Anda di halaman 1dari 98

PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELUARGA DALAM

MEMBENTUK KEPRIBADIAN REMAJA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :
MAHMUDAH
NIM : 107011001030

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ABSTRAK

Nama : Mahmudah
Nim : 107011001030
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi :Peran Pendidikan Agama Islam di Keluarga dalam
Membentuk Kepribadian Remaja

Pendidikan agama Islam yang diberikan pada remaja menuntut peran serta
keluarga karena dari institusi keluarga dapat memberikan pengaruh perkembangan
kepribadian kepada remaja. Pemberian pendidikan agama Islam dalam keluarga
terhadap pembentukan kepribadian remaja bertujuan untuk membimbing remaja agar
terbentuknya kepribadian Islami. Yaitu bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak
mulia, menjalani ibadah dengan baik serta mencerminkan dari sikap dan tingkah laku
anak dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama
makhluk, serta lingkungannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pendidikan agama
Islam di keluarga dalam membentuk kepribadian Islam. Sejauh mana orang tua
berperan terhadap pendidikan anak-anaknya.
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka
dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu
menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk
menganalisis peran pendidikan agama Islam untuk menumbuhkan kepribadian Islami
remaja. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada
Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan
mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang
dibahas.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan peran pendidikan agama
Islam dalam keluarga dalam membentuk kepribadian remaja adalah sebagai berikut :
1) pendidikan agama Islam berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama
Islam pada remaja. Yaitu menanamkan nilai-nilai aqidah pada remaja, 2) kemudian
berperan pada pembinaan ibadah pada remaja, 3) juga berperan menanamkan nilai-
nilai akhlak pada remaja, 4) dan berperan menanamkan rasa ingin tahu (akal pikiran)
bagi remaja. Dengan dengan demikian remaja akan mampu tumbuh berkembang dan
mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang ini, serta mampu menjalani
kehidupannya sebagai hamba Allah.

i
KATA PENGANTAR

‫بسم اهلل الرّ حمن ال ّر حيم‬

Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmat-Nya,
zat yang Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik
jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun
yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang
terlena maupun terjaga atas sunnahnya.
Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin, penulis mengucapkan rasa syukur
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta.

Laporan skripsi ini membahas tentang Peran Pendidikan Islam dan


Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Remaja

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik
secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya,
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Nurlena Rifa’I, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Jakarta beserta staf-stafnya.
2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
3. Ibu Marhamah Shaleh Lc, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Agama Islam.

ii
4. Bapak Syamsul Aripin, MA, selaku pembimbing Skripsi yang telah
memberikan waktu, tenaga untuk membimbing, mengarahkan, dan
mengembangkan pemikiran kepada penulis demi terselesaikannya
penyusunan skripsi ini dengan baik. Terimakasih pak atas
bimbingannya.
5. Ibu Dra. Hj. Ello Al-Bugis M, Ag selaku penasehat Akademik,
terimakasih atas nasehat dan arahan buat penulis.
6. Pimpinan Perpustakaan Utama beserta staf-stafnya dan pimpinan
perpustakaan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya, yang juga telah memberikan
fasilitas untuk mencari atau mengadakan studi kepustakaan.
7. Segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan pendidikan Agama Islam, yang
telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi diri
pribadi penulis dan para mahasiswa pada umumnya.
8. Teruntuk ayah ku tercinta Bapak Kurtubi (Alm) semoga bahagia
dikhadirat-Nya dan ibunda tersayang Ramlah, terimakasih atas kasih
sayang yang tercurah semenjak penulis kecil sampai sekarang, yang
tak henti-hentinya memberikan do’a kepada penulis, serta dorongan
dan motivasi baik moral maupun material sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teruntuk kakak-kakakku tersayang, Lukmanul Hakim. Ahmad Muadz,
Dian Utami, Ahmad Sahal dan Ahmad Baedowi, yang telah
memberikan do’a, support dan motivasinya kepada penulis sehingga
dapat terselesaikannya skripsi ini.
10. Teruntuk para keponakan-keponakanku Zulfan, Zahira, Zaky, Fathiya,
Zayyan, Chaca, sulthan, Alif, Raju dan Azri yang telah menghibur dan
memberi semangat kepada penulis sehingga penulis tak jenuh dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teruntuk abdul Malik yang telah memberikan do’a support dan
motivasinya kepada penulis.

iii
12. Teruntuk sahabat-sahabatku Qiroatul Husna, Marlina, Suaibah,
Fitryah, Lili Mufliha, Mawadah, Abdul Aziz, Ridwanullah, Saeful
Bahri, Anis Nurmala yang telah memberikan motivasi, support, do’a
yang selalu mendukung, dan menyemangati penulis selama ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,


mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah
diberikan menjadi amal ibadah di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan
pada umumnya.

Jakarta, 25 Juli 2014

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING


LEMBAR PENGESAHAN PENGGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 5
D. Perumusan Masalah .......................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian. .............................................................................. 6

BAB II KAJIAN TEORETIK


A. Peran Keluarga Bagi Remaja ............................................ 7
1. Pengertian Keluarga ................................................................. 7
2. Fungsi Keluarga........................................................................ 9
3. Peranan Keluarga ...................................................................... 14
4. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan .................................. 16

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian ............ 17


1. Pengertian Kepribadian................................................... 17
2. Struktur Keperibadian Islam ........................................... 21
3. Bentuk-bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam .......... 25
4. Pengembangan Kepribadian Islam .................................. 26
5. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian Islam ............... 32

v
C. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap
Pembentukan Kepribadian Remaja ................................... 35
1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................ 35
b. Dasar Pendidikan Agama Islam .................................... 37
c. Tujuan Pendidikan Agama Islam ................................... 44
d. Materi Pendidikan Agama Islam .................................. 46
D. Pentingnya Pendidikan Agama Islam di Keluarga ........ 57
1. Konsep Remaja
a. Definisi Remaja .......................................................... 57
b. Ciri-Ciri Masa Remaja ................................................ 58
c. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep diri
Remaja ........................................................................ 63
2. Pembahasan Hasil Kajian yang Relevan.......................... 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Metode Penelitian ............................................................. 66
B. Fokus Penelitian .............................................................. 67
C. Prosedur Penelitian ........................................................... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN


1. Peran Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap
Pembentukan Kepribadian Remaja
A. Menanamkan Nilai-nilai Aqidah pada Remaja .................... 69
B. Menanamkan Nilai-nilai Ibadah pada Remaja ..................... 71
C. Menanamkan Nilai-nilai Akhlak pada Remaja ................... 74
D. Menanamkan Rasa ingin Tahu (Pendidikan Akal) .............. 75

vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 85
B. Implikasi ................................................................................... 85
C. Saran ......................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAK A .................................................. 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak
mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Dengan demikian, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan
keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan
amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir,
ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai
ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu
menjalankan tugasnya dengan baik.pengaruh ayah terhadap anaknya besar
pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai
diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya
sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.1
Anak yang sedang berkembang menuju remaja merupakan amanah
dari Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci
adalah bagaikan permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan
pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan
celaka dan binasa. Sedangkan memeliharanya adalah dengan upaya
pendidikan dan mengajarinya dengan akhlak yang baik.

1
Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h.
35.

1
2

Dalam perkembangan kepribadian seseorang, maka remaja


mempunyai arti yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat
yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Secara
jelas masa anak dapat dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Seorang
anak masih belum selesai perkembangannya, orang dewasa dapat dianggap
sudah berkembang penuh, ia sudah menguasai sepenuhnya fungsi-fungsi fisik
dan psikisnya. Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.
Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan
orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dewasa. Remaja
masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.2
Manusia sebagai makhluk pedagogik, yaitu makhluk Allah yang
dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik sehingga
mampu menjadi khalifah di muka bumi,pendukung dan pengembang
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah
yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat
berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari
fitrah itu. Itulah fitrah Allah yang melengkapi fitrah manusia. Firman Allah
SWT :

                

        

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-
Rum 30)

2
PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi perkembangan ;
Pengantar dalam berbagai bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2002),cet. Ke-
14, h. 258-259
3

Allah memang telah menciptakan semua makhluknya ini berdasarkan


fitrahnya. Tetapi fitrah Allah untuk manusia yang disini diterjemahkan
dengan potensi dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan
berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh
dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang.
Pendidikan agama berarti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi
Muslim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan Rosul-Nya.
Tetapi pribadi Muslim tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan
pengajaran dan pendidikan. Membina pribadi Muslim adalah wajib dan
karena pribadi Muslim tidak mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan,
maka pendidikan itupun menjadi wajib dalam pandangan Islam.
Setiap usaha, kegiatan dan pendidikan yang disengaja untuk mencapai
suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat.
Oleh karena itu pendidikan agama sebagai suatu usaha membentuk manusia,
harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua tujuan
pendidikan Islam itu dihubungkan.
Sebagai landasan pandangan seorang muslim disebutkan dalam ayat
Al-Qur’an :

     

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”


(QS. Ali-Imron : 19)
Oleh karena itu, bila manusia yang berpredikat Muslim benar-benar
menjadi penganut agama yang baik ia harus mentaati ajaran Islam dan
menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu
memahami, menghayati dan mengamalkan ajarannya. Untuk tujuan itulah
manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam.
Pendidikan agama Islam dalam kehidupan manusia sangatlah penting,
hal ini sangat berpengaruh pada pola tingkah laku seseorang. Tapi pada
kenyataannya pada saat sekarang ini banyak penyimpangan-penyimpangan
4

yang dilakukan khususnya dikalangan remaja, ini diakibatkan kurangnya


pendidikan agama Islam yang diajarkan dalam keluarga. Kenakalan remaja
yang terjadi pada saat sekarang ini diakibatkan oleh kurangnya pendidikan
Agama Islam yang diterapkan dalam keluarga dan mengakibat prilaku dan
tingkah laku remaja yang menjadi tidak baik atau melakukan penyimpangan-
penyimpangan seperti, mabuk-mabukan, tawuran, narkoba, seks bebas dan
lain-lain. Maka di sinilah peran penting dari pendidikan. Pendidikan agama
Islam harus lah diajarkan kepada anak-anak remaja, maka di sinilah peran
orang tua dalam mengajarkan pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan
dalam hal membentuk kepribadian remaja tersebut. Perhatian dan bimbingan
yang selalu tearah pada remaja akan memegang peranan yang penting dalam
menerapkan pendidikan agama islam.
Berdasarkan pandangan diatas, maka pendidikan agama adalah sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan istilah lain, manusia
Muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu hidup di
dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh cita-cita
Islam.3
Beranjak dari apa yang penulis paparkan di atas dapat dipahami bahwa
pembentukan kepribadian remaja perlu mendapat perhatian yang serius
dari para orang tua dalam keluarga, yang berdasarkan konsep Islami, yaitu Al
Qur’an dan Hadits.

Berdasarkan hal tersebut mendorong penulis untuk


membahasnya dengan judul yaitu “PERAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI KELUARGA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN
REMAJA”.

3
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia), h. 13.
5

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka teridentifikasi
masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya pembinaan pendidikan agama di lingkungan keluarga terhadap


proses pembentukan kepribadian remaja.
2. Masih banyaknya kenakalan dikalangan remaja, akibat kurangnya remaja
memiliki kepribadian yang baik.
3. Kurang teladan orang tua terhadap remaja dalam membentuk kepribadian
remaja.
4. Kurangnya perhatian/penghargaan orang tua terhadap remaja sehingga
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian remaja.
C. Pembatasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari pokok masalah
tersebut, maka penulis membatasi permasalahan peran pendidikan agama di
keluarga dalam membentuk kepribadian remaja dibidang pendidikan
keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta
pendidikan ilmu pengetahuan.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi pokok
masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimana peran pendidikan agama di
keluarga dalam membentuk kepribadian remaja ?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran
pendidikan agama di keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja.
Khususnya dalam mengembangkan kepribadian remaja dibidang pendidikan
keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta
pendidikan ilmu pengetahuan.
6

