Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi diakui sebagai aset awal harus diukur
sebesar biaya perolehan. Sebagai komponen biaya perolehan aset tetap tersebut
meliputi berikut ini (penerapan paragraph 16 PSAK no. 16 Revisi 2007).
1. Harga Perolehan
Dalam komponen harga perolehan termasuk bea impor dan pajak pembelian yang
tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan
lain.
2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset e
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan
dan maksud manajemen. Sebagai biaya yang diatribusikan secara langsung yaitu
meliputi:
a. Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akisisi
aset tetap;
b. Biaya penyiapan lahan pabrik;
c. Biaya handling dan penyerahan awal;
d. Biaya perakitan dan instalas;
e. Biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil
bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian terserbut; dan
f. Komisi penjualan
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban biaya-biaya tersebut timbul pada saat aset diperoleh atau
karena entitas menggunakan aset selama periode tertentu yang bertujuan selain
menghasilkan persediaan.
Tidak terdapat rugi atau laba, karena truk lama dihargai sama dengan harga sisa buku.
Contoh, pada Laba atau Rugi
Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 24.000.000
Harga perolehan truk lama Rp 60.000.000
Penyusutan Rp 40.000.000 -
Harga sisa buku Rp 20.000.000
Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 24.000.000
Laba Pertukaran Rp 4.000.000
Ayat Jurnal :
Akumulasi Penyusutan Rp 40.000.000
Alat pengangkut baru Rp 80.000.000
Kas dan Bank Rp 56.000.000
Alat pengangkut lama Rp 60.000.000
Laba pertukaran Rp 4.000.000
Penggunaan metode penyusutan aset tetap berwujud disyaratkan taat asas (konsisten).
Dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku pada
akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan
wajib pajak, apabila ditemukan adanya alat-alat kecil atau sering disebut small tools
yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 4 tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 8 tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 16 tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 20 tahun.
Perlakuan aset tetap setelah direvaluasi akan memiliki nilai buku yang sama
dengan nilai pasar. Nilai pasar (nilai seteiah dilakukan revaluasi aset tetap) tersebut
merupakan dasar penyusutan yang baru dan mulai berlaku pada saat dilakukannya
revaluasi. Masa manfaat aset tetap menjadi nol kembali atau seolah-olah belurn
pernah disusutkan.
Ketentuan perpajakan atas revaluasi aset tetap, sebelum PMK-79/PMK.03/2008
jo. PER-12/PJ/2009 jo. SE-56/PJ/2009, diatur dalam KMK-486/KMK.03/2002 jo.
Kep519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 dan SE-08/PJ.31/2002 tanggal 4
Desember 2002. WP badan dalam negeri dan BUT selain yang memperoleh izin
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat, dapat
melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan
syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Untuk dapat melakukan
penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, WP wajib
mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil, yang membawahi KPP tempat WP
terdaftar, untuk mendapatkan Keputusan Persetujuan Dirjen Pajak terlebih dahulu.
Aset tetap yang dilakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan adalah aset tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, yang
dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan
yang merupakan Objek Pajak. WP orang pribadidalam negeri yang melakukan
pembukuan tidak dapat melakukan revaluasi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
pemisahan harta antara harta pribadi dan perusahaan.
Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar-
atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang
ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui atau memperoleh
izin Pemerintah. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh
perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui oleh Pemerintah ternyata
kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan
menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aset yang bersangkutan.
Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula seteiah
dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya
berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 yaitu kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun
berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian
tersebut, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%. Kompensasi kerugian fiskal
sebagaimana dimaksud tetap harus dilakukan terlebih dahulu, meskipun dalam tahun
pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat PhKP dari keuntungan usaha dan/atau
sumber lainnya.
Apabila entitas tidak mampu menentukan nilai wajar yang andal atas aset yang
diperoleh, maka biaya perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang diberikan.
Berikut adalah yang termasuk aset tak berwujud, (1) hak paten, (2) hak cipta,
(3) merek (trade mark), (4) goodwill, (5) waralaba (franchise), dan lain-lain. Aset tak
berwujud, tidak termasuk (a) efek/surat berharga, atau (b) hak atas mineral dan
cadangan mineral seperti minyak, gas alam dan sumber daya yang tidak dapat
diperbarui.
Nilai Perolehan Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari pihak luar dan
dihasilkan secara internal. Menurut SAK-ETAP (2009:77), nilai aset tak berwujud
dicatat sesuai dengan biaya perolehannya.
Biaya perolehan aset tak berwujud terdiri atas:
a) harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat
dikreditkan setelah diskon dan potongan dagang; dan
b) biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan
mempersiapkan aset hingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.
