mal). Dalam hal penghimpunan dana ini,
bank syariah bertindak sebagai mudharib sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul
mal.Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah dalam menghimpun dana dari
nasabah dengan menggunakan prinsip mudharabah biasanya berupa tabungan
mudharabah, deposito mudharabah, dan giro mudharabah.
Pengakuan dan pengukuran akuntansi dalam sistem perbankan syariah dalam menghimpun
dana yang menggunakan prinsip mudharabahumumnya terbagi dalam dua poin utama.
Pertama, pengakuan dan pengukuran untuk pemilik modal (nasabah). Kedua, pengakuan
dan pengukuran yang diperuntukkan bagi pengelola dana (bank syariah). Dalam contoh
akuntansi penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah, terdapat perbedaan yang cukup
signifikan dengan akuntansi pada umumnya, terutama dalam hal pencatatan bagi hasil.
Seperti yang kita ketahui bahwa transaksi syariah di Indonesia sudah banyak diminati oleh
masyarakat tetapi masih ada challenge-challenge yang harus dihadapi untuk perkembangan
akad syariah ini seperti masalah kepercayaan (Trust), sebagai sebuah lembaga keuangan
atau non keuangan syariah memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa akad
syariah ini aman,nyaman, tidak ada bunga, tidak memberatkan, dan lain-lain.Jadi tinggal
dibenahi saja untuk masalah kepercayaan kepada masyarakat.