Anda di halaman 1dari 120

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM KITAB

TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ


HASAN AL-MAS’UDI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)

OLEH

MUHAMMAD TASLIM

NIM: 11111161

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO

ََ ْ‫ُ ْن ُ َ َ ت ن‬
ْ
‫ل‬ ‫" أ ظ َاق‬
" ‫َن َق‬ َ ‫ر ُظ‬
‫لَولا‬
‫ر ا‬ ‫م‬
‫م‬ ‫ا‬
“LiHAtlAh APA YAng dikATAkAN dAn JAnGAN liHAT siAPA
YANg mENGATAKAN”

vi
Persembahan

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta bapak H. Ja’rofi dan ibu Muchlikah, yang senantiasa

mencurahkan kasih sayang, dukungan moral maupun materiil dan do’a

yang tak pernah putus untuk putra-putrinya.

2. Anggota keluargaku yang selalu mendukungku dan selalu memberi

semangat dan membantuku (kakakku: Umi Latifah, Hasan Hakim,

Rohman Hakim dan adikku: Rohmatul Umah, Nurul Afdhilah, Siti

Haniam Mariah, M. Nurul Huda, M. Ibnu Hasan).

3. Bapak H. Sa’adi yang telah sabar membimbing dan mendo’akan dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Para pengasuh PP. Darul Falah (KH. Taufiqul Hakim) dan PP. Al-Hasan

(KH. Ichsanuddin) serta para Ustadz-Ustadz yang senantiasa mendo’akan

dan membimbing dalam menuntut ilmu.

5. Teman-temanku PAI E dan angkatan 2011 yang sama-sama berjuang dan

belajar di IAIN Salatiga (khususnya temen-temen Chrysophyllum Cainito).

6. Temen-temen PP. Darul Falah dan PP. Al-Hasan yang senantiasa memberi

dukungan dan mendo’akan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah

SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut

setiaNya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. BapakSuwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

4. Bapak Dr. H. Sa’adi., M.Ag., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan

waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

5. Ibu Dra. Sri Suparwi., selaku pembimbing akademik.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

viii
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudara di rumah yang telah mendoakan dan

mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan

penuh kasih sayang dan kesabaran.

8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung

dalam penyelesaian skripsi ini

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang

setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga

bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, 10 Februari
2016

Penulis,

Muhammad Taslim

11111161

ix
ABSTRAK

Taslim, Muhammad. 2016. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Taisirul


Khalaq Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. Sa’adi,M.Ag.

Kata kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlaq

Pendidikan akhlaq merupakan bagian dari ajaran pendidikan Islam. Kita


ketahui bersama bahwa Negara Indonesia sebagian besar beragama Islam. Dengan
demikian pendidikan akhlaq yang baik ini diharapkan nilai-nilai ajaran pendidikan
Islam dapat ditanamkan dan dilaksanakan di Negara Indonesia ini. Pendidikan
akhlaq lebih utama ditanamkan mulai dari masa dini agar kelak di masa yang akan
datang bisa menjadi tauladan bagi generasi selanjutnya. Pendidikan akhlaq
merupakan hal yang penting bagi manusia untuk mendapatkan kebahagian di
dunia maupun di akhirat. Karena pentingnya pendidikan akhlaq ini maka peneliti
sangat tertarik untuk meneliti megenai konsep pendidikan akhlaq dalam kitab
Taisirul Kholaq. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui
lebih dalam bagaimana konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq?.
Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq
dalam konteks kekinian?. Setelah melakukan penelitian secara mendalam
diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang konsep
pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq, relevansi konsep pendidikan
akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq dalam konteks kekinian.

Metode yang digunakan peneliti yaitu literature (kepustakaan). Penelitian


ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel
atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi
dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis
menggunakan metode deskriptif, filosofis, kontekstual, dan kritik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlaq dalam kitab


Taisirul Kholaq meliputi; akhlaq kepada Allah, adab guru dan murid, akhlaq
kepada diri sendiri dan orang lain, adab sehari-hari, akhlaq mahmudah dan akhlaq
madzmumah. Sedangkan relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul
Kholaq dalam konteks kekinian dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlaq
diberbagai bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang
atau kekinian.

x
DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................................i

LEMBAR BERLOGO........................................................................................ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................iii

PENGESAHAN KELULUSAN.........................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..........................................................v

MOTTODAN PERSEMBAHAN.......................................................................vi

KATA PENGANTAR........................................................................................vii

ABSTRAK..........................................................................................................x

DAFTAR ISI......................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah.........................................................................1

B. RumusanMasalah.......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian..................................................................................6

D. KegunaanPenelitian..............................................................................6

E. Metode Penelitian.................................................................................7

F. PenegasanIstilah...................................................................................10

xi
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 15

BAB II BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI

A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi ................................................ 17

B. Karya-Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi...............................................20

C. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Kholaq...................23

BAB III LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlaq..................................................................29

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlaq....................................................32

C. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlaq........................................................33

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlaq....................51

E. Macam-Macam Akhlaq Dalam Al-Qur’an.........................................54

BAB IV ANALISIS

A. Akhlaq Kepada Allah..........................................................................61

B. Adab Guru Dan Murid.........................................................................62

C. Akhlaq Kepada Orang Lain..................................................................64

D. Adab Sehari-Hari..................................................................................67

E. Akhlaq Mahmudah Dan Akhlaq Madzmumah.....................................70

F. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Taisirul

Kholaq Dikaitkan Dengan Masa Kekinian...........................................79

G. Kritik Terhadap Kitab Taisirul Kholaq Karya Hafidz Hasan

Al-Mas’udi...........................................................................................81

xii
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................... 82

B. Saran ............................................................................................. 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Riwayat Hidup Penulis

3. Lembar Konsultasi

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk

pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik

yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan

yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta

(Daulay, 2012:3).

Dalam pendidikan Islam sangat jelas bahwa di dalamnya mempunyai

tujuan yang sangat erat dengan membentuk kepribadian atau untuk

membentuk insan kamil yang mana untuk mencapai tujuan itu tak lepas dari

hubungan Allah, manusia, dan alam semesta, dan tujuan pendidikan Islam

sangat erat kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah

Allah dan sebagai ‘abd Allah. Oleh karena itu Allah mengutus Rasulullah

untuk menjadikan gambaran seorang khalifah di muka bumi ini serta wajib

bagi untuk meniru teladan-teladan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.

Sesungguhnya pendidikan akhlaq menjadi bagian yang penting pula

dalam substansi pendidikan Islam sehingga al-Qur’an menganggapnya

sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga Islami,

masyarakat dan umat Islam seluruhnya. Akhlaq adalah buahnya Islam yang

diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlaq

menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlaq, yang

1
merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan

masyarakat, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan

dan binatang (Hafidz, 2009:107).

Oleh karena demikian, pentingnya pendidikan akhlaq di dalam

pendidikan sangat penting bahkan pendidikan akhlaq sendiri menjadi bagian

yang terpenting dalam pendidikan Islam. Dalam ajaran Islam banyak sekali

yang membahas ajaran-ajaran pembentukan akhlaq yang terutama membahas

akhlaq mulia karena pembentukan akhlaq mulia itu adalah misi Islam,

sebagaimana tujuan Rasulullah yaitu untuk menyempurnakan akhlaq mulia.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama pendidikan

Islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah

SAW serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim sebagai

tambahan (Arifin, 1995:15).

Agama Islam memperhatikan masalah akhlaq melebihi perhatiannya

dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa, sehingga akhlaq

sebagai satu pokok tujuan risalah. Dalam hal ini beliau bersabda:

‫َإ‬
‫نما ب ع ث ت ل َت مم مكا رمم ا لم خم ل‬
)‫ق (رواه أمحد‬
Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq

manusia” (H.R. Ahmad) Imam Ahmad bin Hambal, 2008:9.187

(www.maktabahsamilah.com).

Akhlaq merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat,

2
dan umat. Karena itulah akhlaq menentukan eksistensi seorang muslim.

3
Akhlaq merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya

akhlaq menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan seseorang.

Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan seyakin-

yakinnya akan ke-Esa-an Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat

sempurna dan tidak memiliki sifat kurang, atau menyerupai sifat-sifat

makhluk ciptaan-Nya (Siroj, 2004:3).

Lingkungan pergaulan anak saat ini sudah sangat mengkhawatirkan,

karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh orang-

orang dan bahkan tanpa kita semua sadari. Hal ini menjadikan keprihatinan

kita semua. Sebab, kondisi tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan anak

hingga menjadi dewasa kelak. Apabila tidak ada cara untuk membentengi diri

anak dari segala terjangan hal-hal yang buruk, maka anak akan dipastikan

terpengaruh perilaku yang buruk, dan bukan tidak mungkin anak menjadi

terbiasa untuk melakukan perbuatan yang buruk, tentu sebagai orang tua hal

tersebut tidak ingin anaknya mengalami nasib yang seperti itu.

Dalam al-Qur’an Allah telah memberikan berbagai macam amanah

dan tanggung jawab kepada manusia. Amanah dan tanggung jawab adalah hal

terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Dalam hal ini, orang tua

(termasuk guru, pengajar, dan pengasuh) harus memberikan pendidikan yang

benar terhadap anak. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah surat at-

Tahrim ayat 6:

)٦( .... 
      
      
    

4
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.....” (Qs. At-Tahrim).

5
Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam

kehidupan bermasyarakat, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap

seseorang. Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di

bangku sekolah. Kemerosotan akhlaq pada anak-anak dapat kita lihat

banyaknya siswa tawuran, mabuk, membolos, berani, dan durhaka kepada

orang tua, bahkan sampai membunuh. Bila tidak dididik dari anak-anak maka

akan berdampak kelak di masa dewasa bahkan masa tuanya. Hal ini terlihat

dari banyaknya kasus akhlaq yang buruk dilakukan oleh orang dewasa atau

orang tua. Misalnya; pembunuhan, pemperkosaan, pencurian, dan lain-lain.

Dalam hal ini perlu benteng pembatas untuk membentuk akhlaq yang baik,

yakni keluarga dan lembaga pendidikan. Upaya tersebut untuk memulihkan

kondisi yang baik, dengan memberikan dan menanamkan kembali akan

pentingnya pendidikan dalam membina akhlaq anak didik. Baik itu kepada

orang tuanya, maupun lingkungannya. Dalam pembelajaran itu sendiri

dibutuhkan sebuah tatanan akhlaq yang harus diterapkan, agar kemanfaatan

sebuah ilmu itu merasuk pada hati peserta didik dan dapat terlahir dalam

kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan adanya kerjasama

antara pendidik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik berusaha

menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik apabila tidak ada kesiapan

dan kesediaan dari peserta didik itu sendiri untuk mencapai tujuan, maka

pendidikan akan sulit dibayangkan berhasil. Namun perlu digaris bawahi,

bahwa adanya proses belajar mengajar dalam lembaga pendidikan sangat

6
membutuhkan adanya sebuah akhlaq dan aturan yang bisa mengantarkan

kepada sebuah keberhasilan guru dan murid. Dengan kata lain, dengan

membiasakan akhlaq yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar

merupakan langkah untuk mencapai suatu keberhasilan belajar.

Melihat begitu pentingnya pendidikan akhlaq yang dimulai dari masa

dini hingga masa yang akan datang dan untuk menumbuhkan akhlaq yang

digambarkan oleh Rasulullah maka di sini Hafidz Hasan al-Mas’udi menulis

sebuah karya yang berisi tentang akhlaq-akhlaq yang diberi nama Taisirul

Khalaq. Beliau lahir di Baghdad. Beliau merupakan seorang ulam besar dan

sekaligus seorang guru besar dari Al-Azhar. Kitab Taisirul Khalaq dapat

diartikan sebagai kitab yang memudahkan seseorang untuk melaksanakan

akhlaq dan memahami macam-macam akhlaq. Sehingga mengetahui dengan

pasti akhlaq yang harus dilaksanakan dan akhlaq yang harus ditinggalkan.

Dalam kitab tersebut berisi tentang kumpulan beberapa akhlaq dan berisi

sebanyak 33 tema yang didalamnya sudah termasuk pembukaan dan

penutupan.

Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh dalam

sebuah penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM

KITAB TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI”.

7
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlaq yang terkandung dalam kitab

Taisirul Khalaq?

2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul

Khalaq dalam konteks kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menemukan deskripsi tentang konsep pendidikan akhlaq dalm kitab

Taisirul Khalaq.

2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul

Khalaq dengan konteks kekinian.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat,

adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan akhlaq

dalam kitab Taisirul Khalaq.

b. Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan.

8
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di

IAIN Salatiga.

2. Manfaat
Praktis

a. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui konsep

pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Khalaq.

b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi

penulis sendiri.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah

hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

2. Sumber Data

a. Data Primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Taisirul Khalaq

karya Hafidz Hasan al-Mas’udi.

b. Data Sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul

penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu

membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dari berbagai buku

9
dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan

mengutamakan data primer.

4. Teknik analisis data

Melihat objek penelitian buku-buku atau literature, maka penelitian

ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriftif, filosofis,

kontekstual, dan kritik.

a. Metode deskriptif

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sisitem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,

1988:63). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki.

b. Metode filosofis

Metode filosofis adalah metode yang digunakan untuk

mendalami dalam menganalisis sesuatu yang mana metode ini

mendorong penulis untuk berfikir secara kritis, logis, sistematik,

rasional, dan objektif. Semuanya dilakukan dalam rangka memperoleh

kebenaran dalam suatu peristiwa atau pernyataan.

Dalam perkembangan sejarah, istilah “filsafat”, ”falsafah”,

”filosofi” ternyata dipakai dengan arti yang beraneka ragam. Bagi

1
orang-orang yunani kuno, filsafat secara harfiah berarti “cinta kepada

kebijakan” (Woodhouse, 2000:13).

c. Metode kontekstual

Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang

ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual

adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan

menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan

nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara

isi yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq dengan situasi dunia nyata

dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada

dalam kitab Taisirul Khalaq dengan penerapannya dalam kehidupan

kekinian.

d. Metode kritik

Kata “kritik” (criticism) (wellek, 1978:22) sangat luas

dipergunakan dalam bermacam-macam hubungan, seperti politik,

masyarakat, sejarah musik, seni, dan filsafat. Namun, tampaknya

istilah “kritikus” dan “kritik” dikhususkan pada penyelidikan dan

koreksi teks-teks kuno (Rachmat, 2002:31).

