Anda di halaman 1dari 120

PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

Imam Faizal

1110011000093

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016
ABSTRAK

Imam Faizal. “Tinjauan Pemikiran HAMKA tentang guru”. Skripsi:


Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 4 Mei 2016. Pembimbing: Prof. Dr. Abuddin Nata,
MA.

Pemikiran Hamka mengenai posisi guru dalam kegiatan pendidikan,


menimbulkan pertanyaan lebih dalam bagaimana seharusnya sikap guru di sekolah,
maupun di lingkungan hidup sehari-hari. Tidak hanya sekedar menuangkan pelajaran
di sekolah, namun juga perannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pandangan Hamka tentang guru dan menemukan
relevansi pemikiran Hamka tentang guru dalam pendidikan di masa kini. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, deskriptif, dan analitif
dengan pendekatan studi tokoh atau pendekatan sejarah, yang memusatkan fokus
penelitian pada pandangan Hamka tentang pendidik dalam perspektif pendidikan
Islam.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa Menurut Hamka guru
adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan
peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Hamka lebih menekankan aspek
pendidikan jasmani dan rohani. Syarat-syarat guru yang ditandaskan Buya Hamka
sesuai dengan standar kompetensi yang dirancangkan dalam Undang-undang, yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Konsep guru menurut Buya Hamka memiliki tingkat relevansi
tinggi dengan kondisi pendidikan di era sekarang.

iii
iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang
telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul Pemikiran
HAMKA tentang guru dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para
sahabatnya, dan para pengikutnya hinggá akhir zaman.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan
ilmu pengetahuan yang penulis miliki, Namun berkat adanya dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan penelitian pendidikan ini. Ucapan terima
kasih tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
2. Ketua Jurusan, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., dan Sekretaris Jurusan,
Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA., Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Abuddin Nata, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta
memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
v

4. Bapak Drs. Rusydi Jamil, M.Ag dosen penasehat akademik yang telah
memberikan nasehat-nasehatnya yang insya Allah sangat berguna bagi penulis.
Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu dan keahlian kepada penulis dan turut melancarkan usaha pembuatan skripsi
ini.
5. Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendo‟akan yaitu Ayahanda saya
Razali (Alm). dan Ibunda saya Masni, dan kakak-adik saya tersayang Yasir
Arafat, Ratna Dewi, Muhammad Firdaus Saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya yang telah mendukung saya sampai pada akhirnya saya bisa
menyelesaikan skripsi saya ini.
6. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Agama Islam
yang menjadi teman seperjuangan dalam menggali ilmu dan sama-sama
merasakan asam manisnya dalam perkuliahan Terima kasih atas segala perhatian,
dukungan, dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga silaturrahmi terjalin
dan sukses selalu.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT.
Membalas segala amalnya dengan lebih baik. Semoga penulisan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan
ilmu yang penulis miliki. Apabila terdapat kesempurnaan itu berasal dari Allah.
Jakarta, 10 Mei 2016

Imam Faizal
NIM. 1110011000093
vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................... Error! Bookmark not defined.


ABSTRAK .............................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iv
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .................................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 8
C. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 9
D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9
BAB II .....................................................................................................................................10
KAJIAN TEORITIK TENTANG GURU ........................................................................10
A. Pengertian Guru ............................................................................................ 10
B. Peran dan Fungsi Guru ................................................................................ 12
C. Kompetensi Guru .......................................................................................... 13
D. Guru Profesional ........................................................................................... 33
E. Sikap Profesional Guru ................................................................................ 34
F. Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Pendidik Atau Guru .................................. 57
BAB III ....................................................................................................................................62
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................62
A. Objek dan Waktu Penelitian ........................................................................ 62
B. Metode Penelitian .......................................................................................... 62
C. Fokus Penelitian ............................................................................................ 63
D. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 63
E. Sumber data ................................................................................................... 64
F. Analisis Data .................................................................................................. 65

iv
v

G. Teknik Penulisan ........................................................................................... 66


BAB IV ....................................................................................................................................67
PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU ....................................................................67
A. Riwayat Hidup Buya Hamka ....................................................................... 67
B. Klasifikasi Pendidikan Menurut Hamka .................................................... 80
C. Konsep Guru atau Pendidik dalam Pandangan Hamka ........................... 81
D. Relevansi Konsep Guru Menurut Hamka dengan Pendidikan Indonesia
92
BAB V......................................................................................................................................98
PENUTUP ...........................................................................................................................98
A. Kesimpulan .................................................................................................... 98
B. Saran-Saran ................................................................................................... 98
C. Penutup .......................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................99
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas
mendidik dikenal dengan dua predikat yakni pendidik dan guru. Pendidik
(murabbi) adalah orang yang berperan mendidik, subyek didik atau
melakukan tugas pendidikan (tarbiyah).Sedangkan guru adalah orang yang
melakukan tugas mengajar (ta‟lim).1 Pada perjalannanya, seorang guru
menjadi subjek dalam mendidik anak, bertujuan memelihara dan
membimbing anak di sekolah hingga menjadi orang tua kedua bagi anak
muridnya. Pendidikan mengandung makna pembinaan kepribadian,
memimpin, dan memelihara. Hal-hal tersebut dilakukan oleh guru agar
tercipta kebiasaan yang baik oleh para peserta didik.

Dalam hal membangun kebiasaan terhadap peserta didik, guru


bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik baik spiritual,
intelektual, moral, estetika, maupun kebutuhan fisik peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensinya yang meliputi potensial
fektif, kognitif, dan psikomotorik, yang selanjutnya kita sebut sebagai
akademik peserta didik. Dalam konteks pendidikan Agama Islam, guru harus
memenuhi segala kebutuhan akademik peserta didik sesuai dengan nilai-nilai
ajaran Islam. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu menunaikan tugas-
tugas kemanusiaannya, baik sebagai khalifah dimuka bumi maupun

1
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Penidikan Integratif disekolah, Keluarga,
dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS, 2009), hlm.36.

1
2

Hamba Allah sesuai dengan syariat Islam.2 Baik secara umum atau pun secara
konsep agama islam, pendidikan mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin
seorang peserta didik. Guru menjadi penentu proses pengembangan peserta
didik.

Guru menjadi pemeran strategis dalam pengajaran ilmu


pengetahuan dan pengembangan potensi peserta didik. Dalam tugasnya
mengajar dan mendidik, sebutan guru dipakai untuk menggantikan
pendidik. Guru adalah jabatan dan subjek yang melakukan. Sedangkan
pendidik adalah status yang dipakai dari tugasnya mendidik. Jadi dalam
perkembangannya nama pendidik menjadi Guru, sesuai dengan istilah jawa,
guru, digugu lan ditiru. Falsafah ini menegaskan, tugas guru adalah
memberi ilmu yang diterima oleh anak muridnya.Selain itu, pembimbing
dan pengarah murid agar mengembangkan potensinya serta pemberi contoh
bagi murid.
Guru adalah penentu siswa berprestasi secara akademik dan spiritual.
Guru dituntut memenuhi segala aspek akademik siswa dan spiritualnya. Oleh
karena itu, guru diharapkan mampu menguasai berbagai bidang. Hal tersebut
dilakukan agar guru dapat memacu siswa dalam meningkatkan prestasi murid.
Seperti berpengetahuan luas dan banyak pengalaman. Secara spiritualitas pun,
guru harus bisa menjadi tauladan bagi muridnya. Tugas guru tidak hanya
mengajar, namun juga mendidik yang bisa terlihat dari sikap dan berkelakuan
guru. Sikap yang baik seorang guru, dapat didapatkan dari pengetahuan,
pengalaman, kepatuhannya beribadah, sopan santun atau mencontoh orang

2
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), hlm. 41-

42
3

lain sebagai tauladan. Pembelajaran secara tidak langsung itu dapat menjadi
contoh kepada murid.
Pembelajaran tidak langsung dari seorang guru, salah satunya didapat
dari sosok teladan. Sosok teladan itu yang mempengaruhi tindak-tanduk
seorang guru, sosok tersebut menjadi inspirasinya. Sosok inspiratif dari
seorang guru adalah sosok yang bersangkutan dengan dunia guru. Sosok
tersebut bisa jadi seorang akademisi, cendekiawan atau seorang ahli
pendidikan yang pemikiran atau teorinya dipakai dalam dunia pendidikan.
Tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia banyak jumlahnya, seperti pada masa
sekarang ada nama Arif Rahman Hakim dan yang sudah lebih dulu adalah
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Penulis mengambil sosok
HAMKA dalam tulisan ini.
Tokoh-tokoh pendidikan yang memiliki kecenderungan pemikiran
mengenai hakikat pendidik atau guru dalam pendidikan Islam salah satunya
adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah, yang
selanjutnya disebut HAMKA. Menurutnya, manusia sangat penting dalam
mencari ilmu pengetahuan, bukan hanya membantu manusia memperoleh
penghidupan layak, tetapi lebih dari itu, dengan ilmu manusia akan mampu
mengenal tuhannya, memperluas akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari
keridhaan Allah. Hanya dengan bentuk pendidikan yang demikian, manusia
akan memperoleh ketenteraman (hikmat) dalam hidupnya. 3

Dari penyampaian Hamka tersebut, tujuan pendidikan menurutnya


adalah mengenal dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti
untuk berakhlak mulia, serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup layak
dan berguna di tengah-tengah masyarakat.4

3
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), hlm. 54
4
Hamka, ibid, hlm. 2-3
4

Pernyataanya tersebut merupakan konsep pendidikan dipandang dari


sudut Islam.Hamka sendiri merupakan ulama dan pemikir Islam di
Indonesia.Pandangannya mengenai pendidikan tidak jauh dari tujuan
pendidikan secara nasional.
Hamka lahir di Minanjau, Sumatera Barat, Senin, 16 Februari 1908.
Ia adalah putra seorang tokoh pembaharu dari Minangkabau, Doktor Haji
Abdul Karim Amrullah (sering disebut Haji Rasul) yang merupakan salah
seorang ulama yang pernah mendalami agama di makkah, pelopor
kebangkitan kaum muda, dan tokoh pembaharu Muhammadiyah di
Minangkabau. Hamka adalah seorang ulama intelektual, mubaligh, ahli
agama, penulis, sastrawan, sekaligus wartawan majalah Pedoman Masyarakat,
Panji Masyarakat, Gema Islam. Sosok Hamka adalah multiperan, selain
sebagaimana yang telah disebutkan diatas, ia juga seorang pemikir
pendidikan. Dalam salah satu pandangan Hamka mengenai pendidikan Islam,
ia berpendapat bahwa pendidikan di sekolah tak bisa lepas dari pendidikan
dirumah. Karenanya, menurut ketua umum MUI pertama dan Imam besar
Masjid Al-Azhar Jakarta ini; komunikasi antara sekolah dengan rumah dan
masyarakat sangatlah penting.5
Tujuan pendidikan nasioanal menurut UU No. 20, Tahun 2003. Pasal
3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional dan menurut Hamka,

5
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad20, (Jakarta: Gema Islami,
2006), hlm.64
5

menyebutkan objek pendidikan adalah peserta didik.Tujuan pendidikan


tersebut wajib dilaksanakan oleh guru di sekolah. Guru sekolah menjadi
eksekutor dalam proses pendidikan kepada peserta didik.
Proses pendidikan yang akan didapatkan oleh peserta didik
haruslah melalui guru yang kompeten, guru yang memiliki kompetensi
untuk mengajar dan mendidik. Kompetensi guru adalah guru yang memiliki
sekumpulan pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang harus dimiliki
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan.Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan
memanfaatkan sumber belajar.
Adapun kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi
pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi
dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagodik adalah kemampuan yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Pendidikan.Tugas guru ialah mengajarkan
pengetahuan kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahi materi yang akan
diajarkannya, tetapi memahaminya secra luas dan mendalam. Oleh karena itu,
murid harus selalu belajar untuk memperdalam pengetahuannya terkait mata
6

pelajaran yang diampunya.6


Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.Guru diharapkan memberikan contoh baik terhadap
lingkungannya, dengan mejalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari
masyarakat sekitarnya. Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul, dan
suka menolong.7
Hamka mengartikan sosok guru dalam lingkungan sekolah sebagai
jembatan atau perpanjangan tangan antara orang tua dan masyarakat.Hal ini
karena Hamka menganggap sekolah merupakan lembaga pendidikan yang
tersusun secara sistematis, serta menjadi miniatur realitas sosial dimana
pendidikan dilaksanakan. Mengenai hal ini, Hamka menempatkan pendidik
sebagai komponen yang sangat mempengaruhi terlaksananya proses belajar
mengajar secara efektif. Guru merupakan penanggung jawab terjadinya
transformasi material dan nilai pendidikan, karenanya hubungan yang terjalin
antara peserta didik dengan pendidik harus harmonis. 8
Menurut Hamka, seorang pendidik harus bisa menanamkan
keberanian pada diri peserta didik untuk berani berargumentasi dan
mengeluarkan pendapat, hal ini bisa diupayakan dengan jalan menguatkan
pelajaran olahraga, menceritakan riwayat orang-orang yang berani,
membiasakan berterus terang dalam bercakap-cakap, tidak percaya pada
khurafat, dan memperkaya akal dan ilmu yang memberi faedah.9

6
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan
Praktik, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012), cet II, h. 54.
7
Jejen Musfah, ibid, Cet. II, h. 52 .
8
Ibid.,hlm.149
9
Hamka,FalsafahHidup, (Jakarta:PustakaPanjimas,1984),hlm.208-209
7

Pemikiran Hamka mengenai posisi guru dalam kegiatan pendidikan,


menimbulkan pertanyaan lebih dalam bagaimana seharusnya sikap guru di
sekolah, maupun di lingkungan hidup sehari-hari. Tidak hanya sekedar
menuangkan pelajaran di sekolah, namun juga perannya dalam kehidupan
sehari-hari.

Sebagai ulama dan tokoh pendidikan, Hamka memosisikan guru ke


dalam peran yang sangat penting.Menurutnya, “kemajuan suatu bangsa
sangat tergantung pada kesempurnaan system pendidikan dan pengajaran
yang ditawarkannya.” 10Perkembangan suatu sistem pendidikan dan lembaga
yang mewadainya memiliki keterkaitan dengan perkembangan masyarakat
secara keseluruhan, baik cita-cita, tata nilai yang dianut, kebutuhan fisik
dan psikis, perubahan orientasi sosial, serta prioritas-prioritas
perjuangannya.
Dalam hal tersebut, Hamka memandang bahwa keberhasilan suatu
tujuan pendidikan dari tertata dan terwujudnya aspek-aspek pendidikan
seperti metode pembelajaran, kurikulum dan manajemen pendidikan yang
ada. Dibahas pula, keberhasilan tersebut dari penyampai tujuan pendidikan
dari guru dan peserta didik, yang melaksanakan proses pembelajaran.
Pemikiran Hamka mengenai perananan guru dalam pendidikan
bertitik tolak dari guru dalam pendidikan Islam. Pendidikan atau tarbiyah
diartikannya adalah mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan,
mengembangkan, memelihara, membesarkan, dan menumbuhkan.
Prosesnya merujuk pada pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi
(fitrah) peserta didik, baik jasmaniah maupun rohaniah. 11Fungsi dan peranan
pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam menduduki posisi strategis

10
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), hlm. 13
11
Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 6, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), h. 4035
8

dan vital. Pendidik yang terlibat secara fisik dan emosional dalam proses
pengembangan fitrah manusia didik baik langsung ataupun tidak akan
memberi warna tersendiri terhadap corak dan model sumber daya manusia
yang dihasilkannya. Oleh karna itu, disamping sangat menghargai posisi
strategis pendidik, Islam juga telah menggariskan fungsi, peranan dan kriteria
atau karakteristik seorang pendidik.
Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak didik, maka pendidik
harus memiliki nilai lebih dibanding si terdidik. Tanpa memiliki nilai lebih,
sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, sebab
itu akan kehilangan arah, tidak tahu kemana fitrah anak didik akan
dikembangkan, serta daya dukung apa saja yang dapat digunakan. Nilai lebih
yang harus dimiliki oleh pendidik Islam mencakup 3 hal pokok, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang didasarkan nilai-nilai ajaran
Islam.
Berdasarkan permasalahan tersebut, sekaligus mempertimbangkan
pemikiran Hamka yang sangat relevan, modern, problem solving, dan
berkesinambungan dengan masalah di atas, maka penulis bermaksud
mengadakan penelitian terhadap pemikiran Hamka yang berkaitan dengan
hakikat guru dalam pendidikan. Karenanya, penulis mengambil
judul”PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti
dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Hakikat seorang guru mencerminkan pendidikan kepada generasi muda dalam
kehidupan sehari-hari masih kurang dalam pelaksanaanya.
2. Kesadaran guru yang kurang dalam pemahaman mendidik dalam lingkungan
sekolah.
9

3. Relevansi Pemikiran Prof. Dr. Hamka dalam memandang guru pada masa
sekarang masih jarang diteliti.

C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dilakukan, maka dibatasi
permasalahan pada “ Pemikiran Prof. Dr. Hamka tentang Guru”

D. Perumusan Masalah
Berangkat dari pembatasan permasalahan tersebut, maka masalah
dalam skripsi dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana Pemikiran Prof.
Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah (HAMKA) tentang
Guru?”

E. Tujuan Penelitian
Penulisan skripsiini mempunyai tujuansebagai berikut:
1. Penulis ingin mengetahui pandangan Hamka tentang guru.
2. Penulis ingin menemukan relevansi pemikiran Hamka tentang guru dalam
pendidikan di masa kini.
BAB II
KAJIAN TEORITIK TENTANG GURU

A. Pengertian Guru
Menurut Ahmad D. Marimba (1989) pendidik adalah orang yang
memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang
karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
didik.Abuddin Nata (1997) menyebutkan, pendidik secara fungsional
menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Secara
singkat Ahmad Tafsir (1994) mengatakan, Pendidik dalam Islam sama
dengan teori di Barat, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi anak didik, baikpotensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik.12
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevakuasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah jalur pendidikan formal”.13
Guru sebagai Pendidik, Sekolah merupakan institusi kegiatan
pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk potensi
intelektual atau pikiran anak didik, menjadi cerdas. Secara terprogram dan
koordinatif, materi pendidikan dipersiapkan untuk dilaksanakan secara
metodis, sistematis, intensif, efektif, dan efesien menurut ruang dan waktu
yang telah ditentukan. Jadi penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

12
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1,hlm.
13
Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

10
11

menurut metode dan sistem yang jelas dan konkret.14

Sebenarnya seorang guru bukanlah bertugas sebagai transfer of


knowledge saja, tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan,
pengarah, fasilitator dan perencana. Oleh karena itu fungsi dan tugas
pendidik setidaknya mencakup tiga hal:
Pertama, sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas
merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program
yangtelahdisusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian
setelahprogramdilakukan. Kedua, sebagai pendidik (educator) yang
mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan
kamilseiringdengan tujuan Allah mencipatakannya. Ketiga, sebagai
pemimpin (managerial) yang memimpin mengendalikan diri sendiri, anak
didik dan masyarakat terkait upaya pengerahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang
dilakukan.15Dalam pelaksanaan tugas itu, guru dituntut untuk mempunyai
seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1) memperhatikan: kesediaan kemampuan,pertumbuhan dan perbedaan
anak didik.
2) membangkitkan gairah anak didik untuk belajar,
3) menumbuhkan bakat dan sikap anak didik yang baik,
4) mengatur proses belajar mengajar dengan baik
5) memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang
mempengaruhi proses mengajar,
6) menciptakan hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.16

14
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2

37Ibid, hlm.106

15
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, (Cirebon: Pustaka Dinamika,1999), Cet-1,
hlm.113-114
16
Ibid, hlm.114
12

B. Peran dan Fungsi Guru


Tujuan pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab17

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut dalam tatanan mikro,


pendidikan harus mampu menghasilkan SDM berkualitas dan profesional
sesuai dengan tujuan pendidikan, termasuk di dalamnya kebutuhan dunia
kerja dan respon terhadap perubahan masyarakat setempat, dengan kata lain
pendidikan harus menghasilkan lulusan yang mampu berfikir global dan
mampu bertindak lokal serta dilandasi dengan akhlak yang mulia.

Proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa bukan saja
ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan kurikulumnya, akan tetapi
sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan
membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu
mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.

Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap


terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu,
upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan tidak akan memberikan yang signifikan tanpa didukung oleh guru

17
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
beserta penjelasannya (Bandung: Citra Umbara, 2003),h. 7.
13

yang profesional dan berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan kualitas


pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula.18

Peran dan fungsi guru pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang
dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas
kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena
guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan
siswa dalam proses pendidikan atau pembelajaran di lembaga pendidikan
sekolah. Jadi, kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan
guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yang memiliki keahlian
mendidik siswa dalam rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya
institusi pendidikan.

C. Kompetensi Guru
Peran dan fungsi guru tidak terlepas dari kompetensi yang dimiliki
seorang guru dalam mendididik anak didik. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28,
ayat 3 disebutkan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi; (1)
kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi
kepribadian, dan (4) kompetensi sosial.

