Anda di halaman 1dari 105

BANK SYARIAH

Sumber
1. Abdul Ghofur Anshori, 2010, Perbankan Syariah di
Indonesia (Cet. 2), Gama Press, Yogyakarta.
2. ---------------------------, 2009, Hukum Perbankan Syariah
(UU No. 21 Tahun 2008), Refika Aditama, Bandung.
3. ---------------------------, 2008, Payung Hukum Perbankan
Syariah (Edisi Lengkap), UII Press, Yogyakarta.
4. ---------------------------, 2008, Penerapan Prinsip Syariah
dalam Lembaga Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan
Perusahaan Pembiayaan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
PERBANKAN & BANK SYARIAH
• Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
• Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah
dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank
Konvensional

• Melakukan investasi • Investasi yang halal


yang halal dan haram
• Prinsip bagi hasil, jual
• Memakai sistem
beli, sewa-menyewa
bunga (interest)
• Profit and falah
oriented • Profit oriented
• Hubungan Kemitraan • Kreditur-debitur
• Harus berdasar fatwa • Tidak ada dewan
DPS dan DSN sejenis
Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di
Indonesia
Prakarsa pendirian Bank Syariah di Indonesia
dilakukan tahun 1990, melalui lokakarya bunga
bank dan perbankan di Cisarua, Bogor (18-20
Agustus 1990).

Hasil lokakarya kemudian dibahas lebih


mendalam pada Munas IV MUI di Jakarta (22-
25 Agustus 1990), yang mengamanatkan
pendirian Bank Islam di Indonesia.
 Kemudian berdiri PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
tertanggal 1 November 1991. Efektif beroperasi 1 Mei 1992.
BMI mendasarkan operasionalnya pada UU No. 7/1992 tentang
Perbankan.
 Kemudian dengan diundangkannya UU No. 10/1998 tentang
Perubahan Atas UU No. 7/1992, perkembangan bank syariah di
Indonesia semakin pesat. A.l: Bank IFI membuka cabang syariah
(28 Juni 1999), Bank Syariah Mandiri anak perusahaan Bank
Mandiri (Konversi dari Bank Susila Bakti), serta pendirian lima
cabang baru dari PT. BNI (Persero) Tbk.
 Bulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-bank yang
membuka cabang syariah, yaitu: Bank Niaga, Bank BTN, Bank
Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar, dan BPD Aceh.
 Terhitung Desember 2009, Jaringan Kantor
terdiri dari 5 Bank Umum Syariah, yakni PT.
Bank Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah
Mandiri, PT. Bank Syariah Mega Indonesia,
PT. Bank Syariah BRI, dan PT. Bank Syariah
Bukopin.
 UUS Bank Konvensional berjumlah 27 dan
BPRS berjumlah 131.
 Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI
Desember 2009
KEBERATAN TERHADAP SISTEM
PERBANKAN KONVENSIONAL
a. Kritik Islam terhadap sistem perbankan
konvensional bukan dalam hal fungsinya sebagai
lembaga intermediasi keuangan, Melainkan karena
di dalam operasionalnya mendasarkan pada unsur-
unsur yang dilarang dalam Islam, yakni unsur
perjudian (maysir), unsur ketidakpastian (gharar),
unsur bunga (riba), unsur suap (ryswah), dan unsur
bathil.
b. Islam memberikan solusi terhadapnya melalui
pengaplikasian akad-akad tradisional Islam ke
dalam produk perbankan
Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia

1. Bank Umum Syariah----Murni Syariah


2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS)
3. Islamic Window---Dual Banking System
dengan UUS
4. Office Chaneling---Outlet Khusus di
Bank Konvensional yang memberikan
layanan syariah.
Bank Umum Syariah
 Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
 Perizinan, Bentuk Badan Hukum, Anggaran
Dasar, dan Kepemilikan Bank Umum Syariah
dapat dibaca lebih lanjut dalam UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
 BPRS adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.

 Oleh karena itu BPRS tidak dapat menerbitkan


rekening giro, melakukan kegiatan kliring,
inkaso, menerbitkan L/C, dan kegiatan-kegiatan
lain yang berhubungan dengan lalu lintas
pembayaran.
Unit Usaha Syariah (UUS)
UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank
Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari
suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit
syariah.
Office Chaneling
 Office Chaneling adalah istilah yang dipakai
untuk menyebut layanan syariah yang ada
dalam kantor bank konvensional.
 Latar belakang adanya lembaga ini adalah
untuk mempermudah bank dalam memberikan
layanan syariah kepada masyarakat, tanpa
terlebih dahulu harus membuat infrastruktur
baru di tingkat Kantor Cabang atau Kantor
Cabang Pembantu.
Akad Tradisional Islam yang dapat diaplikasikan dalam
produk perbankan antara lain:

