Anda di halaman 1dari 14

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERT0
TAHUN 2018
“Peran Hukum Ekonomi Syariah dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”

MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Nur Iftitah Isnantiana


Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email : iftitahisnantiana@gmail.com

ABSTRAK
Persengketaan dapat muncul kapan saja dalam kehidupan manusia, tidak dikehendaki dan tidak diduga
sebelumnya oleh siapapun. Penyelesaiannya sering dilakukan melalui jalur hukum, dan yang paling
dikenal oleh masyarakat adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Namun berdasarkan
pengalaman, penyelesaian sengketa di pengadilan memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
Hal ini memunculkan beberapa alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan, salah satunya adalah
melalui mediasi. Saat ini mediasi mulai dikembangkan dalam pengadilan untuk menyelesaikan
persengketaan yang dikuatkan dengan PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. Mediasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa
dimana para pihak yang bersengketa bersepakat untuk menghadirkan pihak ketiga yang independen
supaya bertindak sebagai mediator. Mediator harus bersikap impartial, tidak memihak pada salah satu
pihak dan tidak melakukan intervensi dalam proses mediasi. Mediasi di peradilan harus dijalankan
sesuai PERMA No. 1 Tahun 2016. Mediasi dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penyelesaian
sengketa, karena tujuan dan manfaat mediasi menguntungkan para pihak yang bersengketa, menghemat
waktu, biaya, tenaga dan pikiran (efektif dan efisien) serta mudah dikontrol oleh lembaga peradilan.
Kata-kata kunci: Mediasi, Penyelesaian persengketaan, Peradilan

PENDAHULUAN
Mediasi sebagai proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, akhir-akhir
ini digunakan oleh pengadilan sebagai proses penyelesaian sengketa. Penyelesaian
sengketa dengan cara mediasi dilakukan secara terintegrasi dengan suatu proses
peradilan suatu perkara. Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan mediasi?
Berikut diterangkan hal-hal terkait mediasi sebagai proses penyelesaian sengketa di
peradilan. Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para
pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerjasama dengan pihak yang
bersengketa untuk bersama-sama mencari kesepakatan. Menurut Ketua Mahkamah
Agung mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Mahkamah
Agung RI, 2016). Secara etimologi, mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang
berarti berada di tengah. Arti ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan oleh
pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak (Syahrizal Abbas, 2009: 2).

32
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan mediasi sebagai suatu proses


pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasihat.1Pengertian mediasi menurut Kamus Bahasa Indonesia tersebut
mengandung tiga unsur penting, yaitu: 1) mediasi merupakan proses penyelesaian
perselisihan atau persengketaan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, 2) pihak
yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari
pihak yang bersengketa, 3) pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa
bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apapun dalam
pengambilan keputusan(Syahrizal Abbas, 2009: 569). Pengertian mediasi yang
dikemukakan oleh Christoper W.Moore adalah intervensi terhadap suatu sengketa
atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang
tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para
pihak yang berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam
penyelesaian permaasalahan yang disengketakan (Bambang Sutiyoso, 2008: 57).
Sementara menurut J. Folberg dan A.Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada
aktivitas mediasi, dengan menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur
mediasi dilakukan secara berssama-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu
oleh pihak yang netral. Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan
penyelesaian sengketa, dan para pihak dapat mempertimbangkan tawaran mediator
sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian sengketa (Syahrizal
Abbas, 2009: 2). Pengertian mediasi yang cukup luas dikemukakan oleh Gary
Goodpaster yaitu sebagai berikut:
Mediasi adalah prose negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak
memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda
dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan sengketa antara para pihak. Namun dalam hal ini para pihak
menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-
persoalan diantara mereka. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah
kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi
kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan pengetahuan
dan informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif. Dan
dengan demikian membantu para pesera untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
yang dipersengketakan (Muhammad Saifullah, 2009: 10).
Dari berbagai pengertian di atas dapat digarisbawahi bahwa pada intinya yang
dimaksud dengan mediasi adalah upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk
menyelesaikan sengketa mereka dengan kesepakatan bersama dengan bantuan