1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
A dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemampuan yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan

18
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 176.
14

dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan


peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.19
Menururt Jejen “Tugas guru yang utama ialah mengajar dan mendidik
murid di dalam dan di luar kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid yang
memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap utama untuk menghadapi
hidupnya di masa depan”.20
Secara umum istilah pedagogik (pedagogi) dapat beri makna sebagai
ilmu dan seni mengajar anak-anak.Sedangkan ilmu mengajar untuk orang
dewasa adalah andragogi. Dengan pengertian itu maka pedagogik adalah
sebuah pendekatan pendidikan berdasarkan tinjuan psikologis anak.
Pendekatan pedagogik muaranya adalah membantu siswa melakukan kegiatan
belajar. Dalam perkembangannya, pelaksanaan pembelajaran itu dapat
menggunakan pendekatan kontinum, yaitu dimulai dari pendekatan pedagogi
yang diikuti oleh pendekatan andragogi, atau sebaliknya yaitu dimulai dari
pendekatan andragogi diikuti pedagogi, demikian pula daur selanjutanya;
andragogi-pedagogi-andragogi, dan seterusnya.21

a. Ruang Lingkup Kompetensi Pedagogik


Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogis adalah kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran
peserta didik yang meliputi; a) pemahaman wawasan atau landasankan
kependidikan, b) pemahaman terhadap peserta didik, c) pengembangan
kurikulum/silabus, d) perancangan pembelajaran, e) pemanfaatan teknologi

19
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 75.
20
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 30.
21
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 177.
15

pembelajaran, f) evaluasi proses dan hasil belajar, g) pengembangan peserta


didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.22
Kemampuan pedoagogik dapat bermanfaat bagi guru dalam
menyampaikan materi ajar.Setiap individu anak didik memiliki keunikan
dalam berfikir dan bersikap. Oleh karena itu, kemampuan pedagogik
dibutuhkan oleh guru saat pembelajaran.

b. Kemampuan Mengelola Pembelajaran


Secara operasional, kemapuan mengelola pembelajaran menyangkut
tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.
1) Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta
memperkirakan cara mencapainya.
2) Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses
yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah
memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang
diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencaoai
tujuan yang diinginkan.
3) Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan
pengendalian, bertujuan menjmin kinerja yang dicapai sesuai
dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan.23
c. Pemahaman terhadap Peserta Didik
1) Tingkat Kecerdasan
Guru merupakan organisator pertumbuhan pengalaman siswa. Guru
harus dapat merancang pembelajaran yang tidak semata-mata menyentuh
aspek kognitif, tetapi juga dapat mengembangkan keterampilan dan sikap
siswa. Maka, guru haruslah individu yang kaya pengalaman dan mampu

22
Jejen, op cit., h. 31.
23
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet.VI, h. 77-78.
16

mentransformasikan pengalamannya itu pada para siswa dengan cara-cara


yang variatif.24
Guru harus memahami bahwa semua siswa dalam seluruh konteks
pendidikan itu unik. Dasar pengetahuan tentang keragaman sangat penting,
dan termasuk dalam kecerdasan, emosional, bakalt, dan bahasa. Guru harus
mampu mengarahkan siswa untuk fokus pada kemampuannya dalam bidang
tertentu dan menunjukkan cara yang tepat untuk meraihnya.25
Oleh karena itu, guru harus selalu belajar mengenai karakter siswa dan
yang lebih penting berlatih dan berlatih bagaimana cara menghadapi karakter
tersebut, agar tidak terjebak pada sikap yang merugikan masa depan siswa dan
mencoreng citra dan integritas guru sebagai pendidik.26
2) Kreativitas
Secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang
memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya,
antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan mensponsori
pelaksanaan proyek.27
Berikut disajikan beberapa resep yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kreativitas peserta didik.
a. Jangan terlalu banyak membatasi ruang gerak peserta didik dalam
pembelajaran dan mengembangkan pengetahuan baru.
b. Bantulah peserta didik memikirkan sesuatu yang belum lengkap,
mengeksplorasi pertanyaan, dan mengemukakan gagasan yang
original.

24
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 32.
25
Ibid.,h. 33.
26
Ibid.,h. 33.
27
Mulyasa, op cit., h. 86.
17

c. Bantulah peserta didik mengembangkan prinsip-prinsip tertentu ke


dalam situasi baru.
d. Berikan tugas-tugas secara independent.
e. Kurangi kekangan dan ciptakan kegiatan-kegiatan yang dapat
merangsang otak.
f. Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir reflektf
terhadap masalah yang dihadapi.
g. Hargai perbedaan individu peserta didik.
h. Jangan memaksa kehendak terhadap peserta didik.
i. Tunjukkan perilaku-perilaku baru dalam pembelajaran.
j. Kembangkan tugas-tugas yang dapat merangsang pertumbuhan
kreativitasnya.
k. Kembangkan rasa percaya diri peserta didik.
l. Kembangan kegiatan-kegiatan yang menarik.
m. Libatkan peserta didik secara optimal dalam proses pembelajaran.28

3). Kondisi Fisik

Kondisi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran,


kemampuan bicara, pincang (kaki), dan lumpuh karena kerusakan otak.29

4). Pertumbuhan dan perkembangan kognitif

Perbedaan individu perlu dipahami oleh para pengembang kurikulum,


guru, calon guru, dan kepala sekolah agar dapat melaksanakan pembelajaran
secara efektif. Dalam hal ini, pembelajaran dapat didiversifikasi atau
diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan keberagaman kondisi dan

28
Ibid.,h. 89.
29
Ibid.,h. 94.
18

kebutuhan, baik yang menyangkut kemampuan atau potensi peserta didik


maupun potensi lingkungan.30
d. Perancangan Pembelajaran
Perancangan pembelajaran merupkan salah satu kompetensi pedagogis
yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan
pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan,
yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan
program pembelajaran.
1). Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan
memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar mengajar dirasakan sebagai
bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya.31
2). Identifikasi kompetensi
Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula
terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media
pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian.32

3). Penyusunan program pembelajaran

Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana


pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran
jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan blajar dan proses
pelaksanaan program.33

30
Ibid.,h. 99.
31
Ibid.,h. 100.
32
Ibid.,h. 101.
33
Ibid.,h. 102.
19

Proses pengembangan kurikulum menurut Miller dan Seller mencakup


tiga hal:
1) Menyusun tujuan umum (TU) dan tujuan khusus (TK)
2) Mengidentifikasi materi yang tepat
3) Memilih strategi belajar mengajar34
e. Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Pada anak-anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari para
guru, karena mereka pada umumnya belum memahami pentingnya
belajar.Maka, guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang bisa
menarik rasa ingin tahu siswa, yaitu pembelajaran yang menarik, menantang,
dan tidak monoton, baik dari sisi kemasan maupun isi atau materinya.35
f. Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran
Penggunaan teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran (e-
learning) dimaksudkan untuk memudahkan atau mengefektifkan kegiatan
pembelajaran.Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki kemapuan
menggunakan dan mempersiapkan materi pembelajaran dalam suatu sistem
jaringan computer yang dapat diakses oleh peserta didik.Oleh karena itu,
seyogianya guru dan calon guru dibekali dengan berbagai kompetensi yang
berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai
teknologi pembelajaran.36
g. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku
dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan
penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan
sertifikasi, benchmarking, serta penilaian program.

34
Jejen, op cit., h. 35.
35
Ibid.,h. 37.
36
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 107.
20

h. Pengembangan Peserta Didik


Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi
pedagogic yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik
dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstra
kurikuler (ekskul), pengayaan dan remedial, serta bimbingan dan konseling
(BK).37
Peran guru sangat kompleks bagi kehidupan peserta didik di sekolah.
Guru menjadi orang yang paling tahu masalah anak didik dalam pembelajaran
di sekolah. Guru diharapkan mampu membimbing, mengarahkan, mendengar,
dan mewujudkan bakat dan minat peserta didik.

2. Kompetensi Kepribadian
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi
yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan
guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah satu masalah yang abstrak,
hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan
dalam menghadapi setiap persoalan.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur
psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan
seseorang merupakan satu gambaran dari kepribadian orang itu, asal
dilakukan secara sadar.Dan perbuatan baik sering dikatakan bahwa seorang
itu mempunyai kepribadian baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila
seseorang melakukan sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan
masyarakat, maka dikatakan orang itu tidak berakhlak mulia. Oleh karena itu
masalah kepribadian adalah satu hal yang sangat menentukan tinggi
rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan siswa atau

37
Ibid.,h. 111.
21

masyarakat. Dengan kata lain, baik atau tidaknya citra seorang guru
ditentukan oleh kepribadian.38
Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang kompetensi
kepribadian antara lain adalah sebagai berikut:
1) Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pada pasal
28, ayat 3 ialah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil,dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.
2) Menurut Samani, Mukhlas secara rinci kompetensi kepribadian
mencakup hal-hal sebagai berikut; 1) berakhlak mulia, 2) arif dan
bijaksana, 3) mantap, 4) berwibawa, 5) stabil, 6) dewasa, 7) jujur,
8) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 9) secara
objektif mengevaluasi kinerja sendiri, 10) mau siap
mengembangkan diri secara mansidiri dan berkelanjutan.
3) Menurut Djama‟an Satori yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian ialah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku
pribadi guru itu sendiri yang kelak harua memiliki nilai-nilai luhur
sehingga terpencar dalam perilaku sehari-hari.39
a. Peran Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian berperan menjadikan guru sebagai
pembimbing, panutan, contoh, teladan bagi siswa.Dengan kompetensi
kepribadian yang dimilikinya maka guru bukan saja sebagai pendidik dan
pengajar tapi juga sebagai tempat siswa dan masyarakat bercermin. Dengan
kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan,
membangkitkan motivasi belajar siswa, serta mendorong/memberikan
motivasi dari belakang. Oleh karena itu seorang guru dituntut melalui sikap

38
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 180.
39
Ibid.,h. 181.
22

dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang


yang dipimpinnya.40
b. Berakhlak Mulia
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi akhlak mulia tentu saja
tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, tetapi memerlukan ijtihad yang
mujahadah, yakni usaha yang sungguh-sungguh, kerja keras, tanpa mengenal
lelah dan niat ibadah tentunya. Dalam hal ini, barangkali setiap guru harus
merapatan kembali barisannya, meluruskan niat, bahwa menjadi guru bukan
semata-mata untuk kepentingan duniawi, memperbaiki ikhtiar terutama
berhubungan dengan kompetensi pribadinya, dengan tetap bertawakal kepada
Allah.41
Sulit mencetak siswa yang saleh jika gurunya tidak saleh. Selain guru,
untuk melahirkan siswa yang aleh, perlu dukungan: pertama, komunitas
sekolah yang saleh (pimpinan dan staf). Kedua, budaya sekolah yang saleh,
seperti disiplin, demokratis, adil, jujur, syukur, dan amanah. Hadis Rasulullah
diriwayatkan Thabrani dari Ibnu Amr menunjukkan bahwa, “Seorang mukmin
yang paling utama imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
Esensi pembelajaran adalah perubahan perilaku. Guru akan mampu
mengubah perilaku peserta didik jika dirinya telah menjadi manusia baik42
c. Kepribadian yang Mantap, Stabil, dan Dewasa
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan
yang sering emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua
orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung
perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai tempramen yang

40
Ibid.,h. 182.
41
Mulyasa, op cit., h. 130-131.
42
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 43.
23

berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk
latihan mental akan sangat berguna.43

d. Disiplin, Arif, dan Berwibawa


Banyak peserta didik yang berlaku kurang senonoh di masyarakat,
terlibat vcd porno, narkoba dan pelanggaran lainnya, berangkat dari pribadi
yang kurang disiplin.Oleh karena itu, peserta didik harus belajar disiplin, dan
gurulah yang harus memulainya, sebagai guru dia harus memiliki pribadi
yang disiplin, arif, dan berwibawa.Hal ini penting, karena masih sering kita
menyaksikan dan mendengar peserta didik yang perilakunay tidak sesuai
bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik.44
Seorang guru tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa
paling mengetahui dan terampil disbanding guru yang lainnya, sehingga
menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya. Allah SWT mengingatkan
orang-orang yang sombong dengan firmannya:

          

“… Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas


tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.”
(QS. Yusuf [12]: 76)45
e. Menjadi Teladan bagi Peserta Didik
Menjadi teladan merupaka sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan
ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara
konstruktif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungi
ini patut dipahami, dan tidak perlu menjadi beban yang memberatkan,

43
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), Cet. VI, h. 121.
44
Ibid.,h. 122.
45
Jejen, op cit., h. 46.
24

sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti


pembelajaran.46
f. Mengevaluasi kinerja sendiri
Pengalaman mengajar merupakan modal besar guru untuk
meningkatkan mengajar di kelas. Pengalaman di kelas memberikan wawasan
bagi guru untuk memahami karakter anak-anak, dan bagaimana cara terbaik
untuk menghadapi keragaman tersebut.47
Guru dapat mengetahui mutu pengajarannya dari respond an atau
umpan balik yang diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung atau
setelahnya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dapat
menggunakan umpan balik tersebut sebagai bahan evaluasi kinerjanya. Guru
belajar dari respon murid. Guru siap menerima saran dari kepala sekolah,
rekan sejawat, tenaga kependidikan, termasuk dari para siswa. 48
g. Mengembangkan diri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajar yang baik
atau pembelajar mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut
ilmu.Sebagai contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih
keterampilan yang dapat menunjang profesinya sebagai pendidik.Berkembang
dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai
pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada
di sekolah dan lingkungannya.49
Sebagai panutan, guru harus menjadi pribadi yang baik di mata anak
didiknya. Sikap guru yang baik atau dikatakan ideal, dapat dilihat dari cara
bersikap, akhlak, kemampuan yang dimiliki, berwibawa serta kreatif dalam

46
Mulyasa, op cit., h. 127.
47
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 182.
48
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 48-49.
49
Ibid.,h. 49.
25

memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Guru yang mempunyai salah satu
di antaranya akan menjadi inspirasi atau panutan bagi murid.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang
harus dimiliki seorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005, pada pasal 28, ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional
ialah kemampuan penguasaaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. 50
Tugas guru ialah mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak
sekedar mengetahi materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secra
luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid harus selalu belajar untuk
memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang diampunya.51
Profesionalitas dalam bekerja mengajar diisyaratkan dalam sebuah
Hadis riwayat Baihaqi berikut ini

َُُِّ‫ُتْق‬ٚ ٌَْ‫ال أ‬
ً ًََ‫م أَحَذُكُ ْى ػ‬
َ ًِ َ‫ّب إِرَا ػ‬
ُ ِ‫ُح‬ٚ ‫هلل‬
َ ‫ٌا‬َ ِ‫إ‬

“Sesungguhnya allah mencintai saat salah seorang diantara kalian


mengerjakan suatu pekerjaan dekerjaan dengan teliti”.52 (HR. Baihaqi)

Teliti dalam bekerja merupakan salah satu ciri


profesionalitas.Demikian juga Al-Quran menuntut kita agar bekerja dengan
penuh kesungguhan, apik, dan bukan asal jadi.

50
Fachruddin, op cit., h. 185.
51
Jejen, op cit., h. 54.
52
Ibid.,h. 56.
26

Dalam QS Al-An‟am surat ke 6 Ayat 135 dinyatakan:

            

       

Katakanlah: ”Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu


sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahi, siapakah
(di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini.
Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak aan mendapatkan
keberuntungan.”53

a. Ruang Lingkup Kompetensi Professional, dari berbagai sumber yang


membahas tentang kompetensi guru secra umum dapat diidentifikasikan
dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi professional guru
sebagai berikut.
b. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi,
psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
c. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan
peserta didik;
d. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi
tanggung jawabnya;
e. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi
f. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan
sumber belajar yang relevan;
g. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran;
h. Mampu melaksanakan evalusi hasil belajar peserta didik;
i. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.54

53
Ibid.,h. 56.
54
E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), cet. VI, h. 135-136.
27

1) Memahami Jenis-jenis Materi Pembelajaran


Seorang guru harus memahami jenis-jenis materi
pembelajaran.Beberapa hal penting yang harus dimiliki guru adalah
kemampuan menjabarkan materi standar dalam kurikulum.Untuk kepentingan
tersebut, guru harus mampu menentukan secara tepat materi yang relevan
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.55
Selanjutnya, perlu ditekankan di sini bahwa materi pembelajaran
merupakan hal yang sangat penting, sebagai sarana yang digunakan dalam
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan dan membentuk kompetensi
peserta didik.56
Guru yang memiliki kompetensi professional harus mampu memilah
dan memilih serta mengelompokkan materi pembelajaran yang akan
disampaikannya kepada peserta didik sesuai dengan jenisnya. Tanpa
kompetensi tersebut, dapat dipastikan bahwa guru tersebut akan menghadapi
berbagai kesulitan dalam membentuk kompetensi peserta didik, bahkan akan
gagal dalam melaksanakan pembelajaran.57
2) Mengurutkan materi pembelajaran
Agar pembelajaran dapat dilakukan secara efektif dan menyenangkan,
materi pembelajaran harus diurutkan sedemikian rupa, serta dijelaskan
mengenai batasan dan ruang lingkupnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai
konsensus nasional.
b. Menjabarkan SK KD ke dalam indikator

55
Ibid.,h. 138-139.
56
Ibid.,h. 140.
57
Ibid.,h. 141.
28

c. Mengembangkan ruang lingkup dan urutan setiap kompetensi.58


3) Mengorganisasikan materi pembelajaran
Seorang guru dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang
baik, karena tugas utamanya antara lain menyampaikan informasi kepada
peserta didik. Di samping itu, guru juga berperan sebagai perencana
(designer), pelaksana (implementer), dan penilai (evaluator) materi
pembelajaran.Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pribadi para peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan
keterampilan yang mereka perlukan, haruslah ada ketergantungan terhadap
materi pembelajaran yang efektif dan terorganisasi.59
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengorganisasikan
materi pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan dengan tingkat
perkembangan peserta didik, baik perkembangan pengetahuan maupun
perkembangan social dan emosionalnya.
b) Materi pembelajaran hendaknya dikembangakan dengan memperhatikan
kedekatan dengan peserta didik, baik secara fisik maupun psikis.
c) Materi pembelajaran harus dipilih yang bermakna dan bermanfaat bagi
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
d) Materi pembelajaran harus membantu melibatkan peserta didik secara
aktif.
e) Materi pembelajaran hendaknya bersifat fleksibel.
f) Materi pembelajaran dalam setiap kelompok mata pelajaran harus
bersifat utuh.
g) Penjatahan waktu perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk
mata pelajaran pada setiap semester.60

58
Ibid.,h. 144.
59
Ibid.,h. 148-149.
60
Ibid.,h. 155-156.
29

4) Mendayagunakan sumber pembelajaran


Guru dituntut tidak hanya mendayagunakan sumber-sumber
pembelajaran yang ada di sekolah (apalagi hanya membaca buku ajar) tetapi
dituntut untuk mempelajari berbagai sumber, seperti majalah, surat kabar, dan
internet. Hal ini penting, agar apa yang dipelajari sesuai dengan kondisi dan
perkembangan masyarakat, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pola
pikir peserta didik.61
Guru di dalam kelas akan menggunakan berbagai macam sumber
belajar yang tersedia maupun yang dibuat sendiri. Referensi sumber belajar
dapat dari mana saja, guru dapat membuat sumber belajar yang baru sesuai
dengan kreatifitasnya.

4. Kompetensi Sosial
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28,
ayat 3 ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Seorang guru sama seperti manusia lainnya adalah makhluk sosial,
yang dalam hidupnya berdampingan dengan manusia lainnya. Guru
diharapkan memberikan contoh baik terhadap lingkungannya, dengan
mejalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya.
Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul, dan suka menolong.62
Guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa
terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu,
guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama

61
Ibid.,h. 156.
62
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori
dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 52 .
30

kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di


sekolah tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di
masyarakat.63

a. Ruang Lingkup Kompetensi Sosial


Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan
kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah
dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru
berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri
yang sedikit berbeda dengan orang lain yang bukan guru.64
Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah
penceramah jaman. Menurut Djama‟an Satori dalam Fachruddin kompetensi
sosial adalah sebagai berikut:
1) Terampil berkomunikasi dengan Peserta Didik dan Orang Tua Peserta Didik.
2) Bersikap Simpatik.
3) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/Komite sekolah.
4) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.
5) Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).

Sedangkan menurut Mukhlas dalam Fachruddin, yang dimaksud


dengan kompetensi sosial ialah kemampuan individu sebagai bagian
masyarakat yang mencakup kemampuan untuk;

1) Berkomunikasi lisan, tulisan, dan atau isyarat.


2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.