F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapakan agar :
a. Untuk mengetahui apa saja peran pendidikan agama dalam keluarga
terhadap pembentukan kepribadian remaja Khususnya dalam
mengembangkan kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan,
pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan
ilmu pengetahuan.
b. Sebagai pedoman bagi orang tua dalam membentuk kepribadian remaja
lewat pendidikan agama dalam keluarga.
c. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dibidang pendidikan agama
dalam membentuk kepribadian remaja.
7

BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Peran Keluarga Bagi Remaja
1. Pengertian Keluarga
Menurut kamus besar bahasa Indonesia keluarga adalah terdiri dari
ibu bapak dengan seisi rumah, orang yang seisi rumah yang menjadi
tanggungan dalam masyarakat, kesatuan kerabat, yang sangat mendasar
dalam masyarakat.1

Sedang pengertian keluarga menurut rohiman Notowidegdo adalah:


“ suatu institusi sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari sepasang
suami istri dan anak-anak yang terkait oleh hubungan biologis, sosial,
ekonomi, dan psikologi.2

Adapun dalam pengertian bahasa inggeris istilah orang tua dikenal


dengan sebutan “Parent” yang artinya “orang tua laki-laki atau ayah, orang
tua perempuan atau ibu.3

Dari pengertian di atas, melihat pengertian keluarga secara sempit,


yang dapat diartikan bahwa keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.
Bina Pustaka, 1980, cet. Ke-1, h. 326.
22
Rohiman Noto Widegdo, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Anta, 1992,), cet. Ke-4,
h.22.
3
Atabih Ali, Kamus Inggeris Indonesia Arab, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003),
cet.Ke-I, h. 593.
8

anak-anak. Sedangkan pengertian keluarga secara luas adalah: “suatu


keluarga inti dengan adanya tambahan dari sejumlah orang lain baik yang
sekerabat yang secara bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga
dengan keluarga inti.

Dengan melihat pengertian keluarga secara sempit dan luas, maka


dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu komunitas masyarakat
terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang di dalamnya juga
terdapat kerabat dari pihak suami dan istri serta orang lain yang dapat
hidup bersama dalam suatu rumah tangga.

Salah satu tujuan Syariat Islam adalah memelihara kelangsungan


keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh
undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan
ini sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga yang dilandasi
nilai-nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui
pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama,
sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling
umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. 4

Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21.

          

         

 

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. ar-Rum: 21)5
4
Fuaduddin TM, Pengasuh Anak Dalam Keluarga Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian
Agama Dan Jender, 1999), h. 4-5.
5
Departemen Agama RI,…h. 644.
9

Keluarga dalam dimensi hubungan sosial ini mencakup keluarga


psikologis dan keluarga pendagogis, keluarga psikologis merupakan
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan
masing-masing anggota memiliki pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
Sedangkan keluarga pendagogis adalah suatu persekutuan hidup yang
dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang
dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling
menyempurnakan diri. Menurut Ali Turkamani keluarga adalah “unit dasar
dan unsur fundamental masyarakat, yang dengan itu kekuatan-kekuatan
yang tertip dalam komunitas sosial dirancang dalam masyarakat”.
Dalam keluarga orang tua yaitu ibu dan bapak sebagai pendidik
dan anak sebagai terdidik yang mempunyai hubungan darah, maka
kewenangan pendidikannya pun bersifat kodrati. Pendidikan dalam
keluarga merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak. Dan
pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi
6
perkembangan berikutnya.
2. Fungsi Keluarga
Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan
dan keinginan keluarga sangat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan diri sesorang dan akan binasalah pergaulan seseorang bila
orang tua tidak menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Secara sosiologi keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk
menciptakan suatu masyarakat yang aman, tentram, bahagia, dan sejahtera,
yang kesemuanya itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga
sosial yang terkecil. Dalam buku keluarga muslim dalam masayarakat
modern dijelaskan bahwa: “berdasarkan pendekatan budaya keluarga

6
Ali Turkamani, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, (Jakarta : Pustaka Hidayah
1992), cet. Ke-1 h. 30.
10

sekurang-kurangnya mempunyai tujuh fungsi, yaitu fungsi biologis,


edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif, dan ekonomi.7
Keluarga khususnya orang tua mempunyi peran yang sangat
penting dalam menerapkan pendidikan agama Islam pada remaja. Karena
orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya serta
merupakan cerminan dari segala tingkah laku anaknya.

a. Fungsi Religius

Fungsi berkaitan dengan kewajiban keluarga untuk


memperkenalkan dan mengajak anak serta anggota keluarga lainnya
dalam kehidupan beragama dengan melakukan semua kegiatan yang
sesuia dengan ajaran-ajaran dan ketentuan agaama dengan menuju
keridhoannya.
Pendidikan agama yang pertama-tama diajarkan pada anak
dengan hal-hal yang mudah dipahami, misalnya mengucapkan asmaul
husna, membaca doa ketika akan melakukan sesuatu, mengajarkan
sholat, membaca Al-qur’an dan juga melatih untuk bisa belajar
berpuasa. Itulah sebagian dari pendidikan agama yang dasar yang
diajarkan kepada anak sehingga ketika ia sudah memasuki masa
remaja maka akan sudah terbiasa untuk menjalankan kehidupan yang
beragama.

b. Fungsi Biologis
Fungsi biologis keluarga berhubungan denagn pemahama-
pemahanan kebutuhan biologis anggota keluarga”.8 Di antara
kebutuhan biologis ini kebutuhan akan keterlindungan fisik guna
melangsungkan kehidupannya, keterlindungan kesehatan,
keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kelelahan, kesegaran
fisik. Termasuk juga kebutuhan biologis ialah kebutuhan

7
Jalaludin Rahmat dan Mukhtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat
Modern, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), cet. Ke-2, h. 20-21.
8
M.I. Soelaeman, Pendidikn dalam Keluarga,…(Bandung: CV. Alpabeta, 1994), h. 113.
11

mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai


generasi penerus dan dengan kata lain kelanjutan identitas keluarga.

c. Fungsi Edukatif
Yang dimaksud fungsi edukatif ialah, “fungsi keluarga yang
berkaitan dengan pendidikan anak khususnya, serta pembinaan
pendidikan anggota keluarga pada umumnya.9 Fungsi ini
mengharuskan setiap orang tua mengkondisikan kehidupan keluarga
menjadi situasi pendidikan yang dapat mendorong anak-anak untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan
pendidikan.
Dalam melaksanakan fungsi edukatif ini keluarga sebagai
salahsatu tri pusat pendidikan, dalam hal ini orang tua memegang
peranan utama dalam proses pembelajaran anaknya terutama dikala
mereka belum dewasa. Kegiatan pembelajaran orang tua anatara lain
melalui asuhan, pembiasaan, dan contoh teladan.

d. Fungsi Biologis

Fungsi biologis keluarga berhubungan denagn pemahama-


pemahanan kebutuhan biologis anggota keluarga”.10 Di antara
kebutuhan biologis ini kebutuhan akan keterlindungan fisik guna
melangsungkan kehidupannya, keterlindungan kesehatan,
keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kelelahan, kesegaran
fisik. Termasuk juga kebutuhan biologis ialah kebutuhan
mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai
generasi penerus dan dengan kata lain kelanjutan identitas keluarga

9
M.I Soelaeman, Pendidikan dalam Keluarga,...h. 685.
10
M.I. Soelaeman, Pendidikn dalam Keluarga,…(Bandung: CV. Alpabeta, 1994), h. 113.
12

e. Fungsi Protektif
Fungsi protektif (perlindungan ) dalam keluarga ini berfungsi
“memelihara, merawat dan melindungi si anak, baik fisik maupun
sosialnya”.
Fungsi ini menangkal pengaruh kehidupan pada saat sekarang
dan masa yang akan datang.
f. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak


menjadi anggota masyarakat yang baik, dalam melaksanakan fungsi
ini “ keluarga membentuk kepribadian anak melalui interaksi sosial,
mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan
nilai-nilai dalam masyarakat yang kesemuanya itu dilakukan dalam
rangka perkembangankepribadiannya.”

g. Fungsi Ekonomis

Fungsi ekonomis keluarga meliputi “pencarian nafkah”,


perencanaan serta pembelajaran dan manfaatnya.” Pada dasarnya yang
mengemban kesejahteraan keluarga, termasuk pencarian nafkah
keluarga. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa istri tidak diperkenankan
mencari nafkah, namun dalam keadaan demikian tanggung jawab
yang diemban oleh seorang suami tidaklah diserahkan istri
sepenuhnya karena hal ini dilakukannya untuk masa depan anak-anak
dan keluarganya.

h. Fungsi Rekreatif

Fungsi ini tidak harus dengan kemewahan serba ada,


melainkan melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan
damai. Fungsi rekreatif ini juga dapat membawa anggota keluarga
dalam merealisasikan dirinya dalam suasana yang bebas dan nyaman
sebagai selingan dari kesibukan sehari-hari. Hal ini dapat juga di dapat
dengan mencari hiburan di alam segar bersama keluarga.
13

Dengan melihat fungsi keluarga di atas, hendaknya dalam


pelaksanaan fungsi haruslah seiring sejalan antara yang satu dengan
fungsi yang lain, ketujuh fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan.
Sebuah keluarga tanpa fungsi biologis, maka keluarga akan punah,
tidak ada generasi penerus yang akan melanjutkan identitas keluarga.
Tanpa fungsi edukatif generasi yang dilahirkan akan berantakan, tanpa
fungsi religius generasi akan tersesat, tanpa funsi protektif tidak ada
ketentraman dan kedamaian dalam keluarga, tanpa fungsi sosialisasi
akan muncul generasi-generasi yang memiliki sifat individual yang
tinggi, tanpa fungsi rekretif rumah tangga terasa membosankan dan
meliputi kejenuhan dan tanpa fungsi ekonomis kesejahteraan rumah
tangga akan goyah.

Sedangkan H.Ali Akbar mengemukakan tentang fungsi


keluarga sebagai berikut:

1. Tempat istirahat sesudah kerja fisik mencari nafkah.


2. Menumbuhkan rasa cinta kasih dan melestarikannya.

3. Mendidik anak ( kedua orang tua ialah guru pertama dan utama
dalam bidang ini).

4. Mendidik diri sendiri dalam bidang agama seperti sholat


berjama’ah dan membaca Al-Qur’an.
5. Mendidik anak dalam beribadah, ketabahan, ketekunan belajar,
kesabaran akhlak, bertutur kata, berpakaian dan lain
sebagainya.
6. Mendidik anak dalam bidang kasih sayang, baik di antara
mereka maupun terhadap family dan orang lain di tengah
masyarakat.
7. Mendidik manajemen perbelanjaan agar tidak boros.
14

8. Mendidik anak dalam menyelsaikan pertiakaian dengan


musyawarah.11
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan
agama. Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
seorang anak mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di
lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan
tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang
kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia.
3. Peranan Keluarga

Setiap keluarga terdiri atas beberapa anggota keluarga yang


masing-masing anggota keluarga memiliki peranannya sendiri-sendiri
sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga yang bersangkutan, sehingga
menambah keharmonisan kehidupan keluarga.
Dalam keluarga sosok seorang ibu sangat diperlukan sebagai
pendidik dasar bagi anak-anaknya, maka dari itu seorang ibu hendaklah
seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sesuai dengan
fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga.
Bukan saja peran seorang ibu yang sangat dibutuhkan dalam
keluarga. Tetapi peran seorang ayah juga lebih sangat dibutuhkan dalam
membentuk perkembangan keluarga. 12

Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung


jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus menyebabkan anak-
anaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia
yang pada umumnya adalah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan
sosial dan keagamaan.13

11
Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina
Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h. 54.
12
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995), cet. Ke-8, h. 82.
13
Hasan Basri, Keluarga Sakinah, (Yogyakarta: Pustka Pelajar 1995), cet. Ke- 2, h. 90.
15

Suasana keluarga yang baik sekurang-kurangnya harus ditunjang


oleh 3 faktor anatara lain:

1. Keluarga dapat memberikan suasana emosional yang baik bagi anak-


anak, misalnya perasaan senang, aman, disayangi, dan dilindungi.
Suasana ini dapat tercipta apabila kehidupan rumah tangga diliputi
suasana yang sama.

