Anda di halaman 1dari 27

TUGAS RESUME AKUNTANSI PERPAJAKAN

Bab 9 Aset Tetap dan Bab 10 Aset Tidak Berwujud

Bab 9 Aset Tetap

A. Pengakuan Aset Tetap


Sebuah Entitas bisnis atau perusahaan mengakui setiap aset sebagai aset tetap jika
aset yang dimiliki telah memenuhi sifat dan karakteristiknya seperti yang telah
disebut sebelumnya. Aset yang berwujud diakui dan diklasifikasikan kedalam aset
tetap jika:
1.   Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke entitas, dan
2.   Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
Hal yang juga tak kalah penting dalam pengakuan aset tetap adalah perusahaan
mempunyai kontrol/kendali atas manfaat ekonomis yang diharapkan  akan diterima
dari aset tetap tersebut.

Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi diakui sebagai aset awal harus diukur
sebesar biaya perolehan. Sebagai komponen biaya perolehan aset tetap tersebut
meliputi berikut ini (penerapan paragraph 16 PSAK no. 16 Revisi 2007).
1.   Harga Perolehan
Dalam komponen harga perolehan termasuk bea impor dan pajak pembelian yang
tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan
lain.
2.   Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset e
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan
dan maksud manajemen. Sebagai biaya yang diatribusikan secara langsung yaitu
meliputi:
a.    Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akisisi
aset tetap;
b.    Biaya penyiapan lahan pabrik;
c.    Biaya handling dan penyerahan awal;
d.    Biaya perakitan dan instalas;
e.    Biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil
bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian terserbut; dan
f.     Komisi penjualan
3.   Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban biaya-biaya tersebut timbul pada saat aset diperoleh atau
karena entitas menggunakan aset selama periode tertentu yang bertujuan selain
menghasilkan persediaan.

B. Pengukuran Biaya Perolehan


Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada
periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 Revisi 2007 terdapat
perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang
pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 Revisi 2007 mengakui
adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu
adalah:
a.   Metode Biaya
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut
dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai aset.
b.   Metode Revaluasi
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang
nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu
nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap
harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa
jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.

C. Perolehan Aset Tetap


- Perolehan Aset Tetap secara Gabungan
Mengalokasikan harga gabungan berdasarkan perbandingan nilai wajar aset yang
bersangkutan.
Contoh, harga bangunan + tanah = Rp 300.000.000
(termasuk biaya notaris, bea balik nama, bea perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan, dll).
Alokasi harga perolehan :
No. Jenis Aset Harga Wajar Alokasi harga Perolehan
1. Tanah 150.000.000 15 x 300.000.000 = 180.000.000
25
2. Bangunan 100.000.000 10 x 300.000.000 = 120.000.000 +
25
Jumlah 250.000.000 300.000.000
Ayat jurnal :
Tanah 180.000.000
Bangunan 120.000.000
Kas dan Bank 300.000.000

- Perolehan Aset Tetap secara Angsuran


Diperhatikan kontark pembeliannya.
Contoh, harga perolehan mobil Rp 120.000.000 dibayar 24x angsuran,
Rp 5.000.000 per bulan dengan bunga 20 % pertahun.
Perhitungan angsuran pertama :
Angsuran bulanan Rp 5.000.000
Bunga 1/12 x 20% x Rp 120.000.000 Rp 2.000.000
Jumlah pembayaran Rp 7.000.000
Perhitungan angsuran bulan kedua :
Angsuran bulanan Rp 5.000.000
Bunga 1/12 x 20% x 120.000.000- 5.000.000 Rp 1.916.700
Jumlah pembayaran Rp 6.916.700
Ayat Jurnal :
1. saat pembelian aset tetap
Mobil/kendaraan (dalam angsuran) 120.000.000
Utang angsuran 120.000.000
2. saat pembayaran
Utang angsuran 5.000.000
Beban Bunga 2.000.000
Kas dan Bank 7.000.000
3. Saat pembayaran angsuran kedua
Utang angsuran 5.000.000
Beban Bunga 1.916.700
Kas dan Bank Rp 6.916.700
Perhitungan pembayaran angsuran dibuat setiap bulan. Bunga semakin lama semakin
menurun karena jumlah pinjama juga menurun. Penetapan bunga yang digunkan berdasarkan
pada tingkat bunga efektif (effective interest rate).
Harga dengan angsuran ditetapkan terlebih dahulu dan angsuran yang harus dibayar
setiap bulan tetap, maka setiap angsuran terdiri atas 2 komponen yaitu angsuran dan bunga.
Besarnya bunga ditetapkan menggunakan tingkat bunga tetap (flat interest rate).
Contoh, harga perolehan kendaraan Rp 120.000.000, angsuran 24x bunga 25% per tahun.
Perhitungan :
Harga perolehan tunai Rp 120.000.000
Bunga Rp 120.000.000 x 25% x 24/12 Rp. 60.000.000
Harga beli dengan angsuran Rp 180.000.000
Angsuran yang dibayar setiap bulan sebesar :
1/24 x Rp 180.000.000 = Rp 7.500.000 (angsuran+bunga)
Ayat Jurnal :
1. saat pembelian aset tetap
Mobil/kendaraan (dalam angsuran) 120.000.000
Utang angsuran 120.000.000
2. saat pembayaran
Utang angsuran 6.000.000
Beban Bunga 1.500.000
Kas dan Bank 7.500.000
- Perolehan Aset Tetap secara Pertukaran
Menurut PSAK No. 16 2007, aset tetap dapat diperoleh dengan pertukaran atau
pertukaran sebagian.
Pertukaran sebagian, untuk suatu aset tetap yang tidak serupa aset lain. Biaya diukur
pada nilai wajar aset yang dipertukarkan atau diperoleh, yang paling andal, sebanding nilai
wajar aset yang dipertukarkan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas
yang dtransfer.
Contoh, harga perolehan truk lama Rp 60.000.000 telah disusutkan Rp 40.000.000 ditukar
dengan truk baru Rp 80.000.000 dan kekurangannya dibayar tunai.
Perhitungan laba atau rugi pertukaran :
Harga perolehan truk lama Rp 60.000.000
Penyusutan Rp 40.000.000 -
Harga sisa buku Rp 20.000.000