Metode kritik adalah metode yang membantu untuk menelusuri

kejelasan yang ada dalam suatu teks dengan cara membaca,

menafsirkan, dan meghubungkan antara teks satu dengan yang lain

agar penulis memperoleh kejelasan tentang teks itu sendiri.

1
F. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi

kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi

berikut:

1. Konsep

Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan

pemikiran (Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu ada juga yang

mengartikan bahwa konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang

diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2005:588).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan (KBBI, 2003:204). Atau juga pendidikan

merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan

mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik

dalam bentuk pendidikan formal dan non-formal (Arifin, 1997:12).

Jadi dengan kata lain, pendidikan merupakan ikhtiar manusia untuk

membantu dan mengarahkan fitrah manusia berkembang sampai kepada

titik maksimal yang dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Unsur-unsur pendidikan terdiri atas; tujuan, pendidik, anak didik,

lembaga, kurikulum, metode, media, dan evaluasi.

1
a. Tujuan

Tujuan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab (Suwarno, 2006:32).

b. Pendidik

Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang

dapat membantu perkembangan kepribadian seseorang dan

mengarahkannya pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004:39). Tidak

hanya guru, orang tua, dan ustadz. Tapi di sini semua orang yang

membantu dalam perkembangan kepribadian dan mengarahkan pada

tujuan pendidikan disebut juga pendidik.

c. Anak didik

Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,

baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali,

2004:35).

d. Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang

terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga

sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu

penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI,

2005:582).

1
e. Kurikulum

Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni

“Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.

Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan

yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh

ijazah (Susilo, 2007:77). Dengan kata lain kurikulum yaitu masa

dimana setiap siswa harus menempuhnya, sehingga mencapai apa

yang diinginkannya atau mencapai sebuah tujuan pendidikan.

f. Metode

Metode merupakan cara melakukan atau menyajikan,

menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran

kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Yamin, 2008:74).

Contoh metode dalam pembelajaran yaitu metode ceramah, tanya

jawab, diskusi, studi mandiri, studi kasus, simulasi, bermain peran,

dan lain-lain.

g. Evaluasi

Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis

untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan

dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan

dalam pribadi siswa (Daryanto, 2001:1). Evaluasi juga bisa dijadikan

sebagai gambaran dimana dalam proses belajar tersebut berhasil atau

tidak.

1
3. Akhlaq

Secara etimologis, Kata akhlaq adalah sebuah kata yang berasal

dari bahasa arab Al-Akhlaaq. Ia merupakan bentuk jamak dari kata Al-

Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak (Halim, 2000:8).

Akhlaq yaitu budi pekerti atau kelakuan (KBBI, 2003:15). Akhlaq

(moral) adalah sebuah sistem yang lengkap terdiri dari karakteristik-

karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi

istimewa (Mahmud, 2004:26).

Dalam rangka menjernihkan istilah akhlaq, harus kita simak lagi

tentang pengertian etika, moral, karakter, dan kepribadian.

a. Etika

Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan

daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup

kalau ia mau menjadi baik (Suseno, 1987:17). Etika bisa disebut juga

suatu perbuatan harus dilakukan manusia (Bertens, 1993:9). Dengan

kata lain etika bisa disebut juga sebuah ilmu bukan sebuah ajaran.

b. Moral

Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia

sebagai manusia. Jadi bukan mengenai baik-buruknya begitu saja,

misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulutangkis atau

penceramah, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai

manusia (Suseno, 1987:19). Ajaran moral dapat diibaratkan dengan

1
buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor

kita dengan baik, sedangkan etika memberikan kita pengertian

tentang struktur dan teknologi sepeda motor sendiri.

c. Karakter

Karakter adalah kata benda yang memiliki arti: (1) kualitas-

kualitas pembeda; (2) kualitas-kualitas positif; (3) reputasi; (4)

seseorang dalam buku atau film; (5) orang yang luar biasa; (6)

individu dalam kaitannya dengan kepribadian, tingkah laku, atau

tampilan; (7) huruf atau simbol; (8) unit data komputer (Permana,

2012:23). Karakter bisa disebut juga dengan tingkah laku atau

tampilan yang mana karakter muncul disebabkan oleh moral.

d. Kepribadian

Terkadang definisi akhlak sebagaimana disebutkan atas

dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya

saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut:

1) Akhlaq lebih terarah pada kehendak dan diwarnai dengan nilai-

nilai.

2) Kepribadian mencakup pengaruh fenomena sosial bagi tingkah

laku.

4. Pendidikan Akhlaq

Pendidikan akhlaq dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui

bahwa dalam kehidupan manusia menghadapi hal baik dan hal buruk,

kebenaran dan kebatilan, keadilan dan kezaliman, serta perdamaian dan

1
peperangan. Untuk menghadapi hal-hal serbakontra tersebut, Islam telah

menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia

mampu hidup di dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan

kebaikan di dunia dan akhirat, serta mampu berintraksi dengan orang-

orang yang baik dan jahat. (Mahmud, 20004:121).

Pendidikan akhlaq bisa diartikan sebagai wujud usaha manusia

dalam mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama manusia diciptakan,

yaitu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.

5. Kitab Taisirul Khalaq

Kitab Taisirul Khalaq yaitu kitab yang berisi tentang akhlaq-

akhlaq agama baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia.

Kitab ini ditulis oleh seorang ulama’ yang bernama Hafidz Hasan al-

Mas’udi, beliau dilahirkan di Baghdad pada akhir abad ke-9 M. Kitab

yang berisi sebanyak 55 halaman dan berisi sebanyak 33 tema ini sangat

ringkas dan mudah dipelajari. Kitab ini sangat cocok untuk dijadikan

pembelajaran bagi orang yang pemula dalam mempelajari tentang akhlaq.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga

pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan

mudah,maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan

secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari enam bab yang masing-masing

saling berkaitanyaitu sebagai berikut:

1
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah,

sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intlektual tokoh

Hafidz Hasan al-Mas’udi, yang meliputi: biografi Hafidz Hasan al-

Mas’udi, situasi keilmuan Islam pada masa kehidupan beliau, karya

pemikiran Hafidz Hasan al-Mas’udi, konsep pendidikan akhlaq dalam kitab

Taisirul Kholaq.

Bab III Pada bab ini membahas tentang pengertian konsep pendidikan

akhlaq, ruang lingkup pendidikan akhlaq, dasar pendidikan akhlaq, unsur-

unsur pendidikan akhlaq, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan

akhlaq, dan tujuan pendidikan akhlaq.

Bab IV Pada bab ini menjelaskan relevansi konsep pendidikan akhlaq

yang ada dalam kitab Taisirul Khalaq yang dikaitkan dengan konteks

kekinian.

Bab V Memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-

saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan daftar

pustaka.

1
BAB II

BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI

A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi

Nama sebenarnya Hafidz Hasan al-Mas’udi ialah Abu al-Hasan Ali bin

Husayn bin Ali al-Mas’udi atau Abu Hassan Ali bin al-Hasyn bin Abdullah

al-Mas’udi. Beliau dilahirkan di Baghdad, Iraq menjelang akhir abad ke-9 M.

Beliau meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345/1956 M. Pernyataan

ini sama dengan pernyataan dalam al-Dhahabi dan surat tulisan al-Mushabi

yang menyatakan al-Mas’udi meninggal dunia dalam bulan Jamadilakhir 345

M. Beliau terkenal dengan sebutan al-Mas’udi. Beliau berketurunan Arab

yaitu keturunan Abdullah bin Mas’udi seorang sahabat Nabi Muhammad

SAW yang dihormati (Dian, 2013:30).

Mas’udi dilahirkan di kota Bagdad. Pada masa mudanya, dia sangat

menguasai warisan sastra pada zamannya dan juga berbagai ilmu

pengetahuan. Namun, bidang kajiannya yang hakiki ialah pengembaraanya

yang luas di darat dan di laut yang mencakup negeri India hingga lautan

Atlantik, dari laut Merah hingga laut Caspia. Bahkan ada kemungkinan dia

telah mengembara ke Cina dan kepulauan Melayu (Husayn, 2003:131).

Al-Mas’udi dikenal sebagai sejarawan dan ahli geografi Arab. Ia

dilahirkan di Bagdad, Irak, pada akhir abad XIX. Nama lengkapnya adalah

Abu al-Hasan Ali bin Husein Ibnu Ali al-Mas’udi. Setelah menyelesaikan

pendidikan dasarnya, al-Mas’udi tertarik mempelajari sejarah dan adat-

1
istiadat masyarakat suatu tempat. Hal inilah yang mendorongnya untuk

mengembara dari satu negeri ke negeri lain, mulai dari Caspia, Tiberias,

Damaskus, Mesir, dan berakhir di Suriah. Dalam pengembaraannya, al-

Mas’udi mempelajari ajaran Kristen dan Yahudi, serta sejarah negara-negara

Barat dan Timur (Wahyu, 2008:207).

Abul Hasan Ali ibn Husain al-Mas’udi dilahirkan di bagdad sebelum

akhir abad ke sembilan. Dia adalah keturunan Abdullah ibn Mas’udi, sahabat

Nabi yang dihormati. Dia seorang Arab Mu’tazilah yang menghabiskan

sepuluh tahun terakhir hidupnya di Syria dan Mesir, yang akhirnya meninggal

di Kairo pada tahun 957 M. Mas’udi juga penulis dan penjelajah dunia Timur.

Dia masih muda ketika berkelana melintasi Persia dan tinggal di Istakhar

selama kurang lebih setahun pada 915 M. Dari Bagdad ia pergi ke India (916

M), mengunjungi kota-kota Multan, Mansuro. Kembali ke Persia setelah

mengunjungi Kerman (Jamil, 1994:418).

Menurut Husayn (2003:132-133), al-Mas’udi termasuk pembaharu

dalam model tulisan sejarah sekaligus model tulisan geografi. Dalam bidang

sejarah, dia mengubah tulisan kronologis per tahun yang dilakukan oleh

pendahulunya, al-Thabari. Dia tidak menuliskan sejarah dari tahun per tahun,

tetapi dalam model tulisan satu kisah bersambung, yang memiliki kelebihan

dari segi sastranya. Dia tidak memerlukan rangkaian mata rantai sumber

sejarah yang ditilisnya. Dalam tulisannya, ia jarang mencantumkan sumber-

sumber atau rujukan sejarahnya. Dia seperti halnya al-Ya’qubi melakukan

pengecekan penulisan sejarah dari sudut tinjauan agama, dan menjadikannya

2
sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Kalau sebelumnya al-Thabari mencurahkan

perhatian kepada sejarah bangsa Arab dan bangsa Persia kuno, al-Mas’udi

memperluasnya dengan menambahkan kajian sejarah Iran, sejarah Yunani,

sejarah Romawi, sejarah Byzantium, bahkan sejarah gereja Kristen. Dalam

geografi, al-Mas’udi juga menempati barisan kedelapan, tanpa ada

tandingannya pada abad kesepuluh Miladi. Karena, dia beralih dari tradisi

penulisan geografi yang hanya diigunakan untuk kepentingan aturan pos dan

perhubungan, serta penarikan pajak. Dia menulis geografi seperti halnya

bangsa Yunani, yang memasukkan peta laut, sungai, bangsa Arab, Kurdi,

Turki, dan Bulgaria, serta perpindahan India dan Negro, serta pengaruh iklim

terhadap akhlak dan adat istiadat suatu bangsa. Bahkan, dia juga menulis dan

berbicara tentang pemikiran mengenai penyatuan berbagai bangsa yang telah

maju, beberapa abad sebelum pemikiran seperti ini muncul dan berkembang

menjadi teori ilmiah dan Eropa.

Dia sangat arif tentang tingginya nilai pengetahuan geografi pada

zamannya. Khususnya buku yang dia tulis, yang berjudul al-Tanbih wa al-

Isyraf. Adapun buku Muruj al-Dzahab, merupakan buku yang memuat bentuk

kehidupan sosial dan budayanya, pada zaman kekhalifahan Islam yang sangat

baik (Husayn, 2003:133).

Tidak banyak para pendahulu yang mengulas sejarah Hafidz Hasan al-

Mas’udi, para ahli waris juga sangat sulit untuk dilacak karena keberadaan

penyusun yang tidak memungkinkan melacaknya sampai asal atau tempat

2
dimana beliau berkiprah. Namun, sekilas gambaran itu penyusun kira sudah

mewakili.

B. Karya-Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi

Hafidz Hasan al-Mas’udi merupakan ulama’ yang ahli dalam berbagai

bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai ahli dalam bidang

keagamaan. Diantara karya-karya dalam bidang akhlak adalah kitab Taisirul

khalaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul

Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan kitab al-Ausat

adalah karyanya dalam bidang sejarah (Dian, 2013:33).

Kitab Akhbar az-Zaman adalah salah satu karya al-Mas’udi yang

terdiri dari tiga puluh jilid. Buku ini berisi tentang uraian sejarah dunia. Karya

lainnya adalah kitab al-Ausat, yang berisi kronologi sejarah umum. Pada

tahun 947, kedua karya tersebut digabungkan menjadi satu dalam sebuah

buku berjudul Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin atau Meadows of Gold and

Mines of Precious Stones (Padang Rumput Emas dan Tambang Batu Mulia).

Pada tahun 956, karya ini direvisi kembali dan diberikan sejumlah tambahan

oleh penulisnya. Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin dianggap sebagai buku yang

memberikan dasar-dasar teori evolusi. Dengan pertimbangan tersebut, buku

ini diterbitkan kembali di Kairo (1866) dan diterjemahkan dalam bahasa

Perancis oleh C.B de Maynard dan P. De Courteille. Hasil terjemahan itu

kemudian dibagi menjadi sembilan jilid dan dicetak di paris (1861-1877).

2
Buku jilid pertama sempat diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh A.

Sprenger dan dicetak di London (Wahyu, 2008:208).

