Anda di halaman 1dari 11

Ananda Nicholas

22130310146
3 A4
BANK SYARIAH
SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual- banking system
atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk
menghadirkan alternatif jasa perbankan yang makin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara
bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional dengan sinergis mendukung
mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-
sektor perekonomian nasional. Karekteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat
dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika.
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari
kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan
jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah
menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya
penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara
sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut.
Makin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah di samping akan mendukung kegiatan
keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif,
sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-
panjang.
PRINSIP KEGIATAN USAHA SYARIAH
1. Hiwalah adalah akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal'alaih) dari
nasabah lain (Muhal).
2. Ijarah adalah akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajír) dengan penyewa (Mustajir).
Setelah masa sewa berakhir, barang sewaan akan dikembalikan kepada Muaajir.
3. Ijarah Wa latina adalah akad sewa-menyewa antara bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir)
yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah
kepada Mustajir.
4. Istishna adalah akad jual beli barang (Mashnu) antara pemesan (Mustashni) dengan penerima
pesanan (Shani)
5. Kafalah adalah akad pemberian jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain. Sebagai pemberi jaminan (Kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang
yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
6. Mudharabah adalah akad antara pihak pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola
(Mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.
7. Murabahah adalah akad jual beli antara bank dengan nasabah.
8. Musyarakah adalah akad kerja sama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal
untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif.
9. Qardh adalah akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh)yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
10. Al Qardh ul Hasan adalah akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh)
untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
11. Al Rahn adalah akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank
(Murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
12. Salam adalah akad jual beli barang pesanan (Muslam fih) antara pembeli (Muslam) dengan
penjual (Muslamilaih).
13. Sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14. Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
15. Wadiah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang uang dengan
pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan. keamanan, serta
keutuhan barang/uang.
KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH
1. Giro berdasarkan prinsip wadi'ah.
2. Tabungan berdasarkan prinsip wadia'ah atau mudharabah.
3. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
4. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, dan jual beli lainnya.
5. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil lainnya.
6. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar
prinsip syariah.
7. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip wakalah.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip
wadi'ah yad amanah.
9. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga
yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr
10. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.
11. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah,
mudharabah, musyarakah, dan wadi'ah, serta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan
prinsip kafalah
12. Melakukan kegiatan usaha kartu debit berdasarkan prinsip ujr.
13. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah
14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf.
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip musyarakah, dan/atau mudharabah
pada bank/perusahaan lain.
PRODUK BANK SYARIAH
Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek bilyet
giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Tujuan dan manfaat giro
syariah ini dapat dilihat dari kepentingan bank dan juga dari kepentingan nasabah. Dari aspek bank itu
sendiri ada beberapa tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh antara lain:
1. Sumber pendanaan bank baik dalam rupiah maupun valuta asing.
2. Salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (fee based income) dari aktivitas lanjutan
pemanfaatan rekening giro oleh nasabah.
Sedangkan dari aspek nasabah dapat dilihat beberapa manfaat yang diperoleh sebagai berikut.
1. Memperlancar aktivitas pembayaran dan/atau penerimaan dana.
2. Dapat memperoleh bonus atau bagi hasil.
Dalam perbankan syariah ada dua bentuk akad untuk jenis produk giro yaitu:
1. Wadiah Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang
dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan
sewaktu-waktu. Di mana mekanisme giro atas dasar akad Wadiah adalah:
a. bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
b. bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
c. bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya. biaya yang
terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek bilyet giro, biaya
meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, serta pembukaan dan penutupan rekening
d. bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
e. dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.

2. Mudharabah Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maan kepada pengelola
dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya. Di mana mekanisme Giro atas dasar akad Wadiah adalah:
a. bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik
dana (shahibul maal)
b. pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati
c. bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya- biaya yang
terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek bilyet giro, biaya
meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, serta pembukaan dan penutupan rekening;
dan
d. bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
nasabah.
Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Tujuan dan manfaat tabungan syariah ini dapat dilihat dari kepentingan bank dan juga dari
kepentingan nasabah. Dari aspek bank itu sendiri ada beberapa tujuan dan manfaat yang dapat
diperoleh antara lain:
1. Sumber pendanaan bank baik dalam rupiah maupun valuta asing.
2. Salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (fee based income) dari aktivitas lanjutan
pemanfaatan rekening tabungan oleh nasabah.
Sedangkan dari aspek nasabah dapat dilihat beberapa manfaat yang diperoleh sebagai berikut.
1. Kemudahan dalam pengelolaan likuiditas baik dalam hal penyetoran, penarikan, transfer, dan
pembayaran transaksi yang fleksibel.
2. Dapat memperoleh bonus atau bagi hasil.

Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian antara nasabah dengan bank. Tujuan dan manfaat deposito syariah ini dapat dilihat dari
kepentingan bank dan juga dari kepentingan nasabah. Dari aspek bank itu sendiri ada beberapa tujuan
dan manfaat yang dapat diperoleh antara lain: sumber pendanaan bank baik dalam rupiah maupun
valuta asing dengan jangka waktu tertentu yang lebih lama dan fluktuasi dana yang relatif rendah.
Sedangkan untuk nasabah manfaat yang diterima adalah alternatif investasi yang memberikan
keuntungan dalam bentuk bagi hasil. Dalam perbankan syariah akad untuk jenis produk deposito adalah
Mudharabah, yaitu transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil
usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Seperti halnya
giro dan tabungan, maka deposito syariah juga mempunyai beberapa mekanisme antara lain:
1. bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana
(shahibul maal);
2. pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh
pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan- batasan dari
pemilik dana (mudharabah mutlaqah)
3. dalam akad mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan
tertentu yang ditentukan oleh nasabah
4. pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati:
5. penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati.
6. bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi
dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening
7. bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasa bah
yang bersangkutan.
Dengan perkembangan perbankan syariah, maka dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun industri
perbankan ini adalah sebesar Rp349,81 milyar pada tahun 2005 dan pada tahun 2009 berhasil menyerap
dana masyarakat sebesar Rp1.124.888 triliun. Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat saat ini
selain menempatkan dana pada bank-bank konvensional juga menempatkan dana pada bank-bank
syariah yang tidak memberlakukan sistem bunga atau riba tetapi lebih ditekankan kepada sistem bagi
hasil.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara
pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank
Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di
Indonesia. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara
lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, tren
perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional, dan perkembangan sistem keuangan
syariah nasional yang mulai berwujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat
lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia
(ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah
internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI, dan IIFM. Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia memuat visi, misi, dan sasaran pengembangan
perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab
tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian
pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam
aktivitas keuangan nasional, regional, dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi
dengan sektor keuangan syariah lainnya. ada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan
oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi
seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-
bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian
permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memerhatikan kondisi
sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara
demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima
oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
GRAND STRATEGY PENGEMBANGAN PASAR PERBANKAN
Sebagai langkah konkret upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia
telah merumuskan sebuah grand strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi
komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: penetapan visi 2010
sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah
nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan
produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memosisikan
perbankan syariah lebih dari sekedar bank.Selanjutnya berbagai program konkret telah dan akan
dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan
syariah.
Pertama
Menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun
pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target aset sebesar Rp50
triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah
Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target aset sebesar
Rp87 triliun, dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah
Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target aset sebesar
Rp124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%,
Kedua
Program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dari
branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah
pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam,
transparan, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu update dan user
friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding
adalah "bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking".
Ketiga
Program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara
umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua
lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.