33
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

mediator yang bersikap netral tidak memiliki kecenderungan keberpihakan pada


salah satu pihak dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak.
Mediator bertindak sebagai fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dalam
suasana keterbukaan, kejujuran dan berpendapat untuk mencapai kata mufakat. Hal
ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Khotibul Umam bahwa mediator tidak
berwenang memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya (Khotibul Umum,
2010: 10). Ruang lingkup mediasi pada prinsipnya adalah mengikuti lingkup
permasalahan hukum yang ada dan dikarenakan saat ini sesuai dengan KUHP yang
baru, dalam hukum pidana terdapat unsur pemaaf, maka hukum progresif
memungkinkan dilakukannya mediasi, dimana pihak korban dapat meminta ganti
rugi terhadap pelaku tindak pidana. Jika dilihat dari berbagai peraturan setingkat
undang-undang yang mengatur tentang mediasi di Indonesia, maka dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya sengketa-sengketa yang dapat diselesaikan
melalui mediasi adalah sengketa keperdataan. Hal ini secara eksplisit terdapat dalam
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Berdasar
undang-undang tersebut sudah sangat jelas bahwa ruang lingkup mediasi adalah
pada perkara perdata.
Perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia salah satunya ditandai
dengan berdirinya Perbankan Syariah di seluruh wilayah Indonesia, yang apabila
terjadi sengketa antara pihak kreditur dan debitur maka jalan yang terbaik untuk
penyelesaiannya adalah melalui mediasi sengketa ekonomi syariah. Al-Qur’an
menjelaskan bahwa konflik dan persengketaan dikalangan ummat sebagai salah satu
hal yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam beberapa ayat
Al-Qur’an menunjukkan bahwa manusia adalah pelaku utama terjadinya konflik dan
manusia juga yang akan menyelesaikan konflik diantara mereka sendiri. Manusia
melalui akal dan panduan Al-Qur-an dapat menggali, menyusun strategi resolusi
konflik dan penyelesaian persengketaan, karena Al-Qur’an juga memuat sejumlah
prinsip resolusi konflik (Syahrizal Abbas, 2009: 122). Mohammad Abu Namer
meyakini Islam sebagai agama telah meletakkan prinsip dan nilai dalam Al-Qur’an.
Para praktisi muslim telah menjadikan kerangka kerja Islam dalam menyelesaikan
berbagai sengketa (Syahrizal Abbas, 2009: 124).

PEMBAHASAN
Sejarah dan Dasar Yuridis Mediasi
Mediasi muncul secara resmi dilatarbelakangi oleh adanya realita sosial,
dimana pengadilan sebagai salah satu lembaga yang berfungsi dalam penyelesaian
perkara dipandang belum mampu menyelesaikan perkaranya sesuai dengan harapan
34
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