63
Mulyasa, op cit., h. 173.
64
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2011), Cet. III, h. 187.
31

4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan


norma serta sistem nilai yang berlaku.
5) Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.65
Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup Kompetensi Sosial seperti
di atas maka inti dari pada kompetensi sosial itu adalah kemampuan guru
melakukan interaksi sosial melalui komunikasi tehadap guru lain, kepala
sekolah, anak didik, orang tua murid, masyarakat atau warga intitusi
pendidikan lain.
b. Berkomunikasi dan Bergaul secara Efektif
Kompetensi sosial guru memegang peranana penting, karena sebagai
pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki
kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara
lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan, dan kepemudaan.
Setidaknya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru
agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun
di masyarakat.
1) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
3) Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.
4) Memiliki pengetahuan tentang estetika
5) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial
6) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan
7) Setia terhadap harkat dan martabat manusia.66

65
Ibid.,h. 189.
66
E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2012), cet. VI, h. 176.
32

c. Hubungan sekolah dengan masyarakat


Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan
berfungsi sebagai pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga
kelestraian nilai-nilai positif yang ada dlaam masyarakat, agar pewarisan
nilai-nilai masyarakat itu berlangsung dengan baik.Mata yang kedua adalah
sebagai lemabag yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi itu sesuai
dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan.67

d. Peran guru di masyarakat


Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi
sosial dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Guru sebagai petugas kemasyraakatan
2) Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat berpartisipasi
dalam pembangunan.
3) Guru di mata masyarakat, dalam pandangan masyarakat, guru
memiliki tempat tersendiri karena fakta menunjukkan bahwa ketika
seorang guru berbuat senonoh, menyimpang dari ketentuan atau
kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan
masyarakat, langsung saja masyarakat memberikan suara sumbang
kepada guru itu. Kenakalan anak yang kini merajalela di berbagai
tempat, sering pula tanggung jawabnya ditudingkan kepada guru
sepenuhnya.
4) Tanggung jawab sosial guru, Peranan guru di sekolah tidak lagi
terbatas untuk memberikan pembelajaran, tetapi harus memikul
tanggung jawab yang lebih banyak, yaitu bekerja sama dengan
pengelola pendidikan lainnya di dalam lingkungan masyarakat.68

67
Ibid.,h. 177.
68
Ibid.,h. 182-184.
33

e. Guru sebagai agen perubahan sosial


UNESCO mengungkapkan bahwa guru adalah agen perubahan yang
mampu mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar
hanya mencerdaskan peserta didik tetapi mampu mengembangkan
kepribadian yang utuh, berakhlak, dan berkarakter.69

C. Fungsi Kompetensi Sosial


Masyarakat dalam proses pembangunan sekarang ini menganggap
guru sebagai anggota masyarakat yang memiliki kemampuan, keterampilan
yang cukup luas yang mau ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan.
Guru diharapkan menjadi pelopor di dalam pelaksanaan pembangunan. Guru
perlu menyadari posisinya di tengah-tengah masyarakat berperan sangat
penting, yakkni sebagai; a) motivator dan inovator dalam Pembangunan
Pendidikan, b) perintis dan pelopor pendidikan, c) penelitian dan pengkajian
ilmu pengetahua, d) pengabdian.70

D. Guru Profesional

Sebagai Pendidik professional, guru bukan saja dituntut


melaksanakan tugasnya secara professional, tetapi juga harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan professional. Dalam diskusi pengembangan
model pendidikan tenaga professional tenaga pendidikan professional tenaga
kependidikan, yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990,
dirumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu: 1). Memiliki fungsi dan signifikansi
social. 2). Memiliki keahlian dan keterampilan tertentu. 3). Keahlian atau
keterampilan tertentu diperoleh dengan menggunakan teori dan metode
ilmiah. 4). Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas. 5). Diperoleh dengan

69
Ibid.,h. 184.
70
Fachruddin, op cit., h. 190.
34

pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama. 6). Aplikasi dan
sosilaisasi nilai-nilai profesionalitas. 7). Memiliki kode etik. 8). Kebebasan
untuk memberikan judgment dalam memecahkan masalah dalam lingkungan
kerjanya. 9). Memiliki tanggung jawab professional dan otonomi, dan
10).Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.71

Jika ciri-ciri profesionalisme di atas ditunjukan untuk profesi pada


umumnya, maka khusus untuk profesiseorang guru dalam garis besarnya ada
tiga. Pertama, seorang guru professional harus menguasai bidang ilmu
pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Kedua, seorang guru
professional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan
ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murid-muridnya
secara efektif dan efisien. Ketiga, seorang guru yang professional harus
berpegang teguh kepada kode etik professional sebagaimana tersebut di
atas.72

Dari keterangan di atas, seorang guru harus mampu mengajar dan


mendidik.Keahlian mengajar seorang guru yang memberikan ilmu
pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik. Serta, keahlian
mengajar, selain guru bertugas memberikan ilmu, sosok guru adalah
pembimbing yang mengarahkan peserta didiknya dalam pengembangan
potensi yang dimiliki.

E. Sikap Profesional Guru


sikap profesional keguruan adalah sikap yang harus dimiliki oleh
seorang guru yang mengacu pada pengakuan penampilan unjuk kerjanya
dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang guru yang menjadi
71
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997). Cet.
VIII, h.14
72
Dr. H. Abbudin Nata, M.A, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: kencana, 2013) h. 143
35

sumber penghasilan kehidupan, dimana hal tersebut memerlukan keahlian,


kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu
serta memerlukan pendidikan profesi. Guru sebagai pendidik profesional
harus memiliki citra yang baik di dalam

masyarakat dan dapat menunjukan tingkah laku yang sepantasnya seorang


professional lakukan sehingga masyarakat yang selalu memperhatikan
bagaimana sikap dan perbuatan guru dapat menjadikannya seorang tauladan.
Pola tingkah laku guru tersebutmemiliki tujuah sasaran sikap profesional
keguruan, yaitu:

1. Sikap terhadap peraturan perundang-undangan

Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu,
guru mutlakperlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksanakan segala ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijakan tersebut. Salah satu kebijakan yang ditujukan untuk
guru tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional,

“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan


dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi. Pendidik yang mengajar satuan pendidikan dasar dan menengah
disebut guru dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi
disebut dosen.”73

Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat diketahui bahwa seorang


guru bukanhanya pemberi ilmu pengetahuan pada murid-muridnya. Akan
tetapi, guru adalah seorang tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-
muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah
73
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional
36

yang dihadapi.Dengan demikian seorang guru dapat memiliki cita-cita yang


tinggi, mempunyai pengetahuan yang luas, dan mempunyai kepribadian yang
kuat dan tegar serta berprikemusiaan yang mendalam.74

Dengan adanya peraturan perundangan-undangan di atas, diharapkan


guru menjadi sosok yang professional dalam mengajar. Seperti diantaranya
mampu tekun dan mengabdi hanya untuk mengajar. Selain itu untuk menjadi
guru professional, guru dituntut menjadi pribadi yang terus menerus
meniingkatkan kualitas.Peningkatan kualitas tersebut adalah di bidang
keilmuannya dan bidang pedagogiknya, memahami betul keunikan murid-
muridnya.

Urgensi UU guru dan dosen, antara lain:

a. Kepastian Jaminan Kesejahteraan, hal ini mengingat bahwa untukmembentuk


tenaga yang profesional diperlukan jaminan kelayakan hidup yang memadai.
Karena bagaimanapun juga guru dan dosen adalah manusia yang harus
menghidupi keluarga dan dirinya sendiri. Kepastian dan kemapanan
kehidupan keluarga secara finansial signifikansi menumbuhkan ketenangan,
konsentrasi dan dedikasi dalam bekerja.
b. Kepastian Jaminan Sosial, termasuk didalamnya asuransi kesehatan bagi
dirinya dan keluarganya, serta status sosial di masyarakat; tentunya akan
menurunkan ketegangan dalam diri guru.
c. Kepastian Jaminan Keselamatan, terutama keselamatan jiwa dan raga bagi
mereka yang bertugas di daerah konflik ataupun dalam perjalanan tugas dinas.
Hal ini mengingat bahwa belum adanya jaminan hukum bagi mereka apabila
jiwa dan raganya terenggut. Ini tentunya berbeda bagi profesi seperti
kepolisian dan tentara yang mendapat jaminan hukum bagi dirinya dan
keluarga.

74
Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), h. 7
37

d. Kepastian Jaminan Hak dan Kewajiban, sudah sebagai profesi memperoleh


judgement dan legitimasi keprofesiannya, terutama akan hak dan
kewajibannya. Kewajiban guru dan dosen merujuk segala apa yang harus
dilakukan oleh guru atau dosen, disini termasuk tugas pengetahuan dan
kemampuan profesional, personal, dan sosial. Sedangkan hak merujuk pada
apa yang seharusnya didapatkan dari yang telah dilakukan (kewajiban).
Sehingga antara hak dan kewajiban harus sinergis seimbang dan konstruktif.

Di dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sebagaimana yang


dikatakanSoetjipto, guru Indonesia harus tunduk dan taat kepada
kebijaksanaan pemerintahdalam bidang pendidikan, yang tertuang di dalam
kode etik guru Indonesia mengenai hal-hal tersebut. Sehingga guru Indonesia
terhindar dari pengaruh negatif pihak luar, yang ingin memaksakan idenya
melalui dunia pendidikan.75

pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, guru


mempunyai tugas penuh untuk mengajar dan pelaksanaan tugasnya telah
dijamin oleh pemerintah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan guru.Hal ini bertujuan agar guru mampu mengajar dengan sungguh
dan foks dalam satu tugas, yaitu mengajar.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

Dalam undang-undang disebutkan bahwa, “guru harus memiliki


organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugaskeprofesionalan guru”.8 Hal ini dipertegas oleh pasal
dan ayat yang lain di dalamundang-undang yang sama dikatakan bahwa guru
wajib menjadi anggota organisasi profesi. Ini berarti setiap guru di Indonesia
harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha
75
6 Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Tinjauan Yuridis Hak serta Kewajiban Pendidik Menurut
UU Guru dan Dosen Prestasi, (Jakarta: Pustaka Publisher, 2006), h. 6-7
38

untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru.Di Indonesia


organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru RepublikIndonesia (PGRI).76

Dalam Kode `Etik Guru Indonesia butir kesatu disebutkan bahwa,


“Guru menja dianggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif
dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan
pendidikan”77. Ini semakin menegaskan bahwa setiap guru di Indonesia harus
tergabung dalam PGRI danberkewajiban serta bertanggung jawab untuk
menjalankan, membina, memelihara, dan memajukan PGRI sebagai
organisasi profesi, baik sebagai pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini
dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa guru secara pribadi
maupun bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan martabat
profesinya.

Peningkatan mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara


seperti penataran,lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan,
studi perbandingan, danberbagai kegiatan akademik lainnya. 78 Jadi kegiatan
pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau
pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan
setelah lulus dari pendidikan prajabatan ataupun dalam melaksanakan jabatan.

3. Sikap terhadap teman sejawat

Dalam ayat 7 Kode Etik Guru, “Guru memelihara hubungan seprofesi,


semangatkekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”.79Kode Etik Guru
Indonesia menunjukan berapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu

76
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 44
77
8Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1 tentang guru dan dosen
78
Undang-undang No. 14 Tahun 2015 pasal 41 ayat 3 tentang guru dan dosen
79
Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Gaung
Persada, 2011), h.23
39

diciptakan dengan mewujudkanperasaan bersaudara yang mendalam antara


sesama anggota profesi.

4. Sikap terhadap anak didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas, “Guru berbakti


membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa pancasila”.80Untuk mencapai tujuan kode etik tersebut guru
dituntut harus memiliki berbagai kemampuan. Kemampuan-kemampuan
tersebut yang akan menjadikan pendidik lebih efektif dalam menjalankan
tugasnya. Menurut Trianto, ciri-ciri guru efektifantara lain:

a. Memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar dikelas yaitu:


1) Memiliki keterampilan interpersonal, khususnya kemampuan
untukmenunjukan, empati penghargaan kepada siswa dan ketulusan.
2) Memiliki hubungan baik dengan siswa.
3) Mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus.
4) Menunjukan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar.
5) Mampu menciptakan atmosfer untuk tumbuhnya kerjasama dan
kohesivitasdalam dan antara kelompok siswa
6) Mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan
merencanakankegiatan pembelajaran.
7) Mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa
untukberbicara dalam setiap diskusi.
8) Mampu meminimalkan friksi-friksi dikelas.81

b. Memiliki kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen


pembelajaran, meliputi:
1) Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang
80
Saudagar, op. cit., h. 23
81
Trianto, op. cit., 70
40

tidak punya perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan


mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses
pembelajaran
2) Mampu bertanya (menguasai teknik bertanya) dan memberikan tugas
yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua
siswa.82
c. Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik
(feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari:
1) Mampu meberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa
2) Mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa
yang lamban belajar.
3) Mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang
kurang memuaskan.
4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika
diperlukan.83

d. Memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, yaitu:


1) Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif
2) Mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-
metode pengajaran.
3) Mampu memanfaatkan perancanaan guru secara kelompok untuk
menciptakan dan mengembangkan metode pengajar yang relevan.84

5. Sikap terhadap tempat kerja


82
Trianto, op. cit., 71
83
Trianto, op. cit., 72
84
Trianto, op. cit., 73
41

Suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas.


Menciptakansuasana yang baik merupaka kewajiban seorang guru,
sebagaimana dikatakan Soetjipto bahwa suasana yang baik dan harmonis di
sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, yakni
kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa tidak menciptakan
hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasanakerja harus
dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan
masyarakat sekitar.85Namun, kenyataan tersebut masih belum terlihat pada
situasi sekarang ini.Tugas dan tanggung jawab guru dalam mengembangkan
profesi dan membina hubungan dengan masyarakat tampaknya belum banyak
dilakukan oleh guru. Padahal di dalam Kode Etik guru disebutkan bahwa guru
harus menciptakan suasana sekolah sebaikbaiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.86

6. Sikap terhadap pemimpin

Menurut Soetjipto, “Sebagai seorang anggota organisasi profesi


maupun organisasi yang lebih besar yaitu, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan
pihak atasan.”87 Sudah jelas bahwa pemimpin suatu organisasi akan
mempunyai kebijaksanaan dan arahan tertentu dalam memimpin organisasi
tersebut, di mana setiap anggota organisasi itu dituntut untuk bekerja sama
dalam melaksanakan tujuan organisasi yang dipimpinnya. Oleh sebab itu,
dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus
positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program
yang sudah disepakati, baik disekolah maupun diluar sekolah.

85
Soetjipto, op. cit., h.51
86
Udin S. Saud dan Cicih Sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung: UPI Press,
2008), h. 31
87
Soetjipto, op. cit., h. 52
42

7. Sikap terhadap pekerjaan

Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang


dilaksanakan

berdasarkan prinsip. Prinsip tersebut tercantum di dalam undang-undang, yaitu:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism.


b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.88
Hal ini berarti seorang guru sebagai pendidik harus benarbenar
berkomimen dalam memajukan pendidikan. Guru harus mampu
melaksanakan tugasnya dan melayani pesrta didik dengan baik. Oleh karena
itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Pernyataan ini juga
sejalan dengan yang dikatakah oleh Mudlofir bahwa seorang guru profesional
akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan tugas-tugas yang ditandai
dengan keahlian baik dalam materi atau metode. Dengan keahliannya itu,
seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik pribadi maupun sebagai
pemangku profesinya.89

Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat


meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan
atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan
pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan
kemajuan zaman.

E. Pembinaan Guru

88
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1 tentang Guru dan Dosen
89
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.110
43

Guru merupakan ujung tombak pendidikan di sekolah. Oleh karena


itu, upaya pengembangan dan peningkatan kinerja guru sudah seharusnya
menjadi bagian dari rencana strategi untuk meningkatkan profesionalitas
seorang guru. Kinerja guru saat di kelas bisa dilihat dari cara mengajarnya
cara guru mempersiapkan pembelajaran dan lain-lain. Guru yang professional
passti kinerjanya juga bagus.Profesionalitas seorang guru sering dikaitkan 3
faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru dan
tunjangan profesi guru.Ketiga faktor tersebut berkaitan erat dengan kualitas
pendidikan. Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang
dimilikinya akan mendorong proses dan kinerja guru yang dapat menunjang
peningkatan kualitas pendidikan. Guru yang berkompeten dapat dilihat dari
perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi guru.Guru yang telah
tersertifikasi memiliki 4 kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional.
Guru yang diasumsikan memiliki empat kompetensi berlandaskan
pada asumsi bahwa mereka telah tersrtifikasi tampaknya sulit untuk
dipertanggung jawabkan kinerjanya dilihat dari paska mereka disertifikasi
dalam jangka panjang.Oleh karena itu, untuk memfasilitassi peningkatan
kinerja guru manajemen pengembangan dalam rangka pembinaan guru
diharapkan dapat membantu untuk menjadi guru yang profesional.

1 Penilaian Kinerja Guru

Penilaian kinerja guru (PKG) dapat diartikan sebagai suatu upaya


untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yang ditunjukkan dalam
penampilan, perbuatan, dan prestasi kerjanya. Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
menegaskan bahwa penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir
44

kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier, kepangkatan, dan
jabatannya.90

2. Tujuan Penilaian Guru

PKG pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk membina dan


mengembangkan guru professional yang dilakukan dari guru, oleh guru, dan
untuk guru. Hal ini penting terutama untuk melakukan pemetaan terhadap
kompetensi dan kinerja seluruh guru dalam berbagai jenjang dan jenis
pendidikan. Hasil penilaian kinerja tersebut dapat digunakan oleh guru,
kepalasekolah, danpengawas untuk melakukan refleksi terkait dengan
tugas dan fungsinyadalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat
dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kinerjaguru.91

Penilaian kinerja juga diharapkan dapat mengatasi kesenjangan


antara guru dengan guru, antara guru dengan kepala sekolah dan pengawas,
sehingga hasilnya dapat menjadi masukan yang sangat berharga bagi
pengembangan pendidikan dan pengembangan karier guru pada khususnya.
Dalam hal ini, hasil penilaian kinerjadapat digunakan sebagai bahan evaluasi
diri bagi guru sehingga mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan yang dimilikinya sebagai bahan untuk mengembangkan potensi
dan profil kinerjanya yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan
program Pengembangan KeprofesianBerkelanjutan (PKB).92

Hasil penilaian kinerja juga merupakan dasar untuk melakukan


perbaikan, pembinaan dan pengembangan, serta memberikan nilai prestasi
kerja dan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan kariernya

90
Badan PSDMPPMP,,Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru,(Jakarta: Kementerian
Pendidikandan Kebudayaan, 2012), h. 5
91
E. Mulyasa,Uji kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru,(Bandung:RemajaRosdakarya,2013),
h.90
92
Ibid.,h. 90
45

sesuai dengan peraturan yang berlaku.Jika semua ini dapat dilakukan dengan
baikdan obyektif, pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing dapat segera
diwujudkan sehingga kitadapat membangun bangsa yang bermartabat. Hal ini
dimungkinkan karenaguru memiliki kinerja dan dedikasi tinggi akan dapat
merencanakan,melaksanakan,dan menilai pembelajaran secar efektif, efisien
dan akuntabel.93

Untuk menilai kinerja guru dapat dilihat pada aspek: “penguasaan


content knowledge, behavioral skill, dan human relation skill”.94 Sedangkan
M menyatakan bahwa aspek yang dilihat dalam menilai kinerja individu
(termasuk guru), yaitu: “quality of work, proptness, initiatif, capability, and
communication”.95Berdasarkan pendapat di atas kinerja guru dinilai dari
penguasaan keilmuan, keterampilan tingkah laku, kemampuan membina
hubungan, kualitas kerja, inisiatif kapasitas diri serta kemampuan dalam
berkomunikasi.96

Aspek-aspek dapat dinilai dari kinerja seorang guru dalam suatu


organisasi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kemampuan teknik,
kemampuan konseptual, dan kemampuan hubungan interpersonal:97

1. Kemampuan teknik yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,


metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan
tugas serta pengalaman dan pelatihan yang telah diperoleh.98

93
Ibid.,h.90.
94
Supardi,Kinerja Guru, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 69.
95
C.D.Michel,Supervision of Instruction: A Developmental Approach, (Boston: Allyn and Bacon
Inc), h. 34.
96
Supardi, op cit. h. 70
97
Riva’i, V,Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, (Jakarta: Murai Kencana), h.
324
98
Ibid., h. 324
46

2. Kemampuan konseptual yaitu kemampuan untuk memahami


kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak dari unit-unit
operasional.99
3. Kemampuan hubungan interpersonal yaitu antara lain kemampuan
untuk bekerja sama dengan orang lain, membawa guru melakukan
negosiasi.100

3. Syarat Sistem Penilaian Kinerja

Untuk memperoleh hasil penilaian yang benar dan tepat, Penilaian


kinerja guru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Valid
Sistem penilaian kinerja guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai
benar-benar mengukur komponen-komponen tugas guru dalam melaksanakan
pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah.101

2. Reliabel
Sistem penilaian kinerja uru dikatakan reliabel atau mempunyai
tingkat kepercayaan tinggi bila proses yang dilakukan memberikan hasil yang
sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan
pun.102

3. Praktis

99
Ibid., h. 324
100
Ibid., h. 324
101
Op cit., h. 257
102
Ibid., h. 257
47

Sistem penilaian kinerja guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan


oleh siapapun dengan relatif mudah, dengan tingkat validitas dan reliabilitas
yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan persyaratan tambahan.103