Apabila aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal, maka entitas harus
mengakui pengeluaraninternal yangterjadi atasaset tersebut,
termasuksemuapengeluaran untuk aktivitas riset dan pengembangan sebagai beban
pada saat terjadinya.
Umur Manfaat dan Metode Amortisasi
Untuk tujuan SAK-ETAP, semua aset tak berwujud dianggap mempunyai
umur manfaat yang terbatas, Tetapi, apabila entitas tidak mampu mengestimasi umur
manfaat aset tak berwujud, maka umur manfaatnya dianggap 10 tahun.
Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di
lokasi dan kondisi yang dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan keinginan
pihak manajemen. Amortisasi dihentikan ketika aset dihentikan pengakuannya.
Entitas harus memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola
pemanfaatan aset di masa mendatang, tetapi apabila entitas tidak dapat menetapkan
pola yang andal maka entitas harus menggunakan metode garis lurus. Nilai residu
suatu aset tak berwujud seharusnya diasumsikan sama dengan 0, kecuali:
a) ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak berwujud
tersebut pada akhir masa manfaatnya;
b) ada pasar aktif untuk aset tak berwujud; dan
i. nilai residu aset dapat ditentukan dengan mengacu pada harga pasar
yang berlaku di pasar tersebut; dan
ii. terdapat kemungkinan bahwa pasar yang aktif tersebut akan tetap
ada pada akhir umur manfaat aset tak berwujud.
Penelaaah ulang atas periode dan metode amortisasi dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti perubahan pemakaian aset, perkembangan teknologi, dan perubahan
harga pasar dapat mengindikasikan bahwa umur manfaat aset tak berwujud telah
berubah sejak tanggal periode tahunan paling kini.
PERPAJAKAN
Proses penyusutan aset tak berwujud dalam akuntansi dan perpajakan disebut
amortisasi. Aset tak berwujud menurut perpajakan (Penjelasan Pasal 11A ayat (1) UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008) harus diamortisasikan apabila harta itu mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan. Namun untuk penghitungan amortisasi dalam perpajakan
sesuai dengan ketentuan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11A, aset tak
berwujud dikelompokkan menjadi kelompok 1, 2, 3, dan 4 dengan masa manfaat 4, 8,
16, dan 20 tahun.
Adapun tarif amortisasi yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 11A ayat (2) sebagai berikut.
Sesuai UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4 huruf d atas BKP takberwujud
yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam
Daerah Pabean dikenakan PPN. Dan sesuai UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 26
ayat (1). untuk transaksi dengan WP luar negeri selain BUT di Indonesia, pajak
dipotong sebesar 20% atau dengan tarif lain berdasarkan P3B yang berlaku dari
jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
Untuk pembelian waralaba McDoLPhin, PT Hercules harus memungut pajak
berdasarkan P3B antara Indonesia dengan Taiwan di mana tarifnya adalah sebesar
10%. Utang pajak P3B ataupun PPh 26 yang telah dipungut akan disetorkan ke kas
negara paling lambat tanggal 10 Februari 2016. Jurnal untuk penyetoran pajak yaitu
sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
10 Februari 2016 Utang PPh 26 40.000.000
Kas/Bank 40.000.000
Utang PPh 23 akan disetorkan oleh PT Hercules paling lambat tanggal 10 Februari
2016
Tanggal Keterangan Debit Kredit
10 Februari 2016 Utang PPh 23 30.000.000
Kas/Bank 30.000.000
Jurnal untuk pihak Keripik Sehat DeDE sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Januari 2016 Kas/Bank 190.000.000
PPh 23 yang dibayar 30.000.000
dimuka 20.000.000
Pajak Keluaran 200.000.000
Pendapatan Waralaba
Deplesi per unit x Jumlah unit yang dihasilkan dan dijual = Beban deplesi per tahun
Contoh:
Suatu perusahaan pertambangan melakukan investasi sebesar Rp5.000.000 pada
lähan pertambangan yang diestimasikan memiliki 10.000.000 ton bahan tämbang dan
tidak memiliki nilai residu. Pada tahun pertama, perusahaan menghasilkan dan
menjual bahan tambang sebanyak 800.000 ton.
Deplesi per unit = Rp5.000.000: 10.000.000 = Rp0,5 per ton
Beban deplesi tahun ini adalah Rp0,5 x 800.000 ton = Rp400.000.
Perusahaan membukukan beban deplesi untuk tahun pertama perusahaan beroperasi,
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
14 Februari 2016 Beban Deplesi 400.000.000
Akumulasi 400.000.000
Deplesi
Jumlah penambangan
Amortisasi per tahun = x tanpa batasan
Taksiran total produksi