masyarakat. Kritik terhadap lembaga peradilan disebabkan banyak faktor, antara lain
penyelesaian pada jalur litigasi pada umumnya lambat (waste of time), pemeriksaan
sangat formal (formalistic), sangat teknis (technically) dan perkara yang sudah
masukoverload. Keputusan pengadilan selalu diakhiri dengan menang dan kalah,
sehingga kepastian hukum dipandang merugikan salah satu pihak yang berperkara.
Hal ini berbeda jika melalui mediasi, di mana kemauan para pihak dapat terpenuhi
meskipun tidak sepenuhnya. Penyelesaian ini mengedepankan kepentingan dua
pihak sehingga putusannya bersifat win-win solution (sama-sama menguntungkan)
(Muhammad Saifullah, 2007: 211).
Menurut Achmad Gunaryo, munculnya lembaga mediasi di Indonesia berbeda
dengan di negara-negara penganut paham kapitalis. Di negara-negara tersebut
munculnya mediasi merupakan respon terhadap hukum dan lembaga peradilan
dengan logika positivisme, di mana mereka menilai bahwa hukum sudah tidak
memadai lagi untuk menampung aspirasi mereka. Sedang mediasi di Indonesia
muncul sebagai respon terhadap fenomena vigilante (masyarakat menciptakan
mekanisme penyelesaian perkaranya sendiri di luar koridor yang ada) yang
mengarah dan membawa pada sejumlah pengalaman destruktif seperti konflik antar
etnis, agama, maupun sosial kemasyarakatan lainnya (Musahadi, 2007: 107). Dasar
hukum / yuridis mediasi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai dasar ideologi negara Republik Indonesia yang memiliki asas
musyawarah untuk mufakat.
2. UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia di mana asas musyawarah untuk
mufakat yang menjiwai pasal-pasal di dalamnya.
3. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
4. Pasal 1851 KUHPerdata: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana
kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu
barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah
timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini tidaklah sah, melainkan dibuat secara
tertulis.
5. Pasal 1855 KUHPerdata: “Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-
perselisihan yang termaktub di dalamnya, baik para pihak merumuskan maksud
mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat
disimpulkan sebagai akibat mutlak satu-satunya dari apa yang dituliskan”.
6. Pasal 1858 KUHPerdata: “Segala perdamaian mempunyai suatu kekuatan di
antara para pihak seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang
penghabisan.”
7. Pasal 6 UU No.3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Susanti Adi Nugraho, 2009: 164-165).

35
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

Dasar-dasar hukum mengenai mediasi tersebut telah jelas menerangkan bahwa


negara Indonesia mengakui adanya sistem perdamaian dalam menyelesaikan suatu
konflik atau persengketaan, salah satunya yaitu dengan jalur mediasi.
Tujuan dan Manfaat Mediasi
Tujuan utama dari mediasi adalah membantu mencari jalan keluar atau
alternatif penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan
dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi yang hendak
dicapai bukanlah mencari kebenaran atau dasar hukum yang diterapkan, namun
kepada penyelesaian masalah (Nurnaningsih, 2012: 85). Menurut Mahkamah Agung
Republik Indonesia, tujuan dari mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan
kesepakatan yang diterima pihak-pihak yang bersengketa dengan tujuan:
1. Menghasilkan suatu rencana kesepakatan ke depan yang dapat diterima dan
dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.
2. Mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari
keputusan-keputusan yang mereka buat.
3. Mengurangi kekahawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu konflik
dengan cara membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai
penyelesaian secara konsensus (Mahkamah Agung RI, 2007: 35).
Mediasi memiliki banyak manfaat, karena beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh dengan melakukan mediasi, yaitu antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan proses mediasi tidak diatur secara rinci dalam peraturan
perundang-undangan sehingga para pihak memiliki keluwesan dan tidak
terperangkap dalam formalisme, dan para pihak dapat segera membahas
masalah-masalah substansial.
2. Mediasi diselenggarakan secara tertutup sehingga kerahasiaan terjamin.
3. Pihak prinsipal dapat berperan secara langsung dalam perundingan dan tawar
menawar untuk mencari penyelesaian masalah tampa diwakili kuasa hukum
masing-masing.
4. Proses mediasi sangat luwes dan para pihak yang tidak berpendidikan hukum
dapat berperan serta dalam proses mediasi.
5. Melalui mediasi, para pihak dapat membahas berbagai aspek atau sisi dari
perselisihan mereka tidak hanya dari aspek hukum. Dalam proses mediasi, aspek
pembuktian dapat dikesampingkan demi kepentingan lain seperti menjaga
hubungan baik.
6. Mediasi dapat menghasilkan penyelesaian menang-menang bagi para pihak
(win-win solution), karena sifat mediasi adalah konsensual dan kolaboratif (Takdir
Rahmadi, 2011: 21).
36
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil intisarinya bahwa tujuan dan
manfaat dari mediasi antara lain adalah:
1. Mempercepat proses penyelesaian sengketa dan biaya
2. Keputusan pengadilan diselesaikan dengan win-win solution.
3. Dapat mengurangi penumpukan perkara di pengadilan
4. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam bidang hukum atau
memberdayakan pihak-pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian
sengketa.
5. Memperlancar jalur keadilan di masyarakat.
6. Memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang
menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga para
pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi.
7. Bersifat rahasia.
8. Tingkat kemungkinan pelaksanaan kesepakatan lebih tinggi, sehingga hubungan
baik para pihak yang bersengketa di masa depan masih dimungkinkan (Syahrizal
Abbas, 2009: 6).
Para Pihak dalam Mediasi
Mediasi merupakan suatu kegiatan untuk menyelesaikan persengketaan di
antara pihak-pihak yang bersengketa, yang dimaksudkan untuk memecahkan
masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan
pihak yang bersengketa guna membantu menemukan solusi dan memuaskan kedua
belah pihak. Pihak ketiga yang membantu menyelesaikan sengketa disebut sebagai
“mediator”.
Allan J. Stitt mengemukakan bahwa dalam mediasi, penyelesaian perselisishan
atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak, sehingga
mediator berperan membantu mereka mencapai kesepakatan-kesepakatan (Syahrizal
Abbas, 2009: 6). J. Folberg dan A.Taylor menyatakan bahwa penyelesaian sengketa
melalui jalur mediasi dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang bersengketa
dan dibantu oleh pihak yang netral. Para pihak dapat mempertimbangkan tawaran
mediator sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian sengketa
(Syahrizal Abbas, 2009: 2). Berdasar pendapat yang dikemukan oleh para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa para pihak yang terlibat dalam proses mediasi
adalah:
1. Para pihak yang memiliki permasalahan atau yang sedang bersengketa. Para
pihak ini bisa terdiri dari 2 orang atau lebih, juga bisa merupakan perorangan
atau suatu lembaga / badan hukum.