Keempat
Program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung
oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas
dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima
Program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan
teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu
mengomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap
memenuhi prinsip syariah.
Keenam
Program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana
komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/situs Web), yang
bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang manfaat produk serta jasa perbankan syariah yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK SYARIAH
Ketentuan KPMM bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Unit
Usaha Syariah (UUS) wajib menyediakan modal minimum dari ATMR dari kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah. Dalam hal modal minimum UUS kurang dari 8%, dari ATMR maka kantor pusat bank
umum konvensional dari UUS wajib menambah kekurangan modal minimum sehingga mencapai 8% dari
ATMR. ATMR dihitung berdasarkan bobot risiko masing-masing pos aset neraca dan rekening
administratif. Untuk BPRS, ATMR terdiri dari:
1. Aset neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko penyediaan dana atau tagihan yang
melekat pada setiap pos aset.
2. Pos tertentu dalam daftar kewajiban komitmen dan kontinjensi (off balance sheet account) yang
diberikan bobot dan sesuai dengan kadar risiko penyediaan dana yang melekat pada setiap pos
setelah terlebih dahulu diperhitungkan dengan bobot faktor konversi.
Kualitas Aset Bank Umum Syariah
Penanaman dan/atau penyediaan dana bank wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati- hatian dan
memenuhi prinsip syariah. Pengurus bank wajib menilai, memantau, dan mengambil langkah-langkah
antisipasi agar kualitas aset senantiasa dalam keadaan lancar.Penilaian kualitas dilakukan terhadap aset
produktif dan aset nonproduktif. Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa
rekening aset produktif yang digunakan untuk membiayai I nasabah, dalam 1 bank yang sama.
Penetapan kualitas yang sama berlaku pula untuk aset produktif berupa penyediaan dana atau tagihan
yang diberikan oleh lebih dari 1 bank yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama
dan/atau sindikasi Kualitas aset produktif wajib dinilai secara bulanan. Aset nonproduktif yang wajib
dinilai kualitasnya meliputi Agunan Yang Diambil Alih (AYDA), properti terbengkalai, rekening
antarkantor dan suspense account, serta persediaan. Kualitas aset nonproduktif wajib dinilai secara
bulanan.

Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) Bank Syariah


Bank wajib membentuk PPA terhadap aset produktif dan aset nonproduktif. PPA berupa cadangan
umum dan cadangan khusus untuk aset produktif dan cadangan khusus untuk aset nonproduktif.
Cadangan umum PPA untuk aset produktif ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1% dari seluruh aset
produktif yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga
dan/atau tagihan yang diterbitkan pemerintah berdasarkan prinsip syariah, serta bagian aset produktif
yang dijamin dengan jaminan pemerintah dan agunan tunai. Besarnya cadangan khusus yang dibentuk
ditetapkan sama dengan sebagaimana yang dipersyaratkan bagi Bank Umum. Kewajiban untuk
membentuk PPA tidak berlaku bagi aset produktif untuk transaksi sewa berupa akad ljarah atau
transaksi sewa dengan perpindahan hal milik berupa akad Ijarah Muntahiyah bit Tamlik. Bank wajib
membentuk penyusutan/amortisasi untuk transaksi sewa. Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
faktor pengurang dalam pembentukan PPA terdiri dari:
1. agunan tunai berupa giro, tabungan, setoran jaminan dan/atau emas yang diblokir dengan
disertai surat kuasa pencairan:
2. jaminan pemerintah Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan/atau surat berharga dan/atau tagihan yang
diterbitkan pemerintah;
4. surat berharga syariah yang memiliki peringkat investasi dan aktif diperdagangkan di pasar
modal
5. tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara, dan kapal laut dengan ukuran di atas 20 m²;
6. kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia:
7. mesin yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan,
dan
8. rexi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang.
Restrukrisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan UUS
Bank dapat melaksanakan restrukturisasi pembiayaan dengan menerapkan prinsip kehati- hatian. Bank
wajib menjaga dan mengambil langkah-langkah agar kualitas pembiayaan setelah direstrukturisasi
dalam keadaan lancar. Bank dilarang melakukan restrukturisasi pembiayaan dengan tujuan
menghindari:
1. penurunan penggolongan kualitas pembiayaan:
2. pembentukan penyisihan penghapusan aset (PPA) yang lebih besar; atau
3. penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.
Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah.
Restrukturisai pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang memenuhi kriteria sebagai
berikut.
1. nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan
2. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah
restrukturisasi. Restrukturisasi hanya dapat dilakukan untuk pembiayaan dengan kualitas Kurang
Lancar, Diragukan, dan Macet.
Restrukturisasi pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta
terdokumentasi dengan baik. Restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 kali dalam
jangka waktu akad pembiayaan awal. Restrukturisasi pembiayaan terhadap nasabah yang memiliki
beberapa fasilitas pembiayaan dari bank, dapat dilakukan terhadap masingmasing pembiayaan. Bank
wajib memiliki kebijakan dan SOP tertulis mengenai restrukturisasi pembiayaan.

Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Syariah


Bank waib memelihara GWM dalam rupiah dan bank devisa selain wajib memenuhi GWM rupiah juga
wajib memelihara GWM dalam valas. GWM dalam rupiah besarnya ditetapkan sebesar 5% dari DPK
dalam rupiah dan GWM dalam valas ditetapkan sebesar 1% dari DPK dalam valas. Selain memenuhi
ketentuan tersebut, bank yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah
kurang dari 80% dan: .
1. memiliki DPK2 Rp1triliun s.d. Rp 10 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah
sebesar 1% dari DPK dalam rupiah
2. memiliki DPK dalam rupiah > Rp10 triliun s.d. Rp50 triliun wajib memelihara tambahan GWM
dalam rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah
3. memiliki DPK dalam rupiah ≥ Rp50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah
sebesar 3% dari DPK dalam rupiah.
Bagi bank yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah sebesar 80% atau
lebih danyang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp1 triliun tidak dikenakan kewajiban
tambahan GWM tersebut di atas.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah (BUS)
Penilaian tingkat kesehatan BUS mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
1. Penilaian peringkat komponen atau rasio kenangan pembentuk faktor permodalan, kualitas
aset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar dihitung secara kuantitatif.
2. Penilaian peringkat komponen pembentuk faktor manajemen dilakukan melalui analisis dengan
mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur judgement.
3. Berdasarkan hasil penilaian peringkat faktor finansial dan penilaian peringkat faktor manajemen,
ditetapkan Peringkat Komposit (PK)
KINERJA BANK UMUM SYARIAH
Industri Perbankan Syariah Tetap Meningkat dengan Kinerja yang Baik
Seiring dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relatif tinggi dibandingkan
perbankan nasional, serta peningkatan akses jaringan yang dapat menjangkau kebutuhan masyarakat
secara lebih luas, perbankan syariah memiliki fundamental yang cukup kuat untuk memanfaatkan
momentum membaiknya perekonomian nasional.Pertumbuhan Bank Umum Syariah Lebih Cepat
Dibandingkan Bank Umum KonvensionalTotal aset tumbuh sebesar Rp16,5 triliun (33,2%) menjadi
Rp66,1 triliun, DPK tumbuh Rp15.4 triliun (41,7%) menjadi Rp52,3 triliun, sementara pembiayaan
tumbuh Rp8,7 triliun (22,7%) menjadi Rp46,9 triliun. Rasio FDR terjaga pada level yang sehat yaitu
89,7%.
FDR Makin Baik
Tingginya laju pertumbuhan DPK yang lebih cepat dari pertumbuhan pembiayaan mengakibatkan
kondisi likuiditas perbankan syariah (FDR) mengarah kepada kondisi yang lebih baik, yaitu dari semula
103,7% pada tahun 2008 menjadi 89,7% pada tahun 2009. Tingginya pertumbuhan DPK tersebut terkait
dengan return bank syariah yang cukup baik seiring dengan kebijakan penurunan suku bunga di
perbankan konvensional.Risiko Pembiayaan MenurunSementara itu menurunnya laju pertumbuhan
pembiayaan pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2008 tersebut disebabkan bank syariah
bertindak lebih hati-hati seiring meningkatnya NPF pada triwulan III tahun 2009. Sejalan dengan upaya
perbaikan yang dilakukan bank, pada akhir tahun 2009 NPF bank menurun dibandingkan triwulan III