Harga truk baru Rp 80.000.000


Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 20.000.000 –
Tambahan uang tunai Rp 60.000.000

Tidak terdapat rugi atau laba, karena truk lama dihargai sama dengan harga sisa buku.
Contoh, pada Laba atau Rugi
Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 24.000.000
Harga perolehan truk lama Rp 60.000.000
Penyusutan Rp 40.000.000 -
Harga sisa buku Rp 20.000.000
Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 24.000.000
Laba Pertukaran Rp 4.000.000

Harga truk baru Rp 80.000.000


Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 24.000.000 –
Tambahan uang tunai Rp 56.000.000

Ayat Jurnal :
Akumulasi Penyusutan Rp 40.000.000
Alat pengangkut baru Rp 80.000.000
Kas dan Bank Rp 56.000.000
Alat pengangkut lama Rp 60.000.000
Laba pertukaran Rp 4.000.000

Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 18.000.000


Harga perolehan truk lama Rp 60.000.000
Penyusutan Rp 40.000.000 -
Harga sisa buku Rp 20.000.000
Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 18.000.000 –
Rugi pertukaran Rp 2.000.000

Harga truk baru Rp 80.000.000


Harga tukar tambah aset lama (trade in allowance) Rp 18.000.000 –
Tambahan uang tunai Rp 62.000.000
Ayat Jurnal :
Akumulasi Penyusutan Rp 40.000.000
Alat pengangkut baru Rp 80.000.000
Rugi pertukaran Rp 2.000.000
Alat pengangkut lama Rp 60.000.000
Kas dan Bank Rp 62.000.000
Aset yang diperoleh dari pertukaran melalui pertukaran dengan :
1. aset nonmoneter, baik dengan aset tetap yang sejenis atau aset tetap yang tidak
sejenis.
2. sekuritas berupa obligasi atau saham yang dikeluarkan oleh perusahaan sendiri atau
emisi oleh badan lain.
Nilai perolehan atau nilai penjualan adlah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar.
Contoh pada pertukaran mobil yang sama
PT Anugrah PT Rakhmat
Nilai sisa buku Rp 120.000.000 Rp 150.000.000
Harga Pasar Rp 80.000.000 Rp 160.000.000
PT Anugrah mencatat kerugian sebesar :
Rp 80.000.000 - Rp 120.000.000 = Rp 40.000.000
PT Rakhmat mencatat laba sebesar :
Rp 160.000.000 - Rp 150.000.000 = Rp 10.000.000

Contoh pada pertukaran aset dengan saham


PT Anugrah menyerahkan mesin seharga Rp 300.000.000 kepada PT Rakhmat sebagai
pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp 250.000.000. harga pasar mesin Rp
320.000.000. pencatatan :
PT Anugrah
Penghasilan sebgai objek pajak penghasilan sebesar Rp 20.000.000
(Rp 320.000.000 – Rp 300.000.0000)
PT Rakhmat
Mencatat mesin sebagai aset tetap Rp 320.000.000
Mencatat agio saham (Premium on stock)sebesar Rp 70.000.000
(Rp 320.000.000 – Rp 250.000.000)
- Perolehan Aset Tetap dengan Cara Membangun Sendiri
Menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang diperoleh, yatu meliputi seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan aset yang diperoleh, yaitu meliputi seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk pembanguna aset sampai siap dipakai. Termasuk biaya tidak
langsung, efisiensi atau inefiensi, dan bunga selama masa kontruksi.

- Perolehan secara Hibah, Bantuan dan Sumbangan


Aset tetapa yang diperoleh dari sumbangan harus dicatatsebesar harga taksiran atau
harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun modal yang berasal dari sumbangan atau
donasi.
Contoh, aset tetap berupa tanah dan bangunan harga pasar Rp 250.000.000 diterima sebagai
sumbangan.
Modal donasi dari sisi akuntansi pajak Pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan.
1. apabila terjadi pengalihan harta berupa bantuan, sumbangan, harta hibah, atau warisan,
syarat yang harus dipenuhi bedasarkan Pasal 4 ayat 3 huruf a dan b adalah :
Tidak termasuk objek pajak
a. 1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintha dan para
penerima zakat yan berhak.
2) harta hibhan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan leurus
satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau
pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, pemerintahan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yng bersangkutan.
b. warisan
2. Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai Pasal4 ayat 3 huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan dengan contoh konkret yaitu harta hibahan yang diberikan
tersebut ternyata mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan maka dasar penilaian bagi yang menerima
penghibhan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Demikian pada akuntansi pajak atas penerimaan hibah juga akan dibukukan sebelah
kredit pada akun”modal donasi”sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan aset
berwujud.
Contoh, ayat jurnal atas hibah Rp 300.000.000 diatur sbb :
1. memenuhi syarat Pasal 4 Ayat 3
Kas dan Bank 300.000.000
Modal Donasi 100.000.000
2. tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3)
maka bantuan atua sumbangan dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan
Pajak Penghasilan
Kas dan Bank 300.000.000
Penghasilan Sumbangan/bantuan 300.000.000
Dari pihak yang memberikan sumbangan
Biaya sumbngan/bantuan 300.000.000
Kas dan Bank 300.000.000