37
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

2. Mediator, sebagai Pihak yang membantu para pihak yang bersengketa untuk
melakukan mediasi dalam upaya mendapatkan solusi yang dapat disepakati oleh
kedua belah pihak yang bersengketa.
Antara para pihak yang sedang bersengketa dan dengan mediator harus dapat
berkerjasama agar tercipta perdamaian berkeadilan yang diinginkan oleh para pihak
dalam menyelesaikan suatu persengketaan.
Mediator
Mediator adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para
pihak, yang mana ia tidak melakukan intervensi terhadap pengambilan keputusan.
Menurut kamus hukum, mediator adalah penengah. Kata mediator berasal dari
bahasa Latin yang artinya penengah atau pihak ketiga sebagai juru damai bagi pihak
yang bersengketa (N. Marbun, 2006: 168). Menurut Pasal 1 ayat 2 dalam PERMA No.
1 Tahun 2016, pengertian mediator yaitu Hakim atau pihak lain yang memiliki
Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.Mediator
menjembatani pertemuan para pihak, melakukan negosiasi, menjaga dan mengontrol
proses negosiasi, menawarkan alternatif solusi dan secara bersama-sama para pihak
merumuskan kesepakatan penyelesaian sengketa. Jadi dapat disimpulkan bahwa
mediator adalah pihak ketiga yang netral, yang berfungsi menengahi, mendorong
dan membantu para pihak mencari penyelesaian sengketa yang tengah mereka
hadapi, dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa sehingga
mediator harus mempunyai ketrampilan khusus agar mediasi yang dilakukan dapat
berhasil.
Mengingat peran mediator sangat menentukan efektivitas proses penyelesaian
sengketa, maka ia harus memenuhi persyaratan dan kualifikasi tertentu. Persyaratan
bagi seorang mediator dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal mediator dan sisi
eksternal mediator. Sisi internal mediator berkaitan dengan kemampuan personal
mediator dalam menjalankan misinya menjembatani dan mengatur proses mediasi,
sehingga para pihak berhasil mrncapai kesepakatan yang dapat mengakhiri
persengketaan mereka. Sedangkan sisi eksternal berkaitan dengan persyaratan formal
yang harus dimiliki mediator dalam hubungannya dengan sengketa yang ditangani
(Syahrizal Abbas, 2009: 60). Mediator harus memiliki kemampuan personal, seperti
memiliki kemampuan komunikasi yang baik, jelas, dan teratur, serta mudah
dipahami para pihak dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Kemampuan
mediator dalam menjalin hubungan antar personal dan keahlian menciptakan
pendekatan juga merupakan syarat penting bagi seorang mediator (D.Y. Witanto,