tahun. 2009 menjadi 4%. Profitabilitas MeningkatPada Tahun 2009, ROA perbankan syariah mencapai
1,5%. Perkembangan tersebut berasal dari peningkatan pendapatan atas pembiayaan yang dilakukan
perbankan syariah pada tahun 2009. Kontribusi utama dari pendapatan perbankan syariah dalam
menghasilkan laba adalah pendapatan dari piutang murabahah yang mencapai 42,9% dari seluruh total
pendapatan perbankan syariah. Di sisi lain, Rasio BOPO meningkat menjadi 81,8% menjadi 84,4%. Hal ini
tidak terlepas dari meningkatnya biayabiaya overhead sebagai konsekuensi dari peningkatan jumlah
jaringan selama tahun 2009. Namun demikian, peningkatan biaya tersebut masih dapat dikelola bank
secara efisien sehingga secara nasional perbankan syariah masih dapat menghasilkan keuntungan
sebagaimana tercermin dari peningkatan ROA.
Permodalan Tetap Memadai Meskipun Menurun
Rasio kecukupan modal bank syariah mengalami sedikit penurunan dalam 1 (satu) tahun terakhir. Rasio
rata-rata permodalan bank umum syariah pada tahun 2008 sebesar 12,1% sedikit menurun menjadi
10,8% pada tahun 2009 yang masih berada di atas ketentuan.
Pembiayaan BUS Didominasi UMKM
Pembiayaan yang disalurkan untuk UMKM mencapai Rp35,8 triliun. Sementara itu, pembiayaan kepada
non-UMKM mencapai Rp11,1 triliun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sektor UMKM merupakan
potensi pasar yang sangat besar dan tersebar di seluruh wilayah kota/kabupaten.
MENINDAKLANJUTI IMPLEMENTASI UU PERBANKAN SYARIAH
Penetapan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah merupakan milestone pengembangan industri
perbankan syariah nasional. UU tersebut mengandung pokok-pokok pengaturan dasar industri
perbankan syariah menuju sistem perbankan syariah yang efisien, stabil, dan tahan terhadap gejolak
keuangan. Pokok-pokok pengaturan tersebut akan dielaborasi ke dalam peraturan-peraturan teknis
(Peraturan Pemerintah dan Peraturan Bank Indonesia) yang telah dimulai sejak semester kedua tahun
2008. Upaya elaborasi UU No. 21 terus dilanjutkan di tahun 2009 ini sehingga industri perbankan syariah
memiliki perangkat peraturan prudential yang makin lengkap. Elaborasi ketentuan juga menyentuh UU
yang terkait dengan kegiatan- keuangan syariah seperti UU No. 19 Tahun 2008 mengenai Surat Berharga
Syariah Negara dan antisipasi UU perpajakan yang baru. Khusus mengenai perlakuan pajak bagi
instrumen keuangan syariah, pemerintah secara proaktif telah menerbitkan peraturan pemerintah yang
memberikan perlakuan pajak yang sama kepada transaksi keuangan syariah. Hal ini diharapkan akan
menambah daya saing industri perbankan syariah secara signifikan.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, Bank Indonesia pada tahun 2009 telah menerbitkan
delapan Peraturan Bank Indonesia, sebagai berikut:
1. Bank Umum Syariah
2. Unit Usaha Syariah
3. Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah
4. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
5. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah
6. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
7. Uji Kemampuan Dan Kepatutan (Fit And Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
8. Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Meningkatkan Kompetensi Pelaku dan Pengawas Perbankan