4. Prinsip Pelaksanaan Penilaian kinerja guru

Agar hasil pelaksanaan dan penilaian kinerja guru dapat


dipertanggungjawabkan, penilaian kinerja guru harus memenuhi prinsip-
prinsip sebagai berikut:104

a. Berdasarkan ketentuan
Penilaian kinerja guru harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur
dan mengacu pada peraturan yang berlaku.105

b. Berdasarkan Kinerja
Aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja guru adalah kinerja yang
dapat diamati dan dipantau sesuai dengan tugas guru sehari-hari dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.106

c. Berlandaskan Dokumen
Penilai, guru yang dinilai, dan unsur lain yang terlibat dalam proses
penilaian kinerja guru harus memahami semua dokumen yang terkait dengan
sistem penilaian kinerja guru, terutama yang berkaitan dengan pernyataan
kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga penilai, guru dan
unsur lain yang terlibat dalam proses penilaian kinerja guru mengetahui dan

103
Ibid., h. 257
104
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.99
105
Ibid., h. 99
106
Ibid., h. 99
48

memahami tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan
dalam penilaian.107

d. Dilaksanakan Secara Konsisten


Penilaian kinerja guru dilaksanakan secara teratur setiap tahun yang
diawali dengan evaluasi diri.108

Instrumen sebagai Alat Penilaian Kinerja Guru atau Kemampuan


Guru (APKG) telah dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Dan disebut sebagai tiga komponen penting bagi seorang guru
dalam proses pembelajaran, yaitu: “1) persiapan pembelajaran, 2) pelaksanaan
pembelajaran, dan 3) hubungan antarpribadi “.109Alat ukur ini bersifat generic
esential yang terdiri dari tiga macam berupa: “ (1) lembar
penilaianperencanaan pembelajaran, (2) lembar penilaian kemampuan
pembelajaran, dan (3) lembar penilaian hubungan antarpribadi”.110

Lembar perencanaan pembelajaran dimensinya meliputi: (1)


perencanaan pengorganisasian bahan pembelajaran, (2) perencanaan
pengelolaan kegiatan pembelajaran, (3) perencanaan penggunaan media dan
sumber pembelajaran, dan (4) perencanaan penilaian prestasi peserta didik
untuk kepentingan pembelajaran. Lembar penilaian kemampuan pembelajaran
meliputi dimensi: (a) penggunaan metode, media, dan bahan latihan, (b)
berkomunikasi dengan peserta didik, (c) mendemostrasikan khazanah metode
pembelajaran, (d) mendorong dan menggalang keterlibatan peserta didik
dalam pembelajaran, (e) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan

107
Ibid., h. 99
108
Ibid., h. 99
109
B. Harahap, Supervisi Pendidikan yang dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan
Pengawas Sekolah,(Jakarta: Damai Jaya, 1983), h. 32
110
I. Bafadal, Supervisi Pengajaran Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional
Guru,(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 143
49

relevansinya, (f) pengorganisasian waktu, ruang, bahan dan perlengkapan


pembelajaran, dan (g) melaksanakan evaluasi pencapaian peserta didik dalam
pembelajaran. Lembar hubungan antarpribadi terdiri atas dimensi: (a)
membantu mengembangkan sikap positif peserta didik, (b) bersikap terbuka
dan luwes terhadap peserta didik atau orang lain, (c) menampilkan kegairahan
dan kesungguhan dalam pembelajaran dan pelajaran yang diajarkan, dan (d)
mengelola interaksi perilaku dalam kelas.111

Agar penilaian kinerja guru mudah dilaksanakan serta membawa


manfaat diperlukan pedoman dalam penilaian kinerja. Pedoman penilaian
terhadap kinerja guru mencakup:112

1) Kemampuan dalam memahami materi bidang studi yang menjadi


tanggung jawabnya (subject mastery and content knowledge).
2) Keterampilan metodologi yaitu merupakan keterampilan cara
penyampaian bahan pelajaran dengan metode pembelajaran yang
bervariasi (metodological skill atau technical skill).
3) Kemampuan berinteraksi dengan peserta didik sehingga tercipta
suasana pembelajaran yang kondusif yang bisa memperlancar
pembelajaran.
4) Disamping itu, perlu juga adanya sikap profesional (profesional
standar-profesional attitude),yang turut menentukan keberhasilan
seorang guru di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan panggilan sebagai seorang guru.

111
Ibid., h. 143
112
Supardi, Kinerja Guru,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 72
50

5. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Istiqomah dalam buku berjudul, “Sukses Uji Kompetensi Guru”


menyatakan, bahwa PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru
yang merupakan kesadaran utama dalam upaya membawa perubahan yang
diinginkan berkaitan dengan keberhasilan peserta didik.113Terdapat beberapa
asumsi-asumsi mengenai PKB.Misalnya; variabel yang berkaitan dalam PKB
ialah guru, pembelajaran, kinerja guru. Hal tersebut dapat saja terpenuhi jika
cara itu ditempuh melalui tahapan-tahapan sesuai dengan model yang relevan.
misalnya; tahapan pengembangan keprofesian meliputi; perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan
karakteristik, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan. Sedangkan model
yang relevan misalnya melaui siklus antara lain; siklus evaluasi, refleksi
belajar, perencanaan dan implementasi kegiatan pengembangan keprofesian
guru secara berkelanjutan.

Melalui kegiatan ini guru diharapkan dapat memelihara,


meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk
melakukan proses pembelajaran secara professional. Pembelajaran yang
berkualitas diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan,
keterampilan, dan sikap peserta didik”.PKB mencakup kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan
karakteristik, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan.PKB dilaksanakan
melalui siklus evaluasi, refleksi belajar, perencanaan dan implementasi
kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. Dengan siklus
ini diharapkan guru akan mampu untuk mempercepat pengembangan
kompetensi pedagogic, professional, social dan kepribadian untuk kemajuan
karirnya.114

113
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas,
2013), h.185
114
Ibid., h. 186
51

Bentuk-bentuk PKB dapat dilakukan secara individual maupun


secara institusional.Secara individual dapat dilakukan melalui penerapan
tindakan kelas, membaca jurnal-jurnal ilmiah, memperluas jaringan kerja,
meningkatkan koleksi perpustakaan pribadi, dan upaya lainnya. sedangkan
secara institusional dapat berbentuk Kelompok Kerja Guru (KKG),
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Kepala
Sekolah (K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). sebagaimana
disebutkan oleh Payong , bahwa;

Bentuk-bentuk pengembangan professional berkelanjutan dapat


dilakukan secara individual yakni melalui inisiatif guru untuk
mengembangkan kompetensi keilmuannya, melakukan refleksi dan
penelitian-penelitian tindakan kelas, membaca jurnal-jurnal ilmiah,
memperluas jaringan kerja, meningkatkan koleksi perpustakaan pribadi, dan
lain-lain. Sebaliknya, pengembangan professional berkelanjutan dapat juga
dilakukan secara institusional atas inisiatif dari kepala sekolah, atau otoritas
pendidikan terkait, misalnya melalui perkumpulan dalam wadah-wadahguru
seperti Kelompok Kerja Guru (KKG),Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah (MKKS). Melalui wadah-wadah ini para guru dapat berbagi
pengalaman tentang pembelajaran, permasalahan yang dihadapi, solusi yang
sudah dilakukan dan dampak-dampaknya terhadap peningkatan mutu
pembelajaran.Para guru dapat membuat perencanaan pembelajaran bersama-
sama dan merefleksikan hasil pembelajaran bersama melalui semangat
kolegalitas.Inilah yang biasa dilakukan dalam kegiatan lesson study dan
penelitian tindakan kelas (PTK).115

Selanjutnya, PKB ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi


guru. Kompetensi tersebut meliputi; pedagogic, professional, sosial maupun
115
Marselus R. Payong,Sertifikasi Profesi Guru. Konsep Dasar, Problematika, dan
Implementasinya, (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 20
52

kepribadian untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masa depan yang


berkaitan dengan profesi guru. Kegiatan PKB dikembangkan atas dasar profil
kinerja guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri.Berkaitan dengan hal ini,
Istiqamah menuturkan bahwa apabila hasil penilaian kinerja guru masih
berada di bawah standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian
kinerja guru, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKB yang
diorientasikan sebagai pembinaan dalam pencapaian standar kompetensi guru.
Sementara itu, guru yang hasil kinerjanya telah mencapai standar kompetensi
yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, kegiatan PKB diarahkan
kepada pengembangan kompetensi untuk memenuhi layanan pembelajaran
berkualitas dan peningkatan karir guru.116

Selain guru dituntut untuk memperhatikan segala aspek


pengembangan keprofesian berkelanjutnya yang melitupi model, variabel, dan
tujuan utama pengembangan.Guru juga dituntut untuk mengetahui sasaran-
sasaran pengembangan dan manfaat dari pengembangan itu senditi.Adapun
sasaran-sasaran PKB adalah semua guru pada satuan pendidikan yang berada
di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Agama, Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat.117

Oleh karenanya, untuk mencapai manfaat PKBdapat diwujudkan jika


memenuhi unsur-unsur. Maka, strategi pengembangan hendaknya terstruktur,
sistematik dan memenuhi kebutuhan peningkatan profesionalitas. Adapun
manfaat-manfaat tersebut antara lain;

a) Bagi Peserta Didik


Peserta didik memperoleh jaminan kepastian untuk mendapatkan
pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi
116
Istiqomah, op cit., h. 186
117
Ibid., h.186
53

diri secara optimal melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi


seesuai dengan perkembangan masyarakat abad 21, serta memiliki jati diri
yang luhur sesuai nilai luhur-luhur bangsa.118
b) Bagi Guru
PKB memberikan jaminan kepada guru untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kepribadian yang kuat sesuai dengan
profesinya yang bermartabat, terlindungi, sejahtera, dan profesional agar
mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam kehidupan abad
21 selama karirnya.119
c) Bagi Sekolah atau Madrasah
PKB memberikan jaminan terwujudnya sekolah/madrasah sebagai
sebuah organisasi pembelajaran yang efektif dalam menignkatkan
kompetensi, motivasi, dedikasi, loyalitas, dan komitmen pengabdian guru
dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta
didik.120
d) Bagi Orang tua atau Masyarakat
PKB memberikan jaminan kepada orang tua atau masyarakat bahwa
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya masing-masing anak mereka di
sekolah memperoleh bimbingan dari guru yang mampu bekerja secara
professional dan penuh tanggung jawab dalam mewujudkan kegiatan
pembelajaran secara efektif, efisien dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan
masyarakat local, nasional dan global.121
e) Bagi Pemerintah
Dengan kegiatan PKB, pemerintah mampu memetakan kualitas
layanan pendidikan sebagai upaya pembinaan, pengembangan dan

118
Ibid., h. 187
119
Ibid., h. 187
120
Ibid., h. 187
121
Ibid.,h. 187
54

peningkatan kinerja guru serta dalam rangka mewujudkan dalam pemberian


pelayanan.122

6. Unsur PKB

Upaya pengembangan yang melipui model, variabel-variabel hingga


mencapai poin kemanfaatan hendaknya diselaraskan dengan unsur-unsup
yang ada. Dalam konteks PKB, unsur-unsur tersebut mencakup tiga hal yakni
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Selanjutnya,
dijabarkan satu per satu.

7. Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah upaya untuk meningkatkan profesionalitas


diri agar guru memiliki kompetensi yang sesuai dengan praturan perundang-
undangan atau kebijakan pendidikan nasional serta perkembangan ilmu
pengetahuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kegiatan pengembangan
diri dapat dilakukan melalui diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru
untuk meningkatkan kompetensiguru.123
Kegiatan pengembangan diri terdiri dari diklat fungsional dan
kegiatan kolektif guru untuk mencapai danmeningkatkan kompetensi profesi
guru yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional.Sedangkan untuk mampu melaksanakan tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi sekolah atau madrasah, program PKB diorientasikan
kepada kegiatan peningkatan kompetensi sesuai dengan tugas-tugas tambahan
tersebut (misalnya kompetensi bagi kepala sekolah, kepala laboraturium,
kepala perpustakaan, dan sebagainya).124

122
Ibid., h. 187
123
Ibid., h. 187
124
Ibid., h. 188
55

a) Diklat Fungsional
Diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan
atau latihan yang bertujuan untuk mencapai standar kompetensi profesi yang
ditetapkan dan untuk meningkatkan keprofesian untuk memiliki kompetensi
di atas standar kompetensi profesi dalam kurun waktu tertentu.125
b) Kegiatan Kolektif
Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti
kegiatan penentuan ilmiah atau kegiatan bersama yang bertujuan untuk
mencapai standar profesi yang telah ditetapkan.126

8. Publikasi Ilmiah

Unsur yang kedua pada PKB yaitu publikasi ilmiah. Istiqomah


dalam buku berjudul, “Sukses Uji Kompetensi Guru” menyatakan, bahwa
publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada
masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas
proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara
umum. Publikasi buku ini meliputi; pembuatanbuku pelajaran per tingkat atau
buku pendidikan per judul,modul/diklat pembelajaran per semester yang
digunakan di tingkat provinsi, kabupaten dan sekolah karya hasil terjemahan,
dan buku terjemahan guru.127

9. Karya Inovatif

125
http://Bdksemarang.Kemenag.Go.Id/, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:15 WIB)
126
Ibid.,
127
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas,
2013), h.189
56

PKB dapat dikembangkan dengan unsur karya inovatif.Karya-karya


guru yang telah diciptakan atau dikembangkan merupakan salah satu
kontribusi guru dalam memajukan pendidikan.Karya inovatif ini meliputi;
menemukan teknologi tepat guna, menemukan/meciptakan karya seni,
membuat/memodifikasi alat pelajaran, mengikuti pengembangan,
penyusunan, standar, pedoman, soal dan sejenisnya.128

10.Pola Pelaksanaan PKB

Pola pelaksanaan PKB dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur.


Agar semua unsur yang berkaitan dalam proses PKB dapat mencapai manfaat
yang diharapkan. Oleh karenanya, pelaksanaanya pun hendaknya bersinergi
dengan pihak terkait. Berkaitan dengan hal ini, Istiqomah menggambarkan
pola yang bersinergi satu sama lain, yaitu dengan alternatid Pendidikan dan
latihan. Sebagaimana disebutkan dalam bukunya, ia menyatakan bahwa;

“Sistem penilaian kinerja guru, terdapat beberapa pola pendidikan dan


latihan (diklat) fungsional yang dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari
PKB guru. Diklat tersebut bertujuan antara lain; untuk memperbaiki
kompetensi dan kinerja guru di bawah standar, memelihara/meningkatkan
dan mengembangkan kompetensi dan kinerja guru standar atau di atas
standar, serta sebagai bentuk aktivitas untuk memenuhi kenaikan jabatan
fungsional dan pengembangan karir guru. Untuk memperoleh gambaran
tentang hubungan implementasi penilaian kinerja guru, PKB guru.129

Posisi guru yang sangat strategis dalam dunia pendidikan, menuntut


guru agar bersikap professional.Keprofesionalan tersebut dapat dilihat dari
kemampuan dalam mengajar, memahami peserta didik, berperilaku sebagai

128
http://www.lpmpsulsel.net, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:30 WIB)
129
Ibid., h. 193
57

tauladan bagi anak didik, dan mempunyai pola komunikasi yang baik dengan
lingkungan sekitar dalam lingkup pendidikan.Selain itu, guru wajib
mengembangkan keprofesionalannya.

F. Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Pendidik Atau Guru


1. Ayat dan Terjemahan

QS. Al-Kahfi Ayat 65-70

﴾٥٦﴿‫ٍ نَذُ َّا ػِهًًْا‬


ْ ِ‫ٍ ػُِْذََِا َٔػَهًََُّْا ُِ ي‬
ْ ِ‫َُْا ُِ سَحًَْ ًت ي‬َٛ‫فََٕجَذَا ػَبْذًا يٍِْ ػِبَادََِا آت‬

﴾٥٥﴿ً‫ت سُشْذ‬
َ ًِّْ‫ٌ تُؼَهًٍَِِّ يًَِّا ػُه‬
ْ َ‫م أَتَّبِؼُكَ ػَهَٰٗ أ‬
ْ َْ َٰٗ‫ل نَ ُّ يُٕس‬
َ ‫قَا‬

﴾٥٦﴿‫ صَبْشًا‬ٙ
َ ِ‫غَ يَؼ‬ِٛ‫ٍ تَسْتَط‬
ْ َ‫ك ن‬
َ َّ ِ‫ل إ‬
َ ‫َقا‬

﴾٥٦﴿‫ط بِِّ خُبْشًا‬


ْ ِ‫ْفَ تَصْبِ ُش ػََهٰٗ يَا نَ ْى تُح‬َٛ‫َٔك‬

﴾٥٦﴿‫ك أَيْشًا‬
َ َ‫ ن‬ِٙ‫ إٌِْ شَا َء انهَُّّ صَابِشًا َٔنَا أَػْص‬َُِٙ‫قَالَ سَتَجِذ‬

﴾٦ٓ﴿‫ك يُِْ ُّ رِكْشًا‬


َ َ‫ْءٍ حَتَّٰٗ أُحْذِثَ ن‬ٙ‫ش‬
َ ٍ
ْ َ‫ ػ‬ُِْٙ‫ فَهَا تَسْأَن‬َُِٙ‫ٌ اتَّبَؼْت‬
ِ ِ‫قَالَ فَئ‬

Terjemahan:

65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba


Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah
Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
58

66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?"

67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup


sabar bersama aku.”

68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang
yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".

70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu


menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya
kepadamu".

2. Asbabun Nuzul

Asbab al-Nuzuul merupakan ilmu tentang mengetahui sebab-sebab turunnya


ayat, tetapi tidak semua ayat dalam al-Quran mempunyai sebab, karena tidak semua
al-Quran diturunkan karena timbul peristiwa atau karena pertanyaan. Tetapi ada
diantara ayat al-Quran yang diturunkan sebagai permulaan, tanpa sebab seperti
mengenai akidah, iman, kewajiban syariat Allah dan kehidupan pribadi sosial. Karena
tidak setiap ayat al-Quran tidak mengandung asbab al-Nuzuul, maka begitu pula yang
terdapat pada surat al-Kahfi secara keseluruhan.

Secara khusus ayat 65 sampai ayat 70 tidak ada sebab turunnya, tetapi hanya
berupa riwayat yang didalamnya terdapat kisah pertemuan Nabi Musa as. dengan
Bani Israil sebelum Allah swt. mempertemukan Nabi Musa as. dengan Nabi Khidir
as.Sebuah riwayat sebagaimana yang dikutip oleh Wahbah Zuhaili (1991: 317 – 318)
dalam kitabnya al-tafsiir al- Munir fil „aqidah wa syari‟ah wal manhaj diterima dari
Ubay bin Ka‟ab ra. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa pada suatu
59

hari Nabi Musa as. berkhutbah dihadapan kaum Bani Israil. seusai menyampaikan
khutbahnya, datanglah seorang laki-laki bertanya: “Siapakah diantara manusia ini
yang paling berilmu ?”. Jawab Musa “Aku”. Lalu Musa ditegur oleh Allah karena
tidak memulangkan jawaban kepada Allah, sebab hanya Allah yang Maha berilmu.
Kemudian Allah memberi wahyu kepada Musa bahwa ada orang yang lebih pandai
dari dia, yaitu seorang laki-laki yang kini berada dikawasan pertemuan dua laut.
Mendengar wahyu tersebut, tergeraklah hati Musa a.s. untuk menuntut ilmu dan
hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah, bahwa dia adalah seorang hamba-Nya
yang lebih pandai dari Nabi Musa as. yaitu Nabi Khidir as. Nabi Musa bertanya
kepada Allah: “Ya Rabbi bagaimanakah cara agar saya dapat menjumpai orang
tersebut?”. Allah menjawab dengan firmannya: “bawalah seekor ikan dan taruhlah
pada sebuah kantong sebagai suatu benda. Bila ikan itu hilang maka engkau akan
menjumpainya disana”. Setelah mendengar keterangan tersebut, Nabi Musa segera
menemui seorang pemuda untuk dijadikan teman dalam perjalanan tersebut dan
menyuruhnya agar menyediakan seekor ikan sebagaimana telah diperintahkan oleh
Allah swt kepadanya.

Menurut riwayat diatas maka dari sinilah dimulainya perjalanan Nabi Musa
as. untuk menuntut ilmu dan hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah swt., bahwa
dia adalah seorang hamba-Nya yang lebih pandai dari Nabi Musa as. yaitu Nabi
Khidir as

3. Tafsir Ayat

(65) Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah nabi Musa Yusa‟
menelusuri kembali jalan yang mereka lalui tadi, sampailah keduanya pada batu itu
yang pernah mereka jadikan tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan
seorang hamba diantara hamba-hamba Allah ialah Al-Khidhir yang berselimut
dengan kain putih bersih. Menurut Sa‟id bin Jubair, kain putih itu menutupi leher
sampai dengan kakinya. Dalam hal ini Allah menyebutkan bahwa al Khidhir itu ialah
orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah, yang ilmu itu tidak diberikan kepada
60

nabi Musa. Sebagaimana juga Allah telah menganugrahkan suatu ilmu kepada Nabi
Musa yang tidak diberikan kepada al Khidhir.

