Anda di halaman 1dari 18

Konsep Operasional Bank Syari’ah

Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem
operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari lima dasar aqad. Bersumber dari lima
dasar aqad inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah . Berikut
adalah kelima konsep dan produk perbankan syariah menurut PSAK :
1) Prinsip pinjaman murni (Al-Wadiah)
Al-Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila
nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a) Wadiah Yad Al-Amanah
Wadiah Yad Al-Amanah adalah titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan
barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip
b) Wadiah Yad adh-Dhamanah
Wadiah Yad adh-Dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip
dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoeh
keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan

2) Bagi hasil (Syirkah)


Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Al-Mudharabah

Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib
(pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami
kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemililk dana, kecuali jika ditemukan adanya
kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana. Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
pengelolaan investasinya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai
tempat, cara, dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal
mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun
yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah
disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dua jenis al-musyarakah:

1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa
tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.

3) Prinsip jual beli (at-tijarah)


Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa:

a. Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai
syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi
salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual.
Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai
jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai
pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain
untuk menyediakan barang pesanan dengan cara Istishna maka hal ini disebut istishna paralel.

4) Prinsip sewa (Al-Ijarah)


Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki
barang pada akhir masa sewa.
5) Prinsip jasa (Al-Ajr Walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah
Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima
kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. Akad wakalah
tersebut dapat digunakan, antara lain, dalam pengiriman transfer, penagihan hutang baik melalui
kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.
b. Al-Kafalah
Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful (penerima
jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang
menjadi hak penerima jaminan.
c. Al-Hawalah
Adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan piutang
maupun hutang, dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas lain
d. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau
gadai.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk
membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan
shadaqah.

Sumber : http://andy-rakuzo.blogspot.com/2011/08/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Perkembangan Perbankan Syariah di Beberapa Negara

1. Perkemangan perbankan islam di Malaysia

Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau juga
disebut dengan interest-free-banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat
dilepaskan dari asal-usul sistem perbankan itu sendiri. Bank syariah pada awalnya
dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang
berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa
transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah
Islam.

Perbankan syariah di Malaysia berdiri sejak tahun 1983. Vernandos menuliskan bahwa “Islamic
banking was introduced to Malaysia through the Islamic Banking Act (IBA) of 1983 and
the simultaneous establishment of the Bank Islam Malaysia Berhad. ”Akta Bank Islam 1983
atau Undang-undang tentang bank syariah di Malaysia yang disahkan pada 7 April 1983
memberikan kewenangan kepada Bank Negara Malaysia untuk memberikan izin pendirian
bank syariah dan melakukan pengawasan atas kegiatan operasional bank syariah. Pendirian
Bank Islam Malaysian Berhad (BIMB) pada 1 Juli 1983 sebagai Bank Syariah pertama
merupakan langkah awal perkembangan perbankan syariah di Malaysia.

Dalam perkembangannya, bank syariah di Malaysia mempunyai perkembangan yang lebih cepat
dibandingkan dengan perkembangan bank syariah di Indonesia. Dapat dilihat dari jumlah
asset bank syariah di Indonesia yang lebih kecil dari pada jumlah assetbank syariah di
Malaysia. Berdasarkan data yang diperoleh dari finance.detik.com diketahui bahwa besarnya
asset bank syariah di Indonesia yaitu sebesar US$ 35,62 miliar, sedangkan besarnya asset bank
syariah di Malaysia yaitu sebesar US$ 423,2 miliar.

Walaupun hanya dengan penduduk sekitar 20 juta dan hanya 53 persennya saja beragama
Islam, perkembangan lembaga keuangan syariah di Malaysia telah mengundang kekaguman
negara-negara Islam yang lain. Bukan saja dalam jumlahnya yang meningkat, tetapi juga dengan
prestasi yang sangat baik.
Produk dan jasa perbankan syariah di Malaysia sangat bervariasi dan mencapai lebih dari
40 jenis produk dan jasa keuangan syariah dengan menggunakan akad yang bervariasi juga.
Produk dan jasa tersebut meliputi produk dan jasa untuk pendanaan, pembiayaan, pembiayaan
perdagangan, jasa perbankan, card services, treasury, dan instrumen pasar uang.