Dari Basra kemudian pindah ke Fustat (Kairo Kuno) tempat ia menulis

karyanya yang bagus, Kitab Akhbar-uz-Zaman atau Murut-uz-Zaman (Cermin

Zaman) yang lebih dikenal dengan sebutan “Annals” (Catatan Tarikh), dalam

30 jilid dengan suplemen (lembaran ekstra), Kitab-ul-Ausat, sketsa

kronografis mengenai sejarah umum. Karya besarnya ini diselesaikan pada

tahun 956 M sebagaian lagi masih disimpan. Karyanya yang lebih awal

Muruj-uz-Zahab, menyempurnakan isi dua bagian Murat-uz-Zaman.

Karyanya terakhir ditulis pada tahun kematiannya, yaitu Kitab-ut-Tanbih wal

Ishraf (buku Indikasi dan Revisi). Dalam buku ini ia membuat ikhtiar,

mengoreksi dan melengkapi karya-karyanya terdahulu. Buku ini diterbitkan di

Leiden pada tahun 1894 SM dengan penyunting M.J Goeje (Jamil, 1994:419).

Menurut Wahyu (2008:208), selain Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin,

karya al-Mas’udi lainnya adalah kitab at-tanbih wa al-Isyraf (Book of

Indication and Revision), yaitu sebuah buku yang berisi ringkasan koreksi

terhadap tulisannya yang lain. Buku ini juga memaparkan garis besar

pandangan filsafat al-Mas’udi tentang alam dan sejumlah pemikiran

evolusinya. Di kemudian hari, buku ini dietit oleh M.J. de Geoje, sebelum

kemudian diterjemahkan dalam bahasa Perancis oleh Carra de Vaux pada

tahun 1896.

Menurut Jamil (1994:420), Mas’udi disebut sebagai “Heroditus dan

Plinius”-nya orang Arab karena memperkenalkan metode secara orisinil

2
dalam penulisan sejarah. Ia membuat revolusi dalam penulisan sejarah dengan

memperkenalkan studi kritis pada kejadian-kejadian historis, dan juga, tidak

hanya pengelompokan peristiwa menurut tahun, tapi malahan ia kumpulkan

peristiwa-peristiwa menurut dinasti-dinastinya, sebuah cara yang kemudian

diikuti dan dijelaskan oleh Ibn Khaldun. Pengetahuan yang mendalam

mengenai muncul dan jatuhnya dinasti-dinasti di dunia yang banyak sekaliitu

dimilikinya dengan baik dan secara kritisditeliti dalam karya-karya sejarah

geografinya yang monumental seperti tertulis secara mendetail di atas.

Mas’udi sadar akan kebesarannya sebagai sejarawan. Ia berkata, “Saya belum

pernah menemui seorang sejarawan yang menggumuli sejarah dengan cara

yang saya lakukan. Sebuah perbandingan dari karya sejarah saya dengan

karya-karya pendahulu saya akan meyakinkan setiap pembaca akan benarnya

pernyataan saya”. Pandangan Mas’udi sangat luas dan dialah salah seorang

yang pertama kali menggunakan anekdot dalam sejarah. Dia telah melakukan

karya-karya wisata yang ekstensif, berkelana ke segenap penjuru dunia Islam

dalam usahanya mencari data dari tangan pertama. Ini yang memungkinkan

ia menulis karya-karya yang besar seperti; Muruz-uz-Zaman (Cermin Zaman).

Karya lainnya yang patut dicatat adalah Al Tanbih wal ishraf, yang

mengetengahkan teori evolusi.

Karya sejarahnya yang abadi sangat membantu dalam menetapkan

norma teori penulisan sejarah masa kini. Sebuah laporan tentang karya-karya

Mas’udi bisa ditemukan dalam Memoirs de Sacy dan prakata Goeje pada edisi

pertama Kitab al-Tanbih wal Ishraf. Juga dalm The Tales of Caliph

2
(Dongeng-dongeng Khalifah) tulisan C.Field, 1909, didasarkan pada karya-

karya Mas’udi (Jamil, 1994:420).

C. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Khalaq

1. Akhlaq kepada Allah

Akhlaq pertama yang ada dalam kitab Taisirul Khalaq yaitu

akhlaq kepada Allah. Dijelaskan di dalamnya bahwa berakhlaq kepada

Allah bisa dilaksanakan dengan cara bertaqwa kepada Allah, dalam arti

taqwa itu sendiri yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi

semua larangan-Nya, baik dalam keadaan sepi atau ramai. Keberhasilan

taqwa bisa dilaksanakan dengan menanamkan perkara yang bagus dan

menghindari dari perkara yang buruk (Hafidz, tt:3).

Adapun strategi bertaqwa antara lain (Hafidz, tt:3-4):

a. Merasa bahwa diri kita itu hina atau lemah dan mengakui bahwa

Allahlah yang memberikan kekuatan kepada kita, serta mengakui

bahwa Allahlah yang Maha Agung.

b. Tidak mudah melaksanakan perbuatan maksiat atau dosa, baik itu

kepada Allah atau kepada makhluk ciptaan-Nya.

c. Bersyukur kepada Allah dan menerima atas apa saja yang telah Allah

berikan kepada kita.

d. Selalu mengingat akan hadirnya kematian yang akan menunggu kita.

e. Saling tolong menolong terhadap sesama muslim.

2
2. Adab Guru dan Murid

Guru adalah orang yang mempunyai kesempurnaan ilmu dan

orang yang bisa mengerti akan keadaan murid, guru harus mempuyai sifat

terpuji yang mana akan berpengaruh kepada murid serta guru juga

menjadi dalang bagi murid yang mana keberhasilan murid itu ada pada

gurunya. Sifat guru sebaiknya bersifat sopan santun, sabar, pengasih,

penyayang, lemah lembut, dan lain-lain (Hafidz, tt:4).

Sebaliknya, murid mempunyai kewajban untuk menghormati guru

dan menghormati kepada sesama teman-temannya (Hafidz, tt:5).

Adab yang harus dimiliki oleh murid antara lain (Hafidz, tt:5-6):

a. Memelihara diri sendiri hal ini diwujudkan dengan cara tawadu’,

tidak sombong dan memelihara seluruh anggota badannya.

b. Adab kepada guru sebagai murid yang mempunyai adab yang baik

harus mempercayai bahwa guru itu lebih utama dari pada kedua orang

tua, sopan kepada guru baik di depan maupun di belakangnya, tidak

memuji guru lain di depan gurunya, dan mentaati apa yang sudah

diajarkan oleh guru.

c. Adab kepada sesama teman merupakan sifat yang saling memuji

dengan sesama, tidak mengolok-ngolok teman, tidak sombong, dan

menghargai pendapat teman-temannya.

2
3. Akhlaq kepada diri sendiri dan orang lain.

Dalam kehidupan tidak ada orang yang tidak membutuhkan bantuan

orang lain. Di dalam bermasyarakat ada beberapa hal yang harus

diperhatikan antara lain (Hafidz, tt:6):

a. Hubungan anak dengan orang tua

Orang tua merupakan salah satu sebab seorang anak itu ada di muka

bumi ini yang mana perjuangan dari orang tua itu tidak habis dihitung

dengan apapun terutama seorang ibu yang telah mengandung seorang

anak dan melahirkannya, dan bapak lah yang bertanggung jawab atas

semua kehidupan di rumah tangga. Dengan itu anak haruslah berbakti

kepada kedua orang tua dan membuat bangga kepada mereka (Hafidz,

tt:6).

b. Hubungan saudara

Dalam hubungan saudara semua dianggap keluarga dan peliharalah

hubungan persaudaraan. Bahkan Allah dan utusanNya

memerintahkan untuk memelihara tali persaudaraan dan melarang

untuk memutus tali persaudaraan (Hafidz, tt:7).

c. Hubungan tetangga

Tetangga merupakan orang yang bertempat tinggal yang paling deket

dengan kita maka kita harus menghargai mereka, menanggung

mereka, dan saling menolong kepada mereka (Hafidz, tt:8).

2
d. Adab pergaulan

Di dalam pergaulan kita dianjurkan berwajah ceria, setia kawan,

menghargai pendapat orang lain, rendah hati dan tidak sombong,

lebih baik berdiam jika teman bergurau, meminta maaf dan

memaafkan jika punya kesalahan kepada teman. Ada tiga hal yang

harus dipegang oleh manusia yaitu; dapat dipercaya, dermawan, dan

tidak membuka aib seseorang (Hafidz, tt:8-9).

e. Ramah tamah

Al-Mas’udi menyebutkan tentang bab ramah tamah menggunakan

kata ulfah. Kata ulfah disini berarti ramah terhadap semua orang

bukan hanya kepada keluarga dan saudara kita saja. Di antara dasar

yang dijadikan pedoman kenapa seorang muslim harus ramah adalah

karena faktor agama, nasab, memperkuat tali persaudaraan.

Sedangkan manfaat dari kasih sayang dalam persaudaraan adalah

timbulnya rasa simpati, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa

yang pada akhirnya segala permasalahan menjadi mudah dan

bebannya berkurang karena di kerjakan bersama dan saling bantu

membantu (Hafidz, tt:9-10).

f. Persaudaraan

Persaudaraan secara sederhana dapat diartikan menjadi ikatan kuat di

antara dua orang yang kemudian menjadi rasa persaudaraan antara

keduanya. Kedua orang yang saling bersaudara dianjurkan saling

bermuwasamah, berikutnya saling tolong-menolong satu dengan yang

2
lain, saling memaafkan kesalahan satu sama lain, saling mencegah

kemunkaran antara keduanya, saling mengajak kepada kebaikan, dan

yang tidak kalah penting adalah mempertahankan ikatan tali

persaudaraannya. Terlepas dari semua itu, manfaat ikatan persaudaran

sangatlah luas, manusia diciptakan dengan karakter sosial tinggi

sehingga ikatan persaudaraan menjadi sangat penting untuk

menopang hubungan tersebut. Kesimpulannya sebagai seorang

muslim wajib menjaga tali persaudaraan antara kerabat, keluarga dan

saudara serta sesama muslim pada umumnya (Hafidz, tt:10-11).

4. Adab Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal-hal yang seorang lakukan

dan harus dengan cara yang baik untuk mendapatkan hal yang baik juga.

Di antara adab-adab tersebut antara lain (Hafidz, tt:11-15):

a. Adab di dalam majlis ilmu

b. Adab makan

c. Adab minum

d. Adab tidur

e. Adab di dalam masjid

f. Kebersihan

2
5. Akhlaq Mahmudah (terpuji) dan Madzmumah (tercela)

a. Akhlaq Mahmudah (terpuji)

Akhlaq mahmudah atau bisa disebut dengan akhlaq terpuji antara

lain; jujur, amanah, murah hati, dermawan, rendah hati, adil, dan lain-

lainnya (Hafidz, tt:17-28).

b. Akhlaq Madzmumah (tercela)

Akhlaq madzmumah atau disebut dengan akhlaq tercela antara lain;

dusta, dendam, hasud, menggunjing, adu domba, sombong, dholim,

dan lain-lainnya (Hafidz, tt:17-28).

3
BAB III

LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlaq

Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama

paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi, dikenal

dengan educare, artinya membawa keluar (suatu yang ada di dalam). Bahasa

Belanda menyebut istilah dengan nama opvoeden, yang berarti membesarkan

atau mendewasakan, atau voden artinya memberi makan. Dengan bahasa

Inggris dengan istilah educate/education, yang berarti to give moral and

intellectual training artinya menanamkan moral dan melatih intelektual

(Muhadjir, 1993:15)

Mahfud (2006:32-34), secara sederhana dan umum, pendidikan

bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-

potensi bawaan, baik jasmani dan rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada di

dalam masyarakat dan kebudayaan.

Bagi kehidupan umat manusia pendidikan merupakan kebutuhan

mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil

suatu kelompok manusia dapat hidup dan berkembang sejalan dengan aspirasi

(cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan

hidup mereka.

Definisi tentang pendidikan (pedagogi) itu sendiri sangat banyak. Para

pemikir pendidikan berbeda pendapat dengan definisi pendidikan. Meski

demikian, ini bukan berarti bahwa definisi pendidikan tidak jelas. Definisi

3
pendidikan yang beragama dan berbeda-beda tersebut justru menjadi

kekayaan intlektual dalam khazanah pemikiran pendidikan kontemporer yang

sangat berharga.

Beberapa definisi tentang pendidikan dari para pakar pendidikan

tersebut, yang perlu kita ketahui di antaranya adalah definisi yang

disampaikan oleh Langeveld. Pakar pendidikan dari Belanda ini

mengemukakan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh

orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu

kedewasaan.

Dalam undang-ungang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional menyebutkan: “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlaq mulia,

serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

(Undang-undang sistem pendidikan nasional 2008:3).

Selain itu, definisi pendidikan juga dikemukakan oleh Ki Hadjar

Dewantara dalam kongres Taman Siswa yang pertama pada 1930 ia

menyebutkan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk

memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran

(intelek), dan tubuh anak. Dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan

bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan

dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.

3
Menurut Driyarkara, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia

muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik.

Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda (Dikti, 1984:19).

Dalam Dictionary Education dikemukakan, bahwa definisi pendidikan

adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana kita hidup,

proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang

terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia

dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

kemampuan individu yang optimum (maksimal). Crow and Crow

mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang berisi berbagai macam

kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu

meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke

generasi (Suprapto, 1975:7).

Dari berbagai definisi tentang pendidikan di atas, dapatlah diikhtiarkan

bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai:

1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.

2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak-anak dalam

pertumbuhannya.

3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu

yang dikehendaki oleh masyarakat.

4. Suatu pembentukan karakter, keperibadian dan kemampuan anak-anak

dalam menuju kedewasaan.

3
Kata akhlaq berasal dari bahasa arab ْTَ‫ خال ا‬bentuk jamak ‫ خ‬yang
‫ق‬
dari ‫ق‬ ‫ل‬

berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (IAIN Walisongo,

2004:109).

“Al-Khuluq (jamaknya al-Akhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari

perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh

perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan

pertimbangan” (Zainuddin dkk, 1991:102).

