Anda di halaman 1dari 17

Product

21 Dec 2021

1
Diawali dengan doa Kamera diaktifkan Tidak bermain hp kecuali
panggilan penting

Interaktif Suasana gembira Menghormati perbedaan Diakhiri dengan doa


1 SEJARAH SISTEM PERBANKAN SYARIAH
2 PERBEDAAN BANK SYARIAH & BANK KONVENTIONAL

3 PRODUK BANK SYARIAH


AGENDA 4 PENILAIAN KESEHATAN BANK SYARIAH

5 RAHASIA BANK

6 AKAD-AKAD PERBANKAN SYARIAH

7 RISIKO BANK SYARIAH


Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, kegiatan muamalah seperti menerima titipan
harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta
melakukan pengiriman uang, yang dilakukan dengan akad-akad yang sesuai syariah telah
lazim dilakukan umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw.

Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin al-Awwam r.a., memilih tidak menerima titipan
harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan
implikasi yang berbeda, yakni yang pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman,
Ia memiliki hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, ia
berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh

Abdullah bin Zubair r.a. melakukan pengiriman uang dari Mekkah ke adiknya Mis'ab bin
Zubair r.a. yang tinggal di Irak.
Khalifah Umar bin Khattab r.a. menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada
mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di Baitul
mal yang ketika itu diimpor dari Mesir.
Di samping itu pemberian/ pinjaman modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil seperti
mudharabah dsb telah dikenal sejak awal diantara kamu Muhajirin dan kaum Anshar.
Sejarah awal mula kegiatan bank Syariah yang pertama kali dilalukan di
Pakistan pada sekitar tahun 1940.

Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Mit Ghamr Local Saving Bank, bank
ini beroperasi dipedesaan dan masih berskala kecil.

Di Uni Emirat Arab tahun 1975 dengan berdiri Dubai Islamic Bank, Kemudian Di
Kuawait tahun 1977 berdiri Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa
bunga. Pada tahun 1978 berdiri bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic
Bank. Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for
Invesment and Development.
Di Siprus Tahun 1983 berdiri Faisal Islamic Bank of Kibris.

Di Iran sistem perbankan syariah mulai berlaku secara nasioanl pada tahun
1983 sejak diberlakukannya Undang-Undang Perbankan Islam. Kemudian di
Turki didirikan Daar al-maal al-Islami (1984) dan Faisal Finance Istitution (1985)
Di Malaysia, didirikan Islamic Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun 1999 lahir
Bank Bumi Putera Muamalah.

Pakistan merupakan Negara pelopor utama dalam melaksanakan sistem perbankan


syariah secara nasional. Pemerintah Pakistan mengkonversi seluruh sistem
perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah.
Sebelumnya pada tahun 1979 beberapa institusi keuangan terbesar telah
menghapus sistem bunga dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan
memobilisasi pinjaman tanpa bunga, terutama kepada petani dan nelayan.

Kehadiran perbankan syariah di Indonesia masih relatif baru yaitu pada awal tahun
1990-an, namun diskusi akan hal ini telah dimulai pada awal tahun 1980-an.
Sedangkan prakarsa untuk mendirikan bank syariah di Indonesia dilakukan oleh
Majelas Ulama Indonesia (MUI), ICMI dan pemerintah pada 18-20 Agustus 1990.

Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia yang akte
pendiriannya ditandatangani tanggal 01 November 1991 dan resmi beroperasi pada
tanggal 01 Mei 1992.
Hal utama yang menjadi pembeda antara kedua bank adalah
dalam hal penentuan harga, baik harga jual dan harga
beli. Dalam bank konvensional penentuan harga selalu
berdasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah
didasarkan kepada konsep islam yaitu kerjasama dalam
skema bagi hasil, baik untung atau rugi (nisbah/margin).
BANK KONVENSIONAL

Tabungan Kredit
Giro
Deposito Bunga

Kreditur Debitur
BANK SYARIAH

Tabungan Pembiayaan
Giro
Deposito Nisbah & Margin

Kreditur Debitur
Simpanan (DPK)
1. Tabungan Mudharabah (bagi hasil)
2. Tabungan Wadi’ah (tanpa bagi hasil)
3. Giro Mudharabah (bagi hasil)

4. Giro Wadi’ah (tanpa bagi hasil)

5. Deposito Mudharabah (bagi hasil)


Pembiayaan
1. Pembiayaan Shirkah (Kerjasama)

2. Pembiayaan Qard (Talangan)


3. Pembiayaan Murabahah (Jual Beli)

Modal Kerja :
1. Pembiayaan Musyarakah (kongsi modal)

2. Pembiayaan Mudharabah (modal dari bank)

Konsumtif :
1. Pembiayaan Murabahah (Jual Beli)
Bank Umum Syariah wajib melalukan penilaian tingkat kesehatan
bank secara triwulan (CAMELS), meliputi :
• Permodalah (Capital)  Capital Adequacy Rasio (CAR)  (Capital/ATMR)
• Kualitas Aset (Asset Quality)  penilaian atas aktiva produktif
• Manajemen (Management)  penilaian terhadap manajemen risiko, kepatuhan
dst.
• Rentabilitas (Earning)  kemampuan bank dalam menghasilkan laba
(perbandingan antara laba bersih & asset)
• Likuiditas (Liquidity)  kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek
• Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitifity to market risk)  kemampuan
modal bank dalam mengcover potensi kerugian akibat fluktuasi harga pasar.
Karena kegiatan usaha bank adalah mengelola uang masyarakat, maka bank
wajib pula menjaga kepercayaan yang diberikan. Dengan kata lain bank harus
menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah. Kewajiban menjaga
rahasia bank gugur apabila:
1. Untuk kepentingan perpajakan
2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara.
3. Untuk kepentingan peradilan
4. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank
5. Untuk kepentingan Lembaga Penjaminan Simpanan
1. Wadiah : akad penitipan batang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau
uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
2. Mudharabah : akad kerjasama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal,
atau bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ('amil, mudharib,
atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah
kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi
perjanjian.
3. Musyarakah : akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu yang
masing-masing pihak memberikan porsi dana masing-masing.

4. Murabahah : akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.

1) OJK
5. Salam : akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakat.

6. Istisna‘: akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni') dan penjual atau pembuat
(shani').

7. Ijarah : akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari
suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikian barang itu sendiri.

8. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik : akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang.
9. Qardh : akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

1) OJK
Bank Usaha Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menerapkan Manajemen Risiko yang
mencakup 10 risiko :

1. Risiko Kredit: risiko yang timbul akibat nasabah gagal bayar


2. Risiko Pasar: risiko yang timbul akibat fluktuasi harga pasar
3. Risiko Likuiditas: risiko yang timbul akibat tidak bisa memenuhi kewajiban jangka pendek
4. Risiko Operasional: risiko yang timbul akibat factor manusia, system, ketentuan & faktor eksternal
5. Risiko Hukum: risiko yang timbul dari aspek hukum
6. Risiko Reputasi: risiko yang timbul berdampak pada reputasi bank
7. Risiko Stratejik: risiko yang timbul karena kesalahan strategi atau karena kesalahan penerapan
strateginya.
8. Risiko Kepatuhan: risiko yang timbul karena melangar ketentuan regulator atau perusahaan.
9. Risiko Imbal Hasil (rate of return risk): risiko yang timbul disebabkan bagi hasil.
10. Risiko Investasi (equity investment risk): risiko yang timbul akibat invetasi wan prestasi.

2) PBI no 13/23/PBI/2011
17

Anda mungkin juga menyukai