Anda di halaman 1dari 5

Good Corporate Governance and Corporate Sustainbility Performance

in Indonesia : A Triple Bottom Line Approach

Kelompok 3

Aulia Ul Azry (11180820000004)

Istiqlal Ramadhan Rasyid (11180820000040)

Siti Nur Farihah (11180820000076)

Fenny Nindy Suryani (11180820000113)

Introduction

CSP sangat bergantung pada kualitas GCG karena GCG yang efektif
implementasi akan menjaga kepercayaan pemangku kepentingan. Ada dua Sistem GCG
yang dianut oleh negara-negara di dunia yaitu one-tier sistem dan sistem dua tingkat.
Dalam sistem satu tingkat, dewan direksi bertindak sebagai pengawas dan pelaksana. Di
Indonesia yang menganut sistem dua lapis, peran pengawasan adalah dilakukan oleh
Dewan Komisaris (BoC) sedangkan Dewan Direksi (BoD) atau TMT mengelola
perusahaan sebagai pelaksana. Pemisahan peran antara Dewan Komisaris dan Direksi
dalam sistem dua tingkat akan meningkatkan kualitas pengawasan dan meningkatkan
transparansi dalam pengambilan keputusan membuat. Dewan Komisaris bertanggung
jawab untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada Direksi mengenai strategi dan
proses pengambilan keputusan. Penerapan GCG yang kuat akan mengurangi agensi
masalah di perusahaan.Dari literatur penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan
asimetri informasi antara perusahaan dan penyedia modal dari luar dapat menyebabkan
inefisiensi investasi seperti investasi menurun dan investasi berlebih. Di bagian
selanjutnya, kita akan membahas bagaimana peningkatan pengungkapan dapat
mengurangi asimetri informasi ini dan dapat meningkatkan efisiensi investasi.

Untuk menjelaskan hubungan GCG-CSP, penelitian ini menggunakan tiga teori,


yaitu teori keagenan, teori upper echelons dan teori keberlanjutan. Teori keagenan
digunakan untuk menjelaskan peran dewan sebagai bagian penting dari struktur dan
mekanisme GCG. Teori agensi menyatakan bahwa pemegang saham sebagai prinsipal
dan agen manajemen memiliki kepentingan yang berbeda. GCG memiliki peran penting
dalam mengatasi konflik antara prinsipal dan agen. Tentang keberlanjutan perusahaan,
teori keagenan menekankan bahwa dewan mekanisme penerapan keberlanjutan sosial
akan memberikan manfaat bagi perusahaan. Pengaruh GCG terhadap keberlanjutan juga
akan meningkatkan nilai perusahaan dan CSR.
Literature Review and Hypothesis Development

Dalam teori keagenan, Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa ada
benturan kepentingan antara prinsipal (pemegang saham) dan agen (pengelolaan).
Masalah keagenan muncul ketika prinsipal yang memiliki kepemilikan perusahaan
dipisahkan dari agen yang mengelolanya perusahaan sesuai dengan kepentingan
prinsipal. Di dalam kenyataannya, pemegang saham tidak tahu apakah agen telah
mengelola perusahaan atas nama kepentingan mereka atau tidak. Munculnya masalah
keagenan membutuhkan GCG. Dalam hal ini, peran Direksi sangat penting dalam upaya
melindungi kepentingan para pemegang saham. Kehadiran dari Direksi akan
memaksimalkan nilai perusahaan dan mengurangi biaya keagenan sehingga kinerja
perusahaan juga akan menjadi lebih baik. Dengan demikian, teori keagenan mendasari
pentingnya Dewan Komisaris dan TMT dalam menerapkan GCG untuk meningkatkan
CSP.Dari literatur penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan asimetri informasi antara
perusahaan dan penyedia modal dari luar dapat menyebabkan inefisiensi investasi seperti
investasi menurun dan investasi berlebih. Di bagian selanjutnya, kita akan membahas
bagaimana peningkatan pengungkapan dapat mengurangi asimetri informasi ini dan dapat
meningkatkan efisiensi investasi.