38
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

2011: 97). Persyaratan di atas belum cukup untuk menjadi mediator, karena harus
didukung oleh persyaratan lain terkait dengan para pihak dan permasalahan yang
disengketakan. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan mediator disetujui oleh kedua belah pihak.
2. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.
3. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa.
4. Tidak mempunyai kepentingan finansial, atau kepentingan lain terhadap
kesepakatan para pihak.
5. Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya
(D.Y. Witanto, 2011: 97).
Pada prakteknya, dalam mediasi sering ditemukan sejumlah peran mediator
yang muncul yaitu:
1. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak.
2. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan
menguatkan suasana yang baik
3. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan.
4. Mengajar para pihak dalam proses dan ketrampilan tawar – menawar.
5. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting dan menciptakan
pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian masalah
Peran mediator di atas hanya dapat diwujudkan jika memiliki keahlian (skill)
yang diperoleh melalui sejumlah pendidikan, pelatihan (training) dan pengalaman
dalam menyelesaikan konflik (Syahrizal Abbas, 2009: 80). Lebih lengkapnya peran
mediator dalam mediasi adalah sebagai berikut:
1. Mediator harus berada di tengah para pihak, bertindak sebagai pihak ketiga yang
menempatkan diri benar-benar di tengah para pihak (to be between or to be in the
middle).
2. Mengisolasi proses nediasi. Mediator taidak berperan sebagai hakim yang
bertindak menentukan pihak mana yang salah danbenar, bukan pula bertindak
dan berperan sebagai pemberi nasihathukum(to give legal advice), juga tidak
mengambil peransebagai penasihat hukum (counsellor) atau mengobati (the
rapits), melainkan hanya berperan sebagai penolong (helperflore).
3. Mediator harus mampu menekan reaksi. Mediator harus mampu berperan untuk
menghargai apa saja yangdikemukakan oleh kedua belah pihak, ia harus menjadi
seorang pendengar yang baik mampu mengontrol kesan buruk sangka, mampu
berbicara dengan terang dan bahasa yang netral, mampu menganalisa dengan

39
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

cermat fakta persoalan yang kompleks serta mampu berpikir di atas pendapat
sendiri.
4. Mampu mengarahkan pertemuan pemeriksa, sedapat mungkinpembicara
pertemuan tidak melentur dan menyinggung sertamampu mengarahkan serta
langsung ke arah pembicaraan ke arahpokok penyelesaian.
5. Mediator harus memegang teguh kerahasiaan persengketaanmaupun identitas
pihak-pihak yang bersengketa.
6. Hasil kesepakatan dirumuskan dalam bentuk kompromis(compromise solution),
kedua belah pihak tidak ada yang kalahdan tidak ada yang menang, tetapi sama-
sama menang (Syahrizal Abbas, 2009: 77).
Mediasi pada Lembaga Peradilan
Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur
Mediasi di Pengadilan.Kehadiran PERMA No. 1 Tahun 2016 dimaksudkan untuk
memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para
pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengintensifkan dan mengintegrasikan proses mediasi kedalam prosedur beperkara
di Pengadilan. Mediasi mendapat kedudukan penting dalam PERMA No. 1 Tahun
2016, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
berperkara di Pengadilan. Pasal 4 ayat 1 PERMANo. 1 Tahun 2016 menentukan
perkara yang wajib menempuh mediasi adalah semua sengketa perdata yang
diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek,
dan perlawanan pihak berperkara terhadap (partij verzet) maupun pihak ketiga
(derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap,
wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali ditentukan
lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini. Perdamaian terhadap perkara
dalam prose banding, kasasi atau peninjauan kembali dilaksanakan di pengadilan
yang mengadili perkara tersebut pada tingkat pertama atau ditempat lain atas
persetujuan para pihak. Para pihak melalui ketua pengadilan tingkat pertama dapat
mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis hakim tingkat
banding, kasasi atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta
perdamaian.
Prosedur dan Tahapan Mediasi
Pada Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, tahapan atau prosedur Mediasi
dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, antara lain Pra-Mediasi, Proses Mediasi, dan Tahap
Hasil Mediasi.
1. Tahap Pra-Mediasi

40
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

Tahap pramediasi adalah tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah


langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Pada tahap ini
mediator melakukan beberapa langkah antara lain; membangun kepercayaan
diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal
mediasi, fokus pada masa depan, mengkoordinasikan pihak yang bersengketa,
menentukan siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan
waktu dan tempat, dan menciptakan rasa yang aman bagi kedua belah pihak
untuk bertemu dan membicarakan perselisihan yang dihadapi (Syahrizal Abbas,
2009: 37).
Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA No. 1 tahun
2016, kepada para pihak yang bersengketa atau kuasanya, dan mendorong para
pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Para pihak atau
kuasa hukumnya wajib berunding untuk memilih mediator dari daftar mediator
yang dimiliki oleh Pengadilan. Apabila para pihak atau kuasa hukum bersepakat
tentang pilihan mediator, maka wajib melaporkan kepada ketua majelis hakim,
dan ketua majelis hakim segera memberitahukan kepada mediator terpilih untuk
menjelaskan tugas. Sebaliknya, jika gagal harus segera diberitahukan kepada
ketua majelis, dan ketua majelis berwenang untuk menunjuk hakim bukan
pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk
menjalankan fungsi mediator dengan menerbitkan penetapan (Susanti Adi
Nugroho, 2009: 188).
2. Proses Mediasi
Proses Mediasi merupakan tahapan dimana Mediator memulai melakukan
proses Mediasi. Pada tahap ini pihak-pihak yang bersengketa sudah berhadapan
satu sama lain, dan memulai proses mediasi. Mediasi bersifat rahasia, sehingga
Mediator Hakim atau Mediator harus segera memusnahkan dokumen-dokumen
Mediasi setelah selesainya Mediasi tersebut. Mengenai sistem atau tata cara
pertemuan perundingan proses mediasi diatur dalam PERMA No. 1 tahun 2016,
didapati adanya 3 sistem pertemuan, yaitu:
a. Tertutup untuk umum; sistem ini merupakan sistem dasardalam mediasi
pada asasnya mediasi tidak bersifat terbuka untuk umum kecuali para pihak
menghendaki lain.
b. Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak; terbuka untuk umum
atau disclosure ataudalam peradilan disebut open court, yaitu sidang
pengadilan yangdinyatakan terbuka untuk umum.
c. Sengketa publik mutlak terbuka untuk umum; sistem proses mediasi yang
ketiga, mutlak terbuka untukumum (M. Yahya Harahap, 2008: 265).

41
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

Manakala para pihak dengan bantuan mediator bersertfikat telah berhasil


menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan kesepakatan perdamaian,
maka perdamaian tersebut dapat diajukan ke Pengadilan yang berwenang untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan hakim, di
hadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam
bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sesuai kehendak para pihak.
b. Tidak bertentangan dengan hukum.
c. Tidak merugikan pihak ketiga.
d. Dapat dieksekusi.
e. Dengan itikad baik (Susanti Adi Nugroho, 2009: 53-54).

3. Tahap Hasil Mediasi


Tahap ini merupakan tahap di mana para pihak hanyalah menjalankan
hasil-hasil kesepakatan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu
perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan
komitmen yang telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi (Syahrizal
Abbas, 2009: 53-54).Jika dalam waktu sepertiyang ditetapkan PERMA No.1
Tahun 2016 ternyata para pihak tidak mampumenghasilkan kesepakatan
mediator wajib menyatakan secara tertulisbahwa proses mediasi telah gagal dan
memberitahukan kegagalan kepadahakim. Segera setelah menerima
pemberitahuan tersebut, hakimmelanjutkan pemeriksaan perkara sesuai
ketentuan hukum acara yangberlaku.
Prinsip-Prinsip Mediasi
Menurut Ahwan Fanani, prinsip-prinsip dasar dari mediasi adalah sebagai
berikut:
1. Prinsip Sukarela (voluntariness). Mediasi yang baik mensyaratkan para pihak
tidak dalam tekanan ketikamelakukan proses mediasi sehingga hasil yang
diperoleh selamamediasi benar-benar memenuhi kepentingan para pihak. Para
pihak ataumediator pun bisa sewaktu-waktu menghentikan proses mediasi
ketikasalah satu pihak tidak secara sukarela bersedia untuk menjalankanmediasi
secara baik. Karena itulah proses mediasi bersifat nonbinding(proses yang tidak
mengikat).
2. Prinsip Netralitas dan Tidak Berpihak (imparsialitas). Netralitas mediator adalah
berkaitan dengan latar belakang mediatordan hubungannya dengan para pihak,
sedangkan imparsialitamenyangkut proses mediasi. Netralitas ditunjukkan
42
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

dengan tidakadanya konflik kepentingan yang ditanggung oleh seorang


mediator,baik karena hubungan persaudaraan atau hubungan
persahabatandengan salah satu pihak. Imparsialitas adalah sikap tidak berpihak
mediator selama prosesmediasi yang ditunjukkan dengan beragam cara, baik
gesture, alokasiwaktu, maupun gaya bicara.
3. Pemecahan Masalah Bersama ( collaborative Problem Solving). Mediasi adalah
bentuk pemecahan masalah yang dilakukan secarabersama (collaboratif) antara
kedua belah pihak yang bersengketa.Harus ada dimensi kerjasama dalam
penyelesaian masalah melaluimediasi, karena itu para pihaklah yang harus aktif
mencari solusibersama, mediator hanya menfasilitasi proses komunikasi dan
negosiasiantara kedua belah pihak.
4. Prinsip Hasil Disepakati Bersama (Consensual Outcome). Mediasi menyediakan
mekanisme ajaib untuk memecahkan masalahsengketa atau konflik dengan hasil
yang disepakati bersama dan semuapihak merasa senang. Hal itu mungkin
terjadi karena mediasimendorong kreatifitas dalam mencari solusi dan selalu
mencari solusiyang bisa diterima oleh semua pihak.
5. Prinsip Kerahasiaan (Confidentality). Kerahasiaan dalam mediasi adalah sebuah
upaya untuk menjaga prosesmediasi agar berjalan lancar dengan adanya
keterbukaan para pihakuntuk mengungkapkan perasaan, emosi, maupun
pikirannya. Kerahasiaan mediasi mengandung dimensi keamanan dan
kepercayaandiantara para pihak maupun antara para pihak dengan mediator.
6. Pemberdayaan (Empowerment) dan Pengakuan. Keunikan mediasi terletak pada
kemampuannya untuk melakukanpemberdayaan para pihak dan untuk
menciptakan pengakuan adanyabasic needs (kebutuhan dasar) yang dimiliki oleh
para pihak. Mediatorberfungsi untuk membuka kembali arus komunikasi yang
macet akibatpersepsi negatif, perasaan tidak berdaya dan perasaan tidak
percayaterhadap pihak lain. Para pihak akan terberdayakan ketika mereka;
1)menyadari arti penting permasalahannya, 2) menyadari adanya
pilihanpilihansolusi yang selama ini tampak tertutup baginya, 3)
mulaimenghargai kemampuannya untuk memecahkan masalah yang sedangia
hadapi, 4) bisa mengungkapkan kemampuannya dalam membuatkeputusan
dengan kapasitas yang ia miliki.
7. Solusi Unik. Mediasi didasarkan atas proses yang terbuka bagi kemungkinan
solusiyang tidak terbatas dan kreatif. Oleh karena itu, mediator maupun
parapihak tidak bisa menebak apa hasil akhir yang akan mereka capaidengan
ikut serta dalam proses mediasi. Solusi dalam proses mediasi“harus ditemukan
dan diciptakan”, bukan “terencana dan tertera dalamperaturan”. Itulah yang
membuat solusi yang tercapai dalam mediasibersifat unik (Ahwan Fanani, 2012:
29).
43
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

SIMPULAN
Mediasi sebagai alternatif dalam penyelesaian sengketa merupakan kelanjutan
proses negosiasi dalam peradilan. Dalam proses mediasi yang digunakan adalah
nilai-nilai yang hidup pada parapihak sendiri seperti nilai hukum, agama, moral,
etika dan rasa adil, terhadapfakta-fakta yang diperoleh untuk mencapai suatu
kesepakatan. Kedudukanpenengah (mediator) dalam mediasi hanya sebagai
pembantu para pihak untukmencapai konsensus, karena pada prinsipnya para pihak
sendirilah yangmenentukan putusannya, bukan mediator. Mediasi memiliki tujuan
dan manfaat yang positif bagi para pihak yang bersengketa apabila diperoleh
kesepakatan bersama, karena sengketa dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih
cepat sehingga lebih efisien dan efektif serta menghemat biaya. Mediasi dalam proses
penyelesaian sengketa sangat diperlukan untuk mendapatkan perdamaian dan
keadilan bagi para pihak yang bersengketa. Proses mediasi wajib diusahakan untuk
mencapai kesepakatan dan peran mediator sangat penting bagi upaya perdamaian
mealalui mediasi.

DAFTAR RUJUKAN
Ahwan Fanani, 2012, Pengantar Mediasi (Fasilitatif), Prinsip, Metode, dan Teknik,
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alaternatif Penyelesaian Sengketa,
Yogyakarta: Gama Media.
D.Y. Witanto, 2011, Hukum AcaraMediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan
Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, Bandung: Alfabeta.
Khotibul Umum, 2010, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007, Naskah AkademisMediasi, Jakarta: Badan
Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI.
M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad Saifullah, 2007, Sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia, Semarang:
Walisongo Press.
Muhammad Saifullah, 2009, Mediasi dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di
Indonesia, Semarang: Walisongo Press.
Musahadi HAM, 2007, Mediasi dan Resolusi Konflik di Indonesia dari Konflik Agama
hingga Mediasi Peradilan, Semarang: Walisongo Mediation Center.
N. Marbun, 2006, Kamus Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan.

44
Nur Iftitah Isnantiana
Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
SEMNAS HES FAI UMP TAHUN 2018
ISBN : 978-602-6697-24-0

Nurnaningsih, 2012, Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.
Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:
PT.Telaga Ilmu Indonesia.
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Hukum Nasional, Jakarta: Kencana.
Takdir Rahmadi, 2011, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,
Jakarta: Rajawali Pers.
Tim Penyusun Pusat Kamus Pembinaan dan Pengembangan. 1998. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

45

Anda mungkin juga menyukai