Pendidikan akhlak bisa diartikan sebagai wujud usaha manusia dalam

mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama manusia diciptakan, yaitu

mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan begitu dapat disimpulkan

juga bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang secara sadar untuk

membimbing dan mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah

laku yang mulia dan menjadikannya sebagai kebiasaan.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlaq

Dalam ilmu usul fiqh yang menjadi rujukan pencarian hukum maka

dikenal prinsip Maqasid Al Syari’ah yang tidak lain merupakan salah satu

prinsip fiqh yang mangkaitkan dengan akhlak. Segala sesuatu menjadi benar

apabila tidak bertentangan dengan lima prinsip tersebut, didapatkan ruang

lingkup akhlak harus berpedoman pada ; Hifdu ad-Din (Menjaga Agama),

Hifdu an-Nafs (Menjaga Jiwa), Hifdu al-Aql (Menjaga Akal), Hifdu al-Mal

(Menjaga Harta).

3
Akhmad Azhar Basyir (1987:6 dalam Mujiono dkk, 2002:94)

menyebutkan bahwa cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan

menusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk

sosial, khalifah di muka bumi serta sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.

Dengan demikian Basyir merumuskan bahwa ruang lingkup akhlaq

sebagai berikut ; Akhlaq terhadap Allah SWT, Akhlaq terhadap keluarga,

Akhlaq terhadap Masyarakat, dan Akhlaq terhadap Makhluk lain.

Apabila dipadukan, antara prinsip Maqasid al Syari’ah dengan

rumusan Akhmad Basyir tentang ruang lingkup akhlak maka terlihat ada salah

satu aspek yang tertinggal yaitu aspek menjaga terhadap harta. Akhlaq

bagaimana manusia bersikap terhadap harta sangat diperlukan mengigat

banyak manusia tergelincir pada lubang kesesatan dikarenakan oleh harta.

C. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlaq

1. Tujuan Pendidikan Akhlaq

Pendidikan merupakan sebuah proses manusia untuk menjadi

makhluk yang berakal sehingga pengukuran dari pendidikan tersebut

adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai.

Pendidikan suatu bangsa mungkin tidak akan sama dengan bangsa

lainnya, karena pandangan hidup mereka biasanya tidak sama. Tetapi,

pada dasarnya, pendidikan setiap bangsa tentulah sama, yaitu semua

mengingginkan terwujudnya manusia yang baik yaitu manusia yang

sehat, kuat, serta mempunyai keterampilan, pikirannya cerdas serta

3
pandai, dan hatinya berkembang dengan sempurna. Tujuan pendidikan

pada tingkat nasional itu dijabarkan ke dalam tujuan pendidikan yang

lebih khusus, yaitu tujuan pendidikan pada tingkat institusional

(lembaga), disesuaikan dengan tingkat dan jenis pendidikan tertentu

(Tafsir, 1990:16).

Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia

yang mempunyai fungsi untuk membantu perkembangan manusia untuk

mencapai manusia seutuhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Zahra Idris

dalan bukunya “pengantar pendidikan” (2004:34) bahwa tujuan

pendidikan adalah memberikan bantuan terhadap anak seutuhnya. Dalam

arti, supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral,

pengetahuan, dan ketrampilan semaksimal mungkin agar menjadi

manusia dewasa.

Apabila dikaitkan dengan ajaran Islam maka tujuan pendidikan

tidak dapat lepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu untuk

menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-

Nya dan dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat

(Azra, 2000:8).

Rumusan tujuan pendidikan dan akhlaq di atas hakikatnya dapat

dilakukan melalui membangun motivasi pribadi dan orang lain untuk

mencontoh akhlak Nabi. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:

3
              
     
    

       


  


Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (QS. Al-
Ahzaab:21)

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akhlaq

adalah terciptanya manusia yang beriman perilaku lahir dan batin yang

seimbang (seperti Nabi) (Afriantoni, 2007:46).

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan akhlaq

adalah untuk menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq

mulia, yang mengantarkan dia kepada kebahagiaan di dunia dan di

akhirat. Di samping itu, bagi umat Rasulullah, manusia dituntut untuk

berprilaku sesuai dengan panutan umat manusia atau suri tauladan demi

mencapai kebahagiaan yang hakiki.

2. Kurikulum

Zuhairini (1983:57-58), istilah kurikulum berasal dari kata

“curriculum” yang mempunyai arti “a course of study in a scool”. Istilah

kurikulum ini pada mulanya dipakai oleh bangsa Yunani di lapangan

atletik dengan pengertian “jarak yang harus ditempuh ”.

“Curriculum dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran tertentu

3
yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai

untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah”.

3
Pendapat ini sesuai benar dengan rencana pelajaran yang kita

sedang berkembang (under developed countries) termaksuk Indonesia,

yang sebagaian besar pendidikan masih membatasi kurikulum pada empat

dinding sekolah yang dimana murid-murid diwajibkan dengan tekun

belajar dan menghafal.

Sesuai dengan pengertian kurikulum (secara umum) seperti uraian

terdahulu, maka kita dapat mengambil pengertian kurikulum pendidikan

Agama.

Pengertian kurikulum pendidikan Agama ialah: bahan-bahan

pendidikan agama berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang

dengan segaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan Agama. Atau dengan kata yang lebih

sederhana “kurikulum pendidikan Agama adalah: semua pengetahuan,

aktifitas (kegiatan-kegiatan) dan juga pengalaman-pengalaman yang

dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak

didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Agama” (Zuhairini,

1983:59).

Dengan demikian kurikulum pendidikan Akhlaq dapat diartikan

sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta

didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, serta

nilai-nilai lainnya.

Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri atas komponen-

komponen yang saling terkait, terintegrasi, dan tidak dapat terpisahkan

3
satu sama lainnya. Gunawan (2014:48-57) komponen-komponen tersebut

antara lain:

a. Tujuan kurikulum

Secara sederhana, tujuan kurikulum menurut Daradjat (1996:29)

sering dimaknai sebagai sesuatu yang diharapkan tercapai setelah

melakukan serangkaian proses kegiatan. Dalam setiap kegiatan

termasuk dalam kegiatan pendidikan sepatutnya mempunyai tujuan,

karena tujuan akan menentukan arah dan target apa yang hendak

dicapai. Tujuan juga menjadi gambaran tentang hasil akhir dari suatu

kegiatan.

Tujuan kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam

proses pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan semua kegiatan

pendidikan dan komponen-komponen kurikulum lainnya.

b. Materi

Materi atau program dalam kurikulum pada hakikatnya adalah isi

kurikulum atau konten kurikulum itu sendiri. Al-Basyir (1995:23)

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan materi adalah

“wayuqshadu bil al-muhtawa al-muqarrarat al-dirasiyah wa

maudhu’aat al-ta’alum”, yakni tema-tema pembelajaran yang telah

ditentukan, yang mengandung berbagai ketrampilan, baik yang

bersifat aqliyah (knowledge), jasadiyah, dan berbagai cara

mengkajinya atau mempelajarinya.

4
Pemilihan dan penentuan materi disesuaikan dengan tujuan yang telah

dirumuskan dan ditetapkan. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun

2003 tentang Sisdiknas telah ditetapkan, bahwa isi kurukulum

merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan

penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka

upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

c. Metode

Istilah metode secara sederhana sering diartikan sebagai “cara yang

cepat dan tepat”. Secara etimologi, kata “metode” berasal dari kata

meta dan hodos, yang sering diartikan dengan “melalui” dan “jalan”

dalam mengerjakan sesuatu (Uhbiyati, 1992:136). Dalam kamus

bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah thariqah jamaknya

thuruq, yang berarti langkah-langkah strategis untuk melakukan suatu

pekerjaan (Ramayulis,2004:155). Akan tetapi jika dipahami dari asal

kata method (bahasa inggris), ini mempunyai pengertian yang lebih

khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan sesuatu.

Ungkapan cara yang paling tepat dan cepat ini membedakan dengan

istilah way (bahasa inggris) yang berarti cara juga (Tafsir, 1996:8).

d. Evaluasi

Kata “evaluasi” berasal dari kata to evaluate yang sering diartikan

dengan “menilai”. Istilah nilai (value) pada mulanya dipopulerkan

oleh filsuf, dan Plato-lah yang mula-mula mengemukakannya.

Penilaian dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses

4
untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia

pendidikan. Menurut Ilmu Jiwa, evaluasi berarti menetapkan

fenomena yang dianggap berarti di dalam hal yang sama berdasarkan

suatu standar (Hamalik, 1999:196).

Evaluasi merupakan suatu bagian komponen kurikulum. Dengan

evaluasi, dapat diperoleh informasi yang akurat tentang

peyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa.

Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang kurikulum

itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan yang perlu

dilakukan.

3. Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang terjadi

dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai

badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan

keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI, 2005:582).

4. Pendidik

Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari W.J.S.

Poerwadarminta, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.

Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang

melakukan kegiatan dalam bidang mendidik (Abudin Nata, 1997:61).

Jika dari segi bahasa pendidi dikatakan sebagai orang yang

mendidik, maka arti luas dapat dikatakan bahwa pendidik adalah semua

orang atau siapa saja yang berusaha dan memberikan pengaruh terhadap

4
pembinaan orang lain (peserta didik) agar tumbuh dan berkembang

potensinya menuju kesempurnaan. Wiji Suwarno (2006:37) menjelaskan

bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempegaruhi orang

lain (peserta didik) untuk mencapai tingkat kesempurnaan (kemanusiaan)

yang lebih tinggi. Status pendidik dalam model ini bisa diemban oleh

siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Dalam konteks pendidikan sebagai aktivitas fenomenal yang

dilakukan oleh orang dengan orang lain dan dapat memberikan pengaruh

positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari manusia yang

terjadi di masyarakat, dan dilaksanakan kegiatannya melalui jalur luar

sekolah, maka yang dinamakan pendidik bisa dilakukan oleh siapa saja,

kapan saja, dan di mana saja, seperti orang tua menjadi pendidik anak-

anaknya, pemimpin menjadi pendidik terhadap yang dipimpinnya,

seorang pejabat bisa menjadi pendidik terhadap bawahannya, presiden

bisa menjadi pendidik terhadap rakyatnya, direktur perusahaan bisa

menjadi pendidik terhadap karyawannya, tokoh masyarakat bisa menjadi

pendidik terhadap pengikutnya, kepala desa, ketua RT atau RW bisa

menjadi pendidik terhadap warganya, dan lain sebagainya.

Dalam konteks pendidikan sebagai usaha sadar yang dengan

sengaja dirancang atau didisain dan dilakukan oleh seorang pendidik

kepada peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju ke

arah yang lebih sempurna (dewasa), dan dilaksanakan melalui jalur

sekolah formal, maka yang disebut pendidikan dapat disederhanakan atau

4
dipersempit maknanya. Yakni, pendidik adalah orang-orang yang sengaja

dipersiapkan untuk menjadi pendidik secara profesinal. Artinya pekerjaan

seorang pendidik merupakan pekerjaan profesi (Yasin, 2008:68-69).

Apabila dikaji lebih mendalam, dalam literatur kependidikan Islam

sebagaimana dijelaskan oleh Muhaimin (2004:209-213) bahwa, seseorang

yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta, pemelihara, pengatur,

pengurus, dan memperbaharui (memperbaiki) kondisi peserta didik agar

berkembang potensinya, disebut “murabby”. Orang yang memiliki

pekerjaan sebagai “murabby” ini biasanya dipanggil dengan sebutan

“Ustadz”.

Yasin (2008:85), seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan

kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain:

a. Sebagai Mu’allim, artinya bahwa seorang pendidik itu adalah orang

yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan mampu

menjelaskan, mengajarkan, mentrasfer ilmu tersebut kepada peserta

didik, sehingga peserta didik bisa mangamalkannya dalam kehidupan.

b. Sebagai Mu’addib, artinya apabila mu’addib sebagai isim fa’il dari

kata “addaba-yuaddibu-ta’diiban” yang berarti mendisiplinkan atau

menanamkan sopan santun. Maka seorang mu’addib adalah seseorang

yang memiliki kedisiplinan kerja yang dilandasi dengan etika, moral,

dan sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta

didik melalui contoh untuk di tiru oleh peserta didik.

4
c. Sebagai mudarris, artinya orang yang memiliki tingkat kecerdasan

intelektual lebih, dan berusaha membantu menghilangkan,

menghapus kebodohan atau ketidaktauan peserta didik dengan cara

melatih intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga peserta

didik memiliki kecerdasan intelektual dan keterampilan.

d. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual

atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap nilai-

nilai keagamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah, serta

berakhlak mulia. Kemudian berusaha untuk memengaruhi peserta

didik agar mengikuti jejak kepribadiannya melalui kegiatan

pendidikan.

5. Peserta didik

Salah satu dimensi penting dalam sistem pendidikan adalah peserta

didik. Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan subjek dan

objek yang aktif. Dikatakan subjek karena mereka berperan sebagai

pelaku utama dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan

dikatakan sebagai objek karena mereka sebagai sasaran didik untuk

ditumbuh kembangkan oleh pendidik. Jika peserta didik dijadikan

sasaran, maka mereka harus berperan sebagai subyek yang aktif dalam

belajar dengan difasilitasi oleh sumber belajar, termasuk di dalamnya

adalah pendidik (Yasin, 2008:94).

Aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan

peserta didik di dalamnya. Pengertian yang utuh tentang konsep peserta

4
didik merupakan salah satu dimensi yang perlu diketahui dan dipahami

oleh seluruh pihak peyelenggara pendidikan, terutama pendidik yang

terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Tanpa pemahaman yang

utuh terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi pendidik untuk dapat

menghantarkan peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang

diinginkan.

Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang

sedang mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-

mengajar untuk menumbuh-kembangkan potensinya.

