1. Pendahuluan
Akuntansi syariah berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis membantu
manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban secara adil (Wiroso, 2011). Hak dan kewajiban itu timbul karena
manusia ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah. Sehingga
akuntansi sesungguhnya adalah alat pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta dan
sesama makhluk, yang digunakan oleh manusia untuk mencapai kodratnya sebagai
khalifah.
Bentuk-bentuk akad dalam bermuamalah ada 2 yaitu Akad tabarru’ dan akad
tijarah, pada pembahasan kali ini, akan membahas akad ijarah. Akad ijarah masuk
kedalam akad tijarah untuk NCC (Natural Certainty Contract). Salah satu kegiatan
penyaluran dana Bank Syariah kepada masyarakat, yakni dengan prinsip sewa yang
terbagi atas Ijaroh dan Ijaroh Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) yang mungkin masih
belum dikenal dan diketahui secara jelas oleh masyarakat di Indonesia, sekalipun para
umat muslim.
Semakin diminati dan semakin dibutuhkannya peranan Bank Syariah di
Indonesia, secara tidak langusng diperlukan adanya dasar dan pedoman terhadap
penilaian, perhitungan, dan pengungkapan transaksi-transaksi yang terjadi pada Bank
Syariah. Hal inilah yang mendorong dikeluarkannya PSAK 107 yang mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah. Ijarah adalah
akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan. Aset ijarah adalah aset baik
berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
Pembiayaan sewa ini dirasa cukup menguntungkan karena biaya yang
dikeluarkan lebih efisien dibanding ongkos pembelian barang, karena yang dibutuhkan
konsumen hanyalah manfaat barang saja. Sebagai misal, dalam sebuah perusahaan
konstruksi bangunan, perusahaan biasanya lebih senang melakukan pembiayaan sewa
untuk keperluan sewa excavator, truk semen dan sebagainya, dibandingkan dengan
membeli secara langsung. Islam, transaksi model sewa menyewa ini disebut dengan
ijarah. Perbincangan mengenai pembiayaan sewa sebenarnya dapat ditemukan dengan
mudah dalam literatur-literatur fikih klasik, namun masih dalam tataran konsep
sederhana.
2. Tinjauan Pustaka
a. Sumber : Beberapa artikel dan buku yang saya ambil sebagai referensi untuk
membuat tugas paper ini, yaitu:
1). Khadaffi, Muammar dkk.. Akuntansi Syariah: Meletakkan Nilai-nilai Syariah Islam
dalam Ilmu Akuntansi. 2014
2). Sofyan Safri Harahap dkk.. Akuntansi Perbankan Syariah. 2010
b. Peraturan
1). Al-Qur’an
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
menggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan“. (Q.S. Az-Zukhruf:32)
2). Hadits
Rasulullah SAW. bersabda: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu
upahnya kepada tukang bekam itu.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Sa’ad bin Abi Waqqash mangatakan, “Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan
membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara seperti
itu dan memerintahkan kepada kami agar membayarnya dengan emas atau perak.“
(HR. Imam An-Nasa’i)
3. Pembahasan
Overview Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) merupakan transaksi sewa-menyewa
yang diperbolehkan oleh Syariah. Akad Ijarah merupakan akad yang memfasilitasi transaksi
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang. Adapun akad
IMBT memfasilitasi transaksi ijarah, yang pada akhir masa sewa, penyewa diberi hak pilih
untuk memiliki barang yang di sewa dengan cara yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Akad ijarah dalam suatu lembaga keuangan syariah dapat digunakan untuk transaksi
penyewaan suatu barang maupun penggunaan suatu jasa yang dibutuhkan oleh nasabah.
Bagi bank syariah transaksi ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan
dengan jenis akad lainnya, yaitu:
1. Dibandingkan dengan akad murabahah akad tijarah lebih fleksibel dalam hal objek
transaksi pada akad murabahah objek transaksi haruslah berupa barang sedangkan pada
akad tijarah objek transaksi dapat berupa jasa seperti jasa kesehatan pendidikan
Ketenagakerjaan pariwisata dan lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
2. dibandingkan dengan investasi akad ijarah mengandung risiko usaha yang lebih rendah
yaitu adanya pendapatan ijarah yang relatif tetap.