D. Penyusutan Aset Tetap


PSAK No. 17 (2007), yang dimaksudkan penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset
yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk
periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penyusutan dilakukan terhadap aset tetap berwujud dengan syarat aset tetap
berwujud tersebut:
a.  Diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi;
b.  Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan
c.   Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi
Penyusutan atau jumlah disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan
suatu aset atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan
dikurangi nilai sisa.

Dalam pengaturan penyusutan tersebut, persyaratan aset yang dapat disusutkan


menurut ketentuan perpajakan meliputi:
a. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud,
b. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
c. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.

Metode Penyusutan Sesuai Komersial


Dalam praktik akuntansi komersial metode penyusutan dapat digunakan sesuai
pengelompokan menurut kriteria:
1.    Dasar Waktu
a.    Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikan berdasar berjalannya waktu, dalam
jumlah-jumlah yang sama selama masa manfaat asset tetap berwujud tersebut.
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan

b.    Metode Jumlah Angka Tahun


Metode ini sering disebut metode jumlah angka tahun yang akan menghasilkan
jumlah penyusutan yang semakin menurun dari tahun ke tahun.
Dengan rumusan:
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penghitungan Penyusutan
Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Perolehan -/- Nilai Residu
Tarif penyusutan ditetapkan dengan pecahan, yaitu pembilang adalah angka tahun
yang ada selama masa manfaat aset tetap, sebagai contoh 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya,
sedangkan pembilang untuk tahun pertama adalah penjumlahan angka tahun sampai
dengan angka tahun terakhir. Sebagai contoh, apabila masa manfaat hanya 5 tahun,
maka penjumlahannya (1 + 2 + 3 + 4 + 5) = 15.

c.    Metode Saldo Menurun Ganda


Dalam metode ini, besarnya biaya penyusutan semakin lama menjadi lebih kecil dari
tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran bahwa kapasitas asset tetap dalam
memberikan jasanya dari tahun ke tahun semakin menurun.
Penghitungan biaya penyusutan dapat dirumuskan:
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penghitungan Penyusutan
Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Sisa Buku Awal Periode
Pada umumnya, tarif penyusutan adalah dua kali tarif penyusutan apabila
menggunakan metode ganis lurus tanpa memerhatikan nilai residu (recidual value).

2.    Dasar Penggunaan


a.   Metode jam jasa (service hours method)
Pada metode ini besarnya penyusutan dihitung dengan mendasarkan teori bahwa
pembelian aset tetap ditunjukkan dari jumlah jam jasa langsung dan dalam metode ini
mengakui estimasi masa manfaat asset yang diukur dalam jam jasa.
b.   Metode Unit Produksi
Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi
yang dapat dihasilkan. Kapasitas produksi ini dapat pula dinyatakan dalam bentuk
jam pemakaian atau urut-urut kegiatan lainnya. Perhitungan besarnya biaya
penyusutan dapat dirumuskan:
Tarif Penyusutan = Kapasitas sebenarnya
   Kapasitas produksi
Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan X Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Residu

Metode Penyusutan Sesuai Ketentuan Perpajakan


Metode penyusutan menurut ketentuan perundangan-undangan perpajakan
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan.
1.   Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining
balance method) untuk aset tetap berwujud bukan bangunan.
2.   Metode garis lurus (straight line method) untuk aset tetap berwujud berupa
bangunan.

Penggunaan metode penyusutan aset tetap berwujud disyaratkan taat asas (konsisten).
Dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku pada
akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan
wajib pajak, apabila ditemukan adanya alat-alat kecil atau sering disebut small tools
yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1.    Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 4 tahun.
2.    Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 8 tahun.
3.    Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 16 tahun.
4.    Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa
manfaat 20 tahun.

Harta terwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:


1.    Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2.    Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang
tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya
tidak lebih dari 10 tahun.

Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif


penyusutannya didasarkan pada Pasal 11 Undang-undang no. 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan:

E. Pertukaran Aset Tetap


Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 70), apabila aset tetap diperoleh
melalui petukaran dengan aset nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan aset
nonmoneter maka biaya perolehan diukur pada nilai wajar, kecuali:
 transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau
 nilai wajar aset yang diterima atau aset yang diserahkan tidak dapat diukur
secaraandal, maka biaya perolehan diukur pada jumlah tercatat aset yang
diserahkan.

Menurut penjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, nilai perolehan


atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Harta yang diperoleh
berdasarkan transaksi tukar menukar dengan harta lain, maka nilai perolehan atau
nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang
dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak.