1. Akad Titipan (al-Wadiah)


2. Akad Jual Beli (al-Bai’)
3. Akad Bagi Hasil (al-Mudharabah)
4. Akad Sewa-Menyewa (al-Ijarah)
5. Akad Pinjam-Meminjam (al-Qardh)
6. Akad-Akad di Bidang Jasa
Penerapan akad-akad tesebut akan dibahas lebih
lanjut pada saat membahas produk bank syariah
PRODUK PERBANKAN SYARIAH

LIMA AKAD DASAR TRANSAKSI SYARI’AH :

TITIPAN (WADIAH)
BAGI HASIL (SYIRKAH)
JUAL-BELI (TIJAROH)
SEWA (IJARAH)
JASA/FEE( AL AJR WALUMULLAH)
PRODUK PENGHIMPUNAN DANA
(Funding)
AL-WADI’AH :
Adalah titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip kapan saja si
penitip menghendaki.

Landasan : QS. An-Nisa : 58; QS. Al. Baqarah : 283

Aplikasinya: Dana ZIS atau Safe


Deposit Box
Penjelasan
Al-Wadiah dibedakan menjadi 2 macam:
a. Wadiah yad amanah, adalah titipan dari pihak
nasabah, dimana bank selaku penerima titipan tidak
boleh menggunakan sesuatu yg dititipkan tsb. Akad
ini dipakai dalam produk Safe Deposit Box (SDB).
b. Wadiah adh-dhamanah, adalah titipan dari pihak
nasabah, dimana bank selaku penerima titipan
diperkenankan menggunakan dana yang dititipkan.
Akad ini dipakai dalam produk giro wadiah maupun
tabungan wadiah. Sehingga bank biasanya akan
memberikan bonus kepada nasabah penyimpan yg
besarnya sesuai dengan kebijakan bank dan tidak
boleh diperjanjikan.
Skema Al-Wadi’ah Yad adh Dhamanah
Bank

1 Titipan dana

4 Beri Bonus

Penitip 2 Pemanfaatan dana


3 Bagi Hasil/
Profit marjin
Dengan konsep Al-Wadi’ah Yad Adh
Dhamanah pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan dan memanfaatkan
uang yang dititipkan

Aplikasi di Perbankan/LKS :
1. Current Account (Giro)
2. Saving Account (Tabungan)
Penerima
pembiayaan
Al-Mudharabah
• Pengertian :
– Akad kerjasama antara dua pihak • Jenis Mudharabah :
dimana pihak pertama menyediakan – Mudharabah Mutlaqah (tanpa
seluruh modal (100%), sedang pihak lain syarat)
menjadi pengelola. Keuntungan usaha
mudharabah dibagi menurut kesepakatan – Mudharabah Muqayyadah
yang dituangkan dalam kontrak, (dengan syarat)
kerugian ditanggung oleh pemodal • Aplikasi pada perbankan :
selama kerugian tidak akibat kelalaian
– Sisi Funding
pengelola
• Giro
• Landasan :
• Tabungan berjangka
– Al-Qur’an :
• Deposito biasa
• QS. Muzamil : 20;
• Deposito spesial
• Al-Jum’ah : 10;
• Al-Baqarah : 198
– Sisi Pembiayaan :
– Shahibul mall (bank) • Pembiayaan modal kerja
– Penerima pembiayaan/nasabah • Investasi khusus
(mudharib)
Penjelasan Jenis Akad Mudharabah
1. Mudharabah Muthlaqah adl bentuk kerjasama
antara shahibul maal dan mudharib yg cakupannya
sangat luas dan tidak dibatasi oleh jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis.(Jenis Mudharabah
Muthlaqah inilah yang biasanya dipakai oleh bank
dlm skim penghimpunan dana melalui, giro,
tabungan maupun deposito)
2. Mudharabah Muqayyadah, adl btk kerjasama antara
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya
terbatas baik jenis usaha maupun waktunya.(Jenis
Mudharabah Muqayyadah inilah yang biasanya
dipakai oleh bank dlm kegiatan penyaluran dana
melalui pembiayaan mudharabah)
Skema Mudharabah
Dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana
Bank

