Sejarah[sunting | sunting sumber]
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut
sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12.
[3]
Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas
saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan
renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis.[2]Sekitar tahun 1940-
an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara
non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.[4]
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan
menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten pada masa depan.[5]Laporan dari
International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan
bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang
beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta
negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.[6] Diperkirakan terdapat lebih dari
AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut
analisis majalah The Economist.[7] Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia
pada tahun 2005.[8] Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan
syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan
penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar
pada 2010.[9]
Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah
hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya
nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Jual beli[sunting | sunting sumber]
Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke
pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan
bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai
akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati.
Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar
nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara
Bank dan Nasabah.
Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang
secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara
kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6
bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai
inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog,
pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara
penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa
dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank
mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-
Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank
sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas
kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan
akad gadai yang sesuai dengan syariah.
Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang
tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa
mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong
menolong bukan komersial.
2.) Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
3.) Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
c) menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan
Akad wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum
Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan
e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang
sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang
OJK).
Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS maupun BPRS. Dewan Pengawas Syariah(DPS)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
Secara garis besar hal-hal yang membedakan antara bank konvensional dengan
bank syariah adalah sebagai berikut:
1. Kemitraan
(musyarakah dan mudharabah)
2. Penjual – pembeli (murabahah,
salam danistishna)
3. Sewa menyewa (ijarah)
4. Debitur – kreditur; dalam
pengertian equity holder (qard)
2. Didasarkan pada jumlah uang Didasarkan pada rasio bagi hasil dari
(pokok) pinjaman pendapatan/keuntungan yang
diperoleh nasabah pembiayaan
Perkembangan pesat dari perbankan syariah menuntut layanan prima dari industri
perbankan syariah sehingga semakin mudah diakses oleh masyarakat luas. Dimana
saja layanan bank syariah dapat ditemukan? Berikut adalah tips-tips untuk
mengenali layanan perbankan syariah dengan cepat.
1. Perhatikan Logo iB yang dipasang di depan kantor bank yang telah resmi
beroperasi sebagai bank syariah (BUS, UUS dan BPRS), baik kantor pusat,
kantor cabang maupun kantor layanan syariah. Logo iB biasanya juga
dipasang di papan reklame, spanduk, neon sign atau billboard.
2. Masyarakat juga bisa mendapatkan layanan perbankan syariah di bank-bank
konvensional yang membuka layanan office channeling Bank Syariah.
Penandanya adalah stiker Logo iB layanan syariah yang umumnya terpasang
di pintu masuk kantor cabang bank konvensional. Biasanya di
depan counter pelayanan syariah, bank juga memasang banner atau poster
yang memberikan penjelasan mengenai produk dan jasa perbank syariah yag
tersedia. Informasi lebih lengkap layanan syariah ini juga dapat diperoleh
melalui customer service atau staf di kantor bank konvensional tersebut.
3. Layanan bank syariah juga bisa ditemukan di kantor pos terdekat. Beberapa
bank syariah telah bekerjasama dengan PT. Pos Indonesia dalam rangka
memperluas jaringan layanan kepada masyarakat.
4. Untuk mengambil uang tunai dan transfer sekarang juga tidak lagi sulit,
masyarakat bisa menggunakan ATM bank syariah, ataupun ATM bank
konvensional yang mencantumkan Logo iB di mesin Anjungan Tunai Mandiri
(ATM). Bank-bank syariah juga telah bekerjasama dengan lebih dari 6000
jaringan ATM Bersama dan 7000 jaringan ATM Prima dan BCA. Melalui
jaringan ATMdi seluruh Indonesia, nasabah dapat menarik tunai, transfer dan
melakukan pembayaran tagihan rutin bulanan seperti membayar tagihan
telepon, listrik, internet, pesan tiket pesawat dan masih banyak lagi.
5. Kartu Debit bank syariah juga sudah dapat digunakan untuk berbelanja di
supermarket, mall, restoran dan tempat-tempat wisata yang mempunyai
hubungan kerjasama dengan bank syariah.
1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat.
2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya
kepada organisasi pengelola zakat.
3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal
dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir)
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wadiah (titipan)
Mudharabah (investasi)
Pembiayaan/Penyaluran
dana: Murabahah, ijarah, istishna, mudharabah, musyarakah dsb.
Murabahah
Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah akan
membeli barang kebutuhan nasabah untuk kemudian menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan marjin yang telah disepakati. Harga jual (pokok
pembiayaan + marjin) tersebut akan dicicil setiap bulan selama jangka waktu
yang disepakati antara nasabah dengan bank syariah. Karena harga jual sudah
disepakati di muka, maka angsuran nasabah bersifat tetap selama jangka waktu
pembiayaan. Skema ini juga banyak dipergunakan BSB dalam pembiayaan modal
kerja atau investasi yang berbentuk barang. Sekitar 70% pembiayaan bank
syariah menggunakan skema murabahah.
Ijarah
Merupakan akad sewa antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah
membiayai kebutuhan jasa atau manfaat suatu barang untuk kemudian disewakan
kepada nasabah. Umumnya, nasabah membayar sewa ke bank syariah setiap
bulan dengan besaran yang telah disepakati di muka.
Istishna
Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah, namun barang
yang hendak dibeli sedang dalam proses pembuatan. Bank syariah membiayai
pembuatan barang tersebut dan mendapatkan pembayaran dari nasabah sebesar
pembiayaan barang ditambah dengan marjin keuntungan. Pembayaran angsuran
pokok dan marjin kepada bank syariah tidak sekaligus pada akhir periode,
melainkan dicicil sesuai dengan kesepakatan. Umumnya bank syariah
memanfaatkan skema ini untuk pembiayaan konstruksi.
Mudharabah
Musyarakah
Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah tidak menanggung
sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi (biasanya sekitar 70 s.d. 80%).
Wakalah
Rahn
Kafalah
Sharf