SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
Imam Faizal
1110011000093
JAKARTA
2016
ABSTRAK
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang
telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul Pemikiran
HAMKA tentang guru dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para
sahabatnya, dan para pengikutnya hinggá akhir zaman.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan
ilmu pengetahuan yang penulis miliki, Namun berkat adanya dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan penelitian pendidikan ini. Ucapan terima
kasih tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
2. Ketua Jurusan, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., dan Sekretaris Jurusan,
Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA., Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Abuddin Nata, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta
memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
v
4. Bapak Drs. Rusydi Jamil, M.Ag dosen penasehat akademik yang telah
memberikan nasehat-nasehatnya yang insya Allah sangat berguna bagi penulis.
Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu dan keahlian kepada penulis dan turut melancarkan usaha pembuatan skripsi
ini.
5. Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendo‟akan yaitu Ayahanda saya
Razali (Alm). dan Ibunda saya Masni, dan kakak-adik saya tersayang Yasir
Arafat, Ratna Dewi, Muhammad Firdaus Saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya yang telah mendukung saya sampai pada akhirnya saya bisa
menyelesaikan skripsi saya ini.
6. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Agama Islam
yang menjadi teman seperjuangan dalam menggali ilmu dan sama-sama
merasakan asam manisnya dalam perkuliahan Terima kasih atas segala perhatian,
dukungan, dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga silaturrahmi terjalin
dan sukses selalu.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT.
Membalas segala amalnya dengan lebih baik. Semoga penulisan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan
ilmu yang penulis miliki. Apabila terdapat kesempurnaan itu berasal dari Allah.
Jakarta, 10 Mei 2016
Imam Faizal
NIM. 1110011000093
vi
DAFTAR ISI
iv
v
A. Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas
mendidik dikenal dengan dua predikat yakni pendidik dan guru. Pendidik
(murabbi) adalah orang yang berperan mendidik, subyek didik atau
melakukan tugas pendidikan (tarbiyah).Sedangkan guru adalah orang yang
melakukan tugas mengajar (ta‟lim).1 Pada perjalannanya, seorang guru
menjadi subjek dalam mendidik anak, bertujuan memelihara dan
membimbing anak di sekolah hingga menjadi orang tua kedua bagi anak
muridnya. Pendidikan mengandung makna pembinaan kepribadian,
memimpin, dan memelihara. Hal-hal tersebut dilakukan oleh guru agar
tercipta kebiasaan yang baik oleh para peserta didik.
1
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Penidikan Integratif disekolah, Keluarga,
dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS, 2009), hlm.36.
1
2
Hamba Allah sesuai dengan syariat Islam.2 Baik secara umum atau pun secara
konsep agama islam, pendidikan mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin
seorang peserta didik. Guru menjadi penentu proses pengembangan peserta
didik.
2
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), hlm. 41-
42
3
lain sebagai tauladan. Pembelajaran secara tidak langsung itu dapat menjadi
contoh kepada murid.
Pembelajaran tidak langsung dari seorang guru, salah satunya didapat
dari sosok teladan. Sosok teladan itu yang mempengaruhi tindak-tanduk
seorang guru, sosok tersebut menjadi inspirasinya. Sosok inspiratif dari
seorang guru adalah sosok yang bersangkutan dengan dunia guru. Sosok
tersebut bisa jadi seorang akademisi, cendekiawan atau seorang ahli
pendidikan yang pemikiran atau teorinya dipakai dalam dunia pendidikan.
Tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia banyak jumlahnya, seperti pada masa
sekarang ada nama Arif Rahman Hakim dan yang sudah lebih dulu adalah
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Penulis mengambil sosok
HAMKA dalam tulisan ini.
Tokoh-tokoh pendidikan yang memiliki kecenderungan pemikiran
mengenai hakikat pendidik atau guru dalam pendidikan Islam salah satunya
adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah, yang
selanjutnya disebut HAMKA. Menurutnya, manusia sangat penting dalam
mencari ilmu pengetahuan, bukan hanya membantu manusia memperoleh
penghidupan layak, tetapi lebih dari itu, dengan ilmu manusia akan mampu
mengenal tuhannya, memperluas akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari
keridhaan Allah. Hanya dengan bentuk pendidikan yang demikian, manusia
akan memperoleh ketenteraman (hikmat) dalam hidupnya. 3
3
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), hlm. 54
4
Hamka, ibid, hlm. 2-3
4
5
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad20, (Jakarta: Gema Islami,
2006), hlm.64
5
6
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan
Praktik, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012), cet II, h. 54.
7
Jejen Musfah, ibid, Cet. II, h. 52 .
8
Ibid.,hlm.149
9
Hamka,FalsafahHidup, (Jakarta:PustakaPanjimas,1984),hlm.208-209
7
10
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), hlm. 13
11
Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 6, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), h. 4035
8
dan vital. Pendidik yang terlibat secara fisik dan emosional dalam proses
pengembangan fitrah manusia didik baik langsung ataupun tidak akan
memberi warna tersendiri terhadap corak dan model sumber daya manusia
yang dihasilkannya. Oleh karna itu, disamping sangat menghargai posisi
strategis pendidik, Islam juga telah menggariskan fungsi, peranan dan kriteria
atau karakteristik seorang pendidik.
Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak didik, maka pendidik
harus memiliki nilai lebih dibanding si terdidik. Tanpa memiliki nilai lebih,
sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, sebab
itu akan kehilangan arah, tidak tahu kemana fitrah anak didik akan
dikembangkan, serta daya dukung apa saja yang dapat digunakan. Nilai lebih
yang harus dimiliki oleh pendidik Islam mencakup 3 hal pokok, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang didasarkan nilai-nilai ajaran
Islam.
Berdasarkan permasalahan tersebut, sekaligus mempertimbangkan
pemikiran Hamka yang sangat relevan, modern, problem solving, dan
berkesinambungan dengan masalah di atas, maka penulis bermaksud
mengadakan penelitian terhadap pemikiran Hamka yang berkaitan dengan
hakikat guru dalam pendidikan. Karenanya, penulis mengambil
judul”PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti
dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Hakikat seorang guru mencerminkan pendidikan kepada generasi muda dalam
kehidupan sehari-hari masih kurang dalam pelaksanaanya.