(66) Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap nabi Musa
sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa
bentuk pertanyaan itu berarti nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan merendahkan
hati. Beliau menempatkan dirinya sebagai seorang yang bodoh dan mohon
diperkenankan mengikutinya, supaya al Khidhir sudi mengajarkan sebagai ilmu yang
telah Allah berikan kepadanya. Sikap yang demikian menurut al Qadi, memang
seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan pada muridnya.

(67) dalam ayat ini al Khidhir menjawab pertanyaan nabi Musa sebagai
berikut: “hai Musa, kamu tak akan dapat sabar dalam menyertaiku. Karena saya
memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku yang kamu tidak
mengetahuinya, dan kamu memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu
yang aku tidak mengetahuinya.

(68) Dalam ayat ini al Khidhir menegaskan kepada nabi Musa tentang sebab
nabi Musa tidak akan dapat bersabar nantinya kalau terus menerus menyertainya. Di
sana nabi Musa akan melihat kenyataan al Khidhir yang secara lahiriah bertentangan
dengan syarat dengan nabi Musa as. Oleh karena al Khidhir berkta kepada nabi Musa
: “bagaimana kamu dapat bersabar terhadap perbuatan-perbutan yang lahirnya
menyalahi syariatmu, padahal kamu seorang nabi. Atau mungkin juga kamu akan
mendapati pekerjaan-pekerjaanku yang secara lahiriah bersifat munkar, secara
bathiniyyah kamu tidak mengetahui maksudnya atau kemaslahatannya. Sebenarnya
memang demikian sifat orang yang tidak bersabar terhadap perbuatan munkar yang
dilihatnya. Bahkan segera mengingkarinya.

(69) Dalam ayat ini nabi Musa berjanji tidak akan mengingkari dan tidak
akan menyalahi apa yang dikerjakan oleh nabi Khidhir, dan berjanji pula akan
melaksanakan perintak nabi Khidir selama perintah itu tidak bertentangan dengan
perintah Allah. Janji yang beliau ucapkan dalam ayat ini didasarkan dengan kata-kata
61

“Insya Allah” karena beliau sadar bahwa sabar itu perkara yang santa besar dan berat,
apalagi etika menyampaikan kemungkaran, seakan-akan panas hati beliau tak
tertahan lagi.

(70) Dalam ayat ini al Khidir dapat menerima Musa as dengan pesan “ jika
kamu (nabi Musa) berjalan bersamaku (nabi Khidir) maka janganlah kamu bertanya
tentang sesuatu yang aku lakukan dan tentang rahasianya, sehingga aku sendiri
menerangkan kepadamu duduk persoalanya. Jangan kamu menegurku terhadap
sesuatu yang mulai menyebutnya untuk menerangkan keadaan yang sebenarnya.

4. Hubungan ayat dengan pendidikan

Mengenai pola interaksi guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta
didik berkaitan dengan konsep dari para ahli pendidikan saat ini, yang kemudian
menjelaskan teori-teori pendidikan sekarang, penulis membaginya menjadi dua
bagian pokok, yaitu sebagai berikut:

Pendidik Menurut Ahmad Tafsir, syarat dan sifat guru adalah guru harus
mengetahui karakteristik murid. Berkaitan dengan otoritas guru untuk menguji,
melakukan tes minat dan bakat untuk mengetahui karakter dan kemampuan murid.
(QS.Al Kahfi: 67-68).Al Ghazali menjelaskan tugas guru adalah ia mencukupkan
bagi murid itu menurut kadar pemahamanya, maka ia tidak menyampaikan kepada
murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. (QS.Al Kahfi: 67-68)Ahmad
Tafsir dalam Nurtawab menjelaskan tugas guru adalah mendidik. Mendidik itu
sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan
dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain.
Berkaitan dengan guru harus memberikan contoh berkata-kata yang baik dan sopan
kepada murid QS. Al Kahfi:67-68). Ramayulis menjelaskan, pendidik sebagai
pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan
program yang telah tersusun. Dengan demikian sorang guru harus menyusun kontrak
belajar (QS. Al Kahfi: 70)
62

Peserta didik Dalam menuntut ilmu, menurut Mohammad Athiyah al-


Arbasy, seorang peserta didik harus memiliki niat yang mulia.(QS. Al-Kahfi:60).
Lebih lanjut al-Arbasiy mengatakan, kewajiban peserta didik salah satunya adalah
menyenangkan hati guru, caranya salah satunya tidak terlalu banyak bertanya yang
merepotkan guru. (QS.Al-Kahfi 70). Burhan al Din al-Zarnuji mengungkapkan
pendapat Ali Bin Abi Thalib, tentang enam hal penting yang perlu dilakukan oleh
peserta didik salah satunya adalah kesabaran. (QS. Al Kahfi:69). Menurut Ramayulis,
peserta didik harus menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan
dari guru dengan cara yang baik, dimana peserta didik harus bersikap sopan kepada
gurunya. (QS. Al Kahfi: 66)

5. Hikmah

Hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut yaitu, kita perlu bersabar dan
tidak terburu-buru mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami.
Dan kita sebagai siswa harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap siswa harus
bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya
dapat bertindak d luar perintah dari guru. Kisah nabi Khidir ini juga menunjukkan
bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.

Selain itu juga satu hikmah selain sabar, yang didapatkan dari kisah tersebut
yaitu ilmu itu merupakan karunia terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Tidak ada
makhluk manapun, seorang manusia pun yang lebih berilmu dariNya. Tidak ada
seorang manusia yang mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu disbanding yang
lainya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah yang
diberikan pada seseorang tanpa harus mempelajarinya (ilmu Ladunny, yaitu ilmu
yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih).

6. Ayat dan Terjemahan

B. QS. At-Tahrim : 6
63

‫َْٓا يَالِٓئِكَت‬َٛ‫س َٔانْحِجَاسَ ُة ػَه‬


ُ ‫ْكُىْ ََاسًا َٔقُْٕدَُْا انَُا‬ِٛ‫ٍ اٰيَُُٕ ْا قُٕ ْا أََْفُسَكُ ْى َٔأَْْه‬
َ ِْٚ‫َُٓاانَز‬َٚ‫َٓا أ‬ٚ
.﴾٥ : ‫ى‬ٚ‫ُؤْيَشٌَُْٔ﴿ انتحش‬ٚ ‫َفْؼَهٌَُْٕ يَا‬َٚٔ ‫هلل يَا أَيَشَُْ ْى‬
َ ‫ٌا‬َ ُْٕ‫َؼْص‬ٚ َ‫غِالَظ شِذَاد ال‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepadamereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.130

7. Asbabun Nuzul

Ibnu katsir setelah menulis ayat At-Tahrim beliau juga menukil pendapat
yang mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan
atas dirinya Maria Al-Qibtiah.131 Tapi kemudian beliau menguatkan pendapat yang
mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan atas
dirinya madu.Kemudian Syaikh Utsaimin menguatkan pendapat yang mengatakan
sebab turunnya ayat ini adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan atas
dirinya madu.132

8. Tafsir

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka.” (pangkal ayat 6). Di pangkal ayat ini, jelas bahwa semata-mata mengakui
beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali
dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatam diri dan seisi rumah
tangga dari api neraka. “yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Diantara cra
menyelamatkan diri dari api neraka ialah mendirikan sholat dan bersabar,
sebagaimana firman Allah QS. Toha: 123, yang artinya

130
Muhammad Chirzin ,Permata Al-Qur’an (Yogyakarta: Qiktas, 2003), 414.
131
Lih. Tafsir Ibnu Katsir juz.8 hal.158.
132
Lih. Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al Mustaqni’ oleh syaikh Utsaimin juz.13 hal.217
64

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah


kamu mengerjakannya.”

Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya (QS. Asy Syu‟ara: 214)

“ Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”

Telah diriwayatkan bahwa, Umar berkata ketika turun ayat ini: “Wahai
Rasulullah, kita menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaimana kita menjaga keluarga
kita? Rosulullah Saw. Menjawab, “kamu larang mereka mengerjakan apa yang
dilarang Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang
diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka dengan
neraka”.133 134

Batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar di
mana-mana. Batu itulah yang akan dipergunakan penyalakan api neraka. Manusia
yang durhaka kepada Allah Swt. Yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah
dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserakan di
padang pasir, munggu-munggu, bukit-bukit atau di sungai-sungai. Gunanya hanyalah
untuk menyalakan api. “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.” Allah
memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu untuk menjaga dan mengawal
neraka itu, agar apinya selalu menyala dan alat penyalanya selalu sedia baik dari batu
maupun manusia.135 Mereka (malaikat) juga diberi kekuasaan untuk mengurus dan
menyiksa para penghuninya. Mereka ada Sembilan belas malaikat penjaga neraka
yang disebutkan dalam QS. Al-Mudatsir: 26-30, yang artinya

“Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. Tahukah kamu apakah


neraka Saqar itu? Saqar tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Neraka Saqar
adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada smbilan belas (Malaikat penajaga).
133
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy (Semarang: CV. Toha Putra, ), 272.
134
Lih. Tafsir Ibnu Katsir juz.8 hal.158.
135
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985), 309.
65

Mereka (malaikat) keras dan kasar terhadap penghuni neraka itu. Kemudian
Allah menjelaskan besarnya ketaatan mereka terhadap Tuhan-Nya. FirmanNya:

ٌَُْٔ‫ُؤْيَش‬ٚ ‫َفْؼَهٌَُْٕ يَا‬َٚٔ ْ‫ٌ اهللَ يَا أَيَشَُْى‬


َ ُْٕ‫َؼْص‬ٚ ‫ال‬
َ

Mereka tidak menyalahi perintah-Nya, tetapi mereka menjalankan apa yang


diperintahkan kepada Mereka pada waku itu juga tanpa selang. Mereka tidak
mendahului dan tidak menunda perintah-Nya.136

Itulah yang diperingatkan kepad aorang yang beriman, bahwa mengakui


beriman saja tidaklah cukup kalau tidak bisa memelihara diri janganlah sampai
masuk neraka yang sangat panas dan besar siksaannya, disertai pula jadi penyala dari
api neraka itu.

Dari rumah tangga itulah dimulai memupuk iman dan memupuk Islam.
Karena dari rumahtangga itulah akan terbentuk ummat. Dan dalam ummat itulahakan
tegak masyarakat Islam. Oleh sebab itu, maka seseorang yang beriman tidak boleh
pasif, maksudnya berdiam diri menunggu-nunggu saja.137

9. Hubungan Ayat dengan Pendidikan

At-Tahrim ayat 6 di atas, menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan


harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum
pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju
kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu). Sebagaimana ayat-ayat yang serupa
(misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan
perempuan. Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan
juga pasangan masing-masing, sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk mencipatakan satu rumah

136
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy (Semarang: CV. Toha Putra, ), 273-274.
137
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985), 310.
66

tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang
harmonis.138

Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak
tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Banyak orang tua “salah asuh” kepada anak
sehingga perkembangan fisik yang cepat diera globalisasi ini tidak diiringi dengan
perkembangan mental dan spiritual yang benar kepada anak sehingga banyak prilaku
kenakalan-kenalakan oleh para remaja. Sebagai orang tua yang proaktif diharuskan
memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati,
amanah Allah. Rasulullah juga memeberitahu betapa pentingnya/Urgensi mendidik
anak sejak dini, dalam hadits Rasulullah SAW :

“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikannya seorang yahudi atau seorang nasrani atau
seorang majusi”.(HR.Bukhari)

Dari hadits di atas jelaslah bahwa setiap bani adam yang terlahirkan di dunia
ini dalam keadaan fitrah (dalam keadaan islam), karena sesungguhnya setiap bani
adam sebelum ia terlahirkan ke dunia (masih dalam kandungan), ia sudah berikrar
dengan kalimat syahadat yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah Subhanallahu wa Ta‟ala dan Muhammad adalah hamba dan utusan
Allah Subhanallahu wa Ta‟ala. Sedangkan yang menjadikan anak itu menjadi seorang
yahudi, nasrani, dan majusi melainkan itu semua karena peranan dari kedua orang
tuanya.

Dan untuk lebih menambah pengetahuan kita, saya akan mengutip


pernyataan ilmuwan pendidikan Dorothy Law Nolte yang pernah menyatakan bahwa
anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

a. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki

138
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,
2002), 327.
67

b. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi


c. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
d. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
e. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
f. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
g. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
h. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
i. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
j. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupan.

Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri,
namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada
Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintah-Nya, serta menjauhi
segala larangan-Nya. Dan semua itu tidak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan
syari‟at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.

10. Hikmah

Pertama, Perintah Taqwa Kepada Allah SWT dan berdakwah. Kita


diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada-Nya supaya selamat daripada siksa-Nya.
Caranya membina diri kita terlebih dahulu dalam mendalami akidah dan adab islam
kemudian setelah kita mampu melaksanakan maka kita wajib mendakwahkan kepada
yang lain yaitu orang-orang terdekat kita/keluarga yaitu orang tua, istri, anak, adik,
kakak dan karib kerabat. Kemudian jika sudah mapan kita berdakwah dengan
mereka, maka kita dituntut untuk menyebarkan kepada pihak masyarakat setelah
berhasil maka masyarakat itu dituntut menyebarkan dakwah seluas-luasnya keluar
daerahnya.

Kedua, Anjuran menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka Banyak
sekali amalan shalih yang menjadikan seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api
neraka, misalnya bersedekah, berdakwah, berakhlaq baik, saling tolong menolong
68

dalam kebaikan dan sebagainya. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka
itu ialah mendirikan shalat dan bersabar.

Ketiga, Pentingnya pendidikan islam sejak dini. Inilah Pendidikan Islam


sejak dini yang sering diremehkan oleh kebanyakan orang tua jaman sekarang yang
terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga lupa tanggung jawab
yang besar yaitu pendidikan mengenal Tuhannya atau pendidikan Islam yang
merupakan faktor utama kemajuan sebuah bangsa. Sebuah bangsa akan maju jika
umat manusia patuh kepada perintah Allah SWT, karena kemajuan sebuah bangsa
tidak akan tercapai tanpa ridha dari Allah SWT. Seperti zaman keemasan pada saat
Rasulullah SAW masih hidup kemudian diteruskan oleh para
sahabatnya/khulafaurrasyidin.

Keempat, Keimanan kepada para malaika Ayat diatas mengandung pelajaran


keimanan kita kepada sifat para malaikat yang suci dari dosa dan tidak pernah
membangkang apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Berbeda dengan manusia
dan jin yang kadang taat kadang pula melanggar bahkan ada juga yang tidak pernah
taat sama sekali atau selalu berbuat maksiat.139

11. Hadits Pendukung

ْ‫س سَاعٍ ََُْٕٔ يَسْؤُْٔل ػَُُْٓى‬


ِ ‫٘ ػَهَٗ انَُا‬
ْ ِ‫َّتِِّ فَانْئِيَا ُو انَز‬ِٛ‫ٍ سَػ‬
ْ َ‫ع َٔكُهُكُىْ يَسْؤُْٔل ػ‬
ٍ َ‫كُهُكُ ْى سا‬
‫ت صَْٔجَِٓا‬
ِ َْٛ‫َت فِٗ ب‬ِٛ‫ْتِِّ َُْٔ َٕ يَسْؤُْٔل ػَُُْٓ ْى َٔانًَْشْأَ ُة ساَػ‬َٛ‫ع ػَهَٗ أَ ْْمِ ب‬
ٍ ‫م سَا‬
ُ ُ‫ََُْٕٔ َٔانشَج‬
.)‫ (سٔاِ انبخاسٖ ٔيسهى‬.‫َّتَِٓا‬ِٛ‫ٍ سَػ‬
ْ َ‫يَسْؤُْٔل ػ‬

Artinya: “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanyai
tentang apa yang dipimpinnya. Imam yang mengimami orang banyak adalah
pemimpin, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang dipimpinnya itu. Dan
seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai

139
http://triquranhadits.blogspot.com/2013/06/al-quran-hadits-materi-kelompok-4at.html
69

tentang kepemimpinannya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah


suaminya, dan dia pun akan ditanyai tentang yang dipimpinnya”. 140

ُ‫ سَحِ َى اهلل‬.ِ‫ٌ نَ ْى تَقُ ْى َسّشَ َٔجََْٓٓا بِانًَْاء‬


ْ ‫ْقَعَ أَْْهَُّ فَئ‬َٚ‫مِ فَصَهَٗ فَأ‬ْٛ ّ‫ٍ انه‬
َ ِ‫هلل ايْشَأً قَا َو ي‬
ُ ‫سَحِ َى ا‬
.َ‫ت ػَهَٗ َٔجِْٓ ِّ انًَْاء‬
ْ َ‫َقُىْ سَش‬ْٚ ‫ت صَْٔجََٓا فَئِرَا نَى‬
ْ َ‫ْقَظ‬َٚ‫مِ تُصَهِٗ َٔأ‬ْٛ َ‫ٍ انه‬
َ ِ‫ت ي‬
ْ َ‫ايْشَأَةً قَاي‬
.)‫انُساا‬ ِ‫(سٔا‬

Artinya: “Rahmat Allahlah atas seseorang yang bangun pada sebagian


malam lalu sholat. Lalu dibangunkannya pula ahlinya (keluarganya). Kalau dia tidak
mau bangun lalu dipercikkan air di mukanya! Dan rahmat Allah pula bagi seorang
perempuan yang bangun disebagian malam, sholat, lalu dibangunkannya pula
suaminya, dan kalau tidak mau bangun dipercikkannya pula air di mukanya.”141

.ِ‫َُُْٓىْ فِٗ انًَْضَاجِغ‬َٛ‫َْٓا نِؼَشْ ِش َٔفَشِقُٕاْ ب‬َٛ‫يُشُْٔا أَبَُْا َء كُ ْى بِانصَهَا ِة نِسَبْغٍ َٔاضْشِبُُْْٕ ْى ػَه‬
.)‫(سٔاِ أبٕ دأد‬

Artinya: “Suruhkanlah anak-anakmu sholat jika usianya sudah tujuh tahun


dan pukullah jika sholat ditinggalkannya kalau usianya sudah 10 tahun dan
pisahkanlah tempat-tempat tidut di antara mereka.”142

140
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 310
141
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 312
142
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 313
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai bulan Mei
2016 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber
tertulis yang diperoleh dari buku cetak yang ada di perpustakaan, artikel,
jurnal serta website yang ada hubungannya dengan konsep pendidikan
HAMKA pada mata pelajaran agama Islam dengan pembelajaran
kontekstual.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis menggunakan penelitian kualitatif.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, “Penelitian kualitatif adalah suatu
pembelajaran penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok”.143
Dalam memperoleh data, fakta dan informasi yang akan
melengkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penulisan skripsi,
penulis menggunakan metode deskriptif yang didukung oleh data yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan library research. Penelitian
library research yaitu suatu usaha untuk memperoleh data atau informasi
yang diperlukan serta menganalisis suatu permasalahan melalui sumber-
sumber kepustakaan.Penelitian kepustakaan merupakan jenis penelitian
kualitatif yang pada umumnya tidak terjun ke lapangan dalam pencarian
sumber datanya.penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan

143
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), cet ke. III, h. 60

62
63

hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang
telah maupun yang belum dipublikasikan. Alasan penulis menggunakan
study kepustakaan atau library research ini dimaksudkan untuk
memperoleh dan menela‟ah teori-teori yang berhubungan dengan topik
dan sekaligus dijadikan sebagai landasan teori.144
Contoh-contoh penelitian semacam ini adalah penelitian sejarah,
penelitian pemikiran tokoh, penelitian (bedah) buku dan berbagai contoh
lain penelitian yang berkait dengan kepustakaan. Pada hakekatnya data
yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan dapat dijadikan landasan
dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan.

C. Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih
di dasarkan pada tingkat informasi terbaru yang akan di peroleh dari
situasi sosial. Informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara
lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial, tetapi juga ada keinginan
untuk menghasilkan ilmu baru dari situasi sosial yang di teliti.145
Mengetahui pandangan Hamka tentang guru

D. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada
hubungan antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian
yang ingin di pecahkan. Pengumpulan data tak lain adalah suatu proses
pengadaan data untuk keperluan penelitian.

144
Sutrisno Hadi, Metodologi research, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1997), cet. XXV, h. 82
145
Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian,… h. 92
64

Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian biografi, yaitu studi


tentang individu meliputi pemikiran dan pengalamannya yang dituliskan
kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip, dalil atau
hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap pengalaman
menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup
seseorang.Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut
memposisikan dirinya sendiri. Dalam hal ini, warisan pemikiran Hamka
tentang pendidik merupakan wacana yang sangat potensial untuk diteliti
dan dikembangkan dalam rangka memperkaya konsep pendidikan
nasional.