1. Menyimpan dana

4 Bagi hasil
(Sesuai dg
Nasabah Nisbah)
Penyimpan 3 Bagi Hasil 2 Penyaluran dana kpd
(Sesuai dg Nisbah) nasabah mitra

Peminjam
(Dipakai utk Keg
Produktif
PRODUK PEMBIAYAAN
KONSUMTIF
SKIM BAI’ AL-MURABAHAH
 Al-Murabahah :
– Adalah jual beli barang pada harga asal  Aplikasi pada perbankan :
dengan tambahan keuntungan (ribhun) – Pembiayaan untuk
yang disepakati. pembelian barang, baik
– Dasar Hukum : Al-Baqarah 275 (… untuk dalam negeri maupun
Allah menghalalkan jual beli …) luar negeri

 Syarat :
– Penjual memberitahu biaya modal
kepada nasabah
– Kontrak harus sah sesuai rukunnya
– Kontrak bebas dari riba
– Penjual menjelaskan kondisi barang
kepada pembeli
– Penjual menyamapikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian
Syarat2 Pembiayaan Murabahah
a. Bank menyediakan dana pembiayaan
berdasarkan perjanjian berdasarkan jual
beli barang
b. Jangka waktu pembayaran harga barang
oleh nasabah kepada bank ditentukan
berdasarkan kesepakatan bank dan
nasabah
c. Bank dapat membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya
d. Dlm hal bank mewakilkan kepada
nasabah (wakalah) untuk membeli
barang, maka akad Murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip
menjadi milik bank
e. Bank dapat meminta nasabah untuk
membayar uang muka atau urbun saat
menandatangani kesepakatan awal
pemesanan barang oleh nasabah
f. Bank dapat meminta nasabah untuk
menyediakan agunan tambahan selain barang
yang dibiayai bank
g. Kesepakatan marjin harus ditentukan satu
kali pada awal akad dan tidak berubah
selama periode akad
h. Angsuran pembiayaan selama periode akad
harus dilakukan secara proporsional
Manfaat al-Murabahah
1. Adanya keuntungan yang muncul dari
selisih harga beli dari penjual dengan
harga jual kepada nasabah.
2. Sistem bai’ al-murabahah sederhana,
sehingga memudahkan penanganan
administrasinya di bank syariah.
Risiko bai’ al-murabahah
1. Default atau kelalaian: nasabah sengaja tidak
membayar angsuran.
2. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga
suatu barang di pasar naik setelah bank
membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa
mengubah harga jual-beli tersebut.
3. Penolakan nasabah terhadap barang karena berbagai
alasan.
4. Barang dijual oleh nasabah, karena setelah
penandatanganan kontrak barang secara hukum telah
menjadi milik nasabah.
Skema Al-
Murabahah
1. Negosiasi dan
persyaratan

3.Akad Jual Beli

6 Bayar setiap
Bank bulan pembeli

5. Terima
barang &
2. Beli barang 4. Kirim Dokumen

Supplier
BAI’ AS-SALAM

 Bai As-Salam :  Rukun :


– Adalah pembelian barang – Penjual /Muslam alaih
yang diserahkan di kemudian – Pembeli / Muslam
hari sementara pembayaran – Modal atau uang
dilakukan di muka. – Barang / Muslam fihi
– Ucapan / Sighat
– Dasar Hukum :
• Al-Baqarah 282  Aplikasi pada perbankan :
– Pembiayaan barang bagi petani
atau industri
Syarat Bai’ as-Salam
a. Modal transaksi Bai’ as-Salam
1) Modal harus diketahui: bahwa barang yang
akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas,
dan jumlahnya. Pembayaran harus dalam
bentuk uang tunai.
2) Penerimaan Pembayaran Salam: kebanyakan
ulama mengharuskan pembayaran salam
dilakukan di tempat kontrak.
Salam Paralel
Melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam
antara bank dan nasabah, dan antara bank
dan pemasok (supplier) atau pihak ketiga
lainnya secara simultan.
Syarat yang harus dipenuhi: Pelaksanaan
transaksi salam kedua tidak bergantung pada
pelaksanaan akad saham yang pertama.
Perbedaan salam dg Ijon
 Dalam ijon, barang yang dibeli tidak diukur atau
ditimbang secara jelas dan spesifik. Demikian pula
dalam penetapan harga beli, sangat bergantung kepada
keputusan sepihak si tengkulak yang seringkali sangat
dominan dan menekan petani yang posisinya lebih
lemah.
 Sedangkan dalam salam harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Pengukuran dan spesifikasi barang yang jelas.
2) Adanya keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak.
Skema Bai’ As-Salam

4 Kirim pesanan pesanan

Supplier Nasabah
3 Kirim Dokumen 5 Bayar

2. Pemesanan 1. Negosiasi dengan


barang Nasabah & Kriteria
Bayar tunai

Bank
Bai’ Al-Istishna’

 Bai al-Istishna’ :  Rukun :