2. Kesadaran guru yang kurang dalam pemahaman mendidik dalam lingkungan
sekolah.
9
3. Relevansi Pemikiran Prof. Dr. Hamka dalam memandang guru pada masa
sekarang masih jarang diteliti.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dilakukan, maka dibatasi
permasalahan pada “ Pemikiran Prof. Dr. Hamka tentang Guru”
D. Perumusan Masalah
Berangkat dari pembatasan permasalahan tersebut, maka masalah
dalam skripsi dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana Pemikiran Prof.
Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah (HAMKA) tentang
Guru?”
E. Tujuan Penelitian
Penulisan skripsiini mempunyai tujuansebagai berikut:
1. Penulis ingin mengetahui pandangan Hamka tentang guru.
2. Penulis ingin menemukan relevansi pemikiran Hamka tentang guru dalam
pendidikan di masa kini.
BAB II
KAJIAN TEORITIK TENTANG GURU
A. Pengertian Guru
Menurut Ahmad D. Marimba (1989) pendidik adalah orang yang
memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang
karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
didik.Abuddin Nata (1997) menyebutkan, pendidik secara fungsional
menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Secara
singkat Ahmad Tafsir (1994) mengatakan, Pendidik dalam Islam sama
dengan teori di Barat, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi anak didik, baikpotensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik.12
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevakuasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah jalur pendidikan formal”.13
Guru sebagai Pendidik, Sekolah merupakan institusi kegiatan
pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk potensi
intelektual atau pikiran anak didik, menjadi cerdas. Secara terprogram dan
koordinatif, materi pendidikan dipersiapkan untuk dilaksanakan secara
metodis, sistematis, intensif, efektif, dan efesien menurut ruang dan waktu
yang telah ditentukan. Jadi penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
12
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1,hlm.
13
Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
10
11
14
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2
37Ibid, hlm.106
15
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, (Cirebon: Pustaka Dinamika,1999), Cet-1,
hlm.113-114
16
Ibid, hlm.114
12
Proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa bukan saja
ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan kurikulumnya, akan tetapi
sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan
membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu
mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.
17
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
beserta penjelasannya (Bandung: Citra Umbara, 2003),h. 7.
13
Peran dan fungsi guru pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang
dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas
kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena
guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan
siswa dalam proses pendidikan atau pembelajaran di lembaga pendidikan
sekolah. Jadi, kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan
guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yang memiliki keahlian
mendidik siswa dalam rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya
institusi pendidikan.
C. Kompetensi Guru
Peran dan fungsi guru tidak terlepas dari kompetensi yang dimiliki
seorang guru dalam mendididik anak didik. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28,
ayat 3 disebutkan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi; (1)
kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi
kepribadian, dan (4) kompetensi sosial.
1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
A dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemampuan yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
18
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 176.
14
19
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 75.
20
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 30.
21
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 177.
15
22
Jejen, op cit., h. 31.
23
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet.VI, h. 77-78.
16
24
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 32.
25
Ibid.,h. 33.
26
Ibid.,h. 33.
27
Mulyasa, op cit., h. 86.
17
28
Ibid.,h. 89.
29
Ibid.,h. 94.
18
30
Ibid.,h. 99.
31
Ibid.,h. 100.
32
Ibid.,h. 101.
33
Ibid.,h. 102.
19
34
Jejen, op cit., h. 35.
35
Ibid.,h. 37.
36
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 107.
20
2. Kompetensi Kepribadian
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi
yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan
guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah satu masalah yang abstrak,
hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan
dalam menghadapi setiap persoalan.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur
psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan
seseorang merupakan satu gambaran dari kepribadian orang itu, asal
dilakukan secara sadar.Dan perbuatan baik sering dikatakan bahwa seorang
itu mempunyai kepribadian baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila
seseorang melakukan sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan
masyarakat, maka dikatakan orang itu tidak berakhlak mulia. Oleh karena itu
masalah kepribadian adalah satu hal yang sangat menentukan tinggi
rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan siswa atau
37
Ibid.,h. 111.
21
masyarakat. Dengan kata lain, baik atau tidaknya citra seorang guru
ditentukan oleh kepribadian.38
Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang kompetensi
kepribadian antara lain adalah sebagai berikut:
1) Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pada pasal
28, ayat 3 ialah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil,dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.
2) Menurut Samani, Mukhlas secara rinci kompetensi kepribadian
mencakup hal-hal sebagai berikut; 1) berakhlak mulia, 2) arif dan
bijaksana, 3) mantap, 4) berwibawa, 5) stabil, 6) dewasa, 7) jujur,
8) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 9) secara
objektif mengevaluasi kinerja sendiri, 10) mau siap
mengembangkan diri secara mansidiri dan berkelanjutan.
3) Menurut Djama‟an Satori yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian ialah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku
pribadi guru itu sendiri yang kelak harua memiliki nilai-nilai luhur
sehingga terpencar dalam perilaku sehari-hari.39
a. Peran Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian berperan menjadikan guru sebagai
pembimbing, panutan, contoh, teladan bagi siswa.Dengan kompetensi
kepribadian yang dimilikinya maka guru bukan saja sebagai pendidik dan
pengajar tapi juga sebagai tempat siswa dan masyarakat bercermin. Dengan
kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan,
membangkitkan motivasi belajar siswa, serta mendorong/memberikan
motivasi dari belakang. Oleh karena itu seorang guru dituntut melalui sikap
38
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 180.
39
Ibid.,h. 181.
22
40
Ibid.,h. 182.
41
Mulyasa, op cit., h. 130-131.
42
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 43.
23
berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk
latihan mental akan sangat berguna.43
43
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 121.
44
Ibid.,h. 122.
45
Jejen, op cit., h. 46.
24
46
Mulyasa, op cit., h. 127.
47
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 182.
48
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 48-49.
49
Ibid.,h. 49.