F. Penghentian Aset Tetap


Pelepasan AsetTetap
Dalam setian penjualan aset, dapat timbal laba atau rugi sebesar selisih antara harga
pasar dengan nilai bukp aset. Namun karena perbedaan metode penyusutan dan
estimasi masa manfaat, laba atau rugi penjualan aset dapat berbeda jumlahnya antara
akuntansi dengan perpajakan.
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta terjadi apabila WP
menjual aset dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari
harga atau nilai perolehan. penjualan atau pengalihan harta sesuai dengan Pasal 4 ayat
(1) huruf d UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, jumlah nilai sisa buku dibebankan
sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransi dicatat sebagai
penghasilan. Hal ini dicatat pada tahun terjadinya pengalihan harta tersebut. Apabila
terdapat kerugian sebesar nilai sisa buku harta karena penggantian asuransi yang
jumlahnya baru diketahui pada masa yang datang maka jumlah nilai sisa buku fiskal
harta yang bersangkutan dapat dicatat sebagai beban masa yang akan datang dengan
persetujuan Dirjen Pajak.
Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,
keuntungan atas pengalihan harta berupa hibah atau warisan, bantuan atau
sumbangan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, serta badan k atau badan pendidikan atau badan sosial
termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepeinilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan maka jumlah
nilai sisa buku tidak boleh dibebankan sebagai biaya (kerugian) bagi pihak yang
mengalihkan dan bukan penghasilan bagi pihak yang inenerima. Sebaliknya, apabila
tidak menienuhi Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b tersebut, maka bagi pihak yang
mengalihkan nilai sisa bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi
penerimanya merupakan penghasilan.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakandalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena
penjualan atau pengalihan harta yang diiniliki 'tetapi tidak digunakan dalam
perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Tetapi
apabila terjadi keuntungan, maka keuntungannya merupakan objek PPh yang dihitung
dari selisih antara harga jual (harga pasar) dengan harga perolehan.
Menurut Pasal 16D UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, pengaiihan aset oleh PKP
yang menurut tujuan semula aset tersebut tidak untuk diperjualbelikan dikenakan
PPN sebesar 10% dari DPP, kecuali atas penyerahan aset yang pajak masukannya
tidak dapatdikreditkan, yaitu: (1) aset yang tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha sesuai Pasal 9 ayat (8) huruf b; dan (2) aset kendaraan bermotor
berupa sedan dan station wagon sesuai Pasal 9 ayat (8) huruf c. DPP-nya adalah
sebesar harga jual atau harga pasar wajar dari aset yang diserahkan. PKP tidak perlu
menyetorkan sendiri secara langsun tetapi dapat dikompensasikan dengan pajak
masukannya terlebih dulu atau diperlakukai sama dengan pajak keluaran. PKP juga
melaporkan PPN atas penyerahan aset bekas dengan menggunakan SPT Masa PPN
mass pajak vang sama dengan bulan penyerahan.

Tidak Memiliki Masa Manfaat


Berikut ini merupakan perbedaan mendasar antara perlakuan menurut akuntansi
dengan perpajakan berkaitan dengan aset tetap:
No Uraian Akuntansi Perpajakan
1. Biaya perolehan a. Setara harga a. a Untuk transaksi yang
tunainya pada tidak mempunyai
tanggal pengakuan. hubungan istimewa
Jika pembayaran berdasarkan harga yang
ditangguhkan lebih sesungguhnya.
dari waktu kredit b. Untuk transaksi yang
normal, maka mempunyai hubungan
sebesar nilai tunai istimewa dihitung
semua pembayaran berdasarkan harga pasar.
masa akan datang. c. Untuk transaksi tukar
b. Untuk pertukaran menukar adalah
aset menggunakan berdasarkan harga pasar.
nilai wajar. d. Dalam rangka likuidasi,
peleburan, pemekaran,
pemecahan atau
penggabungan adalah
harga pasar kecuali
ditentukan lain oleh
Menteri Keuangan.
e. Revaluasi adalah sebesar
nilai setelah revaluasi.
2. Penentuan masa Tergantung Sudah diatur dalam
manfaat padajustifikasi Peraturan Menteri
manajemen dengan Keuangan.
mempertimbangkan
faktorfaktor seperti days
pakai aset,
perkernbangan
teknologi, pembatasan
hukum.
3. Saat dimulainya Penyusutan dimulai a. Penyusutan dimulai
penyusutan ketika aset tersedia sejak bulan timbulnya
untuk digunakan. pengeluaran atas
perolehan aset.
b. Penyusutan dimulai
sejak bulan selesainya
pengerjaan harta. (untuk
harta yang masih dalam
proses pengerjaan).
c. Dengan persetujuan
Dirjen Pajak, WP dapat
melakukan penyusutan
mulai pada bulan harta
tersebut digunakan
untuk mendapatkan,
menagih, dan
memelihara penghasilan
atau pada bulan harta
yang bersangkutan
mulai menghasilkan.
4. Penghitungan Jumlah bulan dapat jumlah bulan selalu
jumlah dibulatkan ke atas dibulatkan ke atas,
bulan sejak atau ke bawah. walaupun dibeli di atas
dimulainya MisaInya pembelian di tanggal 15 setiap
penyusutan atas tanggal 15 bulannya.
dibulatkan ke bawah
dan
belum diakui
penyusutannya.
5. Metode a. Metode garis lurus a. Kelompok bangunan
penyusutan b. Metode saldo harus
menurun menggunakanmetode
c. Metodejumlah unit garis lurus.
produksi b. Kelompok selain
bangunan
Entitas harus memilih bolehmenggunakan
metodepenyusutan yang metode garis lurusatau
mencerminkan metode saldo menurun
ekspektasi dalam pola asalkanditerapkan secara
penggunaanmanfaat taat asas.
ekonomi masa depan
aset.
& Mai residu Nilai residu harus di- Tidak mengakui adanya
review minimum nilai residu.
setiap akhir tahun buku.
7. Sistem Penyusutan secara a. Penyusutan individual
penyusutan individual, kecuali b. Penyusutan
untuk peralatan kecil gabungan/grup
(small tools), boleh
secara golongan.
8. Aset yang boleh Semua aset tetap yang Hanya aset yang dimiliki
disusutkan dimiliki entitas,kecuali dan digunakanuntuk
tanah dan aset tetap mendapatkan, menagih, dan
yangmemenuhi definisi memelihara penghasilan
properti investasi. yang merupakanobjek pajak
tidak final.
9. Pengeluaran yang Disusutkan sesuai masa Disusutkan terpisah dari
dapat manfaat yang aset lamanya,seolah-olah
memperpanjang ditinjau ulang, dalam seperti aset dengan masa
umur masa hal inijumlah manfaat bare sehingga akan
manfaat tercatat aset tetan harus menjadi lebihlama
ditambahkan pembebanannya.
dengan pengeluaran
biaya perbaikan
tersebut.