2. Mengetahui dasar-dasar kependidikan terutama yang berkaitan dengan


kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan
mental anak. lebih lanjut orang tua juga bertanggung jawab pada tujuan
dan isi pendidikan yang diberikan kepada anaknya.
3. Bekerja sama dengan lembaga pendidikan dimana orang tua
memberikan amanatnya dalam mendidik anaknya. Bentuk kerja sama
ini anatara lain menyangkut anak belajar dan mengerjakan pekerjaan
rumah (PR) dari lembaga pendidikan tersbut.14
Sedang menurut utami Munandar bahwa secara umum keluarga
(orang tua) mempunyai tiga peranan terhadap anak, yaitu:

1. Perawatan fisik anak, agar anak belajar tumbuh berkembang dengan


sehat.
2. Proses sosialisasi anak, agar anak menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya.
3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak.
Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh orang tua kepada anak
merupakan pembinaan kebiasaan yang akan tumbuh menjadi tindakan
moral di kemudian hari. Dengan kata lain, setiap pengalaman, anak baik
yang diterima melalui penglihatan, pendengaran dan perlakuan pada waktu
kecil akan menjadi kebiasaan yang akan tumbuh di kemudian hari. Karena
itulah orang tua sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap pndidikan
anak.

14
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos 1999) cet. K-2, h. 212.
16

Dengan demikian, keluarga memiliki peranan yang sangat strategis


dalam pembentukan kepribadian anak yang tangguh.15

4. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan


Sejak seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, secara kodrati ia
masuk ke dalam lingkungan sebuah keluarga. Keluarga tersebut secara
kodrati juga mengambankan tugas mendidik dan memelihara anak,
dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani anak
tersebut. Orang tua secara direncanakan maupun tidak direncanakan akan
menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak terutama dalam sikap atau perilaku
serta keperibadiannya. Selanjutnya dengan disadari maupun tidak
disadari, anak membawa nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan keluarga itu
dalam berintraksi sosial di lingkungan luar.
Begitu pentingnya peranan yang harus dimainkan orang tua dalam
mendidik, sehingga banyak pakar pendidikan, seperti yang dikatakan oleh
Ki Hajar Dewantara bahwa “ alam keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah
alam pendidikan yang permulaan.”16
Dalam konsepsi Islam, keluarga "adalah penanggung jawab utama
terpeliharanya fitrah anak. Dengan demikian penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak lebih disebabkan oleh
ketidak waspadaan orangtua atau pendidik terhadap perkembangan
anak".17
Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya individu,
dimana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber
pendidikan nalar seorang anak. Keluarga ini juga dinilai sebagai lapangan

15
Utami Munandar,Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Anatra, 1992), cet.
Ke-2, h. 174.
16
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997), cet. Ke-
1, h. 115.
17
Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), cet. Ke-II, h. 144.
17

pertama, dimana di dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-


pengaruh dan unsur-unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.18

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian


1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian (personality) berasal dari bahasa Yunani yang
berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata personare yang berarti
pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng.19 Yaitu
topeng yang dipakai oleh aktor drama atau sandiwara yang dipakai
oleh aktor Yunani kuno. Tujuan pemakaian topeng ini selain untuk
menyembunyikan identitasnya, juga untuk keleluasannya dalam
memerankan sosok pribadinya.20
Istilah kepribadian dalam literature memiliki ragam makna dan
pendekatan. Sebagian psikolog ada yang menyebutnya dengan
1.Perseonality (kepribadian sendiri), sedang ilmu yang
membahasnya disebut dengan The psychology of personality atau
theory of personality, 2. Character (watak atau perangai), sedang
ilmu yang membicarakannya disebut dengan the psychology of
character atau characterology; 3. Type (Tipe), sedang ilmu yang
membahasnya disebut dengan sedang ilmu yang membahasnya
disebut dengan typology. 21
Kepribadian merupakan suatu konsep yang sudah lama
dibicarakan oleh para ahli. Allport (1960) berhasil mengumpulkan
beberapa konsep tentang kepribadian dari beberapa bidang dan
memformulasikan suatu definisi kepribadian. Menurut Allport,
kepribadian adalah organisasi yang dinamis dalam individu yang
mencakup system psikofisis yang menentukan penyesuaian diri yang

18
Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid,
(Jakarta: Mustaqim, 2004), h. 42.
19
Ramayulis, Psikologi Agama., (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 106.
20
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam., (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006), h. 17.
21
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 14.
18

unik terhadap lingkungannya. Agar definisi itu dapat dipahami secara


benar. Allport kemudian menjelaskan setiap bagian yang terkandung
dalam definisi yang dibuatnya.
a. Dynamic Organization
Menurut Alport kepribadian merupakan suatu organisasi
sentral yang terdiri dari komponen-komponen dan
menghubungkan komponen-komponen tersebut satu sama lain.
Organisasi pada kepribadian ini dinamis karena secara tetap
berkembang dan berubah. Sehingga kepribadian beserta elemen-
elemen yang ada di dalamnya itu aktif, selalu berkembang dan
berubah, memotivasi dan mengatur diri secara dinamis.
b. Psychophysical System
Istilah ini mengimplikasikan bahwa kepribadian bukan
hanya sekedar konstruk hipotesis yang dibuat oleh pengamat tapi
merupakan suatu fenomena nyata yang terdiri dari elemen mental
serta neural. Kedua elemen tersebut bersama-sama ada dan
melebur menjadi kesatuan kepribadian.
c. Determine
Istilah ini mengandung arti bahwa kepribadian mempunyai
peran aktif dalam menetapkan tingkah laku spesifik individu. Hal
ini menyebabkan individu akan melakukan penyesuaian diri dan
mengekspresikan tingkah laku ketika mendapatkan stimulus yang
sesuai. Allford juga mengatakan bahwa kepribadian adalah sesuatu
dan melakukkan sesuatu. Jadi jelas bahwa kepribadian memang
berada dalam diri individu dan dasar dari tingkah laku individu.
d. Unique
Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian pada diri individu
adalah unik, sehingga sesuatu yang ada dalam diri individu serta
usaha melakukan sesuatu adalah unik.
19

e. Adjustment to his environment


Ini mengandung arti bahwa kepribadian berfungsi untuk
mempertahankan diri, yaitu melalui penyesuain diri terhadap
lingkungan.22
Selanjutnya berdasarkan pengertian dari kata-kata tersebut
beberapa para ahli mengemukakan definisi sebagai berikut:23
1) Allport Keperibadian adalah “susunan yang dinamis di dalam
sistem psiko-fisik (jasmani rohani) seseorang (individu) yang
menentukan dan pikirannya yang berciri khusus”
2) Mark A. May “ Apa yang memungkinkan seseorang berbuat
efektif atau memungkinkan seseorang mempunyai pengeruh
terhadap orang lain. Dengan kata lain kepribadian adalah nilai
perangang social seseorang”.
3) Morrison “ Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang
individu dengan jalan menamilkan hasil-hasil cultural dari
evolusi sosial”.
4) C.H. Judd, Kepribadian adalah “Hasil lengkap serta
merupakan suatu keseluruhan dari proses perkembangan yang
telah dilalui individu”.
5) William Stern, menurut W. Stren kepribadian adalah: “ Suatu
kesatuan (Unita Multi Compleks) yang diarahkan kepada
tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus
individu, yang bebas menentukan dirinya sendiri” berdasarkan
pendapat ini W. Stren menganggap bahwa Tuhan yang
termasuk pribadi, karena Tuhan menurutnya mempunyai
tujuan dalam diri-Nya dan tak ada tujuan lain diatasnya.
Pengertian yang diberikan oleh para ahli psikologi Barat
pada hakekatnya belum menyentuh permasalahan perilaku hidup

22
Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru, (Jakarta, Aulia Publishing
House, 2007), h.59.
23
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,… h. 288-290.
20

manusia secara keseluruhan, termasuk sikap dan perilaku


keagamaan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan. 24
Teori kepribadian Muslim dari para cendikiawan Muslim
harus dapat mengungkapkan apa pengertian “kepribadian Muslim”
dan tidak perlu menjiplak sarjana psikologi Barat. Untuk
mengantisipasi teori psikolgi Barat tersebut menurut cendikiawan
Muslim Fadhil Al-Djamaly, yang dikutip oleh Ramayulis dalam
buku Ilmu Pendidikan Islam, mengambarkan kepribadian Muslim
sebagai Muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam
tingkah laku hidupnya dan tanpa akhir ketinggiannya. Dia hidup
dalam lingkungan yang luas tanpa batas ke dalamnya, dan tanpa
akhir ketinggiannya. 25
Menurut D. Marimba keperibadian Muslim ialah
keperibadian yaaang selurh aspek-aspeknya yakni baik tingkah
laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan
penyerahan diri kepada-Nya.26
Sedangkan menurut Ramayulis kepribadian Islam atau
Syakhshiyah al-Muslim adalah “Identitas yang dimiliki seseorang
dari keseluruhan tingkah lakunya sebagai seorang muslim baik
yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah maupun dalam
bentuk sikap batin”.27
Kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku
normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk
sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang
bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Dari kedua sumber
tersebut, para pakar berusaha berijtihad untuk mengungkap bentuk-
bentuk itu diterapkan oleh pemeluknya. Rumusan kepribadian

24
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 292.
25
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,..h. 292.
26
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,..h. 68.
27
Ramayulis, Psikologi Agama,..h. 108-109.
21

Islam di sini bersifat deduktif-normatif yang menajdi acuan bagi


umat Islam untuk berperilaku.28
Kepribadian Muslim seperti digambarkan di atas
mempunyai hubungan yang erat dalam suatu lingkaran hubungan
yang meliputi hubungan dengan Allah, Alam dan Manusia. Maka,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian Muslim atau
kepribadian Islam adalah ciri khas dan tingkah laku yang dimiliki
seseorang yang selalu menampilkan tingkah laku kesopanan dan
norma-norma agama yang meliputi aspek pisik dan psikis. Dan
mampu mengembankan tugasnya sebagai khlalifah di muka bumi,
serta selalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah.
Kepribadian yang seperti itu tidak ditemui dalam teori
psikologi Barat, karena psikologi barat banyak dipengaruhi oleh
falsafat materialistis yang menjadikan kekayaan benda menjadi
tujuan hidup. Kalupun ada mereka menyebut Tuhan, agama dan
keyakinan akan tetapi semuanya itu terpisah dari pergaulan dan
tata laksana kegiatan duniawi. Fungsi agama hanya bersifat
seremoni semata.29
2. Struktur Kepribadian Islam
Kepribadian dalam arti luas meliputi keseluruhan diri
seseorang. Dan akan kelihatan dalam cara-caranya berbuat, cara-
caranya berfikir, mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, dan
filsafat hidupnya serta kepercayaannya.
Struktur kepribadian yang dimaksudkan disini adalah
aspek-aspek atau elemen yang terdapat pada diri manusia yang
karenanya kepribadian terbentuk. Menurut al-Zarkayi yang di kutip
oleh H. Abdul Mujib, bahwa studi tentang diri manusia dapat
dilihat melalui tiga sudut, yaitu:

28
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,..h. 14.
29
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,…h. 292.
22