25
memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Guru yang mempunyai salah satu
di antaranya akan menjadi inspirasi atau panutan bagi murid.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang
harus dimiliki seorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005, pada pasal 28, ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional
ialah kemampuan penguasaaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. 50
Tugas guru ialah mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak
sekedar mengetahi materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secra
luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid harus selalu belajar untuk
memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang diampunya.51
Profesionalitas dalam bekerja mengajar diisyaratkan dalam sebuah
Hadis riwayat Baihaqi berikut ini
َُُُِّتْقٚ ٌَْال أ
ً ًََم أَحَذُكُ ْى ػ
َ ًِ َّب إِرَا ػ
ُ ُِحٚ هلل
َ ٌاَ ِإ
50
Fachruddin, op cit., h. 185.
51
Jejen, op cit., h. 54.
52
Ibid.,h. 56.
26
53
Ibid.,h. 56.
54
E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), cet. VI, h. 135-136.
27
55
Ibid.,h. 138-139.
56
Ibid.,h. 140.
57
Ibid.,h. 141.
28
58
Ibid.,h. 144.
59
Ibid.,h. 148-149.
60
Ibid.,h. 155-156.
29
4. Kompetensi Sosial
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28,
ayat 3 ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Seorang guru sama seperti manusia lainnya adalah makhluk sosial,
yang dalam hidupnya berdampingan dengan manusia lainnya. Guru
diharapkan memberikan contoh baik terhadap lingkungannya, dengan
mejalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya.
Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul, dan suka menolong.62
Guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa
terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu,
guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama
61
Ibid.,h. 156.
62
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 52 .
30
63
Mulyasa, op cit., h. 173.
64
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 187.
31
65
Ibid.,h. 189.
66
E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), cet. VI, h. 176.
32
67
Ibid.,h. 177.
68
Ibid.,h. 182-184.
33
D. Guru Profesional
69
Ibid.,h. 184.
70
Fachruddin, op cit., h. 190.
34
pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama. 6). Aplikasi dan
sosilaisasi nilai-nilai profesionalitas. 7). Memiliki kode etik. 8). Kebebasan
untuk memberikan judgment dalam memecahkan masalah dalam lingkungan
kerjanya. 9). Memiliki tanggung jawab professional dan otonomi, dan
10).Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.71
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu,
guru mutlakperlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksanakan segala ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijakan tersebut. Salah satu kebijakan yang ditujukan untuk
guru tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional,
74
Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), h. 7
37
76
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 44
77
8Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1 tentang guru dan dosen
78
Undang-undang No. 14 Tahun 2015 pasal 41 ayat 3 tentang guru dan dosen
79
Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Gaung
Persada, 2011), h.23
39
85
Soetjipto, op. cit., h.51
86
Udin S. Saud dan Cicih Sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung: UPI Press,
2008), h. 31
87
Soetjipto, op. cit., h. 52
42
E. Pembinaan Guru
88
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1 tentang Guru dan Dosen
89
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.110
43
kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier, kepangkatan, dan
jabatannya.90
90
Badan PSDMPPMP,,Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru,(Jakarta: Kementerian
Pendidikandan Kebudayaan, 2012), h. 5
91
E. Mulyasa,Uji kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru,(Bandung:RemajaRosdakarya,2013),
h.90
92
Ibid.,h. 90
45
sesuai dengan peraturan yang berlaku.Jika semua ini dapat dilakukan dengan
baikdan obyektif, pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing dapat segera
diwujudkan sehingga kitadapat membangun bangsa yang bermartabat. Hal ini
dimungkinkan karenaguru memiliki kinerja dan dedikasi tinggi akan dapat
merencanakan,melaksanakan,dan menilai pembelajaran secar efektif, efisien
dan akuntabel.93
93
Ibid.,h.90.
94
Supardi,Kinerja Guru, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 69.
95
C.D.Michel,Supervision of Instruction: A Developmental Approach, (Boston: Allyn and Bacon
Inc), h. 34.
96
Supardi, op cit. h. 70
97
Riva’i, V,Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, (Jakarta: Murai Kencana), h.
324
98
Ibid., h. 324
46
1. Valid
Sistem penilaian kinerja guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai
benar-benar mengukur komponen-komponen tugas guru dalam melaksanakan
pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah.101
2. Reliabel
Sistem penilaian kinerja uru dikatakan reliabel atau mempunyai
tingkat kepercayaan tinggi bila proses yang dilakukan memberikan hasil yang
sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan
pun.102
3. Praktis
99
Ibid., h. 324
100
Ibid., h. 324
101
Op cit., h. 257
102
Ibid., h. 257
47
a. Berdasarkan ketentuan
Penilaian kinerja guru harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur
dan mengacu pada peraturan yang berlaku.105
b. Berdasarkan Kinerja
Aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja guru adalah kinerja yang
dapat diamati dan dipantau sesuai dengan tugas guru sehari-hari dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.106
c. Berlandaskan Dokumen
Penilai, guru yang dinilai, dan unsur lain yang terlibat dalam proses
penilaian kinerja guru harus memahami semua dokumen yang terkait dengan
sistem penilaian kinerja guru, terutama yang berkaitan dengan pernyataan
kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga penilai, guru dan
unsur lain yang terlibat dalam proses penilaian kinerja guru mengetahui dan
103
Ibid., h. 257
104
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.99
105
Ibid., h. 99
106
Ibid., h. 99
48
memahami tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan
dalam penilaian.107
107
Ibid., h. 99
108
Ibid., h. 99
109
B. Harahap, Supervisi Pendidikan yang dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan
Pengawas Sekolah,(Jakarta: Damai Jaya, 1983), h. 32
110
I. Bafadal, Supervisi Pengajaran Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional
Guru,(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 143
49
111
Ibid., h. 143
112
Supardi, Kinerja Guru,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 72
50
113
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas,
2013), h.185
114
Ibid., h. 186
51
118
Ibid., h. 187
119
Ibid., h. 187
120
Ibid., h. 187
121
Ibid.,h. 187
54
6. Unsur PKB
7. Pengembangan Diri
122
Ibid., h. 187
123
Ibid., h. 187
124
Ibid., h. 188
55
a) Diklat Fungsional
Diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan
atau latihan yang bertujuan untuk mencapai standar kompetensi profesi yang
ditetapkan dan untuk meningkatkan keprofesian untuk memiliki kompetensi
di atas standar kompetensi profesi dalam kurun waktu tertentu.125
b) Kegiatan Kolektif
Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti
kegiatan penentuan ilmiah atau kegiatan bersama yang bertujuan untuk
mencapai standar profesi yang telah ditetapkan.126
8. Publikasi Ilmiah
9. Karya Inovatif
125
http://Bdksemarang.Kemenag.Go.Id/, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:15 WIB)
126
Ibid.,
127
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas,
2013), h.189
56
128
http://www.lpmpsulsel.net, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:30 WIB)
129
Ibid., h. 193
57
tauladan bagi anak didik, dan mempunyai pola komunikasi yang baik dengan
lingkungan sekitar dalam lingkup pendidikan.Selain itu, guru wajib
mengembangkan keprofesionalannya.