G. Revaluasi Aset Tetap


Revaluasi aset tetap adalah suatu penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki
perusahaan sehingga sesuai dengan harga pasar saat dilakukannya revaluasi tersebut.
Dalam akuntansi, revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan. Hal ini
disebabkan karena SAK-ETAP menganut penilaian aset tetap berdasarkan biaya
perolehan atau harga pertukaran. Namun demikian, menurut paragraf 15.15 (2009)
penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah. Dengan adanya kewenangan dari pemerintah untuk mengatur
penyimpangan dari konsep biaya perolehan maka dikeluarkanlah peraturan mengenai
penilaian kembali aset tetap melalui PMK-79/ PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008
yang menggantikan KMK-486/KMK.03/2002 tanggal28 November 2002.

Jurnal pencatatan atas revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut:


Tanggal Keterangan Debit Kredit
Aset tetap xxxx -
Akumulasi penyusutan aset tetap xxxx -
Surplus Revaluasi Aset Tetap - xxxx
Pph Final atas Revaluasi Aset Tetap xxxx -
Kas/Bank - xxxx

Perlakuan aset tetap setelah direvaluasi akan memiliki nilai buku yang sama
dengan nilai pasar. Nilai pasar (nilai seteiah dilakukan revaluasi aset tetap) tersebut
merupakan dasar penyusutan yang baru dan mulai berlaku pada saat dilakukannya
revaluasi. Masa manfaat aset tetap menjadi nol kembali atau seolah-olah belurn
pernah disusutkan.
Ketentuan perpajakan atas revaluasi aset tetap, sebelum PMK-79/PMK.03/2008
jo. PER-12/PJ/2009 jo. SE-56/PJ/2009, diatur dalam KMK-486/KMK.03/2002 jo.
Kep519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 dan SE-08/PJ.31/2002 tanggal 4
Desember 2002. WP badan dalam negeri dan BUT selain yang memperoleh izin
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat, dapat
melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan
syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Untuk dapat melakukan
penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, WP wajib
mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil, yang membawahi KPP tempat WP
terdaftar, untuk mendapatkan Keputusan Persetujuan Dirjen Pajak terlebih dahulu.
Aset tetap yang dilakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan adalah aset tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, yang
dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan
yang merupakan Objek Pajak. WP orang pribadidalam negeri yang melakukan
pembukuan tidak dapat melakukan revaluasi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
pemisahan harta antara harta pribadi dan perusahaan.
Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar-
atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang
ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui atau memperoleh
izin Pemerintah. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh
perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui oleh Pemerintah ternyata
kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan
menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aset yang bersangkutan.
Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula seteiah
dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya
berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 yaitu kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun
berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian
tersebut, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%. Kompensasi kerugian fiskal
sebagaimana dimaksud tetap harus dilakukan terlebih dahulu, meskipun dalam tahun
pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat PhKP dari keuntungan usaha dan/atau
sumber lainnya.

Bab 10 Aset Tidak Berwujud


Definisi Aset Tak Berwujud
Menurut SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 76), aset tak berwujud adalah aset
nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Ciri utama
aset tak berwujud ialah berupa benda yang tidak dapat dilihat dan dipegang. Entitas
dapat mengakui aset tak berwujud, apabila:
a) kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari
aset tersebut; dan
b) biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal.