Kemampuan eksplorasi oleh pelaku perbankan syariah pada sektor-sektor ekonomi merupakan hal yang
penting untuk dimiliki. Untuk itu, manajer investasi dari perbankan syariah perlu dilengkapi oleh
keahlian evaluasi usaha dan kewirausahaan. Hal yang sama diperlukan pula oleh pengawas perbankan
syariah agar dapat menginterpretasikan arah pergerakan ekonomi riil sebagai mitra usaha perbankan
syariah dan menghubungkan kondisi tersebut dengan kondisi kesehatan bank syariah. Bank Indonesia
secara konsisten membantu upaya upaya penguatan SDM dalam bentuk bantuan penguatan kurikulum,
distribusi literatur dan pelatihan tenaga pengajar di perguruan tinggi perguruan tinggi. Untuk
meningkatkan awareness di kalangan akademisi dan peneliti, di masa yang akan datang, Bank Indonesia
akan terus aktif mengajak lembaga- lembaga penelitian untuk ikut terlibat dalam program eksplorasi
pengetahuan dan pelatihan keahlian perbankan dan keuangan syariah.
Meningkatkan Daya Saing Pascakrisis Keuangan Global
Salah satu dampak negatif dari krisis keuangan global ialah ketersediaan pembiayaan cenderung
mengetat ketika persepsi risiko meningkat dengan situasi likuiditas yang tersebar tidak merata terutama
di pasar uang. Untuk menghadapi kondisi pengetatan likuiditas yang tidak terduga, Bank Indonesia
mengembangkan instrumen-instrumen alternatif seperti perluasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Syariah (FPIPS).
Menyempurnakan Peraturan Mengenai Manajemen Risiko
Langkah antisipasi lainnya untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan syariah ialah dengan
menyempurnakan penerapan manajemen risiko pada perbankan syariah. Untuk itu Bank Indonesia akan
menyusun peraturan yang terkait dengan pelaksanaan manajemen risiko di bank syariah yang
direncanakan akan terbit pada tahun 2009. Sebagai pendukung pelaksanaan manajemen risiko tersebut,
akan ditingkatkan pula transparansi kondisi keuangan bank dan laporan keuangan bank, antara lain
menyangkut penyampaian informasi kepada investment account holder secara tepat waktu dan
memadai.
Memperkuat Permodalan
Sebagai lembaga keuangan dengan tingkat leverage yang tinggi, peningkatan DPK perbankan syariah
harus diiringi oleh peningkatan modal sehingga perbankan syariah tetap memiliki financial buffer yang
tinggi. Peningkatan permodalan perbankan syariah dapat dilakukan baik secara internal melalui dividend
policy dan penambahan modal baru oleh pemilik ata investor barn. Bank Indonesia akan secara
konsisten mendorong pertumbuhan modal melalui kedua metode tersebut.
Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Penelitian
Sistem keuangan syariah memiliki keunikan operasi dan membutuhkan dukungan infrastruktur yang
khusus dalam mendukung kegiatan operasi secara efisien. Salah satu kegiatan riset yang dilakukan mulai
tahun 2009 adalah identifikasi indeks indeks perekonomian yang dapat digunakan sebagai benchmark
dalam menetapkan pricing dalam keuangan syariah.
UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG AMANDEMEN UU PPN DAN PPNBM: TAX NEUTRALITY BAGI
KEUANGAN SYARIAH YANG MEMBERIKAN HARAPAN PERTUMBUHAN
Kepastian hukum secara umum merupakan prasyarat penting dalam mendorong perkembangan
industri. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang dihadapi oleh perbankan syariah di tanah air yang
selama ini menghadapi permasalahan ketidakpastian mengenai perlakuan perpajakan terhadap
transaksi berbasis jual beli, khususnya pembiayaan murabahah.Dampak ketidakpastian hukum tersebut
antara lain ketidakseragaman perlakuan oleh kantor pelayanan pajak diberbagai wilayah, hambatan
dalam pengembangan produk.pelaksanaan ketentuan syariah yang tidak seragam sebagai upaya masing-
masing bank dalam mensiasati kemungkinan pengenaan pajak berganda, biaya yang ditanggung
bank.dari tagihan pajak kurang bayar', dan respon investor yang unfavorable berinvestasi
dalamperbankan syariah Indonesia.Upaya penyelesaian masalah ketidakpastian hukum perlakuan
perpajakan transaksi berbasis jual beli bank syariah ini telah dilakukan dengan melibatkan berbagai
pihak. Salah satu pencapaian penting terkait ini, pada 15 Oktober 2009, DPR RI bersama pemerintah
telah menyetujui pengesahaan perubahan ketiga UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah yang didalamnya terdapat pasal yang mengatur secara eksplisit mengenai perlakuan
perpajakan transaksi berbasis jual beli bank syariah.
Pengaturan perpajakan baru yang memberikan nuansa netralitas (taxx neutrality) bagi transaksi
keuangan syariah memerlukan sesialisasi baik bagi pelaku industri domestik maupun berbagai pihak
terkait di luar negeri. Indonesia dengan populasi warga muslim terbesar dan kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang relatif besar telah lama menjadi tujuan yang menarik bagi investor internasional
dalam mengembangkan sayap usahanya. Namun keberadaan investor aung dalam industri perbankan
syariah nasional harus diyakini memberi kemanfaatan positif bagi kepentingan nasional yaitu untuk
memenuhi tujuan mengembangkan layanan jasa perbankan syariah dan melayani kebutuhan
masyarakat yang makin meningkat terhadap layanan perbankan syariah yang efisien dan prima dalam
kualitas layanan. Ketentuan perpajakan dengan pengaturan yang jelas dan tax neutrality bagi transaksi
perbankan syariah yang akan berlaku efektif 1 April 2010, merupakan kemajuan dalam sistem hukum
yang mendukung perbankan syariah dan memberikan pengaruh positif dalam pengembangan
perbankan syariah ke depannya. Sejalan dengan semangat untuk mengembangkan industri keuangan
syariah nasional, maka langkah selanjutnya yang menjadi. sasaran penting dalam konteks pengaturan
perpajakan adalah menciptakan tax incentives yang pas dan dapat mengoptimalkan berbagai potensi
pengembangan keuangan syariah bagi kemaslahatan perekonomian nasional kita.

Anda mungkin juga menyukai