﴾٥٥﴿ًت سُشْذ
َ ًٌِّْ تُؼَهًٍَِِّ يًَِّا ػُه
ْ َم أَتَّبِؼُكَ ػَهَٰٗ أ
ْ َْ َٰٗل نَ ُّ يُٕس
َ قَا
﴾٥٦﴿ صَبْشًاٙ
َ ِغَ يَؼٍِٛ تَسْتَط
ْ َك ن
َ َّ ِل إ
َ َقا
﴾٥٦﴿ك أَيْشًا
َ َ نِٙ إٌِْ شَا َء انهَُّّ صَابِشًا َٔنَا أَػْصَُِٙقَالَ سَتَجِذ
Terjemahan:
66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?"
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang
yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
2. Asbabun Nuzul
Secara khusus ayat 65 sampai ayat 70 tidak ada sebab turunnya, tetapi hanya
berupa riwayat yang didalamnya terdapat kisah pertemuan Nabi Musa as. dengan
Bani Israil sebelum Allah swt. mempertemukan Nabi Musa as. dengan Nabi Khidir
as.Sebuah riwayat sebagaimana yang dikutip oleh Wahbah Zuhaili (1991: 317 – 318)
dalam kitabnya al-tafsiir al- Munir fil „aqidah wa syari‟ah wal manhaj diterima dari
Ubay bin Ka‟ab ra. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa pada suatu
59
hari Nabi Musa as. berkhutbah dihadapan kaum Bani Israil. seusai menyampaikan
khutbahnya, datanglah seorang laki-laki bertanya: “Siapakah diantara manusia ini
yang paling berilmu ?”. Jawab Musa “Aku”. Lalu Musa ditegur oleh Allah karena
tidak memulangkan jawaban kepada Allah, sebab hanya Allah yang Maha berilmu.
Kemudian Allah memberi wahyu kepada Musa bahwa ada orang yang lebih pandai
dari dia, yaitu seorang laki-laki yang kini berada dikawasan pertemuan dua laut.
Mendengar wahyu tersebut, tergeraklah hati Musa a.s. untuk menuntut ilmu dan
hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah, bahwa dia adalah seorang hamba-Nya
yang lebih pandai dari Nabi Musa as. yaitu Nabi Khidir as. Nabi Musa bertanya
kepada Allah: “Ya Rabbi bagaimanakah cara agar saya dapat menjumpai orang
tersebut?”. Allah menjawab dengan firmannya: “bawalah seekor ikan dan taruhlah
pada sebuah kantong sebagai suatu benda. Bila ikan itu hilang maka engkau akan
menjumpainya disana”. Setelah mendengar keterangan tersebut, Nabi Musa segera
menemui seorang pemuda untuk dijadikan teman dalam perjalanan tersebut dan
menyuruhnya agar menyediakan seekor ikan sebagaimana telah diperintahkan oleh
Allah swt kepadanya.
Menurut riwayat diatas maka dari sinilah dimulainya perjalanan Nabi Musa
as. untuk menuntut ilmu dan hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah swt., bahwa
dia adalah seorang hamba-Nya yang lebih pandai dari Nabi Musa as. yaitu Nabi
Khidir as
3. Tafsir Ayat
(65) Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah nabi Musa Yusa‟
menelusuri kembali jalan yang mereka lalui tadi, sampailah keduanya pada batu itu
yang pernah mereka jadikan tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan
seorang hamba diantara hamba-hamba Allah ialah Al-Khidhir yang berselimut
dengan kain putih bersih. Menurut Sa‟id bin Jubair, kain putih itu menutupi leher
sampai dengan kakinya. Dalam hal ini Allah menyebutkan bahwa al Khidhir itu ialah
orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah, yang ilmu itu tidak diberikan kepada
60
nabi Musa. Sebagaimana juga Allah telah menganugrahkan suatu ilmu kepada Nabi
Musa yang tidak diberikan kepada al Khidhir.
(66) Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap nabi Musa
sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa
bentuk pertanyaan itu berarti nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan merendahkan
hati. Beliau menempatkan dirinya sebagai seorang yang bodoh dan mohon
diperkenankan mengikutinya, supaya al Khidhir sudi mengajarkan sebagai ilmu yang
telah Allah berikan kepadanya. Sikap yang demikian menurut al Qadi, memang
seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan pada muridnya.
(67) dalam ayat ini al Khidhir menjawab pertanyaan nabi Musa sebagai
berikut: “hai Musa, kamu tak akan dapat sabar dalam menyertaiku. Karena saya
memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku yang kamu tidak
mengetahuinya, dan kamu memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu
yang aku tidak mengetahuinya.