– Adalah kontrak – Penjual
penjualan antara – Pembeli
pembeli dan pembuat – Modal atau uang
barang. – Barang
– Ucapan

– Dasar Hukum :  Aplikasi pada


• Al-Baqarah 282 perbankan :
– Pembiayaan barang bagi
petani atau industri
Skema Bai al-Istishna’

Pengusaha

Nasabah
1 Pesan 2. Beli

3. Jual

Bank
Ijarah (Sewa)

 Pengertian :
– Akad pemindahan hak guna atas
barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu
sendiri.
– Jenis Ijarah :
• Ijarah
• Ijarah Muntahiabittamlik (IMBT)
 Dasar Hukum :
– Al-Baqarah 233
Manfaat dan risiko dalam Ijarah
 Bank akan mendapatkan keuntungan sewa dan
kembalinya uang pokok. Nasabah akan mendapatkan
manfaat atas suatu barang.
 Risiko Ijarah:
a. Default: nasabah tidak membayar cicilan dengan
sengaja.
b. Rusak: aset ijaran rusak sehingga menyebabkan
pemeliharaan bertambah.
c. Berhenti: nasabah berhenti di tengah kontrak dan
tidak mau membeli aset tersebut.
Syarat2 Pembiayaan Ijarah
a. Bank dapat membiayai pengadaaan obyek sewa
berupa barang yang telah dimiliki bank atau
barang yang diperoleh dengan menyewa dari
pihak lain untuk kepentingan nasabah
berdasarkan kesepakatan
b. Objek dan manfaat barang sewa harus dapat
dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan
dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran
sewa dan jangka waktunya
c. Bank wajib menyediakan barang sewa,
menjamin pemenuhan kualitas maupun
kuantitas barang sewa, serta ketepatan
waktu penyediaan barang sewa sesuai
kesepakatan
d. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan
barang/aset sewa yang sifatnya materiil dan
struktural sesuai dengan kesepakatan
e. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah
untuk mencarikan barang yang akan disewa
oleh nasabah
f. Nasabah wajib membayar sewa secara tunai,
menjaga keutuhan barang sewa, dan
menanggung biaya pemeliharaan barang
sewa sesuai dengan kesepakatan.
g. Nasabah tidak bertanggungjawab atas
kerusakan barang sewa yang terjadi bukan
karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian
nasabah.
Konsekuensi hukum berakhirnya masa sewa

1. NASABAH wajib mengembalikan Obyek Sewa yang disewa


kepada BANK apabila masa sewa berakhir.
2. NASABAH wajib membayar lunas nilai sisa pembayaran manfaat
sewa serta kewajiban-kewajiban lainnya yang masih terhutang
menurut Akad ini, tanpa mengurangi hak BANK untuk
memperhitungkannya dengan “Simpanan Jaminan” jika ada.
(untuk IMBT)
Skema al-Ijarah
Obyek Sewa

Sewa

Supplier

Nasabah
3 Bayar Sewa
A. Milik
1 Pesan Obyek
2 Beli Obyek Sewa Sewa

Bank
Ijarah Muntahia Bitamlik (IMBT)

 Pengertian :  Aplikasi pada


– Akad pemindahan hak
perbankan :
guna atas barang atau jasa,
– Bentuk yang banyak
melalui pembayaran upah
digunakan adalah :
sewa, diikuti dengan
– Ijarah al-Muntahia
pemindahan kepemilikan
Bittamlik dengan hibah
atas barang itu sendiri.
– Ijarah with Promise to
 Dasar Hukum : Sell
– Al-Baqarah 233
Syarat2 Pembiayaan IMBT
a. IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani dan kesepakatan tersebut wajib
dituangkan dalam akad ijarah dimaksud.
b. Pelaksanaan IMBT hanya dapat dilakukan setelah
akad ijarah dipenuhi.
c. Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa
kepada nasabah berdasarkan hibah, pada periode
akhir perjanjian sewa.
d. Pengalihan kepemilikan barang sewa kepada
penyewa dituangkan dalam akad tersendiri setelah
masa ijarah selesai
Skema al-Ijarah Muntahia
Bittamlik
Obyek Sewa