Penulis juga menggunakan metode pendekatan studi tokoh atau


pendekatan sejarah, objek yang dikaji adalah pemikiran seorang tokoh
baik itu persoalan-persoalan, situasi, atau kondisi yang mempengaruhi
terhadap pemikirannya. Menurut Mukti Ali, pendekatan ini adalah untuk
mengetahui sejauh mana pemikiran seorang tokoh yaitudengan cara
meneliti karya-karyanya dan biografinya.146

E. Sumber data
Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka),
maka pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri buku-
buku atau kitab yang disusun oleh Hamka.Proses pengumpulan data ini
dilakukan dengan bahan-bahan dokumen yang ada, yaitu dengan melalui
pencarian buku-buku, jurnal dan lain-lain dikatalog beberapa
perpustakaan dan mencatat sumber data yang terkait yang dapat

146
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik ( Bandung :
Transito, 1998), h. 139
65

digunakan dalam studi sebelumnya. Adapun sumber data dalam


penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Sumber data primer.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada
subjek informasi. Sumber data primer yang dijadikan sumber rujukan
dalam penyusunan skripsi ini berupa sumber data tertulis yaitu buku-buku
tulisan atau karya Hamka,seperti:
a. HAMKA, Lembaga Hidup(1962)
b. HAMKA, Falsafah Hidup (1984)
c. HAMKA, Pribadi dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka (1983)
d. HAMKA, Lembaga Budi (1985)
e. HAMKA, Hamka di mata hati umat (1994)
f. HAMKA, Pelajaran Agama Islam

2. SumberDataSekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Dalam sumber data sekunder, penulis
mengambil karya beberapa penulis yang relevan dengan subyek kajian, seperti
buku yang berjudul “Memperbincangkan Dinamika Intelektual Dan Pemikiran
Hamka tentang Pendidikan Islam (2008). Karya Samsul Nizar.

F. Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat
diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesis. Batasan
ini diungkapkan bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha
66

secara formal untuk merumuskan ide/konsep sebagai yang disarankan oleh


data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada ide/konsep.147
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal
penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh dan
dikumpulkan untuk diolah secara sistematis.Reliabilitas penelitian kualitatif
pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh pendekatan analisis konsep.Analisis
konsep merupakan suatu analisis tentang istilah (kata-kata) yang mewakili
konsep atau gagasan.148

G. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahum 2014

147
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),
h. 103
148
Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit.,h.61
BAB IV
PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU

A. Riwayat Hidup Buya Hamka

1. Profil Buya Hamka


Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA), lahir di Sungai
Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908
M./13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya
adalah Haji Abdul Karim Amarullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh
Muhammad Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan
salah seorang ulama yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor
kebangkitan kaum mudo dan tokoh Muhammadiyah di Minangkabau. Ia juga
menjadi penasehat Persatuan Guru-Guru Agama Islam pada tahun 1920an, ia
memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah Normal Islam di
Padang pada tahun 1931, ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada
tahun 1920-an dan menyerang ordonansi guru pada tahun 1920 serta
ordonansi sekolah liar tahun 1932.149 Sementara ibunya bernama Siti Shafiyah
Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari geneologis ini dapat diketahui,
bahwa ia berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan
dengan generasi pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan
awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang
menganut sistem matrilineal. Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia
berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya.150

149
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI,
1985), Cet-3, hlm. 46.
150
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 15-18

67
68

2. Perjalanan Hidup Hamka


Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-
Qur‟an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun 1914,
ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia kemudian
dimasukkan ke sekolah desa yang hanya dienyamnya selama 3 tahun, karena
kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Pengetahuan agama, banyak
diperoleh dengan belajar sendiri (autodidak). Tidak hanya ilmu agama,
Hamka juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.
Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat menyelidiki karya
ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji
Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui
bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman
seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean
Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti.151
Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan
mengembangkan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah
Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab. Sumatera
Thawalib adalah sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang mengusahakan
dan memajukan macam-macam pengetahuan berkaitan dengan Islam yang
membawa kebaikan dan kemajuan di dunia dan akhirat. Awalnya Sumatera
Thawalib adalah sebuah organisasi atau perkumpulan murid-murid atau
pelajar mengaji di Surau Jembatan Besi Padang Panjang dan surau Parabek
Bukittinggi, Sumatera Barat. Namun dalam perkembangannya, Sumatera
Thawalib langsung bergerak dalam bidang pendidikan dengan mendirikan
sekolah dan perguruan yang mengubah pengajian surau menjadi sekolah
berkelas.

151
http:/id.wikipedia.org/Haji Abdul Malik Karim Amrulloh, 27-1-2016
69

Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan


hidupnya adalah sebagai berikut:
a. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di
Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang. 152
b. Pendiri sekolah Tabligh School, yang kemudian diganti namanya
menjadi Kulliyyatul Muballighin (1934-1935). Tujuan lembaga ini
adalahmenyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah
dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah
tingkat Tsanawiyyah, serta membentuk kader-kader pimpinan
Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat pada umumnya.
c. Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia (1947),
Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato
utama dalam Pilihan Raya Umum (1955).
d. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan),
Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara
Muhammadiyah (Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka
(Jakarta).
e. Pembicara konggres Muhammadiyah ke 19 di Bukittinggi (1930)
dan konggres Muhammadiyah ke 20 (1931).
f. Anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah di Sumatera
Tengah (1934).
g. Pendiri Majalah al-Mahdi (Makassar, 1934)
h. Pimpinan majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936)
i. Menjabat anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat
pada pemerintahan Jepang (1944).
j. Ketua konsul Muhammadiyah Sumatera Timur (1949).

152
http://amir14.wordpress.com/tasawuf-hamka/24-02-2010
70

k. Pendiri majalah Panji Masyarakat (1959), majalah ini dibrendel


oleh pemerintah karna dengan tajam mengkritik konsep demikrasi
terpimpin dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi
yang telah dilakukan Soekarno. Majalah ini diterbitkan kembali
pada pemerintahan Soeharto.
l. Memenuhi undangan pemerintahan Amerika (1952), anggota
komisi kebudayaan di Muangthai (1953), menghadiri peringatan
mangkatnya Budha ke-2500 di Burma (1954), di lantik sebagai
pengajar di Universitas Islam Jakarta pada tahun 1957 hingga
tahun 1958, di lantik menjadi Rektor perguruan tinggi Islam dan
Profesor Universitas Mustapo, Jakarta. menghadiri Konferensi
Islam di Lahore (1958), menghadiri Konferensi Negara-Negara
Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di Makkah (1976),
Seminar tentang Islam dan Peradapan di Kuala Lumpur,
menghadiri peringatan 100 tahun Muhammad Iqbal di Lahore, dan
Konferensi ulama di Kairo (1977), Badan pertimbangan
kebudayaan kementerianPP dan K, Guru besar perguruan tinggi
Islam di Universitas Islam di Makassar.
m. Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim,
Penasehat Kementerian Agama, Ketua Dewan Kurator PTIQ.
n. Imam Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, yang kemudian
namanya diganti oleh Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Syaikh
Mahmud Syaltut menjadi Masjid Agung Al-Azhar. Dalam
perkembangannya, Al-Azhar adalah pelopor sistim pendidikan
Islam modern yang punya cabang di berbagai kota dan daerah,
serta menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah modern berbasis
Islam. Lewat mimbarnya di Al-Azhar, Hamka melancarkan kritik-
kritiknya terhadap demokrasi terpimpin yang sedang digalakkan
oleh Soekarno Pasca Dekrit Presiden tahun 1959. Karena
71

dianggap berbahaya, Hamka pun dipenjarakan Soekarno pada


tahun 1964. Ia baru dibebaskan setelah Soekarno runtuh dan orde
baru lahir, tahun 1967. Tapi selama dipenjara itu, Hamka berhasil
menyelesaikan sebuah karya monumental, Tafsir Al-Azhar 30 juz.
o. Ketua MUI (1975-1981), Buya Hamka, dipilih secara aklamasi
dan tidak ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai
ketua umum dewan pimpinan MUI. Ia dipilih dalam suatu
musyawarah, baik oleh ulama maupun pejabat.153Namun di tengah
tugasnya, ia mundur dari jabatannya karna berseberangan prinsip
dengan pemerintah yang ada. Hal ini terjadi ketika menteri agama,
Alamsyah Ratu Prawiranegara mengeluarkan fatwa
diperbolehkannya umat Islam menyertai peringatan natal bersama
umat Nasrani dengan alasan menjaga kerukunan beragama,
Hamka secara tegas mengharamkan dan mengecam keputusan
tersebut. Meskipun pemerintah mendesak agar ia menarik
fatwanya, ia tetap dalam pendiriannya. Karena itu, pada tanggal
19 Mei 1981 ia memutuskan untuk melepaskan jabatannya
sebagai ketua MUI.

Beberapa pandangan Hamka tentang pendidikan adalah, bahwa


pendidikan sekolah tak bisa lepas dari pendidikan di rumah. Karena
menurutnya, komunikasi antara sekolah dan rumah, yaitu antara orang tua dan
guru harus ada. Untuk mendukung hal ini, Hamka menjadikan Masjid Al-
Azhar sebagai tempat bersilaturrahmi antara guru dan orang tua untuk
membicarakan perkembangan peserta didik. Dengan adanya sholat jamaah di
masjid, maka antara guru, orang tua dan murid bisa berkomunikasi secara

153
Hamka, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 55
72

langsung. ”Kalaulah rumahnya berjauhan, akan bertemu pada hari Jum‟at”,


begitu tutur Hamka.154
Pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka telah puang ke rahmatullah. Jasa
dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama
Islam.Hamka bukan saja sebagai pujangga, wartawan, ulama, dan budayawan,
tapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya masih relevan dan
baik untuk diberlakukan dengan zaman sekarang.

3. Tempat HAMKA Mengenyam Pendidikan


Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi.
Pada usia 8-15 tahun, ia mulai belajar agama di sekolah Diniyyah School dan
Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan Parabek. Diantara gurunya adalah
Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo dan
Zainuddin Labay el-Yunusy. Keadaan Padang Panjang pada saat itu ramai
dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri.
Pelaksanaan pendidikan waktu itu masih bersifat tradisional dengan
menggunakan sistim halaqah. Pada tahun 1916, sistim klasikal baru
diperkenalkan di Sumatera Thawalib Jembatan Besi. Hanya saja, pada saat itu
sistim klasikal yang diperkenalkan belum memiliki bangku, meja, kapur dan
papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada pengajian kitab-kitab
klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya.
Pendekatan pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan.
Pada waktu itu, sistim hafalan merupakan cara yang paling efektif bagi
pelaksanaan pendidikan. Meskipun kepadanya diajarkan membaca dan
menulis huruf arab dan latin, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah
mempelajari dengan membaca kitab-kitab arab klasik dengan standar buku-
buku pelajaran sekolah agama rendah di Mesir. Pendekatan pelaksanaan

154
Herry Mohammad, op. cit. , hlm. 64
73

pendidikan tersebut tidak diiringi dengan belajar menulis secara maksimal.


Akibatnya banyak diantara teman-teman Hamka yang fasih membaca..155
Dengan banyak membaca buku-buku tersebut, membuat Hamka
semakin kurang puas dengan pelaksanaan pendidikan yang ada. Kegelisahan
intelektual yang dialaminya itu telah menyebabkan ia berhasrat untuk
merantau guna menambah wawasannya. Oleh karenanya, di usia yang sangat
muda Hamka sudah melalang buana. Tatkala usianya masih 16 tahun,
tapatnya pada tahun 1924, ia sudah meninggalkan Minangkabau menuju
Jawa; Yogyakarta. Ia tinggal bersama adik ayahnya, Ja‟far Amrullah. Di sini
Hamka belajar dengan Ki Bagus Hadikusumo, R. M. Suryopranoto, H.
Fachruddin, HOS. Tjokroaminoto, Mirza Wali Ahmad Baig, A. Hasan
Bandung, Muhammad Natsir, dan AR. St. Mansur.156
Di Yogyakarta Hamka mulai berkenalan dengan Serikat Islam (SI).
Ide-ide pergerakan ini banyak mempengaruhi pembentukan pemikiran Hamka
tentang Islam sebagai suatu yang hidup dan dinamis. Hamka mulai melihat
perbedaan yang demikian nyata antara Islam yang hidup di Minangkabau,
yang terkesan statis, dengan Islam yang hidup di Yogyakarta, yang bersifat
dinamis. Di sinilah mulai berkembang dinamika pemikiran keIslaman Hamka.
Perjalanan ilmiahnya dilanjutkan ke Pekalongan, dan belajar dengan iparnya,
AR. St. Mansur, seorang tokoh Muhammadiyah. Hamka banyak belajar
tentang Islam dan juga politik. Di sini pula Hamka mulai berkenalan dengan
ide pembaruan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha
yang berupaya mendobrak kebekuan umat. Rihlah Ilmiah yang dilakukan
Hamka ke pulau Pulau Jawa selama kurang lebih setahun ini sudah cukup
mewarnai wawasannya tentang dinamika dan universalitas Islam. Dengan
bekal tersebut, Hamka kembali pulang ke Maninjau (pada tahun 1925) dengan

155
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 21-22
156
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, hlm. 101
74

membawa semangat baru tentang Islam.157Ia kembali ke Sumatera Barat


bersama AR. st. Mansur. Di tempat tersebut, AR. St. Mansur menjadi
mubaligh dan penyebar Muhammadiyah, sejak saat itu Hamka menjadi
pengiringnya dalam setiap kegiatan kemuhammadiyahan.158
Berbekal pengetahuan yang n telah diperolehnya, dan dengan
maksud ingin memperkenalkan semangat modernis tentang wawasan Islam, ia
pun membuka kursus pidato di Padang Panjang. Hasil kumpulan pidato ini
kemudian ia cetak dalam sebuah buku dengan judul Khatib Al-Ummah. Selain
itu, Hamka banyak menulis pada majalah Seruan Islam, dan menjadi
koresponden di harian Pelita Andalas. Hamka juga diminta untuk membantu
pada harian Bintang Islam dan Suara Muhammadiyyah di Yogyakarta. Berkat
kepiawaian Hamka dalam menulis, akhirnya ia diangkat sebagai pemimpin
majalah Kemajuan Zaman. Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa (1927),
Hamka pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kesempatan ibadah
haji itu ia manfaatkan untuk memperluas pergaulan dan bekerja. Selama enam
bulan ia bekerja di bidang percetakan di Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah,
ia tidak langsung pulang ke Minangkabau, akan tetapi singgah di Medan
untuk beberapa waktu lamanya. Di Medan inilah peran Hamka sebagai
intelektual mulai terbentuk. Hal tersebut bisa kita ketahui dari kesaksian
Rusydi Hamka, salah seorang puteranya; ”Bagi Buya, Medan adalah sebuah
kota yang penuh kenangan. Dari kota ini ia mulai melangkahkan kakinya
menjadi seorang pengarang yang melahirkan sejumlah novel dan buku-buku
agama, falsafah, tasawuf, dan lain-lain. Di sini pula ia memperoleh sukses
sebagai wartawan dengan Pedoman Masyarakat. Tapi di sini pula, ia
mengalami kejatuhan yang amat menyakitkan, hingga bekas-bekas luka yang
membuat ia meninggalkan kota ini menjadi salah satu pupuk yang
157
M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensi dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan,
1993), hlm. 201-202
158
H. Rusydi, Pribadi Dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),
Cet-2, hlm. 2
75

menumbuhkan pribadinya di belakang hari”. Di Medan ia mendapat tawaran


dari Haji Asbiran Ya‟kub dan Muhammad Rasami, bekas sekretaris
Muhammdiyah Bengkalis untuk memimpin majalah mingguan Pedoman
Masyarakat. Meskipun mendapatkan banyak rintangan dan kritikan, sampai
tahun 1938 peredaran majalah ini berkembang cukup pesat, bahkan oplahnya
mencapai 4000 eksemplar setiap penerbitannya. Namun ketika Jepang datang,
kondisinya jadi lain. Pedoman Masyarakat dibredel, aktifitas masyarakat
diawasi, dan bendera merah putihdilarang dikibarkan. Kebijakan Jepang yang
merugikan tersebut tidak membuat perhatiannya untuk mencerdaskan bangsa
luntur, terutama melalui dunia jurnalistik. Pada masa pendudukan Jepang, ia
masih sempat menerbitkan majalah Semangat Islam. Namun kehadiran
majalah ini tidak bisa menggantikan kedudukan majalah Pedoman
Masyarakat yang telah melekat di hati rakyat. Di tengah-tengah kekecewaan
massa terhadap kebijakan Jepang, ia memperoleh kedudukan istimewa dari
pemerintah Jepang sebagai anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan
Rakyat pada tahun 1944. Sikap kompromistis dan kedudukannya sebagai
”anak emas” Jepang telah menyebabkan Hamka terkucil, dibenci dan
dipandang sinis oleh masyarakat. Kondisi yang tidak menguntungkan ini
membuatnya meninggalkan Medan dan kembali ke Padang Panjang pada
tahun 1945.159

4. Lembaga Pendidikan yang didirikan Hamka


Di Padang Panjang, seolah tidak puas dengan berbagai upaya
pembaharuan pendidikan yang telah dilakukannya di Minangkabau, ia
mendirikan sekolah dengan nama Tabligh School.160 Sekolah ini didirikan
untuk mencetak mubaligh Islam dengan lama pendidikan dua tahun. Akan
159
` Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Islami,
2006), hlm. 62
160
Mardjani Tamin, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat, (Jakarta: Dep P dan K RI.,
1997), hlm. 112
76

tetapi, sekolah ini tidak bertahan lama karna masalah operasional; Hamka
ditugaskan oleh Muhammadiyyah ke Sulawesi Selatan. Dan baru pada
konggres Muhammadiyah ke-11 yang digelar di Maninjau, maka diputuskan
untuk melanjutkan sekolah Tabligh School ini dengan mengganti nama
menjadi Kulliyyatul Muballighin dengan lama belajar tiga tahun. Tujuan
lembaga ini pun tidak jauh berbeda dengan Tabligh School, yaitu menyiapkan
mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib,
mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta
membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat
pada umumnya.161
Hamka merupakan koresponden di banyak majalah dan seorang yang
amat produtif dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan penilaian Prof. Andries
Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya yang berjudul
Modern Indonesian Literature I. Menurutnya, sebagai pengarang,
Hamkaadalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu tulisan yang
bernafaskan Islam berbentuk sastra.162 Untuk menghargai jasa-jasanya dalam
penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu, maka pada
permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi University Al Azhar Kairo memberikan
gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu
ia menyandang titel ”Dr” di pangkal namanya. Kemudian pada 6 Juni 1974,
kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas
Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan, serta gelar Professor dari
universitas Prof. Dr. Moestopo. Kesemuanya ini diperoleh berkat
ketekunannya yang tanpa mengenal putus asa untuk senantiasa memperdalam

161
A. Susanto, op. cit., hlm. 102
162
Sides Sudyarto DS, Hamka, ”Realisme Religius”, dalam Hamka, Hamka di Mata HatiUmat,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 139
77

ilmu pengetahuan.163 Ia juga mendapatkan Gelar Datuk Indono dan Pengeran


Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

5. Karya-karya Hamka
Sebagai seorang yang berpikiran maju, Hamka tidak hanya
merefleksikan kemerdekaan berpikirnya melalui berbagai mimbar dalam
cerama agama, tetapi ia juga menuangkannya dalam berbagai macam
karyanya berbentuk tulisan. Orientasi pemikirannya meliputi berbagai disiplin
ilmu, seperti teologi, tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh,
sastra dan tafsir. Sebagai penulis yang sangat produktif, Hamka menulis
puluhan buku yang tidak kurang dari 103 buku. Beberapa di antara karya-
karyanya adalah sebagai berikut:
Karya-karya Hamka pada tahun 1936-1943 sebelum revolusi yakni
“Tenggelamya Kapal Van Der Wijck”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”,
“Merantau ke Deli”, “Teroesir”, “Keadilan Ilahi”, “Tasawuf Modern”,
“Falsafah Hidup”, “Lembaga Hidup”, “Lembaga Budi”, “Pedoman
Muballigh Islam” dan lain-lain. Di zaman jepang dicobanya menerbitkan
“Semangat Islam”, dan “Sejarah Islam di Nusantara”.
Setelah revolusi, ia pindah ke Sumatra Barat. Dikeluarkannya buku-
buku yang mengguncangkan, “Revolusi Fikiran’, “Revolusi Agama”, “Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi”, “Negara Islam”, “Sesudah Naskah
Renville”, “Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman”, “Dan lembah Cita-Cita”,
“Merdeka”, “Islam dan Demokrasi”, “Dilamun Ombak Masyarakat”,
“Menunggu Beduk Berbunyi”.
Tahin 1950 beliau pindah ke Jakarta. Di Jakarta kelua buku-bukunya:
“Ayahku”, “Kenang-Kenangan Hidup”, “Perkembangan tasawuf dari Abad
ke Abad”, “Urat Tunggang Pancasila”. Adapun Riwayat Perjalanan ke