(68) Dalam ayat ini al Khidhir menegaskan kepada nabi Musa tentang sebab
nabi Musa tidak akan dapat bersabar nantinya kalau terus menerus menyertainya. Di
sana nabi Musa akan melihat kenyataan al Khidhir yang secara lahiriah bertentangan
dengan syarat dengan nabi Musa as. Oleh karena al Khidhir berkta kepada nabi Musa
: “bagaimana kamu dapat bersabar terhadap perbuatan-perbutan yang lahirnya
menyalahi syariatmu, padahal kamu seorang nabi. Atau mungkin juga kamu akan
mendapati pekerjaan-pekerjaanku yang secara lahiriah bersifat munkar, secara
bathiniyyah kamu tidak mengetahui maksudnya atau kemaslahatannya. Sebenarnya
memang demikian sifat orang yang tidak bersabar terhadap perbuatan munkar yang
dilihatnya. Bahkan segera mengingkarinya.
(69) Dalam ayat ini nabi Musa berjanji tidak akan mengingkari dan tidak
akan menyalahi apa yang dikerjakan oleh nabi Khidhir, dan berjanji pula akan
melaksanakan perintak nabi Khidir selama perintah itu tidak bertentangan dengan
perintah Allah. Janji yang beliau ucapkan dalam ayat ini didasarkan dengan kata-kata
61
“Insya Allah” karena beliau sadar bahwa sabar itu perkara yang santa besar dan berat,
apalagi etika menyampaikan kemungkaran, seakan-akan panas hati beliau tak
tertahan lagi.
(70) Dalam ayat ini al Khidir dapat menerima Musa as dengan pesan “ jika
kamu (nabi Musa) berjalan bersamaku (nabi Khidir) maka janganlah kamu bertanya
tentang sesuatu yang aku lakukan dan tentang rahasianya, sehingga aku sendiri
menerangkan kepadamu duduk persoalanya. Jangan kamu menegurku terhadap
sesuatu yang mulai menyebutnya untuk menerangkan keadaan yang sebenarnya.
Mengenai pola interaksi guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta
didik berkaitan dengan konsep dari para ahli pendidikan saat ini, yang kemudian
menjelaskan teori-teori pendidikan sekarang, penulis membaginya menjadi dua
bagian pokok, yaitu sebagai berikut:
Pendidik Menurut Ahmad Tafsir, syarat dan sifat guru adalah guru harus
mengetahui karakteristik murid. Berkaitan dengan otoritas guru untuk menguji,
melakukan tes minat dan bakat untuk mengetahui karakter dan kemampuan murid.
(QS.Al Kahfi: 67-68).Al Ghazali menjelaskan tugas guru adalah ia mencukupkan
bagi murid itu menurut kadar pemahamanya, maka ia tidak menyampaikan kepada
murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. (QS.Al Kahfi: 67-68)Ahmad
Tafsir dalam Nurtawab menjelaskan tugas guru adalah mendidik. Mendidik itu
sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan
dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain.
Berkaitan dengan guru harus memberikan contoh berkata-kata yang baik dan sopan
kepada murid QS. Al Kahfi:67-68). Ramayulis menjelaskan, pendidik sebagai
pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan
program yang telah tersusun. Dengan demikian sorang guru harus menyusun kontrak
belajar (QS. Al Kahfi: 70)
62
5. Hikmah
Hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut yaitu, kita perlu bersabar dan
tidak terburu-buru mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami.
Dan kita sebagai siswa harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap siswa harus
bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya
dapat bertindak d luar perintah dari guru. Kisah nabi Khidir ini juga menunjukkan
bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Selain itu juga satu hikmah selain sabar, yang didapatkan dari kisah tersebut
yaitu ilmu itu merupakan karunia terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Tidak ada
makhluk manapun, seorang manusia pun yang lebih berilmu dariNya. Tidak ada
seorang manusia yang mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu disbanding yang
lainya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah yang
diberikan pada seseorang tanpa harus mempelajarinya (ilmu Ladunny, yaitu ilmu
yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih).
B. QS. At-Tahrim : 6
63
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepadamereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.130
7. Asbabun Nuzul
Ibnu katsir setelah menulis ayat At-Tahrim beliau juga menukil pendapat
yang mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan
atas dirinya Maria Al-Qibtiah.131 Tapi kemudian beliau menguatkan pendapat yang
mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan atas
dirinya madu.Kemudian Syaikh Utsaimin menguatkan pendapat yang mengatakan
sebab turunnya ayat ini adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan atas
dirinya madu.132
8. Tafsir
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka.” (pangkal ayat 6). Di pangkal ayat ini, jelas bahwa semata-mata mengakui
beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali
dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatam diri dan seisi rumah
tangga dari api neraka. “yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Diantara cra
menyelamatkan diri dari api neraka ialah mendirikan sholat dan bersabar,
sebagaimana firman Allah QS. Toha: 123, yang artinya
130
Muhammad Chirzin ,Permata Al-Qur’an (Yogyakarta: Qiktas, 2003), 414.
131
Lih. Tafsir Ibnu Katsir juz.8 hal.158.
132
Lih. Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al Mustaqni’ oleh syaikh Utsaimin juz.13 hal.217
64
Telah diriwayatkan bahwa, Umar berkata ketika turun ayat ini: “Wahai
Rasulullah, kita menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaimana kita menjaga keluarga
kita? Rosulullah Saw. Menjawab, “kamu larang mereka mengerjakan apa yang
dilarang Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang
diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka dengan
neraka”.133 134
Batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar di
mana-mana. Batu itulah yang akan dipergunakan penyalakan api neraka. Manusia
yang durhaka kepada Allah Swt. Yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah
dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserakan di
padang pasir, munggu-munggu, bukit-bukit atau di sungai-sungai. Gunanya hanyalah
untuk menyalakan api. “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.” Allah
memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu untuk menjaga dan mengawal
neraka itu, agar apinya selalu menyala dan alat penyalanya selalu sedia baik dari batu
maupun manusia.135 Mereka (malaikat) juga diberi kekuasaan untuk mengurus dan
menyiksa para penghuninya. Mereka ada Sembilan belas malaikat penjaga neraka
yang disebutkan dalam QS. Al-Mudatsir: 26-30, yang artinya
Mereka (malaikat) keras dan kasar terhadap penghuni neraka itu. Kemudian
Allah menjelaskan besarnya ketaatan mereka terhadap Tuhan-Nya. FirmanNya:
Dari rumah tangga itulah dimulai memupuk iman dan memupuk Islam.