Produk dan jasa tersebut sangat mirip dengan produk dan jasa yang ditawarkan perbankan
konvensional. Penamaan produk dan jasa syariah mengikuti nama konvensional produk dan jasa
tersebut dengan menambahkan inisial i di belakangnya yang menunjukkan bahwa produk atau
jasa tersebut adalah produk atau jasa yang menggunakan prinsip syariah (Islamic). Misalnya,
tabungan atau savings account diberi nama saving account-i, pembiayaan proyek atau project
financing diberi nama project financing-i. Demikian seterusnya

Pendanaan, produk pendanaan yang ditawarkan perbankan syariah Malaysia tidak berbeda
dengan produk pendanaan bank syariah pada umumnya yang meliputi giro, tabungan, investasi
umum, investasi khusus, dan investasi spesifik. Akad-akad yang digunakan juga merupakan
akad-akad yang biasa diterapkan untuk produk yang bersangkutan. Namun demikian, produk
giro dan tabungan dapat juga menggunakan akad mudharabah. Produk giro dengan akad
mudharabah tidak lazim digunakan.

Pembiayaan, produk-produk pembiayaan yang ditawarkan perbankan syariah Malaysia lebih


bervariasi dibandingkan dengan produk-produk pembiayaan yang ditawarkan bank syariah pada
umumnya yang jumlahnya tidak kurang dari 33 jenis produk pembiayaan. Produk-produk
pembiayaan ini sebagian besar menggunakanakad BBA, disusul dengan akad murabahah dan
bay’ al-Inah.

Bervariasinya produk pembiayaan yang ditawarkan perbankan syariah Malaysia tidak terlepas
dari dibolehkannya penggunaan akad bay’ al-Inah dan bay’ al-Dayn oleh NSAC atau dewan
syariah Malaysia. Dengan dibolehkannya bay’ al-Inah menjadikan akad BBA yang mengandung
bay’ al-Inah dibolehkan juga. Akad BBA merupakan akad yang cukup fleksibel untuk ditetapkan
pada berbagai produk pembiayaan.

Pengembangan produk-produk pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah Malaysia


cukup inovatif mengikuti permintaan pasar. Hampir semua produk yang ditawarkan oleh bank
syariah di Malaysia, seperti cash line facility-i yang merupakan padanan dari fasilitas kredit
rekening koran dan revolving credit facility-i yang merupakan padanan dari kredit modal kerja
bergulir pada bank konvensional.

Uniknya, berbagai produk pembiayaan yang ditawarkan tersebut hampir tidak ada yang
menggunakan akad bagi hasil yang secara konseptual merupakan akad yang paling ideal dan
cocok diterapkan untuk produk-produk pembiayaan. Pembiayaan untuk modal kerja pun
dilakukan dengan menggunakan akad murabahah atau BBA.

Jasa Perbankan, jasa-jasa perbankan yang ditawarkan perbankan syariah Malaysia juga tidak
berbeda dari jasa-jasa perbankan yang ditawarkan perbankan konvensional, seperti transfer dana,
jasa ATM dan telebanking, tetapi dengan menggunakan akad-akad syariah. Akad yang
digunakan untuk itu adalah akad Ujr.

2. Perkemangan perbankan islam di SUDAN

Gambaran Umum Perbankan Syari’ah di Sudan


Sudan adalah negara terbesar di benua Afrika yang di dominasi oleh sungai Nil dan anak-
anak sungainya. Sudan merupakan negara republikyang terdiri dari berbagai suku bangsa.
Agama yang dianut oleh penduduknya juga beragam, terdiri dari Muslim (70%) di Utara,
Kepercayaan (25%), dan Kristen (5 %) di Selatan Khartoum. Pemerintah Sudan merupakan
pemerintah yang dengan orientasi Islam yang menerapkan hukum Islam secara menyeluruh sejak
1991. Dengan demikian, pemerintah Sudan memiliki kecendrungan untuk menerapkan sistem
ekonomi dan keuangan Islam, termasuk sistem perbankannya.