Dalam teori keberlanjutan, Meadows et al. (1972) menjelaskan bahwa perusahaan


harus menanggapi prioritas masyarakat, yaitu kesejahteraan sosial, lingkungan dan
ekonomi mereka. Tanggapan ini harus memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang
akan datang. Konsep keberlanjutan saat ini sedang berkembang dan diterapkan dalam
konteks korporasi keberlanjutan. Artiach dkk. (2010) dan Pemer et al. (2020) keduanya
menyatakan bahwa bisnis dan investasi akan meningkat melalui keseimbangan kebutuhan
pemangku kepentingan saat ini dan masa depan. Seperti yang dikemukakan oleh
Elkington dan Rowlands (1999), keberlanjutan perusahaan dioperasionalkan melalui
konsep triple bottom line (TBL) yang terdiri dari ekonomi, sosial dan faktor lingkungan.
Markley dan Davis (2007) dan Pemer et al. (2020) juga telah membuktikan bahwa
perusahaan yang berfokus pada TBL telah meningkatkan keunggulan kompetitif.

Dalam teori eselon atas, Hambrick dan Mason (1984) menjelaskan bahwa kinerja
perusahaan dinilai dari pengambilan keputusan para eksekutif puncak perusahaan.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan karakter-karakteristik eksekutif
puncak seperti usia, etnis, pengalaman, pendidikan dan latar belakang fungsional sebagai
proxy untuk diamati. Teori ini mulai mempertimbangkan pentingnya kondisi
psikologistim manajemen puncak dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Teori ini
digunakan untuk menjelaskan respon perusahaan terhadap masalah keberlanjutan karena
masalah telah muncul dan berkembang dengan cepat.

2.1. Board Size dan CSP


Teori dan penelitian sebelumnya mendukung bahwa ukuran Dewan Komisaris penting
dalam penerapan GCG yang efektif untuk meningkatkan CSP. Mempertimbangkan
argumen sebelumnya, sistem dua tingkat yang diadopsi oleh perusahaan di Indonesia dan
pendekatan TBL, hipotesis berikut:

H1 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja keberlanjutan


ekonomi.
H2 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja keberlanjutan
lingkungan
H3 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja keberlanjutan
sosial.

2.2. President of Board of Commissioners (BoC’s) Education and CSP


H4 : Pendidikan Presiden Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja
keberlanjutan ekonomi.
H5 : Pendidikan Presiden Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja
keberlanjutan lingkungan
H6 : Pendidikan Presiden Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja
keberlanjutan sosial.

2.3. Top Management Team (TMT) and CSP


H7 : Ukuran TMT berpengaruh negatif terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi.
H8 : Ukuran TMT memiliki efek negatif terhadap kinerja keberlanjutan lingkungan
H9 : Ukuran TMT memiliki efek negatif terhadap kinerja keberlanjutan sosial.

2.4. CEO’s Education and CSP


H10 : Pendidikan CEO memiliki efek positif terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi.
H11 : Pendidikan CEO berpengaruh positif terhadap kinerja keberlanjutan lingkungan
H12 : Pendidikan CEO memiliki efek positif terhadap kinerja keberlanjutan sosial.

Methods

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Sampel perusahaan


harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) perusahaan non-keuangan tercatat di BEI
periode 2013–2017; (2) memiliki laporan tahunan dengan informasi lengkap periode
2013–2017; (3) memiliki laporan atau pernyataan keberlanjutan periode 2013–2017; dan
(4) menggunakan pedoman GRI-G4 untuk laporan keberlanjutan mereka dan pernyataan
keberlanjutan dalam laporan tahunan untuk periode 2013–2017.

Model 1: Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan TMT terhadap kinerja


keberlanjutan ekonomi.
Model 2: Pengaruh karakteristik Dewan Komisaris dan TMT terhadap kinerja
keberlanjutan lingkungan

Model 3: Pengaruh karakteristik Dewan Komisaris dan TMT terhadap kinerja


keberlanjutan sosial.