B. Milik

Supplier

Nasabah
3 Bayar Sewa
A. Milik
1 Pesan Obyek
2 Beli Obyek Sewa Sewa

Bank
Qardh
 Qardh adalah pinjam-meminjam dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.
 Pada dasarya qardh adalah akad yang dipakai
sebagai produk pembiayaan dalam perbankan
syariah.
 Akan tetapi sifatnya lebih pada misi sosial, terlebih
pada qardh al-hasan (pinjaman kebajikan) adalah
produk perbankan yang khusus ditujukan bagi
mereka yang benar-benar membutuhkan
 Dalam Qardh, pihak bank dilarang mengambil
keuntungan sekecil apapun, karena termasuk
riba jika dilakukan. Akan tetapi nasabah
berdasarkan kebijakan sendiri tanpa
diperjanjikan diawal,diperkenankan
mengembalikan melebihi hutang pokok.
• Bank hanya diperkenankan meminta biaya
administrasi yang rasional
Syarat Akad Qardh
a. Bank dapat memberikan pinjaman qard untuk kepentingan
nasabah berdasarkan kesepakatan
b. Nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman qardh pada
waktu yang telah disepakati
c. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi
d. Nasabah dapat memberikan tambahan pengembalian dengan
sukarela
e. Nasabah yang tidak mampu mengembalikan bisa diberikan
perpanjangan jangka waktu atau dihapuskan segala hutangnya
f. Dalam hal nasabah mampu, tetapi tidak mengembalikan bank
dapat mengenakan sanksi
g. Sumber dana qardh untuk kegiatan usaha
yang bersifat sosial dapat berasal dari
modal, keuntungan yang disisihkan, dan
dari dana infak.
h. Sumber dana qardh yang utk kegiatan
usaha yang bersifat talangan dana
komersial jangka pendek diperbolehkan
dari dana pihak ketiga yang bersifat
investasi sepanjang tidak merugikan
kepentingan nasabah pemilik dana.
PRODUK PEMBIAYAAN
PRODUKTIF
Al-Musyarakah
 Pengertian :
– Akad kerjasama antara dua pihak  Jenis Musyarakah :
atau lebih untuk suatu usaha – Syirkah Al-Inan ( atas modal)
tertentu di mana masing-masing – Syirkah Mufawadah
pihak memberikan kontribusi (persamaan atas modal &
dana atau keahlian dengan pengelolaan)
kesepakatan bahwa keuntungan – Syirkah A’mal (menerima
dan risiko akan ditanggung order untuk dua orang)
bersama sesuai dengan – Syirkah Wujuh (tanpa modal/
kesepakatan nama baik)
– Syirkah Al-Mudharabah
 Landasan : (modal dengan keahlian)
– Al-Qur’an :  Aplikasi pada perbankan :
• QS. An-Nisa : 12; – Pembiyaan Proyek
• QS. Ash-Shad : 24 – Modal Ventura
Penjelasan
a) Pembiayaan Proyek: Nasabah dan bank sama-
sama menyediakan dana utk membiayai proyek
tsb. Setelah proyek selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil
yang telah disepakati untuk bank.
b) Modal Ventura: Penanaman modal dilakukan
untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
Syarat2 Pembiayaan Musyarakah
a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak
sebagai mitra usaha dengan bersama-sama
menyediakan dana dan/atau barang untuk
membiayai suatu kegiatan usaha tertentu.
b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha
dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta
dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas
dan wewenang yang disepakati.
c. Bank beradasarkan kesepakatan dengan
nasabah dapat menunjuk nasabah untuk
mengelola usaha.
d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai/barang
e. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk
barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai
secara tunai berdasarkan kesepakatan.
f. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan
pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara bank dan nasabah.
g. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama
sesuai dengan kesepakatan.
h. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana
dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati
i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara
proporsional menurut porsi modal masing-
masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai
atau menyalahi perjanjian dari salah satu pihak.
j. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat
diubah sepanjang waktu investasi, kecuali atas
dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku
surut
k. Nisbah bagi hasil dapat diterapkan secara
berjenjang yang besarnya berbeda-beda
berdasarkan kesepakatan pada awal akad
l. Pembagian keuntungan dapat dilakukan
dengan metode bagi untung atau rugi [profit
and loss sharing] atau metode bagi pendapatan
[revenue sharing]
m. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil
usaha sesuai dengan laporan keuangan nasabah
n. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan
pada akhir periode akad atau dilakukan secara
angsuran berdasarkan aliran kas masuk/cash
flow
o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan
untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah
tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana
dimuat dalam akad karena kelalian dan atau
kecurangan.
Manfaat al-Musyarakah
1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah
tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah
tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank,
sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan
cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak
memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent)
mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan.
5) Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda
dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan
menagih penerima pembiayaan (nasabah) bunga
tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis
ekonomi.
Risiko dalam Musyarakah
1) Side streaming: nasabah menggunakan
dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak.
2) Lalai dan kesalahan yang disengaja
dalam menggunakan dana.
3) Penyembunyian keuntungan oleh
nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
Skema Musyarakah