Maka Yasin (2008:101), dalam literatur bahasa Arab yang sering

digunakan oleh para tokoh pendidikan dalam islam, antara lain ditemukan

dengan nama sebagai berikut:

a. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang

sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan,

dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan

pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby

(pendidik).

b. Muta’alim, mengandung makna sebagai orang yang sedang belajar

menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’allim (pengajar

ilmu) melalui proses belajar-mengajar.

c. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh

sikap dan perilaku yang sopan dan santun melalui kegiatan

4
pendidikan dari seorang mu’addib, sehingga terbangun dalam dirinya

tersebut sebagai orang yang berperadaban.

d. Daaris, adalah orang yang sedang berusa belajar melatih

intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga memiliki

kecerdasan intelektual dan keterampilan. Pelatihan intelektual

tersebut dibina oleh seorang mudarris.

e. Murrid, adalah orang yang sedang berusaha belajar untuk mendalami

ilmu agama dari seorang mursyid melalui kegiatan pendidikan,

sehingga memiliki pengetahuan, pemahaman dan penghayatan

spiritual yang mendalam terhadap nilai-nilai keagamaan, memiliki

ketaatan dalam menjalankan ibadah, serta berakhlak mulia.

6. Metode

Berkaitan dengan pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang

dapat dugunakan (Zuhriyah, 2011:65):

a. Metode Ceramah

Yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap anak

didik di kelas. Dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa metode

ceramah atau lecturing itu adalah suatu cara penyajian informasi

melalui penerangan dan peraturan secara lisan oleh guru terhadap

siswanya.

b. Metode Keteladanan

Melalui metode ini orang tua atau pendidik dapat memberi contoh

atau teladan bagaimana cara berbicara, bersikap, beribadah dan

4
sebagainya. Maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan

dan menyakini cara sebenarnya sehingga dapat melaksanakannya

dengan lebih baik dan lebih mudah. Firman Allah SWT:

       


    
  


     






Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah (QS. Al-Ahzab:21).

c. Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini

termasuk mengubah kebiasaan-kebiasaan negatif menjadi kebiasaan

atau perilaku positif. Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik

atau positif ini dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain ditempuh

dengan proses bimbimgan dan latihan serta dengan cara mengkaji

aturan-aturan Tuhan yang terdapat dalam ayat yang bentuknya amat

teratur. Pembiasaan yang baik sangat penting bagi pembentukan

watak anak atau peserta didik dan juga akan terus berpengaruh pada

anak itu sampai hari tuanya. Menanamkan pembiasaan pada anak-

anak terkadang sukar dan memakan waktu lama. Akan tetapi segala

sesuatu yang telah menjadi kebiasaan akan sukar pula diubah. Maka

4
dari itu, lebih baik menjaga anak-anak atau peserta didik supaya

mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik dari pada terlanjur

memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.

4
d. Metode Nasihat

Metode inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau pendidik

terhadap anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya.

Memberi nasihat tentang kebaikan sebenarnya menjadi kewajiban

setiap muslim, seperti dalam surat Al-Ashr ayat 3:

         


     
    


      


Artinya: kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al-Ashr:3).

e. Metode Kisah atau Cerita

Adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan

menuturkan secara kronologis bagaimana terjadinya suatu hal, baik

yang sebenarnya maupun yang rekaan saja. Adapun tujuan yang

diharapkan melalui metode ini adalah agar anak atau peserta didik

dapat memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah

yang disampaikan.

f. Metode Pemberian Hadiah dan Hukuman

Metode pemberian hadiah atau reward ini tujuannya memberikan

apresiasi kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan

baik dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi. Sedangkan

hukuman dimaksudkan untuk memberi efek jera kepada peserta didik

agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya lagi. Agama Islam

5
memberikan arahan dalam memberi hukuman terhadap anak atau

peserta didik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Jangan menghukum ketika marah, karena ketika marah akan lebih

bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaitan.

2) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang

yang dihikum.

3) Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat, misalnya

dengan menghina dan memaki di depan tempat umum.

4) Jangan menyakiti secara fisik atau kontak fisik.

5) Bertujuan merubah perilaku yang kurang baik atau tidak baik

menjadi perilaku yang baik.

7. Media

Media adalah alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah,

radio, televisi, film, poster, dan spanduk (KKBI, 2005:726).

Media pendidikan adalah suatu bagian inttegral dari proses

pendidikan di sekolah. Dan karena itu menjadi suatu bidang yang harus

dikuasai oleh seorang guru profesional. Karena bidang ini telah

berkembang sedemikian rupa berkat kemajuan ilmu dan teknologi dan

perubahan sikap masyarakat, maka bidang ini telah ditafsirkan secara

lebih luas dan mempunyai fungsi yang lebih luas pula serta memiliki

nilai yang sangat penting dalam dunia pendidikan di sekolah (Hamalik,

1977:11).

5
Media dalam pendidikan juga berarti alat untuk membantu

kelancaran dalam proses belajar-mengajar. Media juga menjadi sarana

dan alat pembantu dalam membantu pendidikan untuk menyampaikan apa

yang mau disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik.

Hamalik (1977:22-23), ciri-ciri umum dari media pendidikan

adalah sebagai berikut:

a. Media pendidikan identik artinya dengan pengertian keperagaan yang

berasal dari kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat diraba,

dilihat, didengar, dan yang dapat diamati melalui pancaindra kita.

b. Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang bisa dilihat dan

didengar.

c. Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi)

dalam pengajaran, antara guru dan murid.

d. Media pendidikan adalah semacam alat bantu belajar, baik dalam

kelas maupun di luar kelas.

e. Berdasarkan (c) dan (d), maka pada dasarnya media pendidikan

merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan digunakan dalam

rangka pendidikan.

f. Media pendidikan mengandung aspek-aspek; sebagai alat dan sebagai

teknik, yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.

g. Karena itu, sebagai tindakan operasional, maka dalam buku ini kita

menggunakan pengertian “media pendidikan”.

5
8. Evaluasi

a. Pengertian Evaluasi

Zuhairini (1983:154-155), evaluasi yaitu suatu kegiatan untuk

menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan

Agama. Evaluasi adalah alat untuk mengukur sampai dimana

penguasaan murid terhadap bahan pendidikan yang telah diberikan .

Adapun ruang lingkup kegiatan evaluasi pendidikan Agama

mencakup penilaian terhadap kemajuan belajar (hasil belajar) murid

dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesudah mengikuti

program pengajaran.

Di dalam pendidikan Agama sebagai suatu sistem “evaluasi”

bukanlah sekedar pekerjaan tambal-sulam, tetapi evaluasi merupakan

salah satu komponen, di samping materi atau bahan, kegiatan belajar

mengajar, alat pelajaran, sumber dan metode, yang kesemua

komponen saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan

yang telah dirumuskan.

Bagaimanapun baiknya tujuan-tujuan yang telah dirumuskan akan

tetapi bila tidak disertai dengan materi pelajaran yang sesuai, metode

pengajaran, alat pelajaran yang memadai, prosedur evaluasi yang

mantap, maka tipis kemungkinan-kemungkinan tujuan tersebut dapat

dicapai seperti yang diharapkan.

5
b. Fungsi dan Tujuan

Zuhairini (1983:156-157), bertolak dari pembahasan pada pasal

sebelumnya, maka fungsi dan tujuan evaluasi terhadap murid-murid

di sekolah dapat digolongkan atas empat bagian:

1) Evaluasi Formatif

Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai

dasar untuk meperbaiki proses belajar mengajar dan mangadakan

remedial (perbaikan) program bagi murid.

Dengan demikian evaluasi formatif adalah evaluasi hasil belajar

jangka pendek, yaitu evaluasi hasil belajar pada akhir setiap

satuan pelajaran.

2) Evaluasi Sumatif

Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-

masing murid antara lain untuk pemberian laporan kepada orang

tua, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya

murid.

Dengan demikian evaluasi sumatif adalah evaluasi hasil belajar

jangka panjang, yaitu evaluasi hasil belajar pada akhir catur

wulan atau akhir tahun ajaran dari keseluruhan program.

3) Evaluasi Placement (penempatan)

Untuk menepatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang

tepat atau program pendidikan yang sesuai dengan tingkat

kemampuan (karakteristik) lainnya yang dimiliki.

5
4) Evaluasi Diagnostik

Untuk mengenal latar belakang (psikologis, phisik, dan millieu)

murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya

dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-

kesulitan tersebut atau memebantu memecahkan kesulitan-

kesulitan belajar yang dialami oleh murid-murid tersebut

dilaksanakan dengan evaluasi diagnostik.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlaq

Ya’qub (1991:57) mengatakan bahwa ada dua faktor utama yang

mempengaruhi akhlak yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang datang

dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak

manusia lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang

lahir dari pengaruh-pengaruh luar, sebagaimana firman Allah:

             


         
  

           


       
  
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

5
kebanyakan manusia tidak mengetahui (Qs. Ar-Rumm:30)

5
Dengan demikian setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki

keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya, seperti unsur-unsur

yang ada dalam dirinya turut membentuk akhlaq, antara lain:

a. Instink dan Akal

b. Adat Istiadat

c. Kepercayaan

d. Keinginan-keinginan

e. Hawa nafsu

f. Hati nutrani

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kelakuan atau

perbuatan manusia yang meliputi :

a. Pengaruh keluarga

Setelah manusia lahir, maka akan terlihat jelas fungsi keluarga dalam

pendidikan, yaitu memberikan pengalaman kepada anak, baik melalui

pemeliharaan, pembinaan dan pengaruh yang menuju pada

terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua.

Orang tua (keluarga) merupakan pusat kegiatan rohani bagi anak yang

pertama, baik itu tentang sikap, cara berbuat, cara berfikir itu akan

kelihatan. Keluarga sebagai pelaksana pendidikan Islam yang akan

mampengaruhi dalam pembentukan akhlak yang mulia.

5
b. Pengaruh sekolah

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua setelah

keluarga, di sana dapat mempengaruhi akhlak anak.

Di dalam sekolahan berlangsung beberapa bentuk dasar dari

kelangsungan pendidikan pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-

sikap dan kebiasaan- kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi-

potensi anak, perkembangan dari kecakapan pada umumnya belajar

kerjasama dengan kawan sekelompok, melaksanakan tuntunan dan

contoh-contoh yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan

orang lain (Yunus, 1978:31).

c. Pengaruh masyarakat

Masyarakat dalam pengertian sederhana adalah individu dalam

kelompok yang diikat dalam ketentuan negara, kebudayaan dan

agama.

Lingkungan dan alam sekitar mempunyai pengaruh yang sangat besar

dalam membentuk akhlak. Lingkungan yang baik akan menarik anak-

anak untuk berakhlak baik. Sebaliknya, jika lingkungan yang jahat

maka akan menarik anak-anak untuk berakhlak jahat. Oleh karena itu

haruslah pendidik memperlihatkan lingkungan yang berhubungan

dengan anak-anak di luar rumah tangga. Mereka akan mencontoh

akhlak di sekitar mereka dan ditirunya perkataan dan perbuatan

mereka dengan tiada disadarinya (Yunus, 1978:33).

5
Dengan demikian akhlak mulia membutuhkan pendidikan, baik dari

keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat dengan diterapkannya

kebiasaan-kebiasaan, latihan-latihan serta contoh-contoh yang baik

sehingga anak dapat memahami dan mengetahui berbagai corak kegiatan

tingkah laku lebih-lebih dalam pembentukan akhlak mulia.

E. Macam-macam Akhlaq dalam Al-


Qur’an

1. Akhlaq yang Baik (akhlaqul mahmudah).

Akhlaq adalah bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber

perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek,

sesuai pembawaannya, menerima pengaruh pendidikan, baik maupun

buruknya.

Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan

kemuliaan dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih

mencintai keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya,

maka keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah

tanpa keterpaksaan, inilah yang dimaksud dengan akhlaq yang baik

(Jazairi, 1419 H: 223).

Diantara contoh-contoh akhlaqul mahmudah yang ada dalam Al-

Qur’an, antara lain:

5
a. Sabar

  
          
        
     
 

 
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan
negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung
(QS. Ali ‘Imran: 200).

b. Malu


         
   
    

        


     
  
 
Artinya: Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak
bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, ketika pada
suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak
redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang
mereka kerjakan (QS. An-Nisa’: 108).

c. Kejujuran


        
       
    


Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah,
dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (QS. At-
6
Taubah: 119).

d. Tawadhu’ (rendah hati)

 
          
        
   



     


  
Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan (QS. Al-Furqan: 63).

6
e. Keberanian

 
       
           
     
 

   


Artinya: Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi
pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama)
Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (QS. Al-Anfal: 45).

f. Bersikap Lemah Lembut

 
         
          
 
 

          
     
     
 

       


     
     

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya (QS. Ali ‘Imran: 159).

g. Kasih Sayang

6

          
          
   
   
 
Artinya: Dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman
dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayang (QS. Al-Balad: 17).

h. Pemaaf dan Lapang Dada

 
       
      
   


Artinya: Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang (QS.At-Taghaabun: 14).

6
i. Menghidupkan Makna Persaudaraan Seiman

   
         
          
     
  



 
Artinya: orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al-
Hujuraat: 10).

j. Amanah


   
 
   

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya (QS. An-Nisa’: 58).

k. Berbuat Adil

 
  
  
  


Artinya: Dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang Berlaku adil (QS. Al-Hujuraat: 9).

Dan masih banyak lagi ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang

menerangkan tentang akhlak yang baik.

6
2. Akhlaq yang Tercela (Akhlaqul Madzmumah)

Perbuatan dan perkataan tercela yang mengalir tanpa merasa

terpaksa yang keluar dari diri seseorang disebut dengan akhlaq tercela

(Jazairi, 1419 H: 223).

Akhlaq-akhlaq tercela merupakan racun yang mematikan,

membawa pelakunya ke jalan syetan dan penyakit yang membuatnya tidak

mendapatkan kehormatan sepanjang masa (Qudamah, 1997: 189).

6
Diantara contoh-contoh akhlaq tercela dalam Al-Qur’an dan harus

dijauhi oleh seseorang muslim, antara lain:

a. Dholim

  


   
 
 



Artinya: Dan barang siapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya
Kami rasakan kepadanya azab yang besar (QS. Al-Furqan: 19).

b. Iri Dengki


         
      



Artinya: Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)
lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya (QS. An-Nisa’:
54).

c. Menipu

    
  
  
  


Artinya: Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang
yang merencanakannya sendiri (QS. Faathir: 43).

d. Riya’

6
 
       
        
  

    


Artinya: 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5.
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. orang-orang yang
berbuat riya (QS. Al-Ma’un: 4-6).

e. Ujub

  
        
  
  
Artinya: Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu
menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang

6
banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun (QS. At-
Taubah: 25).

f. Merendahkan Orang Lain


          
        
   
 

       
     
  
 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang
direndahkan itu lebih baik (QS. Al-Hujurat: 11).

g. Mencela Diri Sendiri

   
     
   
  

Artinya: Dan janganlah suka mencela dirimu (QS. Al-Hujurat: 11).

h. Memanggil Nama Orang Lain Dengan Gelar Yang Buruk


 
 
Artinya: Dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan (QS. Al-Hujurat: 11).

i. Berprasangka Buruk Kepada Orang Lain

6

         
          
        
    

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa (QS.
Al-Hujurat: 12).

j. Ghibah

  
     
  


6
Artinya: Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain (QS. Al-Hujurat: 12).

Dan masih banyak lagi ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang

menerangkan tentang akhlak yang baik.

7
BAB IV

ANALISIS

A. Akhlaq Kepada Allah

Dalam muqodimah atau pembukaan yang ada di dalam kitab taisirul

kholaq dijelaskan bahwa kitab ini berisi tentang akhlaq kepada Allah yang

mana dilaksanakan dengan cara bertaqwa kepada Allah. Taqwa di dalam kitab

ini bermakna menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya dalam

keadaan sepi atau ramai. Materi taqwa dalam kitab ini relatif sederhana

karena kitab ini diperuntukan bagi orang pemula dalam mempelajari agama

dan kitab ini mudah dipelajari oleh anak-anak atau tingkat pemula karena dari

segi bahasanya yang tidak terlalu rumit untuk dipahami.

Berdasarkan pengertian taqwa yang ada dalam kitab tersebut,

dijelaskan bahwa ada beberapa cara untuk mencapai kesempurnaan taqwa

antara lain; merasa hina dan lemah di hadapan Allah, menjauhi segala

perbuatan maksiat, selalu bersyukur kepada Allah, selalu mengingat akan

hadirnya kematian, dan tolong menolong terhadap sesama makhluk. Cara

tersebut disampaikan dengan bahasa yang jelas sehingga dapat dipahami oleh

anak-anak atau pelajar ditingkat pemula.

Selanjutnya pengarang menggunakan metode reward and punishment

dalam menerangkan konsep taqwa kepada Allah. Adapun reward and

punishment taqwa kepada Allah dalam kitab tersebut yaitu orang yang

mendapatkan reward bertaqwa akan bahagia di dunia dan di akhirat.

Kebahagiaan di duni berupa kedudukan yang tinggi dan dicintai oleh sesama

7
manusia. Adapun kebahagiaan di akhirat berupa selamat dari api neraka dan

mendapatkan kenikmatan di surga, sebagaimana Allah telah berfirman di

dalam surat al-Zalzalah ayat 7:

    


 

Artinya: Dan barang siapa berbuat kebaikan sebiji dzirroh saja maka
dia akan mendapatinya (pahala) (QS. Al-Zalzalah).

Pada dasarnya dalam pendidikan, kita sebagai manusia tidak bisa

terlepas dari iman dan taqwa. Dengan iman dan taqwa kita dapat mencegah

dan menyelamatkan diri dari hal-hal yang menyesatkan. Dengan iman dan

taqwa tujuan dari pendidikan itu sendiri sangatlah serupa dengan tujuan iman

dan taqwa yaitu memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat.

B. Adab Guru dan Murid

Istilah guru dalam kitab taisirul kholaq menggunakan kata mu’alim

karena lebih spesifik untuk menunjukan pribadi yang berpengetahuan luas,

dan mampu menjelaskan, mengajarkan, mentransfer ilmu tersebut kepada

peserta didik, sehingga peserta didik bisa mengamalkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Berbeda dengan kata mu’addib yang hanya fokus pada

penanaman sopan santun, mudaris yang fokus pada intlektual, mursyid yang

fokus pada spiritual.

Dalam pembahasan tentang guru atau mu’alim Hafidz Hasan al-

Mas’udi menerangkan sangat singkat dan lebih sedikit dibandingkan dengan

pembahasan tentang murid karena sasaran pada kitab tersebut ditunjukan

7
kepada peserta didik.

7
Dalam kitab ini disebutkan syarat-syarat sebagai mu’alim antara lain;

sopan santun, sabar, pengasih, penyayang, lemah lembut, dan menjadi teladan

bagi peserta didik.

Sedangkan murid dalam kitab ini menggunakan kata muta’alim yang

mempunyai arti orang yang sedang belajar dan mempelajari ilmu dari seorang

mu’alim. Ada beberapa istilah lain yang digunakan menyebut kata murid

antara lain; mutarabby yang artinya peserta didik yang sedang dijadikan

sasaran untuk dididk dalam arti diciptakan, muta’addib yang artinya orang

yang sedang belajar meniru, mencontoh sikap, dan perilaku yang sopan dan

santun melalui kegiatan pendidikan, daaris yang artinya orang yang sedang

berusaha belajar melatih intlektualnya melalui proses pembelajaran, murrid

yang artinya orang yang sedang mendalami ilmu agama dari seorang mursyid

melalui kegiatan pendidikan.

Dalam kitab tersebut ada tiga adab seorang muta’alim yaitu adab

terhadap diri sendiri, adab kepada guru, dan adab kepada sesama teman. Adab

kepada diri sendiri diwujudkan dengan cara tawadu’, tidak sombong, dan

memelihara seluruh anggota badannya. Adab kepada guru dilaksanakan

dengan cara mempercayai bahwa guru itu lebih utama dari pada kedua orang

tua, sopan terhadap guru baik di depan maupun di belakang guru, dan

mentaati apa yang sudah dipelajari oleh guru. Adab kepada sesama teman

diwujudkan dengan cara saling memuji dengan sesama, tidak mengolok-

ngolok teman, tidak sombong, dan menghargai pendapat temannya.

7
Hafidz Hasan al-Mas’udi dalam kitabnya mendahulukan adab seorang

mu’alim dari pada adap seorang muta’alim. Karena menurut Hafid Hasan al-

Mas’udi seorang mu’alim diyakini sebagai seorang yang mampu membuat

muta’alim menjadi lebih baik dan bisa mengambarkan sebagai gambaran yang

patut ditiru dan digugu. Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan

pendidikan diawali dari seorang mu’alim. Seperti apa yang ada dalam kitab

Taisirul Kholaq bahwa guru harus mempunyai sifat-sifat terpuji, sebab sifat

murid akan meniru sifat-sifat guru. Guru yang mempunyai sifat sempurna

akan ditirukan oleh seorang murid (Hafidz, tt:4).

C. Akhlaq kepada Orang Lain

1. Hubungan anak dengan orang tua

Orang tua adalah orang yang menyebabkan adanya seorang anak,

orang tua wajib menanggung atas semua yang dilakukan oleh anak.

Adapun pengorbanan orang tua dimulai dari seorang ibu yang

mengandung selama sembilan bulan dalam keadaan susah payah.

Kemudian ayah yang menanggung atas kehidupan seorang anak terutama

dalam masalah pendidikan.

Pernyataan di atas sesuai dengan hadis nabi yang menjelaskan

bahwa keutamaan seorang ibu itu tiga kali dari pada seorang bapak.

Kewajiban seorang anak yang paling utama kepada kedua orang

tuanya yaitu harus berbakti kepada orang tuanya selama tidak

melaksanakan kemaksiatan, sebagai contoh anak yang berbakti kepada

7
orang tuannya lain; sopan di depan kedua orang tuanya, tidak menyakiti

kedua orang tuanya, tidak berkata kasar, selalu mendoakan kepada kedua

orang tuanya semoga diberi rahmad dan ampunan, dan selalu berbuat

kebaikan karena anak yang menyebabkan kedua orang tuannya selamat

dari neraka seperti sebab adanya anak disebabkan oleh orang tua.

Dengan kesadaran yang tinggi antara orang tua dan anak maka

akan tercipta keluarga yang sempurna.

2. Hubungan saudara

Dalam hubungan saudara semua dianggap keluarga bila masih ada

nasab keturunan dan peliharalah hubungan antar saudara. Bahkan Allah

dan utusanNya memerintahkan untuk memelihara tali persaudaraan dan

melarang untuk memutus tali persaudaraan.

Dalam bab ini yang dimaksud saudara menurut Hafidz Hasan al-

Mas’udi yaitu orang yang masih dalam satu keturunan. Karena menurut

Hafidz Hasan al-Mas’udi dalam kitab Tisirul Kholaq membedakan antara

saudara dan persaudaraan.

3. Hubungan tetangga

Tetangga merupakan orang yang bertempatan tinggal yang paling

deket dengan kita maka kita harus menghargai mereka, menanggung

mereka, dan saling menolong kepada mereka.

Sangat jelas hubungan tetangga yang dimaksud di dalam kitab

tersebut akan tetapi di zaman sekarang banyak orang yang begitu

mudahnya meninggalkan hak-hak yang seharusnya tetangga dapatkan.

7
4. Adab pergaulan

Di dalam pergaulan kita dianjurkan berwajah ceria, setia kawan,

menghargai pendapat orang lain, rendah hati dan tidak sombong, lebih

baik berdiam jika teman bergurau, meminta maaf dan memaafkan jika

punya kesalahan kepada teman.

Pergaulan sangat mempengaruhi diri seorang terutama pada

tingkah lakunya, maka dari itu cari pergaulan yang sebaik-baiknya.

5. Ramah tamah

Ramah tamah disini berarti ramah terhadap semua orang bukan

hanya kepada keluarga dan saudara kita saja. Di antara dasar yang

dijadikan pedoman kenapa seorang muslim harus ramah adalah karena

faktor agama, nasab, memperkuat tali persaudaraan.

Dari konteks Ramah tamah sendiri mengandung arti yang pada

intinya memperkuat tali persaudaraan dengan sesama manusia.

6. Persaudaraan

Secara sederhana dapat diartikan menjadi ikatan kuat di antara dua

orang yang kemudian menjadi rasa persaudaraan antara keduanya. Kedua

orang yang saling bersaudara dianjurkan saling bermuwasamah,

berikutnya saling tolong-menolong satu dengan yang lain, saling

memaafkan kesalahan satu sama lain, saling mencegah kemunkaran

antara keduanya, saling mengajak kepada kebaikan, dan yang tidak kalah

penting adalah mempertahankan ikatan tali persaudaraannya.

7
Hafidz Hasan al-Mas’udi menjelaskan hubungan persaudaraan

begitu detail ini disebabkan karena belia terkenal akan jiwa sosialnya

yang tinggi.

D. Adab Sehari-Hari

1. Adab di dalam majlis ilmu

Etika yang ditanamkan Islam disetiap kita memasuki majlis ilmu

hendaknya kita mengucapkan salam. Selanjutnya duduklah ditempat yang

kosong berdampingan dengan peserta terakhir, kita sebaiknya tidak

mendengarkan perkataan teman-teman yang tidak bermanfaat, apalagi

ikut-ikutan. Jika kita melihat suatu kemunkaran maka hendaknya di cegah

dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan ucapan kita, jika masih

tidak mampu maka gunakan hati kita yaitu dengan berdoa supaya hal

tersebut dihentikan oleh Allah SWT. Berikutnya segeralah meninggalkan

majelis atau sekolah jika sekiranya sudah tidak ada suatu kepentingan

lagi, kita tidak boleh merendahkan apalagi menghina salah seorang di

majelis tersebut karena barang kali dimata Allah orang yang kita

rendahkan lebih baik dari diri kita.

Dalam hal ini islam mengajarkan kepada pengikutnya bahwa

ajaran agama islam adalah agama yang keselamatan hal ini tercantum

dalam islam harus mengutamakan salam atau pemberian ucapan

keselamatan bagi setiap orang yang saling bertemu.

7
2. Adab makan

Sebagai agama yang sempurna Islam tidak hanya mengajarkan

umatnya beribadah secara ritual saja, akan tetapi mempunyai cara

tersendiri untuk mengatur secara jelas dalam tatacara makan, hal ini akan

sangat bermanfaat jika memang betul-betul di kerjakan. Adab makan

dalam Islam yang pertama adalah mencuci tangan hingga bersih sampai

tidak ada bekas kotoran yang tersisa lagi, lalu membaca basmalah,

selanjutnya adalah meletakkan piring di meja makan. Pada saat makan

usahakanlah duduk serta berniat makan supaya kuat untuk beribadah

sehingga mendapatkan nilai pahala. Jangan makan jika masih merasa

kenyang, selanjutnya adalah menerima menu apa saja yang telah

dihidangkan serta tidak merendahkan makanan yang telah disiapkan.

Terakhir sebaiknya mencari teman untuk diajak makan bersama.

3. Adab minum

Adab atau etika minum memang berbeda-beda sesuai dengan

budaya masing-masing, namun sebagai umat Islam tentunya kita

mempunyai adab yang berbeda yang telah diajarkan orang-orang sholih.

Di antaranya adalah mengambil gelas dengan tangan kanan, lalu

memperhatikan wadah yang dipakai, selanjutnya adalah membaca

basmalah dan minum sambil sambil duduk, berikutnya adalah minum

dengan diteguk sedikit demi sedikit, karena jika sekali teguk akan

membahayakan organ hati sebagaimana dilakukan Nabi, demikian

perintah Nabi Muhammad Saw.

7
4. Adab tidur

Etika tidur di antaranya bersuci sebelum tidur, selanjutnya tidur

dengan miring bersandar lambung kanan dan menghadap kiblat,

selanjutnya hendaknya berniat tidur supaya kuat beribadah, lalu berdzikir

menjelang dan bangun tidur. Hal ini sesuai dengan yang diajarkan oleh

Muhammad SAW, ketika hendak tidur beliau meletakkan tangannya

dibawah pipinya, selanjutnya beliau berdo`a “bismika Allahumma ahya

wa amut’. Serta pada saat bangun tidur beliau berdo`a “Alhamdulillahi

ahyana ba`da ma amatana wailaihin nusyur”.

Islam mengajarkan setiap melakukan perbuatan dianjurkan berdoa

hal ini dilakukan ketika hendak melakukan apa saja dan mengucap syukur

ketika kegiatan selesai.

5. Adab di dalam masjid

Masjid adalah rumah Allah, siapa yang hatinya cinta dan rajin ke

masjid Allah Swt. berjanji akan memberikan naungan kepadanya kelak

dihari kiamat. Oleh sebab itulah seseorang yang berada di dalam masjid

sudah sepantasnya berlaku sopan, tenang, tidak ramai atau gaduh, saat

masuk ke dalam masjid haruslah melepas alas kaki lalu mendahulukan

kaki kanan kita, selanjutnya berdo`a: Allahumma iftahli abwaba

rohmatika . Setelah itu kita dianjurkan sholat dua rokaat, usahakan

membaca salam setiap kali masuk ke dalam masjid meskipun tidak ada

siapapun. Setelah itu usahakan duduk dengan tenang serta berniat

8
taqarrub, selanjutnya hendaknya menahan diri dari segala nafsu dan

keinginan buruk.

6. Kebersihan

Ingatlah bahwasanya kebersihan dalam Islam sangat diperhatikan,

baik kebersihan tempat, baju, dan badan harus betul-betul diperhatikan.

Dari hal diatas sudah sewajarnya seorang muslim terbiasa hidup bersih

dan berperilaku sehat, merapikan rambut, kulit, kuku, dan berpakaian

rapi.

Jika kita melihat Rosul, beliau adalah orang yang selalu menjaga

kebersihan, beliau menyisir rambutnya, memakai minyak rambut. Selain

itu kebersihan adalah pangkal kesehatan, Nabi bersabda “ Kebersihan

sebagian dari iman” (Hafidz, tt:15) yang artinya jika seseorang yang

mengatakan telah beriman namun senantiasa tidak mau menjaga

kebersihan, maka tentunya dikatakan keimanannya masih diragukan.

Orang yang berperilaku bersih tentunya lebih enak dan nyaman untuk

dipandang, jika sekarang ini kita melihat masih banyak orang Islam

berperilaku jorok, maka kemungkinan dia belumlah mengenal Islam dan

kewajiban kita sebagai sesama muslim haruslah saling mengingatkan.

E. Akhlaq Mahmudah (Terpuji) dan Akhlaq Madzmumah (Tercela)

1. Akhlaq mahmudah (terpuji)

a. Jujur

Kejujuran adalah suatu hal yang sangat mahal dan sulit namun

sebenarnya semua itu akan terasa mudah jika dibiasakan dan

8
ditanamkan semenjak dini, jujur berarti mengatakan sesuai dengan

apa yang terjadi sebenarnya. Sebab-sebab utama seseorang berlaku

jujur karena mampu berpikir sehat serta kesungguhan dalam

beragama dan keberanian untuk mengatakan kebenaran. Akal

berfungsi sebagi pusat kesadaran dan sentral dari seluruh perbuatan

manusia, Karena itulah akal yang sehat akan berfikir sehat, dan

memacu untuk berbuat jujur dalam kehidupan.

Peran agama dan pendidikan menjadi hal yang terpenting, seseorang

yang beragama Islam tentunya mengetahui akibat yang disebabkan

suatu kebohongan adalah siksa dan amarah dari Allah di akhirat.

b. Amanah

Amanah secara bahasa artinya dapat dipercaya, sedangkan secara

istilah artinya memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak mahkluk lain,

serta dengan amanahlah keimanan seseorang dapat dikatakan

sempurna.

Seseorang dapat memiliki sifat amanah dikarenakan beberapa hal

penting di antaranya kuatnya keinginan baik dalam hidup, seorang

muslim yang mempunyai motifasi tinggi pastinya mengerti betul

makna amanat, dia akan menjaga kepercayaan yang telah diberikan

kepadanya serta tidak mensia-siakannya, dia akan menjalani

kehidupan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kehati-hatian.

Salah satu hal terpenting yang harus dijaga oleh seorang yang

mempunyai sifat amanah adalah menjaga dirinya dari hal yang dapat

8
mengancam sifat amanahnya, dia akan tumbuh sebagai pribadi

pemaaf, serta menjauhi segala hal yang tidak bermanfaat dalam

hidupnya.

c. Murah hati

Murah hati adalah sifat yang harus dimiliki muslim, yaitu bersedia

untuk tidak membalas seseorang yang membecinya dengan kebencian

meskipun mampu melakukannya. Secara sederhana berarti serupa

dengan pemaaf dan tidak pendendam.

Beberapa hal yang harus kita sadari jika ingin memiliki sifat pemurah

antara lain; Kita harus sadar bahwa tidak semua orang mempunyai

tingkat pengetahuan yang sama, sehingga tentunya tidak berbuat

buruk kepada kita apalagi membenci kita kecuali hanya dilakukan

oleh orang-orang yang kurang ilmunya.

Oleh sebab itulah sewajarnya tentu kita merasa sedikit kesal jika

tanpa salah tiba-tiba kita disalahkan apalagi dibenci seseorang, namun

kembali lagi janganlah kemudian terlalu berlebihan karena yakinlah

bahwasanya mereka tidak tahu.

d. Dermawan

Dermawan berarti mendermakan harta dalam kebaikan tanpa adanya

sifat sayang, serta tidak berlebihan dalam membelanjakannya. Sifat

dermawan merupakan suatu keutamaan dan kebiasaan yang baik,

dermawan mempunyai ikatan kuat dengan hati seseorang, dengannya

8
akan mendidik seseorang menjadikan dirinya ramah serta peduli

dengan sekitarnya.

Nabi Muhammad Saw. adalah seorang yang sangat dermawan, hingga

beliaupun tidak pernah sekalipun menolak orang yang meminta-minta

di hadapannya.

Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang ada di dalam kitab

Taisirul Kholaq (Hafidz, tt:21):

‫دي ٌن ا رتم مض ي ت‬
‫ه ل نم ف سى‬ ‫ مقا مل ج‬،‫ث‬ ‫مو ِف ا حلم‬
‫دي‬
‫بي ل قما مل ا‬
ََّ ‫ل‬
‫ مه مذا‬:‫ل تم م عا مل‬
‫ملي صل حه اَلال َس مخاء مو ح س ن ا خل ل ق فمام‬
‫ك ر م وه ِب م ما مماا ستمطم عت م‬
Diriwayatkan suatu ketika malaikat Jibril turun dan berkata kepada
Nabi Muhammad Saw “Sesungguhnya Allah berfirman;”Ini adalah
agama (Islam) yang Aku (Allah) telah meridhoinya, tidak ada
yangmemperbaikinya (berbuat baik dalam islam) kecuali orang yang
dermawan dan berahlak mulia, maka muliakanlah mereka semampu
kalian “.

Dengan pandangan kehidupan Beliau dalam mempelajari kehidupan

kita bisa masukkan ke dalam pendidikan sebagai referensi dalam

metode pendidikan sebagai contoh dalam kehidupan.

e. Rendah hati

Tawadhu` juga berarti merendahkan diri, rendah hati, di sini bukan

berarti menghinakan diri sendiri, akan tetapi orang yang tawadhu’

sesungguhnya lebih mulia di mata Allah, karena Allah tidak


8
menyukai orang yang sombong.

Tawadhu’ juga berarti menetapkan sesuatu sesuai dengan haknya,

maksudnya tidak merendahkan hal yang seharusnya mulia, serta tidak

meninggikan hal yang seharusnya rendah. Pada jaman sekarang,

8
sangat susah untuk menemukan orang-orang yang rendah hati,

banyak orang yang karena jabatannya bersikap tidak sepantasnya

kepada orang yang lebih tua, padahal Nabi Muhammad saja sangat

menghormati para sahabatnya meskipun usianya masih sangat muda

jika dibandingkan dengannya.

Dalam proses belajar-mengajar alangkah baiknya hubungan antara

pendidik dan peserta didik ditanamkan sifat rendah hati supaya dalam

proses tersebut berjalan dengan baik.

f. Adil

Adil artinya berlaku seimbang, atau menjalankan sesuatu sesuai

dengan aturan agama Islam. Adil terbagi ke dalam dua hal pertama

adil untuk diri sendiri, kedua adil kepada orang lain. Adil pada diri

sendiri artinya menempatkan diri kita sejalan dengan peraturan yang

berlaku. Jika seseorang bekerja hingga diluar waktu maka bisa

dikatakan tidak adil, karena tubuh butuh istirahat, atau jika seseorang

terlalu memperhatikan aspek lahiriyah semata dengan tidak

memperdulikan aspek batiniyahnya maka juga dikatkan tidak adil.

Adil kepada orang lain bisa diartikan dalam segala bentuk perbuatan

kita dalam keseharian, misalnya jika seorang pemimpin tidak

menjalankan pemerintahan sesuai dengan aturan dan hanya

mementingkan diri sendiri maka dia juga tidak adil. Allah

memerintahkan kita berlaku adil karena selain Allah Maha Adil Dia

juga menggariskan keadilan didalam semua bentuk ciptaannya.

8
Sikap adil ini harus dimiliki oleh seorang pendidik yang mana

berguna untuk membentuk sikap profesionalnya sendiri dan untuk

menghindari sikap kecemburuan antara peserta didik.

2. Akhlaq madzmumah (tercela)

a. Dusta

Dusta adalah suatu hal yang sangat buruk dan tidak baik. Sifat dusta

harus dihindarkan dari sejak usia dini. Dusta berarti mengatakan

sesuatu dengan merekayasa atau disebut juga dengan bohong.

Dalam zaman sekarang banyak yang tidak sadar bahwa sering sekali

melakukan perbuatan dusta dan terkadang dusta menjadi sifat yang

biasa dilakukan dalam sehari-hari untuk menutupi atau untuk

kebutuhan lainnya.

Dalam hal ini pendidikan sangatlah penting khususnya dalam

pendidikan akhlaq yang berguna untuk mewujudkan bangsa ini

sebagai bangsa yang sehat secara jasmani dan rohani.

b. Dendam

Dendam adalah menyimpan rapat atau memendam keburukan dalam

hati, serta menunggu-nunggu waktu yang tepat untuk membalas sakit

hatinya. Sifat pendendam biasa dimiliki oleh seorang pemarah yang

selalu menuntut balas, dan tidak mudah memaafkan orang lain serta

keras kepala, mereka senantiasa tidak mau mengalah. Selalu

menghitung kejelakan orang lain.

8
Faktor yang menjadikan seorang menjadi pendendam adalah karena

didalam hatinya selalu dihiasi rasa iri dan dengki, serta senang jika

orang lain mendapat suatu musibah. Dia merasa tidak nyaman jika

ada orang lain yang saling mengasihi dan menyayangi, berbicara

buruk, serta mengumbar keburukan orang lain, gemar mengolok-olok

orang lain, bahkan sampai menyakiti fisik orang lain. Sifat

pendendam dilarang oleh agama Islam.

c. Hasud atau iri hati

Hasud adalah mengharap hilangnya suatu kenikmatan yang dimiliki

orang lain, jika mengharap mendapat kenikmatan seperti yang didapat

orang lain dan terpacu untuk bekerja keras untuk memperolehnya

disebut motifasi, dari segi hukum diperbolehkan motifasikarena hal

ini akan membangkitkan motifasi kita. Bahkan ini sangat dianjurkan

untuk memacu kemajuan seseorang dalam mencapai kesuksesan.

Sifat hasud hanya dapat dilawan dengan berpegang teguh pada ajaran

agama Islam, serta selalu waspada akan kemunculannya. Terakhir

adalah terima dengan semua hal yang kita punya, sehingga tidak akan

merasa iri dan hasud dengan kelebihan yang ada pada orang lain lagi.

Dalam masalah ilmu kita boleh berhasud dengan orang lain yang

lebih pandai di atas kita karena dengan hasud tersebut kita akan

termotifasi untuk maju dan berkembang.

8
d. Menggunjing

Menggunjing artinya membicarakan keburukan orang lain meskipun

didepannya dengan maksud melecehkan. Seperti jika ada orang yang

mengatakan sipincang atau sifasik, simiskin, atau sibaju buruk dengan

maksud merendahkan mereka.

Ghibah tidak akan memberi jalan keluar dari suatu masalah atau

memberi petunjuk terbaik dalam kehidupan, namun justru akan

menyesatkan seseorang hingga jauh dari kebenaran.

Dalam pendidikan sekarang banyak pendidik yang sering

menggunjing peserta didiknya, hal ini disebabkan kurang sadarnya

para pendidik akan akibat yang timbul dari perbuatan itu sendiri.

e. Adu domba

Adu domba adalah menceritakan pembicaraan, perbuatan, atau

tingkah laku seseorang kepada orang lain agar timbul permusuhan di

antara keduanya. Terkadang seseorang menceritakan suatu keburukan

kepada orang lain karena alasan tertentu, diantaranya karena sengaja

mengharapkan supaya timbul permusuhan antara keduanya, ada juga

karena rasa sayang terhadap orang yang diberitahu, sehingga dia

berharap tahu akan keadaan yang sebenarnya, sedang yang terakhir

adalah bukan karena keduanya, tetapi hanya memang suka membual

dan terlalu berlebihan saja.

Hal yang dapat mencegah sifat adu dombaadalah ilmu yang

dimilikinya sendiri, karena seseorang yang berilmu akan tahu betul

8
akan bahaya adu domba yang dapat menjadi permusuhan dan dendam

antar sesama.

f. Sombong

Sombong artinya mengagungkan diri sendiri dengan menganggap

orang lain tidak ada yang melebihinya. Banyak dampak negatif yang

ditimbulkan oleh kesombongan. Hal negatif pertama pastinya adalah

menyakiti orang lain, memutus tali kasih sayang, membuat orang

menjadi membenci, menjadikan seseorang menjadi pemarah, dan

yang paling berbahaya adalah membawanya jauh dari jalan

kebenaran.

Manusia harus sadar bahwa kita diciptakan dari setetes air hina,

setelah meninggal akan menjadi bangkai yang tidak berharga,

sehingga tentulah sangat tidak bermanfaat jika kita masih saja

menyombongkan diri kita.

Hal yang bisa kita lakukan untuk terhindar dari sifat sombong yaitu

dengan bertaqwa kepada Allah yang telah menciptakan kita hidup di

dunia dan tempat kembali kita di akhirat.

g. Dholim

Dzolim mempunyai arti keluar dari batas, karena itulah segala macam

keburukan sesungguhnya telah berbuat dzolim. Dzolim terbagi

menjadi dua yaitu dzolim terhadap diri sendiri dan dzolim terhadap

orang lain. Jika kita melakukan pekerjaan yang sebenarnya bukan

kemampuan kita tetapi kita paksa maka yang demikian itu disebut

9
dholim terhadap diri sendiri. Dan jika kita melanggar hak-hak orang

lain sesungguhnya kita telah mendzolimi orang lain.

Sikap dholim bisa kita hindari dengan cara menanamkan sifat-sifat

terpuji yang harus ditanamkan sejak dini.

F. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Kholak

dikaitkan dengan Masa Kekinian

Kitab Taisirul Kholaq kitab yang lama dan terasa baru dalam dunia

pendidikan. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama’ besar yaitu Hafidz Hasan al-

Mas’udi yang dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku bagi manusia untuk

mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Yang menarik adalah

kitab ini menekankan pada pendidikan akhlaq yang mesti dipatuhi dalam

kehidupan sehari-hari, yang terkadang kita lupa tentang pentingnya menjaga

akhlaq dan perilaku, sehingga kita sering terjerumus melaksanakan akhlaq

yang bernilai buruk, baik berada ditempat manapun dan bagaimanapun

kondisinya.

Saat ini kita bisa merasakan hilangnya akhlaq dalam lingkup

lingkungan atau dalam bermasyarakat. Sebagai tanda hilangnya akhlaq adalah

munculnya pemimpin-pemimpin yang sesungguhnya tidak memiliki kualitas

sebagai pemimpin yang benar, yang tidak memiliki moral yang tinggi,

intelektual dan spiritual yang dibutuhkan, tetapi sebaliknya, orang-orang

tersebut justru mendominasi struktural kepemerintahan secara keseluruhan,

anak yang menentang atau membangkang terhadap kedua orang tuanya, guru

9
yang bertindak kriminal terhadap muridnya, dan masih banyak lagi tanda-

tanda yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari.

Hubungan akhlaq dengan pendidikan sangat erat yaitu dilihat dari

tujuan pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk perilaku lahir

dan batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki. Dengan akhlaq

yang baik, maka seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT,

dan kebaikannya akan terlihat dalam setiap tindakannya. Oleh sebab itu, kitab

Taisirul Kholaq sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlaq

yang baik untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini, dijelaskan

bagaimana cara berakhlaq terhadap Allah dan Rasul-Nya, berakhlaq terhadap

diri sendiri dan orang lain, berakhlaq kepada orang tua, barakhlaq dalam

kehidupan sehari-hari, mengetahui akhlaq yang baik dan buruk, serta

berakhlaq kepada masyarakat dalam menghadapi zaman kekiniaan.

Menurut penulis, relevansi kitab Taisirul Kholaq dalam menghadapi

zaman kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlaq di

berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang

atau kekiniaan. Dan sebaiknya akhlaq ditanamkan dari masa dini agar kelak di

masa dewasanya bisa dijadikan panutan terhadap generasi-generasi

selanjutnya.

9
G. Kritik Terhadap Kitab Taisirul Kholaq Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi

Adapun kritik yang akan penulis utarakan ini guna untuk

mengembangkan pemikiran yang diambil dari kitab Taisirul Kholaq, untuk

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya digunakan dalam tingkat pemula, dikarenakan dari segi

pembahasan yang belum rumit dan masih mudah untuk dimengerti oleh

kalangan pemula atau tingkat dasar.

2. Dari segi kata dan kandungan maknanya bagus digunakan dalam tingkat

pemula, karena kata-kata yang umum dan tidak banyak bertele-tele

dalam menjelaskan sesuatu.

3. Kurangnya mendialogkan esensi dari kitab tersebut, sehingga masih

banyak dari kalangan pendidik maupun peserta didik tidak mengetahui

kitab tersebut.

4. Kurangnya penjelasan secara rinci tentang akhlaq atau perilaku yang harus

diterapkan ketika menghadapi zaman yang serba modern ini.

5. Kurangnya pemberian contoh atau kisah yang dapat membangkitkan

semangat bagi para pembaca untuk lebih mempelajari maksud dan tujuan

dari isi kitab tersebut guna diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi di masa sekarang.

6. Hanya masih menjadi wacana dan belum terealisasikan secara menyeluruh

dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap esensi kitan ini yang

penulisannya memakai bahasa Arab, sehingga akan merasa kesulitan bagi

orang pemula. Karena memang kitab ini dikonsumsi di kaum pesantren.

9
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis lakukan,

maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Khalaq

a. Akhlaq kepada Allah

Berakhlaq kepada Allah bisa dilaksanakan dengan cara bertaqwa

kepada Allah, dalam arti taqwa itu sendiri yaitu melaksanakan semua

perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, baik dalam keadaan

sepi atau ramai. Keberhasilan taqwa bisa dilaksanakan dengan

menanamkan perkara yang bagus dan menghindari dari perkara yang

buruk.

b. Adab guru dan murid

Guru adalah orang yang mempunyai kesempurnaan ilmu dan orang

yang bisa mengerti akan keadaan murid. Sedangkan murid

mempunyai kewajban untuk menghormati guru dan menghormati

kepada sesama teman-temannya. Guru harus mempuyai sifat terpuji

yang mana akan berpengaruh kepada murid serta murid harus taat

pada guru. Keberhasilan dalam belajar mengajar terletak pada diri

murid. Hal ini dikarenakan murid yang mengalami proses perubahan

dan guru hanya sebagai teladan bagi murid.

9
c. Akhlaq kepada diri sendiri dan orang lain

Dalam kehidupan tidak ada orang yang tidak membutuhkan bantuan

orang lain. Hubungan-hubungan yang perlu diperhatikan antara lain;

hubungan anak dengan orang tua, hubungan saudara, hubungan

tetangga, hubungan pergaulan, hubungan persaudaraan, ramah, dan

kerukunan dalam kehidupan.

d. Adab sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal-hal yang seorang lakukan

dan harus dengan cara yang baik untuk mendapatkan hal yang baik

juga. Diantara adab-adab tersebut antara lain; adab di dalam majlis

ilmu, adab makan, adab minum, adab di dalam masjid, dan adab tidur.

e. Akhlaq terpuji dan tercela

Akhlaq terpuji merupakan perbuatan dan perkataan terpuji yang

mengalir tanpa merasa terpaksa yang keluar dari diri seseorang.

Akhlaq terpuji antara lain; jujur, amanah, rendah hati, dermawan,

adil, dan lain-lain. Sedangkan akhlaq tercela merupakan perbuatan

dan perkataan tercela yang mengalir tanpa merasa terpaksa yang

keluar dari diri seseorang disebut dengan akhlaq tercela. Akhlaq

tercela antara lain; dusta, dendam, hasud, menggunjing, adu domba,

sombong, dholim, dan lain-lain.

9
2. Relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Khalaq dengan

konteks kekinian.

Hubungan akhlaq dengan pendidikan sangat erat yaitu dilihat dari tujuan

pendidikan yang mempunyai tujuan untuk membentuk perilaku lahir dan

batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki. Dengan akhlaq

yang baik, maka seseorang akan menjadi lebih bertaqwa kepada Allah

SWT, dan kebaikannya akan terlihat dalam setiap tindakannya. Oleh

sebab itu, kitab Taisirul Kholaq sangat relevan untuk dijadikan pedoman

dalam berakhlaq yang baik untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam

kitab ini, dijelaskan bagaimana cara berakhlaq terhadap Allah dan Rasul-

Nya, berakhlaq terhadap diri sendiri dan orang lain, berakhlaq kepada

orang tua, barakhlaq dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui akhlaq

yang baik dan buruk, serta berakhlaq kepada masyarakat dalam

menghadapi zaman kekiniaan.

Relevansi kitab Taisirul Kholak dalam menghadapi zaman kekinian

adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlaq di berbagai

bidang, khususnya dalam menghadapi karakteristik zaman sekarang atau

kekiniaan. Dan sebaiknya akhlaq ditanamkan dari masa dini agar kelak di

masa dewasanya bisa dijadikan panutan terhadap generasi-generasi

selanjutnya. Adapun kritik penulis terhadap kitab Taisirul Kholaq sebagai

berikut; Dalam ajaran-ajaran kitab Taisirul Kholaq ini sangat bagus untuk

digunakan bagi pemula. Hal ini dikarenakan di dalam kitab Taisirul

Kholaq membahas bidang yang awal dalam pendidikan akhlaq serta kata-

9
kata yang digunakan oleh pengarang juga mudah dipahami dan

menggunakan kata-kata yang umum. Adapun kekurangan kitab Taisirul

Kholaq di sini yaitu kurangnya pembahasan secara rinci dan tidak adanya

contoh-contoh atau kisah-kisah yang menggambarkan tentang akhlaq.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan di atas, maka

untuk menindak lanjuti dapat penulis kemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Proses pendidikan akhlaq merupakan satuan pokok yang terintegrasi

antara semua komponen pendukung keberhasilan tujuan, baik dari guru,

orang tua, maupun lingkungan di mana anak tinggal. Karenanya,

semuanya harus dalam suasana yang kondusif dan memiliki visi dan misi

serta komitmen yang sama dalam mewujudkan anak didik yang berakhlaq

baik.

2. Orang tua sebagai penanggung jawab utama sekaligus yang diberikan

amanah oleh Allah, hendaknya meningkatkan kesadaran akan peranan

dan posisinya yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan proses

pendidikan yang sedang berjalan.

3. Pendidikan akhlaq hendaknya diberikan sejak dini, agar tumbuh menjadi

generasi yang baik dan mulia.

4. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan faktor sentral yang

menjadi penentu terlaksananya proses pendidikan akhlaq di sekolah dan

menjadi sumber teladan utama siswa di lingkungan sekolah. Pergaulan

9
5. antar sesama merupakan faktor yang bisa mempengaruhi terhadap akhlaq,

maka dari itu pilihlah pergaulan yang sebaik-baiknya agar menjadi baik

pula.

6. Kajian mengenai pendidikan akhlaq sangatlah luas dan kompleks, bagi

peneliti selanjutnya hendaknya mengkaji lebih dalam sehingga

ditemukan formula yang ampuh dan sesuai dengan kondisi dan dinamika

problematika sosial yang ada.

9
DAFTAR PUSTAKA

Afriantoni. 2007. Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda menurut


Budiuzman Said Nursi, tesis, S2 program pascasarjana IAIN Raden Fatah
Palembang Jurusan Ilmu Pendidikan Islam Konsentrasi pemikiran
Pendidikan Islam.

Ahmad Amin, Husayn. 2003. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Ahmad, Jamil. 1994. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Arifin. 1995a. Kapita Selekta Pendidikan (islam dan umum).Jakarta: Bumi


Aksara.

. 1997b. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan


Sekolah dan Keluarga (sebagai pola pengembangan metodologi). Jakarta:
Bulan Bintang.

Azra, azumardi. 2000. Pendidikan Islam (teradisi dan modernisasi menuju


milenium baru). Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Darmanto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Daulay, Haidar Putra, Nurgaya Pasa. 2012. Pendidikan Islam dalam


Mencerdaskan Bangsa. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Agama Republik Indonesia. 2004. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta:


cv. Karya Insan Indonesia (karindo).

Dinarni, Dian. 2013. Studi Komparasi Kitab Taisir al-Khallaq Karya Hafidz
Hasan al-Mas’udi dan Wasaya al-Aba’li al-Abna’ Karya Muhammad
Syakir al-Iskandar(Studi Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak). Skripsi
Thesis. Yogjakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.

Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam Kajian Teoretis dan Pemikiran Tokoh.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Hafidz, Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara Tradisi dan Modernitas.


STAIN Salatiga Press.

Halim, Abdul , M.Nipan. 2000. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji.


Yogyakarta: Mitra Pustaka.
IAIN, Walisongo. 2004. Metodologi Pengajaran Agama. Semarang: Pustaka
Pelajar Offset.

Indris, Zahra dan lisma. 2004. Pengantar pendidikan. Jakarta: Gasindo.

Jumali, surtikanti, taurat Aly, & sundar. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta:
Muhammadiyah University press.

Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press.

Muhadjir, Noeng. 1993. Ilmu pendidikan dan perubahan sosial (suatu teori
pendidikan). Yogjakarta: Rake Sarakin.

Mujiono, Imam. 2002. Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogjakarta: UII Press
Indonesia.

Murtiningsih, Wahyu. 2008. Biografi Para Imuwan Muslim. Yogyakarta: Insan


Madani.

Nazir, Moh. 1988. Metode penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:


Gema Media.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Siroj, Zaenuri dan A. Adib Al Arif. 2009. Hebatnya Akhlak di Atas Ilmu dan
Tahta.Surabaya: Bintang Books.

Susilo, Muhammad Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media.

Tafsir, Ahmad. 1990. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2008. Jakarta: Sinar Grafika.


Usman, Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.

Woodhouse, Mark. 2000. Berfilsafat Sebuah Langkah Awal. Yogyakarta:


Kanisius.

Ya’qub, Hamzah.1991. Etika Islam. Bandung: CV Diponegoro.

Yamin, Martinis. 2008. Paradigma pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung


Persada Press (GP Press).

Yasin, Fatah. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Yogjakarta: UIN-Malang


Press.

Yunus, Mahmud. 1978. Pokok-pokok Pendidikan dan pengajaran. Jakarta:


Hindakarya Agung.

Zainuddin dkk. 1991. Seluk-Beluk Pendidikan Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.

Zuhairini dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usana Offset
Printing.

(http:// www. Maktabahsamilah.com).


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Muhammad Taslim

2. Tempat/tanggal lahir : Boyolali, 10 Desember 1993

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jl. Baitul Muttaqin Desa Bandung

Kec.Wonosegoro Kab Boyolali

A. Pendidikan

1. RA Miftahul Ulum lulus tahun 1999

2. MI Miftahul Ulum lulus tahun 2005

3. MTs N Wonosegoro lulus tahun 2008

4. SMK IT Amtsilati Jepara lulus tahun 2011

5. SI IAIN Salatiga sampai sekarang

Salatiga,12 Februaari 2016

Penulis,

Muhammad Taslim

Anda mungkin juga menyukai