Apabila entitas tidak mampu menentukan nilai wajar yang andal atas aset yang
diperoleh, maka biaya perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang diberikan.
Berikut adalah yang termasuk aset tak berwujud, (1) hak paten, (2) hak cipta,
(3) merek (trade mark), (4) goodwill, (5) waralaba (franchise), dan lain-lain. Aset tak
berwujud, tidak termasuk (a) efek/surat berharga, atau (b) hak atas mineral dan
cadangan mineral seperti minyak, gas alam dan sumber daya yang tidak dapat
diperbarui.
Nilai Perolehan Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari pihak luar dan
dihasilkan secara internal. Menurut SAK-ETAP (2009:77), nilai aset tak berwujud
dicatat sesuai dengan biaya perolehannya.
Biaya perolehan aset tak berwujud terdiri atas:
a) harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat
dikreditkan setelah diskon dan potongan dagang; dan
b) biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan
mempersiapkan aset hingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.

Apabila aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal, maka entitas harus
mengakui pengeluaraninternal yangterjadi atasaset tersebut,
termasuksemuapengeluaran untuk aktivitas riset dan pengembangan sebagai beban
pada saat terjadinya.
Umur Manfaat dan Metode Amortisasi
Untuk tujuan SAK-ETAP, semua aset tak berwujud dianggap mempunyai
umur manfaat yang terbatas, Tetapi, apabila entitas tidak mampu mengestimasi umur
manfaat aset tak berwujud, maka umur manfaatnya dianggap 10 tahun.
Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di
lokasi dan kondisi yang dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan keinginan
pihak manajemen. Amortisasi dihentikan ketika aset dihentikan pengakuannya.
Entitas harus memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola
pemanfaatan aset di masa mendatang, tetapi apabila entitas tidak dapat menetapkan
pola yang andal maka entitas harus menggunakan metode garis lurus. Nilai residu
suatu aset tak berwujud seharusnya diasumsikan sama dengan 0, kecuali:
a) ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak berwujud
tersebut pada akhir masa manfaatnya;
b) ada pasar aktif untuk aset tak berwujud; dan
i. nilai residu aset dapat ditentukan dengan mengacu pada harga pasar
yang berlaku di pasar tersebut; dan
ii. terdapat kemungkinan bahwa pasar yang aktif tersebut akan tetap
ada pada akhir umur manfaat aset tak berwujud.

Penelaaah ulang atas periode dan metode amortisasi dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti perubahan pemakaian aset, perkembangan teknologi, dan perubahan
harga pasar dapat mengindikasikan bahwa umur manfaat aset tak berwujud telah
berubah sejak tanggal periode tahunan paling kini.

Contoh-contoh aset tak berwujud dan aset lainnya


1. Goodwill Goodwill adalah hak-hak istimewa yang dimiliki oleh suatu
perusahaan, misalnya keistimewaan dalam lokasi, produksi, distribusi, nama,
dan pengalaman yang membuatnya lebih unggul daripada perusahaan lain.
Namun, perusahaan tersebut tidak dapat secara otomatis mencantumkan
goodwill dalam neraca. Goodwill hanya dapat dicatat dalam pembukuan
apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain dengan harga di atas yang
berlaku. Nilai goodwill yang dicantumkan adalah nilai seluruh aset setelah
dikurangi biaya-biaya. Untuk keperluan perpajakan, goodwill hanya dapat
dicatat sebagai harta yang dapat diamortisasi apabila goodwill tersebut
diperoleh melalui pembelian perusahaan.
2. Biaya Pra-operasi Biaya sebelum operasi adalah pengeluaran yang dilakukan
sebelum operasi komersial dan yang mempunyai manfaat lebih dari satu
tahun. Contoh biaya praoperasi ini adalah biaya notaris, pengurusan izin-
izin, kontribusi kepada Negara, biaya studi kelayakan dan biaya produksi
percobaan, tetapi tidak termasuk biaya operasional yang sifatnya rutin,
seperti gaji karyawan, beban telepon atau listrik dan beban kantor lainnya.
Pengeluaran rutin tersebut harus dibebankan pada saat tahun terjadinya. Oleh
karena itu, pengeluaran sebelum operasi harus dikapitalisasi (sebagai biaya
pra-operasi) dan kemudian diamortisasi.

PERPAJAKAN
Proses penyusutan aset tak berwujud dalam akuntansi dan perpajakan disebut
amortisasi. Aset tak berwujud menurut perpajakan (Penjelasan Pasal 11A ayat (1) UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008) harus diamortisasikan apabila harta itu mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan. Namun untuk penghitungan amortisasi dalam perpajakan
sesuai dengan ketentuan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11A, aset tak
berwujud dikelompokkan menjadi kelompok 1, 2, 3, dan 4 dengan masa manfaat 4, 8,
16, dan 20 tahun.
Adapun tarif amortisasi yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 11A ayat (2) sebagai berikut.

