Anda di halaman 1dari 8

BANK KONVENSIONAL

Pengertian Bank Konvensional


Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Bank Konvensional adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Martono (2002) menjelaskan prinsip konvensional
konvensional menggunakan dua metode, yaitu :

yang

digunakan

bank

Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti


tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang
diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu.

Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau


menerapakan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu.
Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.

Bank Konvensional

Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah


memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang
kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread
yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman
(mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai
dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya
murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak
tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank
konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja

Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham,


Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai
keinginan yang bertolak belakang

Sistem bunga:
o

Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman


harus selalu untung untuk pihak Bank

Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang


dipinjamkan Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan
pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank

Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah


keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama


termasuk agama Islam

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama


termasuk agama Islam

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa


pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung
atau rugi

BANK SYARIAH
Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan
yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan
sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk
meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga
pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha
berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak
dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya
dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman
haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam
sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai
berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga
komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.[1][2]
Sejarah
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa
ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang
antara abad ke-8 dan ke-12. [3] Perekonomian moneter pada periode
tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas saat itu, yang
menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara
ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya
dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis
dan modernis.[2] Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah
terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non
konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di
Kairo, Mesir.
Prinsip perbankan syariah
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan
konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan
keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana,
membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip
hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi
perbankan tersebut:[4]
1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
2. Bunga ( riba),
3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja ( maisir), serta

4. Ketidakjelasan dan manipulatif ( gharar)


Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara
lain:
Titipan atau simpanan

Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana


penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan
sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan,
untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat
Indonesia-Shahibul Maal.

Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam


kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap
dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan
nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Bagi hasil

Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model


partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi
dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi
berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.
Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini
ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan
mudharabah tidak ada campur tangan

Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan


pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut
rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh
oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah


yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi
hasil dari hasil panen.

Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di


mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan
pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah
tertentu dari hasil panen.

Jual beli

Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli.


Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa
kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga

yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank,


dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya
angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga
pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500
juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar
nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang
disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di


kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang
yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik,
dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara
kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka
waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli
(misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori,
maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua
(misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain
misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan
rekanan yang direkomendasikan penjual.

Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga


barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau
dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada
pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana
semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian,
bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab
kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan
yang timbul dari transaksi tersebut.

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.

Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad


pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan
kepemilikan atas barang sewa.

Jasa

Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah,


yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip
prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.

Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh


penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan

tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada


tanggung jawab orang lain sebagai jaminan.

Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya


memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang
menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang
(contoh: lembaga pengambilalihan hutang).

Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang


merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.

Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem


perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman
baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan
atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong
menolong bukan komersial.

Kebijakan Makro
Kebijakan makro adalah kebijakan pemerintah yang mencakup semua
aspek ekonomi pada tingkat nasional. Ada beberapa contoh kebijakan
ekonomi makro yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan
perdagangan luar negeri. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang
dilakukan untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar
mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Sedangkan kebijakan
fiskal adalah kebijakan untuk mengurangi tingkat inflasi yang cenderung
meningkat.

BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN MAKRO YANG ADA DI


INDONESIA
1. Kebijakan Fiskal
yaitu suatu kebijakan yang ditempuh pemerintah di dalam perpajakan dan
juga pengeluaran-pengeluaran negara atau yang biasa disebut anggaran
negara yang bertujuan untuk memengaruhi pengeluaran agregat.
Contohnya seperti pengenaan pajak penghasilan dan pengenaan cukai
rokok.

2. Kebijakan Moneter
kebijakan moneter merupakan kebijakan yang biasa ditempuh oleh
pemerintah ataupun bank sentral dalam penawaran uang dan juga suku
bunga guna mempengaruhi suatu pengeluaran agregat. Contohnya
seperti pemerintah menerapkan jumlah uang di masyarakat dan
peningkatan suku bunga bank.

3. Kebijakan segi penawaran

Kebijakan segi penawaran adalah suatu kebijakan pemerintah yang


bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan, sehingga barang dan
jasa yang ditawarkan lebih banyak dan lebih murah. Contohnya
pemerintah memberikan bantuan subsidi kepada pengusaha kecil
menengah.
4.

Kebijakan Energi

Kebijakan energi adalah kebijakan dalam menggunakan energi seefisien


dan seoptimal mungkin yang didalamnya terdapat usaha penghematan
energi. Misalnya kebijakan konfersi minyak tanah ke gas LPG guna
penghematan penggunaan bahan bakar minyak oleh masyarakat.
5.

Kebijakan Penetapan Harga

Kebijakan penetapan harga adalah kebijakan dalam menentukan hargaharga pada tingkat tertentu pada komoditas yang menguasai hajat hidup
orang banyak. Contohnya penetapan tarif dasar listrik oleh pemerintah.

6.

Kebijakan Neraca Pembayaran

Merupakan kebijakan yang digunakan untuk memantau keadaan neraca


pembayaran guna memengaruhi nilai tukar. Contohnya larangan impor
atau kuota produk tertentu dilakukan guna melindungi para pengusaha
lokal dari serbuan produk asing.

JUMLAH HUTANG LUAR NEGERI INDONESIA


DAN DI SEKTOR MANA SAJA
Jumlah Hutang Luar Negeri Indonesia
Bank Indonesia merilis besar Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per
Januari 2016. Pada periode tersebut ULN Indonesia tercatat sebesar
US$308 miliar atau setara Rp4.034 triliun (Kurs: Rp13.098 per dolar AS)

Anda mungkin juga menyukai