Strategi Pengembangan Perbankan Syariah Sudan


Islamisasi sistem ekonomi dan keuangan pertama dilakukan oleh pemerintah Jendral
Numeiry yang di cetuskan pada September 1983 ketika hukum Islam pertama kali diterapkan.
Setelah berakhirnya masa pemerintahannya proses Islamisas sistem ekonomi menjadi tersendat.
Proses penerapan sistem ekonomi dan keuangan Islam digalakkan lagi sejak tahun 1990.Strategi
pengembangan sektor perbankan yang dipilih oleh pemerintah Sudan adalah pengembangan
secara komprehensif dengan langkah pertama mewajibkan semua bank melakukan konversi
menjadi bank Islam.
Setelah Islamisasi perbankan Bank of Sudan mendirikan Dewan Tinggi Pengawas Syariah
(Sharia High Supervisory Board), yang didirikan untuk memastikan bahwa operasi perbankan
benar-benar sesuai dengan prinsip syariah dan bebas dari praktik-praktik riba. Setelah selesainya
Islamisasi sistem perbankan, surat berharga pemerintah (Treasury Bills) dan obligasi pemerintah
(Goverment bonds) yang masih berbasis bunga diganti dengan instrumen yang sesuai dengan
sistem Islam.

a. Restrukturisasi Perbankan
Dengan mempertimbangkan perkembangan internasional dan pentingnya mengembangkan
sistem perbankan yang sesuai dengan standar-standar keuangan dan perbankan, Bank of Sudan
mengeluarkan kebijakan perbankan komprehensif untuk tahun 1999-2002 yang menargetkan
sistem perbankan di berbagai aspek, yaitu:
 Pengembangan manajemen likuiditas
 Pengorganisasian pasar valuta asing
 Pengenalan teknologi perbankan, dan
 Pengawalan proses Islamisasi sistem perbankan.
Implementasi program restrukturisasi sistem perbankan dimulai tahun 2000 dengan tujuan
untuk mendirikan institusi keuangan besar dan sehat yang dapat menghadapi kompetisi
perbankan di tingkat internasional. Program inni meliputi delapan fase, yaitu:
 Merger;
 Tingkat kebutuhan minimum
 Sektor bank pemerintah
 Bank komersial
 Bank dengan spesialisai
 Cabang bank asing
 Pembiayaan macet di sistem perbankan, dan
 Faktor-faktor yang membantu implementasi program.
b. Instumen Manajemen Likuiditas
Dalam hal pengembangan intsrumen keuangan syariah, pemerintah Sudan mengeluarkan
beberapa instrumen nonfiskal syariah dalam rangka pengendalian likuiditas perekonomian.
Instrumen pertama adalah Central Bank Musharaka Certificates (CMCs) yng dikeluarkan pada
Juni 1998. Instrumen ini setara dengan sertifikat bank sentral, seperti Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), yang menggunakan akad berpola bagi hasil, yaitu musyarakah.
Instrumen kedua adalah Goverment Musharaka Certificates (GMCs) yang dikeluarkan
pada kuartal terakhir tahun 1998. Instrumen ini setara dengan Treasury Bills atau Suarat Utang
Negara (SUN) yang juga menggunakan akad berpola bagi hasil musyarakah. Instrumen ketiga
yang dikeluarkan pemerintah Sudan adalah Goverment Investment Certificates (GICs) yang
diperkenalkan pada tahun 2003. Instrumen ini setara dengan Goverment Bonds atau obligasi
pemerintah yang menggunakan akad berpola bagi hasil.

c. Pengembangan Teknologi Perbankan


Dalam mengembangkan teknologi perbankan, kebijakan perbankan diarahkan untuk
mendirikan jaringan dan pusat teknologi informasi di Bank of Sudan (Bank Sentral Sudan).
Pengembangan sistem perbankan dasar meliputi sistem cabang, pengawasan, dan keuntungan
manajerial (managerial returns).

Akad Bank Syariah di Sudan


Bank syariah di Sudan menerapkan akad-akad yang telah disepakati oleh sebagian besar
ulama (jumhur ulama) sesuai dengan prinsip syariah untuk produk dan instrumen keuangan
syariah yang ditawarkan kepada nasabah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk
pendanaan, pembiayaan, dan jasa perbankan, sebagai berikut:
· Pendanaan: Wadi’ah, dan Mudharabah
· Pembiayaan: Murabahah sederhena, Salam, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, dan Mugawla
· Jasa perbankan: Wakalah, Kafalah, Rahn, Sarf dan Ujr
· Instrumen keuangan syariah: Musyarakah, Mudharabah dan Ujr.
Akad-akad Khas Perbankan Syariah di Sudan
Beberapa akad khas yang digunakan perbankan syariah Sudan adalah akad berpola jual,
yaitu murabahab sederhana, tawarruq, dan mugawla.
1. Murabahah Sederhana
Murabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika penjual memasarkan
barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan ditambah marjin keuntungan
yang diinginkan. Murabahah yang dipraktikkan oleh bank syariah di Sudan mempunyai
karakteristik atau ketentuan yang berbeda dengan murabahah di bank syariah negara lain.
Perbedaan karakteristik atau ketentuan tersebut antara lain:
· Bank syariah memiliki stok barang yang akan dijual
· Marjin keuntungan bank syariah dibatasi, dan
· Portofolio murabahah dibatasi.
Karakteristik murabahah yang berbeda ini dilandasi pada pemahaman bahwa murabahah
bukanlah akad utama atau ideal untuk digunakan dalam transaksi bank syariah, melainkan akad-
akad bagi hasil, seperti mudahrabah dan musyarakah. Dua hal utama yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a) Harus selalu diingat bahwa pada mulanya murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan,
melainkan hanya alat untuk menghindari “bunga” dan bukan merupakan instrumen ideal untuk
mengembantujuan riil konomi Islam.
b) Murabahah muncul bukan hanya untuk menggantikan “bunga” dengan “keuntungan”,
melainkan sebagai bentuk pembiayaan yang diperbolehkan oleh ulama syariah dengan syarat-
syarat tertentu. Apabila syarat-syarat ini tidak dipenuhi, maka akad murabahah tidak boleh
digunakan dan cacat menurut syariah.
Karakteristik atau ketentuan pertama, ketika bank syariah memiliki stok barang yang akan
dijual, dimaksudkan untuk memenuhi syarat validitas agar akad murabahah memenuhi ketentuan
syariah, yaitu bahwa bank tidak dapat menjual barang yang tidak dimilikinya.sementara itu
karakteristik atau ketentuan kedua dan ketiga mengenai pembatasan marjin dan portofolio
murabahah dimaksudkan untuk men-discourage bank dalam menggunakan akad ini dan meng-
encourage bank untuk menggunakan akad-akad bagi hasil yang lebih utama seperti mudahrabah
dan musyarakah.
Dengan ketentuan-ketentuan tersebut, perbankan syariah Sudan berhasil menekan
portofolio murabahah pada tingkat di bawah 50 persen, sementara di malaysia mencapai 99
persen dan di Indonesia mencapai 65 persen.
2. Tawarruq
Tawarruq adalah bentuk akad jual beli yang melibatkan tiga pihak, ketik pemilik barang
menjual barangnya kepada pembeli pertama dengan harga dan pembayaran tunda, dan kemudian
pembeli pertama menjual kembali barang tersebut kepada pembeli akhir dengan harga dan
pembayaran tunai. Harag tunda lebih tinggi dari harga tunai, sehingga pembeli pertama seperti
mendapatkan pinjaman uang dengan pembayaran tunda.
Menurut Muhammad Nazih Hammad dalam al-Fiqh al-Mu’asyirah, tawarruq identik
dengan sekuritisasi atau ba’i al-Inah ketika menjadikan utang yang tertunda atau tertangguhkan
kepada beban orang lain dalam waktu yang ditetapkannya sampai selesainya. Sementara itu
menurut fatwa yang diawasi oleh Dr. Abdullah al- Fakih, tawarruq adalah membeli barang-
barang dengan suatu pembayaran ditundan dan kemudian dijualnya kepada selain dari penjual
dalam rangka memperoleh uang tunai. Dengan demikian, secara umum tawarruq adalah akad
jual beli seperti ba’i al-Inah (Sale and buy back) yang melibatkan tiga pihak, bukan dua pihak
seperti dalam kasus ba’i al-Inah.
Produk Bank Syariah di Sudan
Produk dan jasa bank syariah di Sudan bervariasi mencapai lebih dari 40 jenis produk dan
jasa keuangan syariah dengan menggunakan akad yang bervariasi juga. Produk dan jasa tersebut
meliputi produk dan jasa untuk pendanaan, pembiayaan, pembiayaan perdagangan, jasa
perbankan, card services, “pelayanan kartu”, treasury, dan instrumen pasar uang.
1. Pendanaan
Perbankan syariah di Sudan menawarkan produk-produk pendanaan yang standar dan tidak
berbeda dengan produk pendanaan bank syariah pada umumnya, seperti giro, tabungan,
deposito/investasi umum, dan deposito/investasi khusus. Akad-akad yang digunakan merupakan
akad-akad yang biasa diterapkan untuk produk yang bersangkutan. Produk-produk pendanaan
dan akad yang digunakan di perbankan syariah Sudan dapat dilihat pada tabel berikut:
Produk/Jasa Akad
Giro Wadiah Yad Dhamanah
Tabungan Wadiah Yad Dhamanah/Mudharabah
Deposito/Investasi Umum Mudharabah
Deposito/Investasi Khusus Mudharabah

2. Pembiayaan
Produk-produk pembiayaan yang ditawarkan oleh perbankan syariah Sudan cukup banyak
dan bervariasi untuk memenuhi kebutuhan usaha maupun pribadi. Akad yang digunakan oleh
produk-produk pembiayaan ini sebagian besar menggunakan akad murabahah, diikuti
mudharabah dan musyarakah. Akad salam digunakan untuk pembiayaan pertanian, sedangkan
istishna digunakan untuk pembiayaan pemesanan barang-barang manufaktur. Produk-produk
pembiayaan dan akad yang digunakan di Sudan dapat dilihat sebagai berikut:

Produk/Jasa Akad
Modal Kerja Mudharabah, Musyarakah
Investasi Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
Pembiayaan Proyek Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
Pengadaan Barang Investasi Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
Pembiayaan Barang Dn Musyarakah
Pembiayaan Barang Impor Musyarakah
Pembiayaan Pertanian Musyarakah, Salam
Pembiayaan Peralatan Murabahah
Pembiayaan Aet Tetap Murabahah
Pembiayaan Stok Barang Murabahah
Pembiayaan Barang Konsumsi Murabahah
Pembiayaan Properti Murabahah
Pembiayaantumah/Toko/Kantor Murabahah
Pembiayaan Kendaraaan Bermotor Murabahah
Pembiayaan Komputer Murabahah
Pembiayaan Pabrik Dan Mesin Istishna, Murabahah
Pemesanan Barang Investasi Istishna
Renovasi Istishna
Pembiayaan Talangan Qard
Pinjaman Kebajikan Qardul Hasan
Gadai Rhan/Qard
Takeover/Transfer Services Hawalah

3. Jasa perbankan
Jasa perbankan yang ditawarkan oleh perbankan syariah Sudan dapat dibagi menjadi jasa
produk, jasa operasional, dan jasa investasi.
a. Jasa Produk
Jasa produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah Sudan cukup banyak dan bervariasi
untuk memenuhi kebutuhan usaha maupun pribadi. Akad yang digunakan oleh jasa produk ini
sebagian besar menggunakan akad Ujr, diikuti Wakalah, dan Kafalah. Jasa produk dan akad
yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:
Produk/Jasa Akad
Kartu ATM Ujr
Kartu Haji/Umrah Ujr
SMS Banking Ujr
PEMBAYARAN Tagihan Ujr
Pembayaran Gaji Elektronik Ujr
Jual Beli Valuta Asing Sharf
Bank Garansi Wakalah
L/C Dalam Negeri Wakalah
L/C Wakalah