Kelompok Aset Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan Metode


Tak Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Menurut PMK-248/PMK.03/2008, amortisasi atas pengeluaran untuk


memperoleh aset tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu
dimulai pads bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produksi komersial.
Bulan produks komersial adalah bulan di mana penjualan mulai dilakukan.
Diatur juga untuk bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru
menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun. Untuk bidang usaha perkebunan
tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi
berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun dan bidang
usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan yang dapat berproduksi berkali-kali
dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 tahun.
Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi untuk aset tak berwujud yang
masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka WP
dapat menggunakan masa manfaat yang terdekat. Contoh: aset tak berwujud dengan
masa manfaat yang sebenarnya adalah 5 tahun, maka aset tak berwujud tersebut dapat
diamortisasikan dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun. Biaya
pendirian dan perluasan modal dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun
pengeluaran atau diamortisasi berdasarkan metode garis lurus atau saldo menurun
dengan masa manfaat sesuai dengan Pasal 11A ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 di atas.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial (biaya pendirian)
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dapat dikapitalisasi dan
diamortisasi sesuai dengan ketentuan masa manfaat dan tarif amortisasi dalam UU
PPh. Sedangkan, untuk pengeluaran biaya pendirian yang memiliki masa manfaat
kurang dari 1 tahun, haruslah dibebankan sekaligus pada tahun berjalan yang
bersangkutan.
Contoh: PT Boki yang baru berdiri tahun 2012 telah menghabiskan biaya sebesar
Rp50.000.000 untuk mendapatkan berbagai izin pengurusan pendirian perusahaan.
Biaya tersebut diperlakukan sebagai aset lainnya dan memiliki masa manfaat 5 tahun
(menurut pertimbangan pihak manajemen), sehingga oleh perusahaan diamortisasi
dengan metode garis lurus. Jurnal untuk mencatat pengakuan biaya tersebut pada
tahun pertama adalah sebagai berikut.
Keterangan Debit Kredit
Aset Lainnya 50.000.000
Kas/Bank 50.000.000
Beban Amortisasi 10.000.000
Aset lainnya 10.000.000

Sementara itu, menurut fiskal beban-beban tersebut dapat dikapitalisasi dan


kemudian diamortisasi dengan masa manfaat 4 tahun sesuai dengan kelompok 1
sebesar Rp12.500.000.
Selisih antara akuntansi dengan perpajakan yang ada, maka WP harus
melakukan koreksi negatif sebesar Rp2.500.000 pada rekonsiliasi fiskal tanpa perlu
membuat jurnal koreksi. Cara penyajian biaya praoperasi dalam neraca adalah
disajikan dengan nilai bersih (neto) setelah dikurangi dengan amortisasi.
Contoh: PT Hercules pada tanggal 1 Januari 2016 mengeluarkan uang sebesar
Rp200.000.000 (belum termasuk PPN dan PPh 26) untuk memperoleh waralaba dari
McDoLPhin selama 4 tahun. Penghitungan amortisasi untuk setiap metode yang
diperbolehkan dipilih sebagai berikut: ( dalam rupiah)

Tahun Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun


Amortisasi Nilai Sisa Amortisasi Nilai Sisa
Buku Buku
2016 25%x200.000.000 150.000.00 50%x200.000.000 150.000.000
=50.000.000 = 50.000.000
2017 25%x200.000.000 100.000.000 50%x150.000.000 75.000.000
=50.000.000 = 50.000.000
2018 25%x200.000.000 50.000.000 50%x75.000.000 37.500.000
=50.000.000 = 37.500.000
2019 25%x200.000.000 0 37.500.000 0
=50.000.000

Jurnal untuk transaksi tersebut (apabila PT Hercules menggunakan metode garis


lurus)
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Januari 2016 Waralaba 200.000.000
Pajak Masukan 20.000.000
Utang PPh 26 40.000.000
Kas/Bank 180.000.000
31 Desember Beban Amortisasi 50.000.000
2016 Waralaba 50.000.000
31 Desember Beban Amortisasi 50.000.000
2017
50.000.000
31 Desember Waralaba 50.000.000
2018
50.000.000
31 Desember Beban Amortisasi 50.000.000
2019
50.000.000

Sesuai UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4 huruf d atas BKP takberwujud
yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam
Daerah Pabean dikenakan PPN. Dan sesuai UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 26
ayat (1). untuk transaksi dengan WP luar negeri selain BUT di Indonesia, pajak
dipotong sebesar 20% atau dengan tarif lain berdasarkan P3B yang berlaku dari
jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
Untuk pembelian waralaba McDoLPhin, PT Hercules harus memungut pajak
berdasarkan P3B antara Indonesia dengan Taiwan di mana tarifnya adalah sebesar
10%. Utang pajak P3B ataupun PPh 26 yang telah dipungut akan disetorkan ke kas
negara paling lambat tanggal 10 Februari 2016. Jurnal untuk penyetoran pajak yaitu
sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
10 Februari 2016 Utang PPh 26 40.000.000
Kas/Bank 40.000.000

Apabila PT Hercules membeli waralaba Keripik Sehat DeDE (WP dalam


negeri). maka PT Hercules harus melakukan pemotongan PPh 23. Misalnya bahwa
PT Hercules membeli waralaba dengan uang kas Rp200.000.000 (belum termasuk
PPN dan PPh 23). Perhitungan amortisasi adalah sebagai berikut.
Tahun Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun
Amortisasi Nilai Sisa Amortisasi Nilai Sisa
Buku Buku
2016 25%x200.000.000 150.000.00 50%x200.000.000 150.000.000
=50.000.000 = 50.000.000
2017 25%x200.000.000 100.000.000 50%x150.000.000 75.000.000
=50.000.000 = 50.000.000
2018 25%x200.000.000 50.000.000 50%x75.000.000 37.500.000
=50.000.000 = 37.500.000
2019 25%x200.000.000 0 37.500.000 0
=50.000.000
Jurnal atas transaksi pembelian waralaba Keripik Sehat DeDE adalah sebagai berikut