Result and Conclusion

Hasil pengujian hipotesis dalam model 1 mengenai pengaruh karakteristik Dewan


Komisaris terhadap kinerja economic sustainability. H1 menyatakan bahwa ukuran
Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap ekonomi kinerja keberlanjutan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi (koefisien: 0,05316; p-value<0,1). H1 dengan
demikian didukung. H4 menyatakan bahwa presiden pendidikan Dewan Komisaris
berpengaruh positif terhadap keberlanjutan ekonomi pertunjukan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendidikan presiden Dewan Komisaris berpengaruh negatif
terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi (koefisien: -0,03974; p-value<0,05). Meskipun
hasilnya memiliki statistic pengaruh yang signifikan, arah pengaruhnya tidak seperti yang
diharapkan. Maka H4 tidak dapat didukung.

Lalu pengaruh karakteristik TMT pada kinerja keberlanjutan ekonomi. H7


menyatakan bahwa ukuran TMT memiliki efek negatif pada kinerja keberlanjutan
ekonomi. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran TMT memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi kinerja (koefisien: -0,0647; nilai p<0,01). H7
dengan demikian didukung. H10 menyatakan bahwa pendidikan CEO berpengaruh positif
terhadap ekonomi kinerja keberlanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan
CEO memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi
(koefisien: -0,05128; p-value<0,05). Meskipun ini membuktikan bahwa Pendidikan CEO
berpengaruh terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi, arah efeknya tidak seperti yang
diharapkan. Oleh karena itu H10 tidak dapat didukung.

Hasil dari pengaruh karakteristik Dewan Komisaris dan CEO pada kinerja
kelestarian lingkungan dalam model 2. H2 menyatakan bahwa ukuran Dewan Komisaris
berpengaruh positif terhadap kinerja kelestarian lingkungan. Namun, hasil empiris
menunjukkan bahwa ukuran Dewan Komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja
kelestarian lingkungan. H2 dengan demikian tidak mendukung. H5 menyatakan bahwa
pendidikan presiden Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja kelestarian
lingkungan. Hasil empiris mengungkapkan bahwa pendidikan presiden Dewan Komisaris
berpengaruh negatif terhadap kinerja kelestarian lingkungan (koefisien: -0,02939; p-
nilai<0,01). Meskipun hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan secara statistik,
namun arah pengaruhnya tidak seperti yang diharapkan. H5 dengan demikian tidak
didukung.

Lalu pengaruh karakteristik TMT pada kinerja keberlanjutan lingkungan. H8


menyatakan bahwa ukuran TMT berpengaruh negatif terhadap kinerja keberlanjutan
lingkungan. Hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran TMT berpengaruh negatif
signifikan terhadap kinerja keberlanjutan ekonomi (koefisien: -0,02443; p-value<0,01).
maka, H8 didukung. H11 menyatakan bahwa pendidikan CEO berpengaruh positif
terhadap kinerja kelestarian lingkungan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
pendidikan CEO tidak berpengaruh terhadap kinerja keberlanjutan lingkungan. maka H11
tidak didukung.

Hasil karakteristik Dewan Komisaris dan TMT pada kinerja keberlanjutan sosial
dalam model 3. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran Dewan Komisaris memiliki
berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keberlanjutan sosial (koefisien: -0,03074;
p-value<0,10). Sedangkan hasil menunjukkan secara statistic pengaruh yang signifikan,
arah pengaruhnya tidak seperti yang diharapkan. Karena itu H3 tidak didukung.
pendidikan presiden Dewan Komisaris, pendidikan CEO dan ukuran TMT tidak memiliki
pengaruh yang signifikan pada kinerja keberlanjutan sosial. H5, H9 dan H12 dengan
demikian tidak didukung.

Recommendations

Untuk penelitian selanjutnya yang mengambil topik sama seperti penelitian ini perlu
mempertimbangkan periode studi yang lebih lama dan menggunakan pengukuran lain.
Akhirnya, ini studi hanya mempertimbangkan ukuran Dewan Komisaris, pendidikan
presiden Dewan Komisaris, pendidikan CEO dan ukuran TMT sebagai proxy dari tata
kelola perusahaan yang baik. Peneliti selanjutnya harus mempertimbangkan proksi lain
dari tata kelola perusahaan yang baik seperti komposisi gender dewan, keragaman usia,
usia rata-rata dan pengalaman keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai