Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank didirikan untuk menciptakan kemaslahatan umat Islam, maka dalam
praktiknya Bank tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran atau tuntutan agama
Islam itu sendiri. Salah satu penyimpangan utama yang terdapat pada Bank
Konvensional adalah sistem bunga. Sistem ini bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran
Islam. Berdasarkan pendapat para Ulama, sistem bunga inilah yang perlu dihapuskan.
Penghapusan sistem bunga Bank berarti melaksanakan Islamisasi perbankan.
Konsep tentang Bank Syari’ah merupakan hal yang relatif baru bagi masyarakat
Indonesia, termasuk bagi masyarakat Muslim itu sendiri. Walaupun sebenarnya konsep
dasar perbankan syari’ah itu telah berjalan lama, dalam kenyataannya praktek Bank
Syari’ah itu baru mulai pada tahun 1992.
Koperasi simpan pinjam yang notabene adalah jenis Lembaga Keuangan Mikro
Syari’ah adalah lembaga usaha yang dinilai cocok untuk memberdayakan rakyat kecil.
Nilai-nilai koperasi juga mulia seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan
kesejehateraan bersama. Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah.
Lembaga ini adalah wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha
yang sehat, baik, dan halal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Prinsip Operasional Bank Syariah dan Bank Konvensional
2. Bagaimana Pola Operasional Bank Syariah
3. Bagaimana Koperasi dan Jasa Keuangan Syariah

C. Tujuan
1. Menjelaskan Prinsip Operasional Bank Syariah dan Bank Konvensional
2. Menjelaskan Pola Operasional Bank Syariah
3. Menjelaskan Koperasi dan Jasa Keuangan Syariah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip Operasional Bank Syariah dan Bank Konvensional


1. Prinsip Operasional Bank Syari’ah
Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’at Islam.
Untuk menghindari pengoperasian Bank dengan sistem bunga, Islam
memperkenalkan prinsip muamalah sebagai alternatif perbankan dalam bentuk-
bentuk kegiatan usaha sebagai berikut:
a. Kegiatan perbankan (banking operation) dalam bentuk-bentuk: pertama,
rekening giro/ current account (al-wadi’ah), kedua buku tabungan/ saving
account (al-wadi’ah), ketiga tabungan berjangka/ deposit (Mudharabah).
b. Pembiayaan proyek (project financing) dalam bentuk-bentuk: pertama, usaha-
usaha dalam komanditer/ trustee (mudharabah), kedua, penyertaan modal/
saham/ equity participation (al-musyarakah), ketiga, usaha-usaha patungan/
joint venture (al-musyarakah) dan profit sharing placement (al-murabahah),
keempat, pembelian dengan penyerahan kemudian, kelima, penjualan dengan
pembayaran kemudian atau dengan cicilan, keenam dewa menyewa (ijarah),
ketujuh sewa beli.
c. Pembiayaan perdagangan/ modal kerja.
Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar
beroperasinya bank Islam yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep
bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam
tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/ kerjasama (mudharabah
dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya
dimungkinkan.
Prinsip-Prinsip dasar Bank Syariah adalah:
a. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/ al-wadiah)
Prinsipnya adalah pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan
memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan tetapi harus benar-benar
menjaganya dan dikembalikan kapan saja si penitip mengehendaki.
b. Prinsip Bagi Hasil (Profil Sharing)
1) Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
2) Al- Mudharabah
Akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
si pengelola.
3) Al- Muzara’ah
Kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada
sipenggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan begian tertentu
(persentase) dari hasil panen. Dalam konteks ini lembaga keuangan Islam
dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang
plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.
4) Al- Musabaqah
Sipenggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan. Sebagai imbalan, sipenggarap berhak atas nisbah tertentu
dari hasil panen.
c. Jual Beli (Sale and Purchase)
1) Bai ‘al-Murabahah
Bai ‘al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Jual beli secara Al-Murabahah
hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh
penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak
dimiliki penjual, system yang digunakan adalah murabahah kepada
pemesanan pembelian.
Bai ‘Al-Murabahah memberikan banyak manfaat kepada bank
Syari’ah salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih
harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
2) Bai’ As-Salam
Pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan dimuka. Dimana modal harus diketahui, penerimaan
pembayaran salam, Al-Muslam Fiihi (barang yang ditransaksikan).
Manfaatnya adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga
jual kepada pembeli.
3) Bai’ Al-Istishna’
Kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat
barang harus berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli
barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat dalam pembayaran dilakukan
dimuka melalui cicilan, atau tangguhkan sampai suatu waktu pada masa
yang akan datang.
Dalam hal ini Bank Islam sebagai pembuat pada kontrak pertama
tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kewajibannya, penerima subkontrak pembuatan pada istishna’
bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesanan, bank sebagai
shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang,
bertanggung jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan
subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya.
d. Sewa (Operational Lease and Financial)
1) Al-Ijarah
Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri.
2) Al- Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik
Sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya
akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.
e. Jasa
1) Al-wakalah
Pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-
hal yang diwakilkan. Islam mensyariatkan al-wakalah karena manusia
membutuhkannya.
2) Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
3) Al-Hawalah
Pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya.
4) Ar-Rahn
Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
jaminan yang diterimanya.
5) El-Qardh
Pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

2. Prinsip Operasional Bank Konvensional


Bank Konvensional adalah Sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya
menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan
atau badan guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain sebagai
sistem bunga.
Pada Bank Konvensional, prinsip operasional yang digunakan adalah:
a. Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau tidak.
b. Besarnya bunga adalah tetap, baik Bank sedang rugi atau laba.
Walaupun ekonomi sedang baik dan Bank sedang mendapatkan banyak laba, akan
tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.

B. Pola Operasional Bank Syariah

1. Produk
Bank Syari’ah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi
bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip
penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa
(ijarah). Sedangkan pada Bank konvensional terdapat deposito, pinjaman uang
tunai berbunga, dll.
2. Tujuan
Prinsip laba bagi Bank Syari’ah bukan satu-satunya tujuan karena Bank
Syari’ah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk
membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, Bank syariah bekerja di bawah
pengawasan Dewan Pengawas Syari’ah sesuai dengan Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 32/34 Bab V Pasal 19, dan 20).
Demi terciptanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka melalui UU
No.7/1992 yang hanya mengatur secara sepintas mengenai jenis dan usaha Bank,
UU No.10/1998 telah memfasilitasi peraturan Bank Syari’ah, namun belum
mengatur ketentuan perbankan syariah pada pasal-pasal khusus. Pada UU tesebut
ketentuan Bank Syari’ah baru diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan.
Berdasarkan prinsip Syari’ah dan jenis-jenis prinsip Syari’ah yang digunakan
pada perbankan. UU tersebut juga mengubah masing-masing satu ayat pada pasal 6
dan 7 yang mengatur tentang bagi hasil. Selain itu, sebagai payung hukum
berdirinya Bank syariah adalah UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur :
a. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkup peradilan agama.
b. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai
dengan akad. Dalam penjelasan pasal 55 tersebut dijelaskan bahwa yg dimaksud
dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad adalah upaya
sebagai berikut:
1) Musyawarah
2) Mediasi
3) Melalui Basyarnas (Badan Syari’ah Nasional)
4) Melalui pengadilan dalam lingkup peradilan agama.
Perbankan Syariah Dan UU Terkait :
a. UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan
b. UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia
c. UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin
d. UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas
e. UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas
f. UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
g. UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN
h. UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan dan lain-lain
i. UU Perbankan Syariah.

3. Kewajiban Mengelola Zakat


Bank Syari’ah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib
membayar zakat, menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan
peran yang melekat pada Bank syariah untuk penggunaan dana-dana sosial (Zakat, Infak,
Sedekah).

C. Koperasi dan Jasa Keuangan Syariah


1. Koperasi
Pengertian Koperasi dan Hukum Pendirian Koperasi
Koperasi berasal dari kata cooperation yang berarti kerja sama. Menurut istilah,
koperasi adalah suatu perkumpulan yang dibentuk oleh para anggota peserta yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya dengan harga yang relatif rendah
dan bertujuan memajukan tingkat hidup bersama.1
Menurut Masjfuk Zuhdi, koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang bekerja sama dengan penuh
kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar suka rela secara
kekeluargaan.
Sebagian ulama menyebut koperasi dengan syirkah ta’awuniyah (persekutuan
tolong menolong) yaitu suatu perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih, yang
satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan usaha atas dasar
profit sharing (membagi untung) menurut perjanjian. Dalam koperasi ini terdapat unsur
mudharabah karena satu pihak memiliki modal dan pihak lain melakukan usaha atas
modal tersebut.
Menurut Masjfuk Zuhdi, koperasi yang memberikan persentase keuntungan tetap
setiap tahun kepada para anggota pemegang saham bertentangan dengan prinsip ekonomi
yang melakukan usahanya atas perjanjian keuntungan dan kerugian dibagi antara para
anggota (profit and sharing) dan besar kecilnya persentase keuntungan dan kerugian
bergantung pada kemajuan dan kemunduran koperasi.2

1
Suhendi, hendi. 2008. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: Rajagrafindo Persada (hal 289)
2
Suhendi, hendi. Op.cit (hal 293)
Bila ada keuntungan dan kerugian dibagi rata sesuai dengan besarnya modal yang
ditanam meskipun menurut Mahmud Syaltut dalam syirkah ta’awuniyah tidak ada unsur
mudharabah, tetapi pada intinya syaltut mengakui bahwa di dalam koperasi terdapat
pembagian untung dan pembagian kerugian. Salah satu sebab syaltut berpendapat
demikian ialah karena syaltut melihat koperasi yang ada di Mesir. Di mesir karyawan
dan pengurus koperasi digaji oleh koperasi sedangkan di Indonesia pengurus dan
karyawan koperasi hanya mendapat uang kehormatan berdasarkan hasil musyawarah
anggota, kecuali karyawan yang bukan anggota koperasi.
Persekutuan adalah salah satu bentuk kerja sama yang dianjurkan syara’ karena
dengan persekutuanberarti ada kesatuan, sehingga hendaknya kekuatan ini digunakan
untuk menegakkan sesuatu yang benar menurut syara’.
Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
         
        
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari Anas
bin Malik r.a berkata bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:
Tolonglah saudaramu yang menganiaya dan yang aniaya dan yang dianiaya,
sahabat bertanya: ya Rasulullah aku dapat menolong orang yang dianiaya, tapi
bagaimana menolong orang yang menganiaya? Rasul menjawab: kamu tahan dan
mencegahnya dari menganiaya itulah arti menolong daripadanya.
Menurut hadits diatas, umat Islam dianjurkan untuk menolong orang-orang yang
ekonominya lemah dengan cara berkoperasi dan menolong orang-orang kaya jangan
sampai mengisap darah orang-orang miskin, seperti dengan cara mempermainkan harga,
menimbun barang, membuangkan uang dengan cara lainnya.
Menurut Fuad Moh. Fachruddin, perjanjian perseroan koperasi yang dibentuk
atas dasar kerelaan adalah sah. Mendirikan koperasi dibolehkan menurut agama Islam
tanpa ada keraguan apapun mengenai halnya, selama koperasi tidak melakukan riba atau
penghasilan haram.
Macam-macam koperasi
Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Koperasi yang berusaha tunggal (single purpose)
Yaitu, koperasi yang hanya menjalankan satu bidang usaha, seperti
koperasi yang hanya berusaha dalam bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang
produksi.
b. Koperasi serba usaha (multi purpose)
Yaitu koperasi yang berusaha dalam berbagai bidang, seperti koperasi
yang melakukan pembelian dan penjualan.
Dari segi tujuannya, koperasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Koperasi produksi
Yaitu koperasi yang mengurus pembuatan barang-barang yang bahan-
bahannya dihasilkan oleh anggota koperasi.
b. Koperasi konsumsi
Yaitu koperasi yang mengurus pembelian barang-barang guna memenuhi
kebutuhan anggotanya.
c. Koperasi kredit
Yaitu koperasi yang memberikan pertolongan kepada anggota-anggota
yang membutuhkan modal.

2. Jasa Keuangan Syariah

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai