akhirnya, manajemen BSM menaruh kecurigaan pada laporan KCP BSM Bogor karena ada
sesuatu yang tidak beres di kantor cabang itu pada 2012. Kemudian kecurigaan tersebut
ditindaklanjuti dengan diturunkannya direktorat kepatuhan BSM dan tim audit khusus BSM
pusat. Temuan awal sebenarnya bisa dikatakan sederhana. Tim BSM menemukan adanya
dugaan penggelembungan nilai kredit (mark up). Penindakan kemudian dilanjutkan ke ranah
hukum pada 12 September 2013. Pihak BSM mengklaim pengaduan yang dilakukan
merupakan bagian dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate
governance (GCG).
Dari manajemen pusat BSM memang tidak bisa melakukan penelitian secara
langsung kredit yang diajukan nasabah. Karena kredit yang diajukan itu sifatnya perorangan
dan nilainya tidak besar, sehingga persetujuan kredit hanya sampai pada tingkat pimpinan
BSM Cabang saja.
Hal yang bisa dipelajari adalah soal pengendalian internal. Dalam kasus ini,
pengendalian internal di Bank Mandiri Syariah ternyata masih bisa dibobol relatif dengan
mudahnya. Selain itu, masalah independensi di sini juga menjadi sebuah concern. Hal
tersebut bisa dilihat dari pihak account officer yang memiliki kedekatan khusus dengan pihak
pengusaha properti. Adanya kedekatan dengan pihak yang mengajukan pembiayaan pada
dasarnya mengandung resiko independensi dimana prosedur operasi sewaktu-waktu bisa
ditelikung. Untuk itu, dalam masalah independensi, apabila account officer menghadapi
pemohon yang merupakan orang dekat, maka sebaiknya dialihkan ke account officer yang
lain. Posisi account officer juga perlu sering dilakukan rotasi untuk mengindari kemungkinan
terjadinya kecurangan mengingat posisi tersebut merupakan ujung tombak dalam hal
pembiayaan.
Dalam kaitannya dengan pengendalian internal, Bank Mandiri Syariah pusat sendiri
mengakui kalau pengawasan terhadap pembiayaan memang dirasa kurang karena terlalu
mempercayakan kepada cabang. Maka dari itu, pusat perlu melakukan pemeriksaan
terhadap pelaksanaan pembiayaan secara berkala. Hal ini bisa dilakukan dengan
mengandalkan Satuan Pengawasan Internal yang bertanggung jawab langsung kepada
jajaran pemimpin pusat. Kewaspadaan juga harus ditingkatkan untuk memitigasi
kecurangan keuangan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengawasi perilaku dan gerakgerik staff dan jajaran pemimpin cabang. Kecurigaan boleh saja ditimpakan kepada
siapapun di internal manajemen apabila terdapat perilaku atau kondisi yang tidak wajar
seperti gaya hidup di luar kewajaran, hegemoni dan tekanan-tekanan tidak wajar (red flag
behavior).
Bank Mandiri Syariah merupakan bagian dari industri keuangan Syariah yang
menjadi ikon dalam pengembangan Ekonomi dan Bisnis yang Islami. Dalam rancang
bangun Ekonomi Islam, akhlak merupakan pilar penopang. Dalam hal ini, peranan Dewan
Pengawas Syariah yang komponennya berasal dari unsur Ulama perlu ditingkatkan untuk
membentuk manajemen Bank Syariah yang dilandasi akhlak yang baik (akhlaqul karimah).
Sumber daya manusia yang memiliki akhlak baik, sudah tentu berintegritas dan akuntabel
serta selalu menanamkan kepatuhan terhadap prosedur operasi karena akhlak merupakan
sesuatu yang bersifat integral dan holistik. Kualitas akhlak yang baik akan mencegah
kecurangan keuangan (Fraud) baik secara individual maupun komunal. Masalah akhlak
merupakan isu penting mengingat dalam industri keuangan Syariah, adanya tindak
penyimpangan pada satu lembaga berakibat jatuhnya ekspektasi masyarakat terhadap
Industri Keuangan Syariah secara integral.