Karena dari rumahtangga itulah akan terbentuk ummat. Dan dalam ummat itulahakan
tegak masyarakat Islam. Oleh sebab itu, maka seseorang yang beriman tidak boleh
pasif, maksudnya berdiam diri menunggu-nunggu saja.137
136
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy (Semarang: CV. Toha Putra, ), 273-274.
137
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985), 310.
66
tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang
harmonis.138
Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak
tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Banyak orang tua “salah asuh” kepada anak
sehingga perkembangan fisik yang cepat diera globalisasi ini tidak diiringi dengan
perkembangan mental dan spiritual yang benar kepada anak sehingga banyak prilaku
kenakalan-kenalakan oleh para remaja. Sebagai orang tua yang proaktif diharuskan
memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati,
amanah Allah. Rasulullah juga memeberitahu betapa pentingnya/Urgensi mendidik
anak sejak dini, dalam hadits Rasulullah SAW :
“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikannya seorang yahudi atau seorang nasrani atau
seorang majusi”.(HR.Bukhari)
Dari hadits di atas jelaslah bahwa setiap bani adam yang terlahirkan di dunia
ini dalam keadaan fitrah (dalam keadaan islam), karena sesungguhnya setiap bani
adam sebelum ia terlahirkan ke dunia (masih dalam kandungan), ia sudah berikrar
dengan kalimat syahadat yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah Subhanallahu wa Ta‟ala dan Muhammad adalah hamba dan utusan
Allah Subhanallahu wa Ta‟ala. Sedangkan yang menjadikan anak itu menjadi seorang
yahudi, nasrani, dan majusi melainkan itu semua karena peranan dari kedua orang
tuanya.
138
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,
2002), 327.
67
Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri,
namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada
Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintah-Nya, serta menjauhi
segala larangan-Nya. Dan semua itu tidak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan
syari‟at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
10. Hikmah
Kedua, Anjuran menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka Banyak
sekali amalan shalih yang menjadikan seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api
neraka, misalnya bersedekah, berdakwah, berakhlaq baik, saling tolong menolong
68
dalam kebaikan dan sebagainya. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka
itu ialah mendirikan shalat dan bersabar.
Artinya: “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanyai
tentang apa yang dipimpinnya. Imam yang mengimami orang banyak adalah
pemimpin, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang dipimpinnya itu. Dan
seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai
139
http://triquranhadits.blogspot.com/2013/06/al-quran-hadits-materi-kelompok-4at.html
69
.َُُِْٓىْ فِٗ انًَْضَاجِغََْٛٓا نِؼَشْ ِش َٔفَشِقُٕاْ بَٛيُشُْٔا أَبَُْا َء كُ ْى بِانصَهَا ِة نِسَبْغٍ َٔاضْشِبُُْْٕ ْى ػَه
.)(سٔاِ أبٕ دأد
140
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 310
141
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 312
142
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 313
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis menggunakan penelitian kualitatif.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, “Penelitian kualitatif adalah suatu
pembelajaran penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok”.143
Dalam memperoleh data, fakta dan informasi yang akan
melengkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penulisan skripsi,
penulis menggunakan metode deskriptif yang didukung oleh data yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan library research. Penelitian
library research yaitu suatu usaha untuk memperoleh data atau informasi
yang diperlukan serta menganalisis suatu permasalahan melalui sumber-
sumber kepustakaan.Penelitian kepustakaan merupakan jenis penelitian
kualitatif yang pada umumnya tidak terjun ke lapangan dalam pencarian
sumber datanya.penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan
143
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), cet ke. III, h. 60
62
63
hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang
telah maupun yang belum dipublikasikan. Alasan penulis menggunakan
study kepustakaan atau library research ini dimaksudkan untuk
memperoleh dan menela‟ah teori-teori yang berhubungan dengan topik
dan sekaligus dijadikan sebagai landasan teori.144
Contoh-contoh penelitian semacam ini adalah penelitian sejarah,
penelitian pemikiran tokoh, penelitian (bedah) buku dan berbagai contoh
lain penelitian yang berkait dengan kepustakaan. Pada hakekatnya data
yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan dapat dijadikan landasan
dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan.
C. Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih
di dasarkan pada tingkat informasi terbaru yang akan di peroleh dari
situasi sosial. Informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara
lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial, tetapi juga ada keinginan
untuk menghasilkan ilmu baru dari situasi sosial yang di teliti.145
Mengetahui pandangan Hamka tentang guru
D. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada
hubungan antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian
yang ingin di pecahkan. Pengumpulan data tak lain adalah suatu proses
pengadaan data untuk keperluan penelitian.
144
Sutrisno Hadi, Metodologi research, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1997), cet. XXV, h. 82
145
Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian,… h. 92
64
E. Sumber data
Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka),
maka pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri buku-
buku atau kitab yang disusun oleh Hamka.Proses pengumpulan data ini
dilakukan dengan bahan-bahan dokumen yang ada, yaitu dengan melalui
pencarian buku-buku, jurnal dan lain-lain dikatalog beberapa
perpustakaan dan mencatat sumber data yang terkait yang dapat
146
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik ( Bandung :
Transito, 1998), h. 139
65
2. SumberDataSekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Dalam sumber data sekunder, penulis
mengambil karya beberapa penulis yang relevan dengan subyek kajian, seperti
buku yang berjudul “Memperbincangkan Dinamika Intelektual Dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam (2008). Karya Samsul Nizar.
F. Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat
diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesis. Batasan
ini diungkapkan bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha
66
G. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahum 2014
147
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),
h. 103
148
Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit.,h.61
BAB IV
PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU
149
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI,
1985), Cet-3, hlm. 46.
150
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 15-18
67
68
151
http:/id.wikipedia.org/Haji Abdul Malik Karim Amrulloh, 27-1-2016
69
152
http://amir14.wordpress.com/tasawuf-hamka/24-02-2010
70
153
Hamka, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 55
72
154
Herry Mohammad, op. cit. , hlm. 64
73
155
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 21-22
156
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, hlm. 101
74
tetapi, sekolah ini tidak bertahan lama karna masalah operasional; Hamka
ditugaskan oleh Muhammadiyyah ke Sulawesi Selatan. Dan baru pada
konggres Muhammadiyah ke-11 yang digelar di Maninjau, maka diputuskan
untuk melanjutkan sekolah Tabligh School ini dengan mengganti nama
menjadi Kulliyyatul Muballighin dengan lama belajar tiga tahun. Tujuan
lembaga ini pun tidak jauh berbeda dengan Tabligh School, yaitu menyiapkan
mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib,
mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta
membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat
pada umumnya.161
Hamka merupakan koresponden di banyak majalah dan seorang yang
amat produtif dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan penilaian Prof. Andries
Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya yang berjudul
Modern Indonesian Literature I. Menurutnya, sebagai pengarang,
Hamkaadalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu tulisan yang
bernafaskan Islam berbentuk sastra.162 Untuk menghargai jasa-jasanya dalam
penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu, maka pada
permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi University Al Azhar Kairo memberikan
gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu
ia menyandang titel ”Dr” di pangkal namanya. Kemudian pada 6 Juni 1974,
kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas
Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan, serta gelar Professor dari
universitas Prof. Dr. Moestopo. Kesemuanya ini diperoleh berkat
ketekunannya yang tanpa mengenal putus asa untuk senantiasa memperdalam
161
A. Susanto, op. cit., hlm. 102
162
Sides Sudyarto DS, Hamka, ”Realisme Religius”, dalam Hamka, Hamka di Mata HatiUmat,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 139
77
5. Karya-karya Hamka
Sebagai seorang yang berpikiran maju, Hamka tidak hanya
merefleksikan kemerdekaan berpikirnya melalui berbagai mimbar dalam
cerama agama, tetapi ia juga menuangkannya dalam berbagai macam
karyanya berbentuk tulisan. Orientasi pemikirannya meliputi berbagai disiplin
ilmu, seperti teologi, tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh,
sastra dan tafsir. Sebagai penulis yang sangat produktif, Hamka menulis
puluhan buku yang tidak kurang dari 103 buku. Beberapa di antara karya-
karyanya adalah sebagai berikut:
Karya-karya Hamka pada tahun 1936-1943 sebelum revolusi yakni
“Tenggelamya Kapal Van Der Wijck”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”,
“Merantau ke Deli”, “Teroesir”, “Keadilan Ilahi”, “Tasawuf Modern”,
“Falsafah Hidup”, “Lembaga Hidup”, “Lembaga Budi”, “Pedoman
Muballigh Islam” dan lain-lain. Di zaman jepang dicobanya menerbitkan
“Semangat Islam”, dan “Sejarah Islam di Nusantara”.
Setelah revolusi, ia pindah ke Sumatra Barat. Dikeluarkannya buku-
buku yang mengguncangkan, “Revolusi Fikiran’, “Revolusi Agama”, “Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi”, “Negara Islam”, “Sesudah Naskah
Renville”, “Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman”, “Dan lembah Cita-Cita”,
“Merdeka”, “Islam dan Demokrasi”, “Dilamun Ombak Masyarakat”,
“Menunggu Beduk Berbunyi”.
Tahin 1950 beliau pindah ke Jakarta. Di Jakarta kelua buku-bukunya:
“Ayahku”, “Kenang-Kenangan Hidup”, “Perkembangan tasawuf dari Abad
ke Abad”, “Urat Tunggang Pancasila”. Adapun Riwayat Perjalanan ke
163
Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. XIX
78
164
Hamka,Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika penerbit 1939), hlm. V
165
Ibid., h. VI
79
167
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), hlm. 23
168
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 199
82
169
Abdurrachman Assegaf, Kependidikan Islam , Jurnal Pemikiran, Riset, dan Pengembangan
Pendidikan Islam, I, 1, Februari, 1994, hlm. 20-21.
83
170
http://mabadik.wordpress.com/2010/07/09/urgensi-peran-pendidik-dalam-upaya-untuk-
mencerdaskan-kehidupan-bangsa/
171
Sutoyo, “Profesionalisme Guru dalam Tinjauan Pendidikan Islam”, Jurnal Wahana
Akademia, 7,2, Agustus, 2005, hlm. 230.
84
atau dengan sesama guru, sehingga bisa menambah ilmu tentang soal
pendidikan. Rapat hubungannya dengan orang-orang tua dan golongan muda
supaya dia sanggup mempertalikan zaman lama dengan zaman baru, dan
dapat disisihkannya mana yang baik dan masih relevan.
Hal ini menunjukan bahwa seorang pendidik, dalam hal ini guru akan
dapat menjalankan proses pembelajaran yang efektif jika hubungannya
dengan peserta didiknya berjalan secara harmonis. Untuk terciptanya
hubungan yang harmonis, seorang pendidik dituntut untuk memiliki sejumlah
ilmu yang akan diajarkan, memiliki integritas kepribadian, mempergunakan
berbagai metode pembelajaran, dan memahami diferensiasi (kepribadian
maupun sosial) peserta didik, baik mental, spiritual, intelektual, maupun
agama yang diyakini berikut dengan berbagai pendekatannya. Ada empat
konsep yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik, yaitu: Pertama,
mengembangkan potensi (fitrah) peserta didik. Kedua, mengembangkan
pengajaran yang bersifat verbalistik. Ketiga, mencatat seluruh aktivitas
peserta didik sebagai pedoman untuk melakukan pembinaan dan proses
pendidikan selanjutnya. Keempat, memformulasi kondisi yang kondusif
dalam mengembangkan sistim pendidikan secara efektif dan efesien, serta
meminimalisasi faktor-faktor yang dapat menghambat pencapaian tujuan
pendidikan Islam.
85
172
Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 211
86
turun dari cucuran atap , demikian kata pepatah. Hal itu dapat dibuktikan;
jika ayahnya bodoh, sontok pikirannya, hal itupun menurun kepada anaknya,
demikian juga jika ayahnya orang pintar, maka kepintaran itu akan turun
kepada anaknya. Di sinilah gunanya guru.173
Hamka optimis bahwa anak yang berasal dari keturunan orang bodoh
dan terbelakang bisa menjadi pandai dan maju jika diajar dan dididik oleh
guru yang baik.
173
Ibid., hlm. 225-226
174
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 152
87
Tidak menjadikan upah atau gaji sebagai alasan utama dalam mengajar
peserta didik. Menurut Hamka, tidaklah salah bekerja untuk mencari upah.
Tetapi bila usaha itu sudah cari upah semata-mata, sehingga tidak ada lagi
rasa tanggung jawab kepada baik atau buruknya pekerjaan, alamat semuanya
akan rusak dan akhirnya celaka. Orang yang bekerja hanya semata-mata
memandang upah, tidaklah dapat dipercaya. Dia membaguskan pekerjaan dan
membereskan buah tangannya bukan karna ingin kebagusan, tetapi karna
ingin upah. Jika upah sudah diturunkan, pekerjaannya sudah dibatalkanya,
175
sehingga mutunya menjadi mundur.
175
Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 172
176
Ibid., hlm. 209-211.
88
Hal ini mengindikasikan bahwa suatu ilmu tidaklah lekat di dalam hati
dan jiwa, tidaklah terpasang kepada diri kalau tidak diamalkan, dibiasakan,
dan dicobakan.178
177
Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 71
178
Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 54
179
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3
89
sekaligus mendidik. Yang dimaksud mengajar dalam hal ini adalah membantu
anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Sedangkan
mendidik adalah suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah
kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Jadi pengertian mendidik
lebih bersifat mendasar, tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga
transfer of values.
180
Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta; Harian Kompas,2000), hlm. 11
91
181
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3
92
yang dilihatnya itu, dia akan menyesal dan dia teringat pulang, yaitu pada hari yang
tiada berguna padanya penjelasan lagi…”182
Dalam proses pembelajaran, sifat tawakal dan tawadhu sangat
penting dimiliki oleh seorang guru. Petikan dari tulisan Hamka menunjukkan
bagaimana manusia memiliki nafsu yang sering menguasai diri manusia. Guru
dianjurkan agar menghindari dan membentengi diri dari godaan nafsu yang
sering muncul ketika melihat orang lain tanpa introspeksi diri.
182
Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta: Balai Pustaka. edisi revisi, 2013), hlm.
111
93
183
Hamka, Falsafah Hidup, op. cit., hlm. 205-206
94
ke dunia. Pendidikan pertama yang harus dilakukan ketika anak lahir oleh
orang tua sebagai pendidik adalah dengan mengazankan dan
mengiqomahkannya. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa rahasia dilakukannya
adzan dan iqomah di telinga bayi yang baru lahir mengandung harapan yang
optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga sang bayi adalah
seruan adzan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta
syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam.
Perlakuan ini menerangkan akan kepedulian Nabi Muhammad saw. terhadap
aqidah tauhid yang harus ditanamkan secara dini dalam jiwa sang anak dan
sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu sang bayi
semenjak kehadirannya dalam memulai kehidupan barunya di alam dunia.184
Lebih jelasnya, pemikiran Hamka yang menghendaki keseimbangan
antara peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam proses pendidikan dan
pengajaran anak adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;
1. Perawatan bayi yang baru lahir
Begitu anak dilahirkan, dimulailah saat awal dari kehidupan bayi.
Inilah yang ditunjukan Islam dalam pendidikan anak, yang berbeda dari
seluruh metode pendidikan yang pernah ada di dunia. Orang tua ditugasi untuk
menancapkan tiang pendidikan guna membangun masa depan anak. Tiang itu
adalah adab Islami, sunnah Nabi dan metode Rabbani. Adapun tiga adab
terpenting, diantaranya adalah:
a. Adab pertama, dikumandangkan adzan dan iqomah di kedua telinga
bayi sebagaimana sedikit disinggung di atas. Itu dilakukan agar hal
pertama yang didengarnya dalam wujudnya adalah ketauhidan Allah.
b. Adab kedua, memilihkan nama yang baik untuk anak. Pemilihan nama
yang baik adalah pertanda yang jelas dalam pendidikan secara tidak
langsung. Karena, dalam nama setiap orang terdapat peruntungannya.
184
http://titipan-cucu.blogspot.com/2010/05/anjuran-menyerukan-adzan-pada-
telinga.html
95
185
Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: A. H Ba’adillah
Press, 2002), hlm. 56-67.
96
186
Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 226
97
187
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum dan Agama Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 90-94
188
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1992), Cet- 1, hlm. 361-362.
98
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
pemikiran Professor. Doctor Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim
Amarullah (HAMKA) tentang Guru Adalah:
Sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,
berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.
Namun sosok guru yang dikehendaki hamka masih belum sepenuhnya dapat
diwujudkan di masa sekarang
B. Saran-Saran
Sesuai dengan kesipulan terrsebut diatas maka disarankan hal-hal sebagai
berikut:
1. Lembaga pendidikan tempa keguruan (LPTK) dapat mencetak guru sesuai
yang diinginkan HAMKA
2. Membangun kesadaran untuk melaksanakan tugas-tugas seorang guru sesuai
yang dihendaki HAMKA
C. Penutup
Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang selalu memberikan petunjuk
dan bimbingan serta kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas
akademisi ini, yaitu penyusunan skripsi tanpa halangan yang berarti.
Penulis sangat mengharapkan masukan dari pembaca, baik berupa kritik
maupun saran atas penyusunan karya ilmiah ini.Semoga tulisan ini memberikan
manfaat bagi kita semua.Amin.
98
99
DAFTAR PUSTAKA
_______, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Jakarta: Balai Pustaka. Edisi revisi,
2013.
_______. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.
_______. Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.
http.//fithab.multiply.com/journal/item/52, 24-02-2015
http://triquranhadits.blogspot.com/2013/06/al-quran-hadits-materi-kelompok-4at.html
http://www.lpmpsulsel.net, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:30 WIB)
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia
Cerdas, 2013.
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
101