Ketentuan syar’i transaksi ijarah juga telah diatur dalam fatwa DSN Nomor 09 Tahun
2000, untuk transaksi ijarah dalam bidang jasa diatur dalam fatwa DSN Nomor 44 tahun 2004,
dan ketentuan syar’i IMBT diatur dalam fatwa DSN Nomor 27 Tahun 2000. Secara detil fatwa
DSN tentang ijarah dan IMBT dibahas salam rukun transaksi ijarah dibawah ini:
a. Pelaku, yang terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa/lessor/mu’jir dan
penyewa/pengguna jasa/lessee/musta’jir. Nasabah sebagai penyewa dan Bank sebagai
pemberi sewa harus lah sudah akil baligh dan memiliki kemampuan yang optimal,
seperti tidak gila ataupun tidak sedang dipaksa. Dengan kewajiban penyewa:
- Membayar sewa dan menjaga keutuhan aset serta menggunakannya sesuai
kontrak
- Menanggung biaya pemeliharaan
- Bertanggungjawab apabila terjadinya kerusakan
b. Objek akad ijaroh, berupa manfaat aset/ma’jur dan pembayaran sewa atau manfaat jasa
dan pembayaran upah. Dibawah ini adalah ketentuan dari objek ijarah:
- Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa
- Manfaat barang harus bisa dinilai dan dilaksanakan dalam kontrak
- Fasilitasnya diperbolehkan
- Kesanggupan memenuhi manfaat dan sesuai dengan syariat
- Manfaat harus dikenali secara spesifik agar tidak mendatangkan perkara
c. Ijab kabul/serah terima.
Alur Transaksi Ijarah dan IMBT
Pertama, nama nasabah mengajukan permohonan ijarah dengan mengisi formulir
permohonan. Berbagai informasi yang diberikan selanjutnya di verifikasi kebenarannya dan
dianalisis kelayakannya oleh bank syariah. Bagi nasabah yang dianggap layak, selanjutnya
diadakan perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak ijarah atau IMBT.
Kedua, sebagaimana difatwakan oleh DSN, Bank selanjutnya menyediakan objek sewa
yang akan digunakan oleh kepada nasabah. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk
mencarikan barang atau jasa yang akan disewakan nasabah untuk selanjutnya dibeli atau di
bayar oleh bank syariah.
Ketiga, nasabah menggunakan barang atau jasa yang disewakan sebagaimana yang
telah disepakati dalam kontrak. Selama penggunaan objek sewa, nasabah menjaga dan
menanggung biaya pemeliharaan barang yang di sewa sesuai kesepakatan. Sekiranya terjadi
kerusakan bukan karena kesalahan penyewa, maka Bank Syariah sebagai pemberi sewa akan
menanggung biaya perbaikannya.
Keempat, nasabah penyewa membayar fee sewa kepada bank syariah Sesuai dengan
kesepakatan akad sewa.
Kelima, pada transaksi IMBT, setelah masa ijarah selesai, bank sebagai pemilik barang
apat melakukan pengalihan hak milik kepada penyewa.
Cakupan Standar Akuntansi Ijarah dan IMBT
Transaksi ijarah, selain didasari oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, pada bidan akuntansi
juga sudah diatur dalam PSAK. Standar akuntansi tentang ijarah mengacu pada PSAK 107
tentang Akuntansi Ijarah yang mulai berlaku secara efektif per 1 Januari 2008. PSAK 107
menggantikan PSAK 59 yang menyangkut tentang pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi ijarah. Cakupan di dalam PSAK 107 meliputi: pengakuan dan
pengukuran objek ijarah, pendapatan ijarah dan IMBT, piutang pendapatan Ijarah dan IMBT,
biaya perbaikan yang dikeluarakan, perpindahan hak milik objek sewa, terjadinya penurunan
nilai objek sewa secara permanen. Dalam kasus akad ijarah, bank syariah dapat bertindak
sebagai pemilik objek sewa maupun penyewa. Disamping itu, standar PSAK 107 ini dapat pula
diterapkan pada entitas lain yang melakukan transaksi ijarah.
(ii) Pembayaran sewa oleh nasabah dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
Misalkan untuk pembayaran sewa bula November, pada tanggal 10 November
20XA, nasabah belum membayar sewa kepada bank.Pembayaran baru
dilakukan pada tanggal 5 Desember 20XA. Maka jurnal transaksi tanggal 10
November dan 5 Desember tersebut ialah :
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
10/11/XA Db. Piutang sewa (porsi pojok) 2.000.000
Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) 400.000
Kr. Pendapatan ijarah – akrual 2.400.000
05/12/XA Db. Kas/ rekening nasabah 2.400.000
Kr. Piutang sewa (porsi pokok) 2.000.000
Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) 400.000
Db. Pendapatan ijarah – akrual 2.400.000
Kr. Pendapatan ijarah 2.400.000
Penambahan istilah akrual pada pendapatan ijarah akrual adalah untuk
keperluan praktis membedakannya dengan pendapatan yang telah berwujud
kas.Pembedaan ini dipandang perlu untuk keperluan bagi hasil, yang mana
pendapatan yang belum berwujud kas tidak diikutsertakan dalam perhitungan
bagi hasil.