b. Jasa Operasional
Akad yang digunakan pada jasa operasional ini sebagian besar menggunakan akad
wakalah.
c. Jasa Investasi
Akad yang digunakan pada jasa investasi ini semuanya menggunakan akad mudharabah
muqayyadah. Jasa investasi yang digunakan di Sudan dapat di lihat pada tabel berikut:
Produk/Jasa Akad
Investasi Khusus Mudharabah Muqayyadah
Reksadana Mudharabah Muqayyadah

4. Instrumen keuangan syariah


Dengan diterapkannya hukum Islam di semua sektor, pemerintah Sudan mengembangkab
berbagai instrumen keuangan syariah sebagai srana pengendalian likuiditas perekonomian yang
juga dapat dimanfaatkan bank untuk mengatur likuiditasnya. Instrumen-instrumen tersebut
adalah sebagai berikut:

Produk/jasa akad
Central Bank Musharaka Certificates (CMCs) Musyarakah
Goverment Musharaka Certifictes (GMCs) Musyarakah
Goverment Investment Certificates (GICs) Bagi Hasil
Foreign Exchange Ujr

Sumber : https://alimudasimanjuntak.blogspot.com/2013/12/akad-dan-produk-perbankan-
syariah-di_3241.html
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

1. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN

Istilah kebijaksanaan (policy) seringkali dianggap sama dengan politik (politics) oleh orang
kebanyakan, padahal istilah kebijaksanaan ini lebih luas karena dapat dan memang seharusnya
bisa dipergunakan di luar konteks politik. Kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan
dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah atau perilaku
negara pada umumnya. Untuk menentukan kebijakan-kebijakan, menyangkut pengaturan dan
pendistribusian atau alokasi dari sumber-sumber daya yang dimiliki dalam negara diperlukan
adanya kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai untuk menentukan
kebijakan tersebut.

Proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-
badan administrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program yang menimbulkan
ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan-jaringan kekuatan-
kekutan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak;
baik yang diharapkan (intended) maupun yang tidak diharapkan (negative effects). Selanjutnya,
dalam implementasi pengembangan bank syariah, bank Indonesia, pemerintah telah menentukan
sasaran pengembangan perbankan syariah melalui 4 (empat) tahap pencapaian pengembangan
syariah secara nasional. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap pertama (2002 - 2004), yaitu tahap peletakan landasan pengembangan yang kuat
bagi pertumbuhan industri perbankan syariah. fokus aktivitas dalam tahap ini adalah
menyusun ketentuan kelembagaan bank syariah dan menyiapkan infrastruktur dasar yang
diperlukan untuk pertumbuhan bank syariah.
2. Tahap kedua (2005-2009), yaitu tahap penguatan industri, peningkatan daya saing,
efisiensi operasi, spesifikasi produk, serta kompetensi, dan profesionalisme SDI
perbankan syariah.
3. Tahap ketiga (2010-2012) adalah tahap untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
operasional perbankan syariah sesuai dengan standar keuangan dan kualitas pelayanan
international.
4. Tahap keempat (2013-2015), yaitu tahap di mana industri perbankan telah mencapai satu
pangsa yang signifikan untuk memberikan kontribusi dalam sistem perekonomian
nasional. Pada saat itu diharakan telah terbentuk integrasi dengan sektor-sektor lainnya,
khususnya dengan lembaga keuangan syariah bukan bank dan institusi pendudukungnya.

Selain bentuk kebijakan ekonomi dalam pengembangan perbankan syariah diatas, terdapat 4
(empat) paradigma kebijakan dalam perbankan yang perlu menjadi perhatian, yaitu :

1. Market driven, dimana Bank Indonesia bersama dengan stakeholder yang lain melakukan
public education kepada masyarakat untuk mendukung proses positioning. Hal ini terjadi
karena industri perbankan syariah tumbuh sebagai realisasi dari kebutuhan masyarakat
yang membutuhkan jasa pelayanan keuangan dan perbankan yang sesuai prinsip syariah
2. Fair treatmend, yang artinya pengembangan kerangka ketentuan maupun upaya bagi
penyempurnaan infrastruktur industri dilakukan berdasarkan konsep perlakuan yang
sama, yang mengakomodasi ciri-ciri operasional khusus perbankan syariah, serta
menyusun program pengembangan yang disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan
industri.
3. Gradual and sutainnable approach, yaitu program pengembangan perbankan dapat
dipandang sebagai suatu upaya transformasi suatu industri yang dilakukan menurut fokus
dam prioritas dalam suatu tahapan yang terstruktur dan berkesinambungan.
4. Comply to syariah principle, yang artinya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah
yang merupakan suatu argumen utama keberadaan industri perbankan syariah. adapun
implementasi kepatuhan terhdapa prinsip syariah merupakan upaya untuk
menginkorporasi nilai-nilai syariah, bai dalam skema transaksi keuangan sampai pada
implementasinya dalam mengelolausha yang tercermin dalam corporate govermance
industri perbankan syariah yang baik.

Adapun sasaran strategis dalam kebijakan perkembangan perbankan syariah diterapkan dengan
berpedoman pada strategi pengebangan perbankan syariah, adalah untuk pencapaian sebagai
berikut :
1. Kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah. hal ini dilakukan dengan menerbitkan peraturan
yang bertujuan untuk memberikan panduan dalam penerapan akad keuangan syariah
secara baik, yanti dengan dikeluarkannya peraturan tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
2. Implementasi aturan prudential. Bank indonesia berkomitmen terhadap pengembangan
good corporate govermance (GCG) dan pemutakhiran sistem pengawasan dan
pemeriksaan Bank Syariah.
3. Efisiensi operasional dan daya saing. Dalam hal ini Bank Syariah telah mengeluarkan
ketentuan mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank
Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan
kantor bank yang melaksakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank
konvensional.
4. Stabilitas sistemik dan terciptanya maslahat perekonomian untuk meningkatkan
kontribusi industri perbankan syariah, Bank Indonesia telah menyelesaikan kajian
lebijakan entry dan exit pada industri perbankan syariah. melalui kebijakan yang
direkomendasikan diharapkan industri perbankan syariah akan didukung oleh pelaku
yang memiliki keahlian dan dedikasi yang tinggi dalam mengembangkan industri
perbankan.
5. Pengembangan SDI (Sumber Daya Insani). Pengambangan SDI di bidang perbankan
syariah terus dilakukan, baik disisi pengelola bank syariah maupun pengawas bank
syariah, maupun masyarakat, yaitu melalui program edukasi yang sistemik, terfokus, dan
berkesinambungan.
6. Inisiatif strategis untuk mengoptimalisasi fungsi sosial bank syariah. Hal ini dilakukan
melalui peran perbankan syariah dalam memfasilitasi hubungan valuntary sector (dana
sosila) dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Terkait dengan inisiatif ini, Bank
Indonesia telah membentuk kerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
dan seluruh perbankan syariah dalam mengembangkan program Perbankan Syariah
Peduli Umat (PSPU). Adapun PSPU tersebut merupakan kegiatan pengelolaan zakat,
infaq, sedekah dan wkaf yang merupakan kerja sama antara perbankan sayriah (Bank
Umum Syariah dan BPRS), Bank Indonesia dan Badan Amil Zakat. Tujuannya adalah
dalam rangka membuat program pendayagunaan ZIS (Zakat Infaq dan Sedekah) yang
efektif, mensosialisasikannya, dan menggalang dana tersebut dari masyarkat serta
menumbuhkan citra positif dalam masyarakat mengenai perbankan syariah sebagai
lembaga yang peduli terhadap program kemiskinan dan permasalahan du’afa.

Sumber : http://www.new.pa-mojokerto.go.id/114-informasi-pengadilan/152-kebijakan-
pengembangan-perbankan-syariah-di-indonesia

2. Perkembangan sebelum UU No. 10 tahun 1998

Anda mungkin juga menyukai