FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarafhidup orang banyak.
Dengan demikian, dalam sebuah bank terdapat dua macam kegiatan yaitu menghimpun dana dari
masyarakat yang kelebihan dana (surplus unit) untuk kemudian menyalurkannya kepada
masyarakat yang membutuhkan dana (defisit unit).
Pada prinsipnya hampir sama dengan perbankan konvensional, artinya dalam sistem perbankan
syariah lebih dikenal dengan produk-produk berupa giro (demand deposit), tabungan (saving
deposit), deposito (time deposit) sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat.
Perbedaannya adalah bahwa dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai
kontrasepsi terhadap nasabah deposan, melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang
bergantung pada jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah. Pada makalah ini penulis mencoba
menjelaskan tentang bagaimana proses penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan
Perbankan Syariah.
Dalam menghimpun dana, bank menyediakan beberapa produk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan tuntutan zaman yang semakin canggih ]dengan adanya teknologi modern
sekaligus persaiangan di dunia global. Selain itu, produk-produk tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyimpanan kekayaan, sehingga dibutuhkanlah
jasa perbankan untuk memenuhinya. Seperti produk-produk penghimpun dananya, yakni: giro,
tabungan, dan deposito. Namun, dalam prakteknya ternyata tidak semuanya dapat dibenarkan
oleh hukum Islam, oleh karenanya perlu dipahami lagi secara lebih mendalam supaya tidak
melanggar hukum Islam yang telah ditetapkan demi kemashlahatan umat manusia. Dari ketiga
produk penghimpun dana yang disediakan oleh bank, dalam makalah ini, penulis akan
menerangkan lebih jauh lagi tentang giro dan tabungan yang berbasis syari’ah, yang kemudian
penulis harap dari diselesaikannya makalah ini, semoga dapat bermanfaat dengan sebesar-
besarnya.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip
wadi’ah dan mudharabah.
1. Prinsip Wadi’ah
Prinsip yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhammah yang diterapkan pada produk rekening
giro. Wadi’ah dhammah berbeda dengan wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak
boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang
dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad
dhamanah, implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang
meminjamkan uang, dan bertindak sebagai yang dipinjami.
Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran
dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi
untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Prinsip wadi’ah dalam produk bank syariah dapat dikembangkan menjadi dua jenis, yaitu: 1.
Wadi’ah yad amanah dan 2. Wadi’ah yad dhomanah.
2. Prinsip Mudharabah
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib-ada pemilik dana, ada usaha yang akan
dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada
produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah
terbagi dua yaitu :
Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito,
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah.
Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberiahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus di cantumkan dalam akad.
Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarik lainnya kepada penabung. Untuk
deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet)
deposito kepada deposan.
Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian
yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati.
Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Mudharabah Muqayyadah (RIA)
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan
digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan untuk nasabah tertentu.
Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan
wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan
(bilyet) deposito kepada deposan.
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana
usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara
pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
Seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka dalam pelaksanaan penghimpun dana,
biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini juga tidak ditujukan untuk
mencari keuntunngan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini bank dibolehkan
untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya
pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Salah satu akad
pelengkap yang dapat dipakai untuk penghimpun dana adalah akad wakalah.
Pada prinsipnya penghimpun dana yang di lakukan oleh perbankan sayriah hampir sama dengan
perbankan konvesional artinya dalam sistem perbankan syariah dikenal produk-produk berupa
giro (demmad deposit), tabungan (saving deposit), deposito (time deposit) sebagai sarana untuk
menghimpun dana dari masyarakat. Dengan demikian produk penghimpun dana yang ada dalam
sistem perbankan syariah terdiri dari (1) Giro: Giro wadiah dan Giro mudharabah (2) Tabungan:
tabungan wadiah dan tabungan mudharabah (3) deposito: deposito mudharabah.
C. Giro
a. Pengertian
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, dan sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Nasabah
yang memiliki simpanan giro akan memperoleh nomor rekening. Jadi, giro merupakan dana yang
disimpan di bank pada rekening giro sebagai titipan yang dapat diambil sewaktu-waktu.
Giro dalam undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah ada dua macam yaitu
prinsip bagi hasil (mudharabah) atau prinsip titipan (wadiah). Dengan demikian dalam perbankan
syariah di kenal adanya produk berupa giro wadiah dan giro mudharabah.