Proyek
Nasabah Bank

Keuntungan

Bagi Hasil sesuai


dengan Nisbah
Al-Mudharabah [Sbg produk
penyaluran dana]
 Pengertian :  Jenis Mudharabah :
– Akad kerjasama antara dua pihak – Mudharabah Mutlaqah (tanpa
dimana pihak pertama menyediakan
seluruh modal (100%), sedang syarat)
pihak lain menjadi pengelola. – Mudharabah Muqayyadah
Keuntungan usaha mudharabah (dengan syarat)
dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, kerugian  Aplikasi pada perbankan :
ditanggung oleh pemodal selama – Sisi Pembiayaan :
kerugian tidak akibat kelalaian
pengelola • Pembiayaan modal kerja
 Landasan : • Investasi khusus
– Al-Qur’an :
• QS. Muzamil : 20;
• Al-Jum’ah : 10;
• Al-Baqarah : 198
Penjelasan
1) Mudharabah muthlaqah: bentuk kerja sama
antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
(Banyak dipakai dalam produk penghimpunan
dana berupa tabungan dan deposito).
2) Mudharabah muqayyadah: bentuk kerja sama
dimana mudharib dibatasi jenis usahanya, waktu,
atau tempat usaha. (Banyak dipakai dalam
produk penyaluran dana berupa pembiayaan)
Syarat2 Pembiayaan Mudharabah
a. Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana
secara penuh, dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang
mengelola dana dalam kegiatan usaha
b. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan
nasabah
c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi
memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah
d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang
e. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus
dinyatakan jumlahnya
f. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka
barang yang diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan
atau harga pasar yang wajar
g. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati
h. Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai
kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai atau menyalahi
perjanjian
i. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang
jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak
dan tidak berlaku surut
j. Nisbah bagi hasil dapat diterapkan secara berjenjang yang
besarnya berbeda berdasarkan kesepakatan pada awal akad
k. Metode pembagian keuntungan: profit and loss sharing atau
revenue sharing
l. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib
sesuai dengan laporan hasil usaha bagi usaha mudharib
m. Dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dlm kegiatan
usaha yang dibiayai bank maka berlaku ketentuan: nasabah
bertindak sbg mitra usaha dan mudharib, sehingga nasabah
berhak mengambil keuntungan dari porsi modalnya, sisa
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara bank dan
nasabah
n. Pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode
akad, untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai
dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran
berdasarkan aliran kas masuk.
o. Bank dapat meminta jaminan/agunan sbg langkah antisipasi
risiko, apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya
sesuai dengan akad.
Manfaat al-mudharabah
1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada
saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan
dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga
tidak memberatkan nasabah.
3) Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha
yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan
karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar
terjadi itulah yang akan dibagikan.
4) Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah berbeda
dengan prinsip bunga tetap, dimana bank akan
menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu
jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi
krisis ekonomi.
Risiko al-Mudharabah
1) Side streaming: nasabah yang menggunakan
dana itu bukan seperti yang disebut dalam
kontrak.
2) Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah
bila nasabahnya tidak jujur.
Skema Mudharabah
Perjanjian Bagi Hasil