163
Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. XIX
78

negeri-neeri Islam: “Ditepi Sungai Nyl”, “Ditepi Sungai Dajlah”, “Mandi


Cahaya di Tanah Suci”, “Emapat Bulan di Amerika”, dan lain-lain.164
Pada tahun 1955 keluar buku-bukunya: “Pelajaran Agama Islam”,
“Pandangan Hidup Muslim”, “Sejarah Hidup Jamaluddin al-afghani”,
“Sejarah Umat Islam”.
Karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan
bahasa Indonesia yang inda itu, maka pada permulaan tahun 1959 Majelis
Tinggi Universitas Al-Azhar Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriyah
(Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu berhaklah belau memakai
titel ”Dr” di pangkal namanya.
Tahun 1962 Hamka mulai menafsirkanAl-Qur‟an lewat “Tafsir Al-
Azhar”. Dan tafsir ini sebagian besar dapat terselesaikan selama di dalam
tahanan dua tahun tujuh bulan. (Hari Senin tanggal 12 Ramadhan 1385,
bertepatan denan 27 Januari 1964 samapi Juli 1969). Dan pada tahun-tahun
70-an keluar pula buu-bukunya: “Soal Jawab (Tentan Agama Islam)”,
“Muhammadiya di Minangkabau”, “Kedudukan Perempuan dalam Islam”,
“Do’a-do’a Rasulullah”, Dan Lain-lain.
Dan pada Sabtu 6 Juni 1974 Hamka dapat gelar “Dr” di Kesustraan
Malaysia. Bulan Juli 1975 Musyawarah Alim Ulama Seluruh Indonesia
dilangsungkan. Hamka dilantik sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pada tanggal 26 Juli 1975 bertepatan dengan 17 Rajab 1395.165
Penunaian tugas sebagai pendidik itu dipermudah oleh ketekunananya
menjalankan peribadatan perorangan, yaitu dengan kebiasaannya untuk
bangun dini hari guna menunaikan sholat subuh, bahkan sembahyang tengah
malam ketika orang lain beristirahat, terutama pada usia lanjut, dan
keteraturan irama hidupnya mendukung dengan kuat fungsi yang kemudian

164
Hamka,Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika penerbit 1939), hlm. V
165
Ibid., h. VI
79

ditunaikannya secara pribadi sebagai pendidik. Kerja mendidik yang


dijalaninya secara fisik itu menjadi wahana yang serasi bagi pesan-pesan
keagamaannya yang jelas sekali bernada mendidik pula. Efektifitas pesan-
pesan itu tercermin dari kenyataan, bahwa apa yang dikumandangkan Hamka
bagaikan terpaku pada sejumlah tema dasar, seperti perlunya dikembangkan
kasih sayang sesama muslimin, perlunya sikap saling menghormati dengan
orang lain. perlunya solidaritas yang jujur antara sesama warga masyarakat,
dan seterusnya. Karena Hamka hanya membatasi diri pada fungsi mendidik
masyarakat secara umum, lalu menjadi sulit kerja mengukur kedalaman
persepsinya sendiri tentang fungsi yang dilakukannya itu. Dengan kata lain,
kualitas hasil didikannya sulit untuk diukur kualitasnya. Ini berarti efektivitas
Hamka sebagai pendidik adalah sesuatu yang dapat dirasakan dan diterima
berdasarkan pengamatan lahiriah, tanpa dapat dibuktikan secara ilmiah
menurut kriteria yang beragam yang dikembangkan oleh ilmu pendidikan
sendiri..166

Kini, kenang-kenangan tentang ulama, penyair, sastrawan, dan filosof


bernama lengkap Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah --disingkat
Hamka-- itu, bisa ditemui di kampung halamannya: Nagari Sungai Batang
Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat
(Sumbar). Ratusan buku karangan Hamka, semenjak novel fiksi
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah,
sampai kepada buku filsafat seperti Tasawuf Modern dan Falsafah Hidup,
bahkan karyanya yang amat fenomenal Tafsir Al-Azhar yang diselesaikan
ketika Buya dipenjara tanpa alasan yang jelas oleh rezim Soekarno bisa
ditemui di museum rumah kelahiran Buya Hamka tersebut.
166
Abdurrahman Wahid, Benarkah Buya Hamka Seorang Besar?, dalam Hamka, Hamka
Di Mata Hati Umat, op.cit., hlm. 41-43
80

B. Klasifikasi Pendidikan Menurut Hamka


Menurut Hamka ada tiga term yang digunakan para ahli untuk
menunjukkan istilah pendidikan Islam:
1) Ta’lim: Aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan
seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
2) Tarbiyah: Pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan
akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
3) Ta’dib: Penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar
menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Dari ketiganya, Hamka lebih condong dalam istilah Tarbiyah, karena
menurutnya tarbiyah kelihatannya mengandung arti yang lebih komprehensif
dalam memaknai pendidikan Islam, baik vertikal maupun horizontal
(hubungan ketuhanan dan kemanusiaan). Adapun prosesnya adalah
pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta didik, baik
jasmaniah maupun rohaniah. Dalam pembahasan hal ini hampir sama dengan
pemikiran Syed M.Naquib Al-Attas namun beliau lebih spesifik dalam ta’dib
atau adab. Adapun pandangan Hamka mengenai tarbiyah yaitu:
1) Menjaga dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) peserta
didik untuk mencapai kedewasaan.
2) Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan
berbagai sarana pendukung (terutama bagi akal dan budinya).
3) Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik menuju
kebaikan dan kesempurnaan seoptimal mungkin.
Kesemua proses tersebut kemudian dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan irama perkembangan diri peserta didik.
Adapun tujuan pendidikan menurut Hamka memiliki dua dimensi yaitu
bahagia dunia akhirat. Untuk mencapai hal tersebut dapat diperoleh melalui
81

ibadah. Oleh karena itu,segala proses pendidikan pada akhirnya bertujuan


agar dapat menuju dan menjadikan anak didik sebagai abdi Allah. Dengan
demikian tujuan pendidikan Islam menurut Hamka sama dengan tujuan
penciptaan manusia itu sendiri, yakni untuk mengabdi dan beribadah kepada
Allah.Ia mengatakan bahwa ibadah adalah mengakui diri sebagai budak atau
hamba Allah, tunduk kepada kemauan-Nya,baik secara sukarela maupun
terpaksa.167
Dalam klasifikasi pendidikan menurut Hamka tersebut, secara jelas dan
terang aspek-aspek yang harus dipenuuhi dalam pendidikan. Selain
kemampuan jasmani seperti keahlian (live skill), wawasan dan kecerdasan,
namun karakter yang menjunjung tinggi nilai kebaikan diutamakan. Dalam
kaitannya dengan agama, Hamka memprioritaskan keimanan dan ketaqwaan
sebagai tujuan final pendidikan. Dengan begitu koridor yang ada dalam
pendidikan berdasarkan Pancasila secara stabil tertanamkan.

C. Konsep Guru atau Pendidik dalam Pandangan Hamka


Upaya Hamka dalam menggagas ide-ide pembaruan pendidikan
(Islam) tidak hanya dilakukan melalui mimbar atau karya-karya tulisnya.
Lebih lanjut lagi ia mengapresiasikan ide-idenya itu secara nyata dalam
pendidikan formal. Fenomena ini terlihat dari keterlibatannya sebagai seorang
pendidik pada lembaga pendidikan formal yang didirikannya, maupun pada
beberapa lembaga pendidikan lain, seperti Tabligh School (1931), Munier
School, HIS Muhammadiyyah, Kulliyyatul Muballighin Muhammadiyyah,
PTAIN, UI Jakarta, UISU, UMI, PUSROH dan YPI Al-Azhar.168

167
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), hlm. 23
168
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 199
82

Hanya saja, perlu diakui bahwa meskipun pemikirannya tentang


pendidikan (Islam) ditopang dengan keterlibatannya secara formal, namun
dalam karya-karyanya tersebut tidak diperoleh penjelasan secara konkret
bagaimana bentuk kurikulum dan langkah operasional yang perlu diambil
dalam rangka melaksanakan proses belajar mengajar. Ia tidak membangun
sebuah teori pendidikan yang operasionalistik. Tetapi lebih kepada upaya
membongkar kebekuan sistim pendidikan Islam waktu itu. Ia hanya
memberikan rambu-rambu pola ideal pendidikan Islam. Kerangka
pemikirannya tentang pendidikan lebih bersifat filosofis, sehingga bisa
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan zaman. Fenomena
ini merupakan kelemahan sekaligus kelebihan pemikirannya dalam
membangun kerangka dasar pendidikan Islam, termasuk mengenai pendidik
sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan Islam.

Pendidik merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan dalam


mencapai tujuannya. Crow dan crow menyebut pendidik ini sebagai faktor
vital diantara empat faktor lainnya, yaitu peserta didik, tujuan pendidikan, alat
dan milieu. Sekolah dengan fasilitas yang lengkap dan peralatan yang modern,
tidak akan berjalan optimal apabila tenaga kependidikannya yang ada tidak
mampu mefungsikan fasilitas dan alat tersebut, begitu pula sebaliknya. 169 Hal
ini mengindikasikan bahwa keberadaan pendidik jauh lebih penting dari
media pendidikan ataupun komponen pendidikan yang lain.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI


No. 20 th. 2003) bangsa Indonesia telah memberikan rumusan mengenai

169
Abdurrachman Assegaf, Kependidikan Islam , Jurnal Pemikiran, Riset, dan Pengembangan
Pendidikan Islam, I, 1, Februari, 1994, hlm. 20-21.
83

tujuan pendidikan di Indonesia, yakni : (1) kekuatan spiritual keagamaan, (2)


pengendalian diri, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, serta (5) ketrampilan.170

Artinya bahwa dalam menerapkan dan mengimplementasikan


pendidikan, tidak hanya terpaku kepada satu tujuan ansich (misalnya
kecerdasan saja), namun harus bersifat holistik dengan tujuan yang lain agar
bisa membentuk satu karakter manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting
untuk ditandaskan agar dalam proses pendidikan di Indonesia tidak terjadi
miss oriented. Dari titik inilah pendidik mempunyai peran yang sangat, amat
dan terlalu penting, karena beratnya misi yang harus diemban oleh pendidik.
Untuk mewujudkan misi ini, tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab
pendidik (yang nota bene dipersepsikan guru) namun juga merupakan tugas
semua pihak, yaitu orang tua dan masyarakat.

Untuk bisa mendidik dengan baik, agar tujuan pendidikan dapat


tercapai secara efisien, pendidik harus memiliki pengenalan diri (ma rifat) dan
pengenalan norma-norma dan etis, agar pendidik menjadi pribadi-pribadi
teladan yang patut digugu dan ditiru. Pengenalan diri seorang pendidik dapat
dilakukan dengan tiga cara, Pertama, mengenali kekuatan dan kelemahan
sendiri. Kedua, mengenali hakekat anak didik dengan segala konstitusi
psikofisik, kebutuhan, kepedihan dan harapannya. Ketiga, keterbukaan
menuju kedepan dalam mewujudkan semua potensi dan kemungkinan yang
ada pada anak didik, pribadi pendidik, orang tua murid dan perkembangan
masyarakat sekitar.171

170
http://mabadik.wordpress.com/2010/07/09/urgensi-peran-pendidik-dalam-upaya-untuk-
mencerdaskan-kehidupan-bangsa/
171
Sutoyo, “Profesionalisme Guru dalam Tinjauan Pendidikan Islam”, Jurnal Wahana
Akademia, 7,2, Agustus, 2005, hlm. 230.
84

Menurut pandangan Hamka, sebagaimana yang tertulis di salah satu


karyanya yang berjudul Lembaga Budi guru yang mendapat sukses di dalam
pekerjaannya dan mendidik muridnya mencapai kemajuan, ialah guru yang
tidak hanya mencukupkan ilmunya dari sekolah guru saja, tetapi diperluasnya
pengalaman, dan bacaan. Senantiasa teguh hubungannya dengan kemajuan
moderen dan luas pergaulannya, baik dengan wali murid

atau dengan sesama guru, sehingga bisa menambah ilmu tentang soal
pendidikan. Rapat hubungannya dengan orang-orang tua dan golongan muda
supaya dia sanggup mempertalikan zaman lama dengan zaman baru, dan
dapat disisihkannya mana yang baik dan masih relevan.

Hal ini menunjukan bahwa seorang pendidik, dalam hal ini guru akan
dapat menjalankan proses pembelajaran yang efektif jika hubungannya
dengan peserta didiknya berjalan secara harmonis. Untuk terciptanya
hubungan yang harmonis, seorang pendidik dituntut untuk memiliki sejumlah
ilmu yang akan diajarkan, memiliki integritas kepribadian, mempergunakan
berbagai metode pembelajaran, dan memahami diferensiasi (kepribadian
maupun sosial) peserta didik, baik mental, spiritual, intelektual, maupun
agama yang diyakini berikut dengan berbagai pendekatannya. Ada empat
konsep yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik, yaitu: Pertama,
mengembangkan potensi (fitrah) peserta didik. Kedua, mengembangkan
pengajaran yang bersifat verbalistik. Ketiga, mencatat seluruh aktivitas
peserta didik sebagai pedoman untuk melakukan pembinaan dan proses
pendidikan selanjutnya. Keempat, memformulasi kondisi yang kondusif
dalam mengembangkan sistim pendidikan secara efektif dan efesien, serta
meminimalisasi faktor-faktor yang dapat menghambat pencapaian tujuan
pendidikan Islam.
85

Agar pendekatan di atas terlaksana dengan baik, maka menurut Hamka


seorang pendidik dituntut terlebih dahulu mengetahui tugas dan tanggung
jawabnya, yaitu berupaya membantu dalam rangka membimbing peserta
didiknya untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan
menguasai keterampilan yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun
masyarakat luas. Untuk terciptanya kondisi yang demikian, maka seorang
pendidik dituntut untuk terlebih dahulu memperluas pengalaman dan
wawasan keilmuannya, memperhalus budi pekertinya, bijaksana, pemaaf,
tenang dalam memberikan pengajaran, tidak cepat bosan dalam memberikan
pelajaran terutama terhadap materi pelajaran yang Kurang dimengerti oleh
sebagian peserta didik, serta memerhatikan kondisi baik fisik maupun psikis
peserta didik.172

Menurut Hamka, didikan di sekolah bertali dengan didikan di rumah.


Hendaklah ada kontak yang baik di antara orang tua murid dengan guru.
Kadang-kadang datang mendatangi, ziarah menziarahi, selidik menyelidiki
tentang tabiat anak yang dalam didikan itu. Tentu saja di dalam didikan secara
Islam, akan mudah melakukan ini. Sebab kalau rumah guru berdekatan
dengan rumah orang tua murid, sekurangnya sekali sehari, diantara Maghrib
dan Isya, guru dan orang tua murid itu akan bertemu di surau. Dan kalau
rumahnya berjauhan, akan bertemu di di Jum‟at. Kesempurnaan didikan anak
itu dapat dibicarakan dengan baik.

Kepandaian orang tua mendidik anak, adalah menjadi penolong guru.


Jika tugas mendidik hanya dilimpahkan kepada guru maka hasil akan tidak
maksimal. Pengaruh keadaan sekeliling, pengaruh pekerjaan, kepandaian dan
pendidikan orang tua di zaman dahulu, pun besar kepada anaknya. ”Air itu

172
Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 211
86

turun dari cucuran atap , demikian kata pepatah. Hal itu dapat dibuktikan;
jika ayahnya bodoh, sontok pikirannya, hal itupun menurun kepada anaknya,
demikian juga jika ayahnya orang pintar, maka kepintaran itu akan turun
kepada anaknya. Di sinilah gunanya guru.173

Hamka optimis bahwa anak yang berasal dari keturunan orang bodoh
dan terbelakang bisa menjadi pandai dan maju jika diajar dan dididik oleh
guru yang baik.

Adapun pendidik yang baik, menurut Hamka harus memenuhi syarat


sekaligus kewajiban sebagai seorang pendidik, yaitu;

a. Berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta didiknya.


b. Memelihara martabatnya dengan akhlak al-karimah, berpenampilan
menarik, berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang
tercela. Sikap yang demikian akan menjadi contoh yang efektif untuk
diteladani peserta didiknya.
c. Menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, tanpa ada yangditutup-tutupi.
Berikan kepada peserta didik ilmu pengetahuan dan nasihat yang berguna
bagi bekal kehidupannya di tengah-tengah masyarakat.
d. Hormati keberadaan peserta didik sebagai manusia yang dinamis dengan
memberikan kemerdekaan kepada mereka untuk berpikir, berkreasi,
berpendapat, dan menemukan berbagai kesimpulan lain.
e. Memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan tempat dan waktu, sesuai
174
dengan kemampuan intelektual dan perkembangan jiwa mereka.

173
Ibid., hlm. 225-226
174
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 152
87

Tidak menjadikan upah atau gaji sebagai alasan utama dalam mengajar
peserta didik. Menurut Hamka, tidaklah salah bekerja untuk mencari upah.
Tetapi bila usaha itu sudah cari upah semata-mata, sehingga tidak ada lagi
rasa tanggung jawab kepada baik atau buruknya pekerjaan, alamat semuanya
akan rusak dan akhirnya celaka. Orang yang bekerja hanya semata-mata
memandang upah, tidaklah dapat dipercaya. Dia membaguskan pekerjaan dan
membereskan buah tangannya bukan karna ingin kebagusan, tetapi karna
ingin upah. Jika upah sudah diturunkan, pekerjaannya sudah dibatalkanya,
175
sehingga mutunya menjadi mundur.

Menanamkan keberanian budi dalam diri peserta didik. Keberanian


budi, ialah berani menyatakan suatu perkara yang diyakini sendiri
kebenarannya; tidak takut gagal, salah ataupun dicela orang lain. Untuk
menanamkan bibit-bibit keberanian kepada anak-anak, maka ahli pendidik di
benua Eropa dan Amerika, mendapat beberapa jalan; yaitu:

1) Menguatkan pelajaran senam (sport), sehingga badan dan fikirannya


sehat.
2) Mengajarkan dan menceritakan riwayat orang-orang yang berani, yakni
para pahlawan bangsa dan pejuang-pejuang Islam.
3) Biasakan berterus terang bercakap-cakap.
4) Tidak percaya kepada khurafat.
5)
Memperkaya akal dengan ilmu yang memberi faedah.176

Agar ilmu melekat di hati peserta didik, Hamka mencontohkan Engku


M. Syafei (Alm), pendidik yang masyhur di Kayu Tanam. Hamka bercerita:

175
Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 172
176
Ibid., hlm. 209-211.
88

Pada suatu hari datanglah murid-murid kepada Engku M. Syafei (Alm)


meminta supaya hari itu diajarkan pelajaran Ilmu Bumi Ekonomi. Ketika itu
mereka sedang berada di halaman sekolah, bukan di dalam kelas. Waktu itu
sajalah Engku M. Syafei memperlakukan permintaan itu sambil berdiri.
Diberinya keterangan tentang kekayaan dan kesuburan tanah air, buah-buahan
yang bisa tumbuh dan hasil yang dapat dibawanya kepada putera bumi itu
sendiri, kalau mereka bersungguh-sungguh. Disuruhnya murid-muridnya itu
menentang puncak Gunung Singgalang bahwa di sana ada kekayaan yang
tidak tepermanai. Lalu disuruhnya pula mendengarkan bunyi aliran air di
Batang Anai yang hebat dahsyat, lalu dinyatakannya pula faedah yang dapat
diambil darinya. Sehingga termenunglah murid-murid itu dan lekat di hati
mereka keterangan gurunya. Pelajaran seperti itu jauh lebih besar bekasnya
kepada jiwa mereka, dari jika disuruh duduk berbaris menghadapi bangku.177

Hal ini mengindikasikan bahwa suatu ilmu tidaklah lekat di dalam hati
dan jiwa, tidaklah terpasang kepada diri kalau tidak diamalkan, dibiasakan,
dan dicobakan.178

Mengenai pendidik, secara garis besar Hamka berpendapat bahwa


pendidik adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,
berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.179

Namun, seiring berjalannya waktu makna pendidik mengalami


pergeseran ke arah yang lebih dangkal. Pendidik dianggap sekedar sebagai
orang yang mengajar kepada siswa untuk menambah pengetahuan. Hal ini
bertentangan dengan kewajiban pendidik untuk tidak hanya mengajar tetapi

177
Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 71
178
Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 54
179
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3
89

sekaligus mendidik. Yang dimaksud mengajar dalam hal ini adalah membantu
anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Sedangkan
mendidik adalah suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah
kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Jadi pengertian mendidik
lebih bersifat mendasar, tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga
transfer of values.