Secara singkat giro wadiah di artikan sebagai bentuk simpanan yang penarikannya di lakukan
setip saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, saran perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindah bukuan yang didasarkan pada prinsip titipan.
1) Landasan syariah
Ketentuan hukum mengenai wadiah dapat kita temukan di al-quran, hadist, dan ijma’ .
a)) Al-Qur’an
Ketentuan al-quran mengenai prinsip wadiah terdapat dalam surat an-nisa’: 58 yang artinya :
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu unytuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang
berhak menerimannya”
Di samping itu terdapat juga dalam surat al-baqarah : 283 yang artinya:
“jika sebagian kamu mempercayai sebagaian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya.”
b) Hadist
Ketentuan hadis dalam prinsip wadiah daoat kirta baca dalam hadist yang diriwayatkan oleh abu
daud yang artinya:
c) Ijma’
Bahwa telah terjadi ijma’ dari para ulama’ terhadap legitimasi wadiah, mengingat kebutuhan
manusia mengenai hal ini sudah jelas terlihat.
Giro wadiah sebagai salah satu produk perbankan di bidang penghimpun dana mengacu pada
ketentuan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
Giro wadiah sebagai salah satu produk penghimpun dana juga mendapatkan dasar hukum dalam
PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana
dan penyaluran dana serta layanan jasa bank syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI
No. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan antara lain bahwa pemenuhan prinsip
syariah dilakukan melalui kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain akad
wadiah dan mudharabah.
a. Pengertian
Pengertian tabungan dalam pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah ynag menyebutkan bahwa tabungan adalah simpanan berdasarkan akad
wadiah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan
tertentu yang telah disepakati.
b. Landasan Hukum tabungan wadiah dan tabungan mudharabah dalam praktik perbankan
syariah
1) Landasan syariah
a) Al-Qur’an
Ketentuan hukum tentang mudharabah dalam Al-quran tertuang dalam surat Al-Muzammil:20
yang artinya:
”dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah Swt”
b) Hadis
Ketentuan hukum dalam hadis dapat kita jumpai dalam yang diriwayatkan oleh Thabrani yang
artinya:
“Diriwayatka dari Ibnu Abbas Sayyidina Abbas Bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke
mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut,
yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. disampaikan syarat-syarat tersebut
kepada Rasululloh dan rasulullah pun membolehkannya”.
Ijma’
Telah dicapai kesepakatan (konsensus) terhadap akad mudharabah ini dikalangan ulama, bahkan
sejak para sahabat.
Dasar hukum positif atas produk perbankan syariah berupa tabungan terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Tabungan sebagai salah satu produk
penghimpun dana juga mendapatkan dasar hukum dalam PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang
pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpun dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008.
Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan antara lain bahwa pemenuhan prinsip syariah dilakukan
melalui kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain akad wadih dan
mudharabah.
3. Deposito (Time Deposit)
a. Pengertian
Deposito merupakan produk dari bank yang memang ditujukan untuk kepentingan investasi
dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai prinsip
mudharabah. Berbeda dengan perbankan konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga
bagi nasabah deposan, maka dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah
deposan adalah bagi hasil (profit sharing) sebesar nisbah yang telah disepakati di awal akad.
3. Karakteristik
Karakteristik Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah, yaitu:
· Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank
bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
· Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
· Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
· Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
· Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
· Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang
bersangkutan.
PENUTUP
Kesimpulan
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Sedangkan
prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadi’ah dan mudharabah.
Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai
yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai peminjam. Sedangkan prinsip mudharabah
adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul mal dan bank sebagai
mudharib.
Giro dan tabungan syari’ah merupakan produk yang disediakan oleh bank syari’ah sebagai jasa
untuk memenuhi kebutuhan khalayak yang juga merupakan tuntutan zaman globalisasi yang
semakin mempermudah tercapainya kebutuhan manusia yang tak kenal cukup. Ada dua macam
akad yang dapat dilakukan pada kedua produk tersebut, yaitu akad wadi’ah dan mudharabah.
Kedua produk tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang sama-sama menguntungkan antara
kedua belah pihak, baik nasabah atau shahibul maal maupun pengelolanya atau disebut juga
bank.