Keahlian Modal
100%
Proyek
Nasabah
Bank

Keuntungan

Bagi Hasil sesuai


Nisbah X% dengan Nisbah Nisbah Y% Pengembalian Modal
Pokok

Modal
PRODUK PERBANKAN SYARIAH
DI BIDANG JASA
Jenis-jenis :
Wakalah
Kafalah
Hawalah
Rahn
Sharf
Aplikasi :
Wakalah
Kafalah
Hawalah
Rahn
Sharf---
Wakalah
 Akad pemberian kuasa dari satu orang kepada orang
lain untuk bertindak melakukan suatu urusan untuk
dan atas nama pihak pemberi kuasa
 Ketentuan tentang Wakalah dlm Fatwa DSN-MUI
no: 10/DSN-MUI/IV/2000, adalah sbb:
a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh
para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad).
b. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan
tidak boleh dibatalkan secara sepihak .
Implementasi Akad Wakalah
dalam Perbankan Syariah
 Sebagai produk mandiri,akad wakalah
dapat diimplementasikan dalam Kliring,
Inkaso, L/C
 Sedangkan sebagai produk pelengkap,
wakalah biasanya juga diterapkan pada
akad pembiayaan murabahah
Kafalah
 Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
 Kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
 Dasar hukum kafalah dapat dijumpai dalam Q.S
Yusuf: 72
Kafalah (Lanjutan)
 Fatwa DSN-MUI no: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Kafalah, menyebutkan bahwa ketentuan umum dari kafalah
adalah:
a. Pernyatan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak
untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad)
b. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan
(fee) sepanjang tidak memberatkan
c. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak
Implementasi akad kafalah dalam Perbankan Syariah adalah
dalam produk Bank Garansi
Persyaratan Jasa Pemberian Jaminan
atas Dasar Akad Kafalah
a. Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan
kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga;
b. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik
jasa pemberian jaminan atas dasar Kafalah, serta hak dan
kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan
penggunaan data pribadi nasabah;
c. Bank wajib melakukan analisis atas rencana jasa pemberian
jaminan atas dasar Kafalah kepada nasabah yang antara lain
meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character)
dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha
(Capacity), keuangan (Capital), dan prospek usaha (Condition);
d. Obyek penjaminan harus: merupakan kewajiban
pihak/orang yang meminta jaminan; jelas nilai,
jumlah dan spesifikasinya; dan tidak bertentangan
dengan syariah (tidak diharamkan);
e. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan
dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad
pemberian jaminan atas dasar Kafalah;
f. Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang
disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah
nominal yang tetap;
g. Bank dapat meminta jaminan berupa Cash
Collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai
penjaminan;
h. Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban
kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan
pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga
dengan memberikan dana talangan sebagai
Pembiayaan atas dasar Akad Qardh yang harus
diselesaikan oleh nasabah
(Sumber: SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17 Maret
2008)
Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.
Atau pemindahan beban utang dari muhil (orang
yang berutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih
(orang yang berkewajiban membayar utang).
Dasar hukum:
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu
adalah suatu kezaliman. Dan, jika salah seorang
dari kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada
orang yang mampu/kaya, terimalah hawalah itu.”
(H.R Bukhari dan Muslim)
Hawalah (Lanjutan)
 Fatwa DSN-MUI no: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah,
menyebutkan bahwa ketentuan umum akad hiwalah adalah:
a. Rukun hawalah adalah muhil, yakni orang yang berhutang dan
sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal, yakni orang berpiutang
kepada muhil, muhal alaih, yakni orang yang berhutang kepada
muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal, muhal bih,
yakni hutang muhil kepada muhtal, dan sighat (ijab-qabul).
b. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad).
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui
korespondensi, atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
d. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil,
muhal/muhtal dan muhal ‘alaih.
e. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus
dinyatakan dalam akad secara tegas.
f. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak
yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih; dan
hak penagihan muhal berpindah kepada muhal
‘alaih.
c. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pemberian
jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah bagi
nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa
analisa atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha
antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity),
keuangan (Capital), dan prospek usaha (Condition);
d. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan
dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad pengalihan
utang atas dasar Hawalah;
e. Nilai pengalihan utang harus sebesar nilai nominal;
f. Bank menyediakan dana talangan (Qardh)
sebesar nilai pengalihan utang nasabah kepada
pihak ketiga;
g. Bank dapat meminta imbalan (ujrah) atau fee
dalam batas kewajaran kepada nasabah; dan
h. Bank dapat mengenakan biaya administrasi
dalam batas kewajaran kepada nasabah.
(Sumber: SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17
Maret 2008)
Implementasi Akad Hawalah
 Akad hawalah dalam praktik perbankan
syariah diterapkan dalam rangka bank
melaksanakan kegiatan factoring, atau
pengambilalihan piutang oleh bank dari
nasabah, karena nasabah ingin
mendapatkan instant cash.
 Dengan hawalah, maka hak tagih yang
menjadi milik nasabah berpindak menjadi
hak bank.
Manfaat dan Risiko al-Hawalah
a. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang
dengan cepat dan simultan.
b. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang
membutuhkan.
c. Dapat menjadi salah satu fee based income bagi
bank syariah.
Risiko: adanya kecurangan nasabah dengan
memberi invoice palsu atau wanprestasi untuk
memenuhi kewajiban hawalah ke bank.
Gadai/Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya.
Rahn diatur dalam Fatwa DSN-MUI no:
25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
Pinjaman dengan menggadaikan barang
sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn
dibolehkan setelah memenuhi persyaratan
tertentu, yaitu:
Ketentuan akad Rahn
 Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk
menahan Marhun (barang) sampai semua hutang
Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
 Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik
Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh
dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin
Rahin ,dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan
pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya
pemeliharaan dan perawatannya.
 Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada
dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat
dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya
dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi
kewajiban Rahin.
 Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun
tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
 Penjualan Marhun
– Apabila jatuh tempo, Murtahin harus
memperingatkan Rahin untuk segera melunasi
hutangnya.
– Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya,
maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang
sesuai syariah.
– Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi
hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang
belum dibayar serta biaya penujualan.
– Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
Aplikasi Rahn dalam Perbankan
a. Sebagai Produk Pelengkap, artinya sebagai akad
tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain
seperti dalam pembiayaan bai’ al murabahah. Bank
dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi
akad tersebut.
b. Sebagai Produk Tersendiri, artinya sebagai alternatif
dari pegadaian konvensional. Oleh karena itu tidak
mendasarkan bunga, namun nasabah dikenakan
biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta
penaksiran.
Biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Manfaat ar-Rahn
a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau
bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang
diberikan bank.
b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan
pemegang deposito bahwa dananya tidak akan
hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar
janji, karena ada suatu aset yang dipegang oleh
bank.
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian,
maka akan dapat membantu masyarakat yang
kesulitan dana.
Risiko ar-Rahn