(iii) Pembayaran sewa oleh nasabah dilakukan sebagian pada saat jatuh tempo
dan sebagian lagi setelah tanggal jatuh tempo
Misalkan tanggal 10 Desember 20XA, nasabah membayar sebesar Rp 1.400.000.
sisanya dibayar kemudian pada tanggal 3 Januari 20XB, Maka jurnal atas
transaksi tanggal 10 Desember 20XA dan 3 Januari 20XB tersebut adalah
sebagai berikut:
Penyajian pada Laporan Laba Rugi dan Laporan Perhitungan Bagi Hasil
Pendapatan ijarah dilaporkan, baik pada laporan laba rugi maupun laporan perhitungan bagi
hasil. Pada kedua laporan, pendapatan yang disajikan adalah pendapatan bersih, yaitu
pendapatan ijarah dikurangi dengan beban-beban yang terkait dengan ijarah, antara lain beban
penyusutan dan beban perbaikan dan pemeliharaan. Pada laporan laba rugi biasanya dibuat
pada akhir tahun, sedangkan laporan perhitungan bagi hasil biasanya disajikan setiap bulan
untuk keperluan perhitungan bagi hasil dengan pemilik dana pihak ketiga. Laporan laba rugi
memasukkan pendapatan iajarah yang memang terjadi pada periode terkait, tetapi laporan
untuk perhitungan bagi hasil hanya memasukkan pendapatan ijarah yang sudah berwujud kas
pada periode terkait.
(i) Laporan Laba Rugi
Ibu uli melakukan transaksi ijarah dengan BPRS Anugerah Sejahtera untuk keperluan
biaya sekolah anaknya selama 1 semester di Universitas Gajah Mada (UGM). Adapun
informasi tentang transaksi untuk penyediaan jasa tersebut adalah sebagai berikut:
Harga perolehan jasa : Rp. 9.000.000 (dibayar ke UGM tgl 1 Feb)
Masa sewa : 6 bulan (mulai 1 Feb-1 Agus)
Sewa per bulan : Rp. 1.700.000 (setiap tgl 1 mulai bulan Maret)
Penyusutan per bulan : Rp. 1.500.000 (setaip tgl 1 mulai bulan Maret)
Biaya administrasi 0,5% : Rp. 45.000 (diterima tgl 1 Feb)
4. Kesimpulan
Akad ijarah adalah akad pemindahan kepemilikan atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Konsep al-ijarah dalam perbankan syariah sama seperti
sewa-menyewa pada umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa pada
perbankan syariah ada suatu sewa yang pada akhir masa kontrak, diberikan pilihan kepada
nasabah untuk memiliki barang tersebut atau tidak, yang biasa disebut dengan sewa beli,
dan hal ini belum pernah terjadi di masa awal Islam.
Manusia antara yang satu dengan yang lain selalu terikat dan saling membutuhkan.
Ijarah merupakan salah satu aplikasi keterbatasan yang dibutuhkan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad , baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa. Manfaat barang
atau jasa harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah yang
akan mengakibatkan sengketa. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat
pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk
jasa dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
Penyewaan merupakan salah satu aktivitas bisnis normal layaknya jual beli dan bukan
model pembiayaan. Namun untuk beberapa alasan tertentu seperti adanya pemberlakuan
pajak sehingga harga penjualan menjadi lebih tinggi penyewaan kemudian dibeberapa
negara dilakukan untuk tujuan pembiayaan, dan institusi finansial akhirnya banyak
menyewakan beragam asset dan perlengkapan kepada nasabah mereka. Bentuk penyewaan
yang digunakan oleh institusi tersebut dikenal dengan istilah finansial lease, security lease
atau sewa beli dan operating lease. Ketika menentukan besarnya uang sewa, bank
menghitung total biaya untuk pembelian asset plus keuntungan yang diinginkan selama
periode penyewaan.
Seperti yang kita ketahui bahwa transaksi syariah di Indonesia sudah banyak diminati
oleh masyarakat tetapi masih ada challenge-challenge yang harus dihadapi untuk
perkembangan akad syariah ini seperti masalah kepercayaan (Trust), sebagai sebuah
lembaga keuangan atau non keuangan syariah memberikan kepercayaan kepada masyarakat
bahwa akad syariah ini aman,nyaman, tidak ada bunga, tidak memberatkan, dan lain-
lain.Jadi tinggal dibenahi saja untuk masalah kepercayaan kepada masyarakat.