Di lembaga-lembaga pendidikan yang terjadi sesungguhnya bukanlah


pendidikan dalam arti sebenarnya, tapi sekedar pengajaran. Transformasi yang
terjadi hanya sebatas transformasi yang hanya melibatkan peran keilmuan
guru dan kebodohan murid. Asumsinya, murid menjadi pintar berkat
pengajaran sang guru. Pendidikan dianggap tidak begitu penting, mungkin
saja karena hasilnya dianggap kurang konkrit. Justru pengajaranlah yang
begitu ditekankan habis-habisan. “Pendidikan dan Pengajaran” yang menjadi
jargon sistem pendidikan di Indonesia selama bertahun-tahun, dengan
demikian, menghasilkan format yang tidak seimbang.
Dalam “pengajaran”, guru akan bertindak sebagai orang yang paling
pintar di kelas, dan siswa adalah objek yang dikenai blueprint kemana guru
berkehendak, sementara dalam “pendidikan”, yang lebih ditekankan adalah
transformasi perilaku, transformasi etika, transformasi moralitas, dan bukan
transformasi gaya berfikir. Makna pendidikan telah tereduksi sedemikian rupa
sehingga menjadi sekadar sekolah dan lembaga pendidikan lainnya, atau
sekedar pengajaran (termasuk penataran) dan pelatihan, maka semua itu akan
berbuah pada irasionalitas, immoralitas, dan agresivitas. Sistem pendidikan di
Indonesia telah mengikuti antagonisme pendidikan ‟gaya bank‟, yaitu guru
mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa; guru
berpikir, murid dipikirkan; guru bicara, murid mendengarkan; guru mengatur,
murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti;
guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan
90

tindakan gurunya; guru memilih apa yang akan diajarkan, murid


menyesuaikan diri; guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan
wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan
murid-murid; guru adalah subyek proses belajar, murid adalah obyeknya.180
Posisi guru dalam pendidikan bukan sebagai penjamin dalam
pembelajaran, melainkan sebagai media dalam proses. Apa yang diterima dan
resepsi oleh siswa merupakan ilmu dan wawasan dari kenyataan hidup secara
umum, bukan semata-mata dari pendidik. Guru tidak menjadikan siswa
sebagai „kepanjangan tangan‟ dari tendensi atau ideologi personal pendidik.
Guru menempatkan diri sebagai media antara siswa dengan masyarakat,
antara manusia dan dunia. Ilmu yang diajarkan merupakan refleksi dan
manifestasi dari kenyataan hidup sekitar.
Praktik pendidikan „gaya bank‟ masih berlaku dan bisa diterima
dalam kelompok pendidikan agama di pondok pesantren. Hal itu ditimbang
dari materi dan bahan ajar yang basis bahasanya bukan bahasa Indonesia.
Selain itu, masih banyak diberlakukan sistem hafalan, terlebih lagi berkaitan
dengan hukum dan tauhid. Berbeda dengan sistem pendidikan formal di
Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia dan mengajarkan kemampuan dan
wawasan tentang disiplin ilmu tertentu tanpa kekhawatiran salah dan
menanggung konsekuensi dosa.
Bukan maksud membandingkan antara pendidikan formal umum dan
pondok pesantren, namun kenyataan yang umum terjadi tersebut tidak dapat
disamakan. Hamka sebagai sosok yang peduli dan inten pada pendidikan tentu
menyadari hal demikian. Pandangan Andreas Harefa tersebut tidak secara
mentah-mentah mengkritisi praktik dan kenyataan pendidikan secara umum
dan disamaratakan posisinya. Ungkapan tersebut mengarah pada fungsi

180
Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta; Harian Kompas,2000), hlm. 11
91

efektif guru untuk mempertimbangkan mental, karakter, dan fitrah siswa


sebagai manusia yang potensial.
Pola pendidikan demikian dapat menyebabkan mental dan karakter
individu siswa tidak berkembang. Tidak hanya informasi dan wawasan yang
perlu dikuasai oleh siswa, namun sikap dan tindakan siswa sebagai makhluk
sosial menjalankan tugas dan fungsinya di masyarakat. Jauh di masa lampau
Hamka sudah memaparkan kondisi tersebut dalam pendidikan. Mengenai
pendidik, secara garis besar Hamka berpendapat bahwa pendidik adalah sosok
yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta
didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.181
Sesuai rumusan tujuan pendidikan di Indonesia, yaitu membekali
siswa dengan kemampuan kogntif, afektif, psikomotorik. Kemampuan
tersebut menjadi sangat penting dalam pelaksanaan hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Bagaimana ilmu yang didapat oleh siswa di sekolah
tidak hanya sebatas informasi dan wawasan, namun bagaimana menyikapi
keadaan yang ada di sekitar dengan penuh tanggung jawab. Dengan proses
pembelajaran di sekolah, siswa diharapkan mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya di masyarakat dengan segenap wawasan dan ilmunya.
Selain penguatan mental dan wawasan keilmuan siswa, Hamka juga
menekankan sifat tawakal dalam pengajaran. Hal itu sudah menjadi sikap
hidupnya, yang bisa diamati dari tulisan-tulisannya.
“Nikmat Ilahi ada di sekeliling tiap-tiap insane, ada di dusun, ada di kota, ada
di gunung dan ada di lurah, dan ada di daratan dan ada di lautan. Tetapi nafsu tiada
merasa puas atau tidak ingat nikmat yang ada di sekelilingnya itu; dia hanya melihat
kekurangannya. Yang senantiasa diperhatikannya ialah nikmat yang ada di tempat
lain, dan yang ada di orang lain. Kelak, kalau dia ada kesempatan pindah ke tempat

181
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3
92

yang dilihatnya itu, dia akan menyesal dan dia teringat pulang, yaitu pada hari yang
tiada berguna padanya penjelasan lagi…”182
Dalam proses pembelajaran, sifat tawakal dan tawadhu sangat
penting dimiliki oleh seorang guru. Petikan dari tulisan Hamka menunjukkan
bagaimana manusia memiliki nafsu yang sering menguasai diri manusia. Guru
dianjurkan agar menghindari dan membentengi diri dari godaan nafsu yang
sering muncul ketika melihat orang lain tanpa introspeksi diri.

D. Relevansi Konsep Guru Menurut Hamka dengan Pendidikan Indonesia


Keberhasilan pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia masih jauh
dari yang diharapkan. Selain masalah-masalah baru yang bermunculan,
terdapat juga berbagai problematika lama yang belum tuntas diselesaikan dan
dicarikan penyelesaian, sehingga pekerjaan rumah bagi pemerintah dan
stakeholder pendidikan semakin menumpuk.
Menurut Arif Rachman, seorang pakar pendidikan, berpendapat bahwa
beberapa titik lemah pendidikan Islam di Indonesia yang menghambat
kemajuannya adalah:
1. Keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif dan
nyaris tidak mengurus ranah efektif dan psikomotorik.
2. Peserta didik menjadi obyek didik dan bukan pelaku aktif.
3. Proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran. Sehingga materi
pelajaran menjadi yang tidak relevan dengan kenyataan. Hal ini terbukti
dengan terjadinya kesenjangan antara dunia sekolah dan dunia kerja.
4. Titel dan gelar pendidikan menjadi target pendidikan yang tidak disertai
dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni sehingga terjadi “pengejaran
titel” yang tidak sehat.
5. Profesi guru terkesan menjadi profesi ilmiah saja dan kurang disertai dengan

182
Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta: Balai Pustaka. edisi revisi, 2013), hlm.
111
93

bobot profesi kemanusiaan sehingga hubungan guru dan murid terkesan


sebagai hubungan produsen dan konsumen. Hal ini diperparah dengan
kedudukan profesi guru yang secara finansial berada pada profesi papan
bawah
6. Manajemen pendidikan yang menekankan tanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan kepada pemerintah dan bukan kepada seluruh stake holder
141
pendidikan seperti masyarakat, ortu, guru dan siswa itu sendiri.
Menurut penulis, rumusan masalah mengenai pendidikan di Indonesia
yang telah disebutkan oleh Arif Rachman di atas telah sejak lama menjadi
kendala pendidikan nasional yang menggelisahkan pikiran dan hati masyarakat
Indonesia, terutama seorang pemikir bernama Hamka. Hal ini terbukti dari
hasil pemikiran dan perenungannya yang secara tersirat terdapat di karya-karya
tulisnya. Jika Arif Rachman mengatakan bahwa proses pendidikan berubah
menjadi proses pengajaran sehingga materi pelajaran menjadi tidak relevan
dengan kenyataan, maka jauh-jauh hari Hamka telah berpendapat bahwa pada
masa ini, banyak terdapat sekolah-sekolah yang mengajarkan agama, tetapi
tidak mendidikan agama. Maka keluar pulalah anak-anak muda yang alim
ulama, bahasa Arabnya seperti air yang mengalir, tetapi budinya rendah. Sama
sajalah harganya sekolah-sekolah semacam ini dengan sekolah yang tidak
mengajarkan dan mendidikan agama.183 Pernyataan di atas mengandung arti
bahwa pengajaran semata tanpa diiringi dengan upaya mendidik hanya akan
mengasilkan peserta didik yang cerdas tapi kurang berbudi. Hal ini tentu akan
menyalahi rumusan tujuan pendidikan Indonesia sebagaimana termaktub
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No. 20 th.
2003).
Proses pendidikan harus dimulai sejak dini, bahkan semenjak anak lahir

183
Hamka, Falsafah Hidup, op. cit., hlm. 205-206
94

ke dunia. Pendidikan pertama yang harus dilakukan ketika anak lahir oleh
orang tua sebagai pendidik adalah dengan mengazankan dan
mengiqomahkannya. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa rahasia dilakukannya
adzan dan iqomah di telinga bayi yang baru lahir mengandung harapan yang
optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga sang bayi adalah
seruan adzan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta
syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam.
Perlakuan ini menerangkan akan kepedulian Nabi Muhammad saw. terhadap
aqidah tauhid yang harus ditanamkan secara dini dalam jiwa sang anak dan
sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu sang bayi
semenjak kehadirannya dalam memulai kehidupan barunya di alam dunia.184
Lebih jelasnya, pemikiran Hamka yang menghendaki keseimbangan
antara peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam proses pendidikan dan
pengajaran anak adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;
1. Perawatan bayi yang baru lahir
Begitu anak dilahirkan, dimulailah saat awal dari kehidupan bayi.
Inilah yang ditunjukan Islam dalam pendidikan anak, yang berbeda dari
seluruh metode pendidikan yang pernah ada di dunia. Orang tua ditugasi untuk
menancapkan tiang pendidikan guna membangun masa depan anak. Tiang itu
adalah adab Islami, sunnah Nabi dan metode Rabbani. Adapun tiga adab
terpenting, diantaranya adalah:
a. Adab pertama, dikumandangkan adzan dan iqomah di kedua telinga
bayi sebagaimana sedikit disinggung di atas. Itu dilakukan agar hal
pertama yang didengarnya dalam wujudnya adalah ketauhidan Allah.
b. Adab kedua, memilihkan nama yang baik untuk anak. Pemilihan nama
yang baik adalah pertanda yang jelas dalam pendidikan secara tidak
langsung. Karena, dalam nama setiap orang terdapat peruntungannya.

184
http://titipan-cucu.blogspot.com/2010/05/anjuran-menyerukan-adzan-pada-
telinga.html
95

c. Adab ketiga, memuliakan anak dengan pelaksanaan aqiqah untuk


memberitakan kebahagiaan dan kesenangan atas kelahirannya. Aqiqah
juga merupakan ungkapan syukur kepada Allah swt.
Ketiga adab tersebut merupakan satu kesatuan yang dibebankan kepada
orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Selain sebagai konsekuensi
atas kewajibannya memenuhi syariat Islam, ketiganya dilakukan juga sebagai
langkah awal untuk pendidikan selanjutnya agar berlangsung dengan baik dan
mudah.
2. Perawatan anak dari kecil
Yakni dalam menyediakan makanan, minuman dan pakaiannya, juga
menjaga kesehatan fisiknya. Semua itu agar anak sehat akalnya, kuat
jasmaninya dan sehat pula inderanya. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia
tidak terpisah-pisah, dimana apabila kehidupannya kuat pada waktu ia kecil,
maka pada waktu ia dewasa hal itu akan berlanjut.
3. Membangun hubungan kemasyarakatan yang kuat
Diantara unsur-unsur pendidikan Islam adalah agar orang tua
memberikan petunjuk kepada anak untuk memilih teman yang baik. Jika tidak,
mereka akan memilih teman sekolah sekehendak hati mereka, sedangkan
teman berpengaruh besar terhadap perkembangan pribadi anak, baik yang
merusak atau memperbaiki.
Metode pendidikan untuk mengarahkan anak-anak dalam memilih
teman yang baik adalah orang tua menemani anak-anak mereka ketika mereka
berkunjung ke rumah teman-teman orang tuanya, agar anak mengenal teman
sebayanya dan orang tua saling mengenal sehingga terjalin hubungan yang
baik dalam mengawasi anak-anaknya.185
Upaya-upaya di atas adalah refleksi pemikiran Hamka yang mengutip
perkataan Hukama bahwa adab-sopan anak-anak itu dibentuk sejak dari

185
Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: A. H Ba’adillah
Press, 2002), hlm. 56-67.
96

kecilnya. Karena ketika kecilnya masih mudah membentuk dan mengasuhnya,


belum dirusakkan oleh adat kebiasaan yang sukar meninggalkan. Tiap-tiap
manusia apabila telah terbiasa mengerjakan dan mentabiatkan suatu pekerti
sejak kecilnya, yang baik atau yang buruk, sukarlah membelokkannya kepada
yang lain, apabila dia telah besar.186

4. Badan pembantu sekolah


Badan pembantu sekolah ialah organisasi orang tua murid dan guru.
Organisasi yang dimaksud merupakan kerja sama yang paling terorganisasi
antara sekolah atau guru dengan orang tua murid.
Badan pembantu sekolah sekarang dikenal dengan istilah Komite
Sekolah. Komite Sekolah ini berfungsi untuk mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan dan efesiensi
pengelolaan pendidikan. Dalam hal ini masyarakat dapat menyalurkan
berbagai ide dan partisipasinya dalam memajukan pendidikan di daerahnya.
Melalui komite sekolah, masyarakat atau orang tua murid sebagai
penyumbang dana berhak menuntut sekolah apabila pelayanan dari sekolah
tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini dikarenakan pengadaan
media dan fasilitas pendidikan memegang peranan yang urgen pula dalam
menunjang keberhasilan dalam proses belajar agar lebih optimal.
5. Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga
Surat menyurat ini diperlukan terutama pada waktu-waktu yang sangat
diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak didik, seperti surat peringatan dari
guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat, sering membolos, sering
berbuat keributan, dan sebagainya. Surat menyurat ini juga sebenarnya sangat
baik bila dilakukan oleh orang tua kepada guru atau langsung kepada kepala
sekolah untuk memantau keadaan anaknya di sekolah.

186
Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 226
97

6. Adanya daftar nilai atau raport


Raport yang biasanya diberikan setiap semester kepada para murid ini
dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan orang tua. Guru
dapat memberi surat peringatan atau meminta bantuan orang tua bila hasil
raport anaknya kurang baik, atau sebaliknya jika anaknya mempunyai
keistimewaan dalam suatu mata pelajaran, agar dapat lebih giat
mengembangkan bakatnya atau minimal mampu mempertahankan apa yang
sudah dapat diraihnya.
Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjalin kerja
sama antara pendidik, orang tua dan guru di zaman sekarang. Semua bentuk
kerja sama tersebut sangat besar manfaatnya dalam memajukan pendidikan
bagi anak didik.187 Namun demikian, saling membantu dan kerja sama ini tidak
akan berjalan sempurna kecuali dengan adanya dua syarat pokok berikut:
Pertama, hendaknya antara pengarahan orang tua dan guru tidak bertentangan.
Kedua, hendaknya saling membantu dan kerja sama itu bertujuan untuk
menegakkan penyempurnaan dan keseimbangan dalam upaya membina pribadi
yang Islami. Jika kerja sama ini memenuhi persyaratan tersebut, kemungkinan
besar ruhani, jasmani, dan fisik anak akan menjadi sempurna; di samping akan
menjadi insan yang berkeseimbangan, juga akan mengundang kekaguman
banyak orang.188
Kerja sama di atas merupakan salah satu bentuk ikhtiyar untuk
melahirkan generasi-generasi yang tangguh dalam menghadapi tantangan-
tantangan hidup, sehingga pribadi yang berdaya guna dan bermutu tak lagi
menjadi pemandangan ganjil di negeri berkembang seperti Indonesia.

187
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum dan Agama Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 90-94

188
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1992), Cet- 1, hlm. 361-362.
98

Kesadaran atas pentingnya mengintegrasikan peran orang tua, guru dan


masyarakat merupakan bentuk tanggung jawab yang dibebankan kepada
seluruh aspek stakeholder pendidikan Islam. Hal ini agar proses pendidikan
dapat terjadi secara optimal dan berkesinambungan, sehingga peserta didik
selalu terkontrol dari masa ke masa perkembangannya dan menjadi lebih baik
dan meningkat dalam hal akademisi maupun karakternya. Dengan
mengimplementasikan pendekatan semacam ini, maka tercapainya tujuan
pendidikan tidak hanya akan menjadi angan-angan kosong.
Konsep guru menurut Hamka mempertimbangkan nilai-nilai universal
dan norma-norma yang berlaku di masayarakat serta dinamika perkembangan
manusia. Norma tersebut terejawantah dalam aturan-aturan dan praktik yang
dijalankan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dalam cakupan yang lebih
luas, pandangan Hamka tentang guru menjadi konsep pendidikan yang
visioner, memperhatikan masa depan bangsa dan budaya Indonesia sesuai
dengan fitrah manusia yang dipenuhi potensi.
Untuk mencapai tujuan pendidikan secara komprehensif, selain
moralitas yang perlu dikuatkan, penguasaan kompetensi materi penting
ditingkatkan. Pembekalan ilmu agama dan ilmu umum harus sama-sama
dikuasai penuh. Guru dalam hal ini mengemban tanggung jawab sebagai
pendidik sekaligus pembimbing untuk mencapai tujuan pendidikan dari segi
jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. Hamka menandaskan hal itu dalam
pendidikan Indonesia sedianya agar bangsa Indonesia mampu aktif dan
bersaing di kancah global.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
pemikiran Professor. Doctor Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim
Amarullah (HAMKA) tentang Guru Adalah:
Sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,
berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.
Namun sosok guru yang dikehendaki hamka masih belum sepenuhnya dapat
diwujudkan di masa sekarang

B. Saran-Saran
Sesuai dengan kesipulan terrsebut diatas maka disarankan hal-hal sebagai
berikut:
1. Lembaga pendidikan tempa keguruan (LPTK) dapat mencetak guru sesuai
yang diinginkan HAMKA
2. Membangun kesadaran untuk melaksanakan tugas-tugas seorang guru sesuai
yang dihendaki HAMKA

C. Penutup
Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang selalu memberikan petunjuk
dan bimbingan serta kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas
akademisi ini, yaitu penyusunan skripsi tanpa halangan yang berarti.
Penulis sangat mengharapkan masukan dari pembaca, baik berupa kritik
maupun saran atas penyusunan karya ilmiah ini.Semoga tulisan ini memberikan
manfaat bagi kita semua.Amin.

98
99

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Filsafat Islam, Semarang: CV. Toha Putra, 1982.

Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghiy. Semarang: CV. Toha Putra.


Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Ciputat
Press. 2005.

Chirzin, Muhammad Chirzin.Permata Al-Qur’an. Yogyakarta: Qiktas, 2003.


dulrohman.blogspot.com/2011/11/tafsir-at-tahrim-ayat-6-peliharalah.html
Hadi, Sutrisno. Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset. Cet. XXV, 1997.

Hamka, Lembaga Budi, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

_______, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Jakarta: Balai Pustaka. Edisi revisi,
2013.

_______. Falsafah Hidup. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1984.

_______. Hamka di Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

_______. Lembaga Hidup, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.

_______. Pandangan Hidup Muslim, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.

_______. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.
_______. Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.

Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada. 2005.

http.//fithab.multiply.com/journal/item/52, 24-02-2015

http://Bdksemarang.Kemenag.Go.Id/, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:15


WIB)
100

http://tanbihun.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam/ _ftn8, 27-01-2015

http://triquranhadits.blogspot.com/2013/06/al-quran-hadits-materi-kelompok-4at.html
http://www.lpmpsulsel.net, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:30 WIB)

Ibnu Rusn, Abidin. Pemikiran al-Ghazal tentang Pendidikan Islam. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. Cet. I, 1998.

Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia
Cerdas, 2013.

Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005.


Langgulung , Hasan. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma‟arif
2000.

Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan


Pendidikan. Jakarta: PT. Al Husna Zikra. Cet. III, 1995

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


1994.

Mudlofir, Ali. Pendidik Profesional: Konsep, Strategi, dan Aplikasinya dalam


Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2012.

Mulyasa, E.. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet. VI, 2007.

Mustafah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber


Belajar Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Group, Cet. II, 2012.

Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. V, 2010.

Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
101

_______. Perspektif Islam tentang Hubungan Guru-Murid, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2009.

Natsir, Muhammad. Kapita Selekta. Bandung: Van Hoeve, 1965.

Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka


tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

_______, Samsul. Ramayulis. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Ciputat: Quantum


Teaching, 2005.

Saudagar, Fachruddin, dan Ali Idrus. Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta:


Gaung Persada Press, Cet. III, 2011.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet.
VI, 2012.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya. Cet ke. III, 2007.

Surakhmad, Winarno Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik. Bandung:


Transito. 1998.

Anda mungkin juga menyukai