a. Risiko tak terbayarnya utan nasabah


(wanprestasi)
b. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau
rusak.
Jasa Pertukaran Mata Uang atas Dasar Akad Sharf

Syarat-syarat yang harus dipenuhi:


a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima
penukaran maupun pihak yang menukarkan uang dari atau kepada
nasabah;
b. Transaksi pertukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta
asing) hanya dapat dilakukan dalam bentuk transaksi spot;
c. Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap mata uang
berlainan jenis dalam kegiatan money changer, maka transaksi
harus dilakukan secara tunai dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan
(Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPbS
Jakarta, 17 Maret 2008)
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non
Performing Finance)
 Pembiayaan bermasalah intinya adalah suatu
kondisi yang terjadi pada diri nasabah, sehingga
padanya tidak dapat menunaikan kewajiban-
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
 Penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat
ditempuh melalui:
1. First way out : Restrukturisasi Pembiayaan
2. Second way out: Eksekusi Jaminan
First Way Out:
Restrukturisasi Pembiayaan
Adalah upaya yang dilakukan Bank dalam
rangka membantu nasabah agar dapat
menyelesaikan kewajibannya, antara lain
melalui: Penjadwalan kembali (rescheduling),
persyaratan kembali (reconditioning), dan
penataan kembali (restructuring).
Latar belakang restrukturisasi
Untuk menghindari risiko kerugian.
Merupakan salah satu upaya untuk
menjaga kelangsungan usaha nasabah
pembiayaan.
Restrukturisasi pembiayaan harus
memperhatikan prinsip syariah dan
prinsip kehati-hatian
Bentuk-bentuk restrukturisasi
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu
perubahan jadwal pembayaran kewajiban
nasabah atau jangka waktunya;
b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu
perubahan sebagian atau seluruh persyaratan
Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal
pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu
dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada Bank;
PENYELESAIAN SENGKETA
PERBANKAN SYARIAH
Langkah-langkah yg bisa ditempuh oleh para
pihak dalam rangka dispute resolution
1. Penyelesaian Internal melalui jalur
musyawarah
2. Penyelesaian melalui perantara pihak ketiga
(non litigasi)
a. Lembaga Pengaduan Nasabah
b. Mediasi
3. Penyelesaian sengketa melalui litigasi:
a. Arbitrase (UU No. 30/1999)
b. Peradilan Agama (UU No. 3/2006)
Penyelesaian Sengketa
(Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah)
1. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama.
2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan
penyelesaian sengketa selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan isi Akad.
3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
Penjelasan Pasal 55 ayat (2)

 Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa


dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya
sebagai berikut:
a. musyawarah;
b. mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.
Contoh Klausula Penyelesaian Sengketa
• Penyelesaian Perselisihan
1. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau
penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau
terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini,
para pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah
untuk mufakat.
2. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
ayat 1 Pasal ini tidak tercapai, maka Para Pihak bersepakat, dan
dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang
lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur
Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut.
3. Para pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu
terhadap yang lain, bahwa pendapat hukum (legal opinion)
dan/atau putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS
tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.
4. Tanpa mengurangi tempat pokok BASYARNAS di Jakarta
yang ditentukan di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase
BASYARNAS, Para Pihak bersepakat memilih tempat
pelaksanaan arbitrase di kota tempat cabang BANK
berada. Namun penunjukan dan pembentukan Arbiter atau
Majelis Arbitrase dilakukan oleh Ketua BASYARNAS.
5. Mengenai pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS,
sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Para Pihak sepakat bahwa Para Pihak dapat
meminta pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS
tersebut pada setiap Pengadilan Negeri di wilayah hukum
Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai