PERTEMUAN 6 :
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PRODUK-
PRODUK PERBANKAN SYARIAH DAN PERBEDAAN
SERTA PERSAMAAN PERBANKAN SYARIAH
DENGAN KONVENSIONAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis-jenis data dan jenis-
jenis analisis statistik. Melalui risetasi, Anda harus mampu:
1.1 Memahami Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia .
1.2 Memahami dan menjelaskan produk-produk perbankan syariah
1.3 Mengkomparasikan antara perbankan syariah dengan perbankan
konvensional
1.4 Prosedur Pengajuan Pembiayaan pada Perbankan Syariah
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012, Hlm. 28.
2
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani. 2001.Hlm. 19.
3
Ibid., Hlm. 25.
jenis-jenis usaha yang diperbolehkan, hal ini sangat tercermin dari UU no.7 tahun
1992.
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya undang-undang no.10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut
diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperisakan dan diimplememtasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut
juga memberikan arahan bagi bank-bank konvansionel untuk membuka cabang
syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia, yang
berdiri pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi tanggal 1 Mei 1992.
Dalam perkembangannya hingga Maret 2013 BMI sudah memiliki 79 kantor
cabang, 158 kantor cabang pembantu, 121 kantor kas yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) Produk
Penghimpunan Dana, (2) Produk Pembiayaan/Penyaluran Dana, dan (3) Produk
jasa yang diberikan perbankan nasabahnya.
1. Produk Penghimpunan Dana (funding)
a. Prinsip Wadi’ah
Wadiah merupakan titipan atau simpanan pada bank syariah. Prinsip
wadiah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
perorangan maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja bila si penitip menghendaki.4 Karena dalam prinsip wadi’ah
pemilik dana dapat mengambil dananya sewaktu-waktu, sehingga bank
tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi.
Dalam kegiatan ini, bank tidak wajib memberikan imbal jasa kepada
nasabah karena dana wadi’ah tidak dapat diinvestasikan oleh bank
sehingga bank tidak mendapatkan manfaat dari dana wadi’ah. Prinsip
4
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Op.,Cit, Hlm. 168.
wadi’ah ini cocok digunakan bagi nasabah atau individu yang memiliki
dana tidak banyak atau dananya sering diambil untuk modal usaha.5
Contoh dari prinsip wadiah adalah tabungan dan giro.
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang
diterapkan pada produk rekening giro. Wadh’ah dhamanah berbeda
dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi (bank)
boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama
dengan qardh, dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank. Pemilik
dana tidak mendapat imbalan tapi insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam
praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan
(mudharib) biasanya bonus untuk giro wadi’ah sebesar 30%, nisbah
40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan
deposito.
b. Prinsip Mudharabah
Secara bahasa mudharabah berarti bagi hasil. Menurut istilah secara
umum mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana atau penanam
modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.6 Nisbah bagi hasil antara bank
dengan nasabah biasanya 40:60 atau 30:70 sesuai dengan kesepakatan
yang disetujui bersama. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada
mudharib- ada pemilik dana, ada usaha yang dibagi hasilkan, ada nisbah,
ada ijab Kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk
berjangka dan deposito berjangka mudharabah terbagi menjadi 2 macam,
yakni:
a. mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak
pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas.
Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan
daerah bisnis. Penerpana mudhrabah murlqah dapat berupa
tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis
5
Irma Devita dan Suswanto, Akad Syariah, Bandung, Kaifa, 2011, Hlm. 25.
6
Ibid, Hlm. 31.
7
Pkes publishing, Perbankan syariah, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah Jakarta, 2007, Hlm.
48-50.
8
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Rajagrafindo Persada, Jakarta,. 2011, Hlm. 125.
3. Produk Jasa
a. Wakalah
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah
pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain
(wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka
9
Ibid.,, Hlm. 126.
10
Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Op.,Cit, Hlm. 168.
11
Loc.,Cit
12
Op.,Cit, Hlm. 104.
13
Abdul Ghofur, Penerapan Prinsip Syariah, Hlm. 26.
14
Pkes publishing, Perbankan syariah, Hlm. 43.
15
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Op.,Cit, Hlm. 105.
16
Abdul Ghofur, Penerapan Prinsip Syariah, Op.,Cit, Hlm. 25.
17
Kasmir, Bank dan lembaga Keuangan Lainnya, Op.,Cit, Hlm. 176
18
Irma Devita dan Suswanto, Akad Syariah, Op.,Cit, Hlm. 121.
19
Muchtar Ali, Buku Saku Perbankan Syariah, Op.,Cit, Hlm. 41-44.
C. SOAL LATIHAN/TUGAS
D. DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani. 2001.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2011.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
2012.
Purnamasari, Irma Devita dan Suswanto. Akad Syari’ah. Bandung: Kaifa. 2011.
Muchtar Ali. Buku Saku Perbankan Syariah. Jakarta: Kementrian Agama
Republik Indonesia. 2013.
Peraturan Perundang-undangan :