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1 Januari 2016 Waralaba 200.000.000
Pajak Masukan 20.000.000
Utang PPh 26 30.000.000
Kas/Bank 190.000.000
31 Desember Beban Amortisasi 50.000.000
2016 Waralaba 50.000.000
31 Desember Beban Amortisasi 50.000.000
2017
50.000.000
31 Desember Waralaba 50.000.000
2018
50.000.000
31 Desember Beban Amortisasi 50.000.000
2019
50.000.000

Utang PPh 23 akan disetorkan oleh PT Hercules paling lambat tanggal 10 Februari
2016
Tanggal Keterangan Debit Kredit
10 Februari 2016 Utang PPh 23 30.000.000
Kas/Bank 30.000.000
Jurnal untuk pihak Keripik Sehat DeDE sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Januari 2016 Kas/Bank 190.000.000
PPh 23 yang dibayar 30.000.000
dimuka 20.000.000
Pajak Keluaran 200.000.000
Pendapatan Waralaba

AKUNTANSI UNTUK SUMBER ALAM


Deplesi adalah istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan alokasi
sistematis dan rasional perolehan sumber alam. Perpajakan menggunakan istilah lain
untuk deplesi, yaitu amortisasi.
Rumus untuk menghitung deplesi adalah:
(Total perolehan-Nilai Residu)/Total unit yang diestimasi = Deplesi per unit

Deplesi per unit x Jumlah unit yang dihasilkan dan dijual = Beban deplesi per tahun
Contoh:
Suatu perusahaan pertambangan melakukan investasi sebesar Rp5.000.000 pada
lähan pertambangan yang diestimasikan memiliki 10.000.000 ton bahan tämbang dan
tidak memiliki nilai residu. Pada tahun pertama, perusahaan menghasilkan dan
menjual bahan tambang sebanyak 800.000 ton.
Deplesi per unit = Rp5.000.000: 10.000.000 = Rp0,5 per ton
Beban deplesi tahun ini adalah Rp0,5 x 800.000 ton = Rp400.000.
Perusahaan membukukan beban deplesi untuk tahun pertama perusahaan beroperasi,
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
14 Februari 2016 Beban Deplesi 400.000.000
Akumulasi 400.000.000
Deplesi

Menurut ketentuan perpajakan, hak penambangan dan pengusahaan hutan


termasuk aset tak berwujud. Oleh karena itu, harga perolehannya dapat diamortisasi
berdasarkan metode satuan produksi dengan pembatasan sebagai berikut.
1. Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak
pengusahaan hutan dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya
seperti hak pengusahaan hasil laut yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
tahun; dapat diamortisasikan dengan menggunakan metode satuan produksi
persentase yang tidak lebih dari 20% setahun. Ketentuan ini dapat dinyatakan
dengan rumus:

Jumlah penambangan/ penebangan


Amortisasi per tahun = x 20%
Taksiran total produksi /deposit

Contoh: Perusahaan pertambangan batu bara telah mengeluarkan biaya sebesar


Rp1.000.000.000 untuk mendapatkan hak pengelolaan penambangan tersebut
selama 5 tahun. Pada tahun pertama produksinya adalah sebesar
Rp2.000.000.000. Besarnyaamortisasi atas biaya untuk mendapatkan hak
penambangan tersebut dalam tahun bersangkutan adalah sebesar 20% x
Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000.
2. Biaya untuk memperoleh hak dan/atau biaya lain-lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Ketentuan ini dapat
dinyatakan dengan rumus:

Jumlah penambangan
Amortisasi per tahun = x tanpa batasan
Taksiran total produksi

Amortisasi menggunakan metode satuan produksi berarti persentase


amortisasia biaya tersebut dalam setiap tahun pajak harus sama dengan persentase
penambangan penebangan yang dihasilkan setiap tahun. Angka ini diperoleh dengan
membandinek dengan taksiran jumlah hasil produksinya.
Amortisasi dengan menggunakan metode satuan produksi dapat dirumuskin sebagai
berikut:

Metode satian = (Jumlah penambangan/penenbangan dihasilkan setahun produksi:


Taksiran
jumlah seluruh produksi) x100%
Suatu konsesi pertambangan ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton, hasil
produks satu tahun 10.000 ton. Persentase hasil produksi satu tahun adalah (10.000:
100.000) x 100% = 10%.
Dengan demikian, hak penambangan tersebut dalam setahun diamortisasikan
sebesar 10%. Apabila biaya untuk memperoleh hak penambangan dan hak
pengusahaan hutan pada akhir masa produksi belum habis diamortsisasikan, maka
sisa biaya tersebut tidak boleh dibebankan sekaligus sebagai biaya dalam tahun pajak
yang bersangkutan. Sisa tadi harus diamortisasikan setinggi-tingginya 20%.
Sebaliknya, apabila ternyata jumlah produksi sebenarnya lebih kecil daripada jumlah
cadangan yang diperkirakan sehingga masih terdapat sisa biaya untuk memperoleh
hak yang belum habis diamortisasikan, maka sisa biaya tersebut boleh dibebankan
sekaligus sebagai biaya dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Perbedaan utama antara deplesi dan amortisasi adalah nilai residu tidak
dipertimbangkan dalam menghitung persentase amortisasi hak penambangan dan
pengusahaan hutan.

Anda mungkin juga menyukai