1) Jasad (fisik); apa dan bagaimana organisme dan sifat-sifat


uniknya
2) Jiwa (psikis); apa dan bagaimana hakikat dan sifat uniknya.
3) Jasad dan jiwa (psikofisik); berupa akhlak, perbuatan,
gerakan, dan sebagainya.30
Ketiga kondisi tersebut dalam terminologi islam lebih dikenal
dengan term al-Jasad, al-Ruh, dan al-Nafs. Jasad merupakan aspek
biologis atau fisik manusia, Ruh merupakan aspek psikologis atau psikis
manusia, sedangkan Nafs merupakan aspek psikologis manusia yang
merupakan sinergi antara jasad dan ruh.31
1) Struktur Jisim
Jasad “jisim” adalah substansi manusia yang terdiri dari
atas struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih
sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk-makhluk
lain. 32
Sedangkan menurut Rafy Sapuri, jasmani adalah struktur
terluar manusia, berupa badan atau tubuh fisik biologis.
Keberadaannya dapat dilihat oleh mata kepala, bentuk rupanya
langsung dapat dinilai. 33
Jasad memiliki natur tersendiri. Diantaranya sebagai
berikut:
a) Dari alam ciptaan, yang memiliki bentuk, rupa, berkualitas,
berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad yang terdiri dari
beberapa organ.
b) Sifatnya material yang dapat menangkap satu bentuk yang
kongkrit, dan tidak dapat menangkap bentuk yang abstrak.
c) Naturnya indrawi, emperis dan dapat disifati.34

30
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 56.
31
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,...h. 56.
32
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002), cet. Ke- 2, h. 40.
33
Rafy Safuri, Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 163.
34
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 69.
23

2) Sturktur Ruh
Ruh adalah bangunan kepribadian manusia, ruh merupakan
substansi psikologis manusia yang menjadi esensi
keberadaannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Ruh adalah substansi yang memiliki nature tersendiri. Menurut
pada ahli Islam yang dikutip oleh Abdul Mujib, ruh memiliki
natur:
a) Kesempurnaan awal jisim manusia yang tinggi dan memiliki
kehidupan dengan daya, dan Berasal dari alam perintah yang
mempunyai sifat berbeda dengan jasad. (Ibn Sina)
b) Ruh ini merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang
bersifat ruhani. Ia dapat berfikir, mengingat, mengetahui dan
sebagainya. Ia juga sebagai penggerak bagi keberadaan jasad
manusia. Sifatnya gaib (al-Ghazali).
c) Ruh sebagai citra kesempurnaan awal bagi jasad alami yang
organik. Kesempurnaan awal ini karena ruh adapat dibedakan
dengan kesempurnaan yang lain yang merupakan pelengkap
dirinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan.
Sedangkan disebut organik karena ruh menunjukkan jasad
yang terdiri dari organ-organ (Ibn Rusyd).35
3). Sturktur Nafs
Dalam konteks ini, nafs memiliki arti psikofisik manusia,
yang mana komponen jasad dan ruh telah bersinergi. Nafs
memiliki nature gabungan antara nature jasad dan ruh. Apabila ia
berorientasi pada nature jasad maka tingkah lakunya menjadi buruk
dan celaka, tetapi apabila mengaju pada nature ruh maka
kehidupannya menjadi baik dan selamat.36
Struktur nafsani merupakan dimensi psikopisik manusia. Ia
memliki tiga daya pokok, yaitu kalbu (struktur supra kesadaran),

35
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 73.
36
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 79.
24

akal, (struktur kesadaran), dan nafsu (struktur bawah sadar).


Masing-masing daya memiliki dua natur, yaitu natur jasmani dan
natur kerohanian.37
Abdul Mujib juga membagikan struktur nafsani ke dalam tiga hal,
yaitu:
a) Kalbu merupakan salah satu daya nafsani. Menurut Al-Ghazali yang
dikutip oleh Abdul Mujib, secara tegas melihat kalbu daru dua aspek,
yaitu kalbu jasmnai adalah daging sanubari yang berbentuk seperti
jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Sedangkan
kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus (lathif), rabbani dan
ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian yang kedua ini
merupakan esensi manusia.
b) Akal, secara etimologi memiliki arti al-imsak (menahan) berdasarkan
makna bahasa ini, maka yang disebut orang yang berakal adalah orang
yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsu. Jika hawa nafsunya
terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu bereksistensi. Akal
merupakan bagaian dari daya nafsani yang memiliki makna; akal
jasmnai adalah salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini
lazimnya disebut dengan otak. Akal ruhani adalah cahaya (al-nur)
ruhani dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh
pengetahuan.
c) Nafsu yaitu bagian dari daya nafsani yang berarti hawa nafsu yang
memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-ghadhabiyyah dan al-
syahwaniyyah. 38
Dalam uraian di atas, dapatlah penulis memberi ulasan tentang
Struktur kepribadian, yaitu struktur kepribadian yang menunjukkan kepada
tingkah laku, kegiatan-kegiatan jiwa dan filsafat hidup serta kepercayaan.
Jika pola dan tingkah lakunya sehat. Maka, terbentuklah kepribadian

37
Ramayulis, Psikologi Agama,…h. 124.
38
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 86-109.
25

Muslim yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya menunjukkan


pengabdian kepada Tuhan.
3. Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam
Tipologi kepribadian dalam Islam yang dimaksud di sini adalah
satu pola karakteristik berupa sekumpulan sifat-sifat yang sama, yang
berperan sebagai penentu ciri khas seseorang muslim. Perbedaan pola
kararteristik itu baik antara sesame muslim atau antara sesorang muslim
dengan non-Muslim.
Bentuk-bentuk tipologi kepribadian dalam Islam adalah:
1) Kepribadian Ammarah (Nafs al-Ammarah)
Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat
jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan.39 Kepribadian
ammarah juga cenderung melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai
dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber
kejelekan dan perbuatan tercela. 40
Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 53, yaitu:

             

“Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,


kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (QS. Yusuf 12: 53)41
Kepribadian ammarah dapat beranjak kepada kepribadian yang
lebih baik apabila ia telah diberi rahmat oleh Allah Awt. Yaitu dengan cara
menahan hawa nafsu dan melatih diri untuk berbuat baik, seperti dengan
berpuasa, shalat, sedakah, tolong menolong dan sebagainya.
2) Kepribadian Lawwamah (Nafs al-Lawwamah)
Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang mencela perbuatan
buruknya setelah memperoleh cahaya kalbu. Ia bangkit untuk

39
Netty Hartati. Dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004)
cet. Ke-1, h. 166.
40
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam.., h. 176.
41
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 357.
26

memperbaiki kebimbangannya dan kadang-kadang tumbuh perbuatan yang


buruk yang disebabkan oleh watak gelapnya. Tetapi kemudian ia
diingatkan lagi oleh nur Ilahi, sehingga ia bertaubat dan memohon
ampunan.42
3) Kepribadian Muthmainnah (Nafs al-Muthmainnah)
Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang tenang setelah diberi
kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela
dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi ke
komponen kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan
kotoran. 43
Firman Allah Swt:

         

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya. (QS. Al-Fajr 89:27-28).44
4. Pengembangan Kepribadian dalam Islam
Dalam pengembangan kepribadian Islam, hal yang paling utama
untuk diperhatikan adalah pengembangan qalb (hati). Hati yaitu tempat
bermuara segala kebaikan Ilahiyah kerana ruh ada di dalamnya. Secara
psikologis, hati adalah cerminan baik buruk seseorang.45
Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua cara
pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Konten
Pendekatan Konten, yaitu serangkaian metode dan materi dalam
pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh individu,
dari jenjang yang terendah menuju jenjang yang paling tinggi, untuk
penyembuhan dan peningkatan kepribadiannya.46

42
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, h. 176.
43
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 177.
44
Departemen Agama RI, Al-Qur’an,..h. 1059.
45
Rafy Safuri, Psikologi Islam,…h. 113.
46
Rafy Safuri, Psikologi Islam,…h. 115.
27

Kiat-kiat pengembangan kepribadian Islam menurut pendekatan konten


dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu:
Pertama, Tahapan permulaan (al-bidayah). Pada tahapan ini
manusia merasa rindu kepada Khaliknya. Ia sadar bahwa keinginan untuk
berjumpa itu terdapat tabir (al-hijab) yang menghalangi interaksi dan
komunitasnya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut.
Tahapan ini disebut juga dengan tahapan Takhalli, yaitu mengosongkan
diri dari segala sifat-sifat yang kotor, maksiat, dan tercela.
Kedua, Tahapan sesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-
mujahadah). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari
sifat-sifat tercela dan maksiat. Untuk kemudia ia berusaha secara sungguh-
sungguh denga cara mengisi diri dengan perilaku yang mulia.
Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan oleh batin
(riyadhat al-nafs), yaitu sebagai berikut:
a) Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada
jiwa agar ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi
segala larangan.
b) Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan seganap
kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, agar ia selalu
dekat kepada Allah.
c) Muhasabah, yaitu intripeksi, membuat perhitingan atau melihat
kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan apa
yang disyaratkan sebelumnya atau tidak.
d) Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan
rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam aktivitasnya, prilaku
buruk individu lebih dominant dari pada yang baik.
e) Mujahadah, yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh,
sehinga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk main-main,
apalagi melakukan perilaku yang buruk. Segala tindakan yang
diaktualkan harus sesuai dengan apa yang ada di dalam jiwa
terdalamnya.
28

f) Mu’atabah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan


dosanya dengan cara berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu
lagi serta melakukan perbuatan yang positif untuk menutup
perbuatan yang negatif.
g) Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap
ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah. Mukasyafah juga diartikan
jalinan dua jiwa yang jatuh cinta dan penuh kasih saying, sehingga
masing-masing rahasia diketahui satu dengan yang lainnya.
Ketiga, tahapan merasakan (al-mudziqat). Pada tahapan ini seorang
hamba tidak sekedar menjalankan perintah Khalik-Nya dann menjahui
larangan-Nya, tetapai ia merasakan kelezatan, kedekatan, kerinduan
bahkan bersamaan dengan-Nya. Tahapan ini disebut dengan tahapan
tajalli. Tajalli adalah menampakkan sifat-sifat Allah Swt pada diri
manusia setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir yang
menghalangi menjadi sirna.47
Apabila seseorang yang mampu membuka tabir dan menjadi dekat
kepada Allah Swt. dalam kepribadian islam lebih dikenal dengan insan al-
kamil (manusia sempurna). Ia tidak bersatu dengan apa yang disekitarnya,
tetapi hanya bersatu dengan sifat-sifat Tuhan.
2) Rentang Kehidupan
Pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian perilaku yang
dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia.48
Di dalam Al-Quran terdapat tiga fase besar, yaitu fase sebelum
kehidupan dunia, fase dunia, dan fase kehidupan setalah mati. Upaya-
upaya pengembangan kepribadian hanya dipilih fase kehidupan didunia
yang memiliki delapan fase, yaitu:
Petama, Fase pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia
sebelum masa pembuahan seperma dan ovum. Di dalam Islam seseorang
dianjurkan bahkan diwajibkan menikah untuk melestarikan keturunan.

47
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 389-394.
48
Rafy Safuri, Psikologi Islam,…. 117.
29

Upaya-upaya pengembangan fase ini adalah:


a) Mencari pasangan hidup yang baik, segera menikah secara sah
setelah cukup umur.
b) Membangun keluarga yang sakinah.
c) Senantiasa berdoa kepada Allah agar diberi keturunan yang baik.
Kedua, Fase pra-natal, yaitu fase perkembangan manusia yang
dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran.
Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah
sebagai berikut:
a) Memelihara lingkungan psikologis yang ssakinah, rahmah dan
mawaddah, agar secara psikologis janin dapat berkembang secara
normal. Bayi yang lahir dari keluarga broken home akan mewarisi
sifat-sifat atau karakter orang tua yang buruk.
b) Senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat,
terutama bagi ibu, agar janinnya mendapat nur hidayah dari Allah
Swt.
Ketiga, Fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu
keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini yang
dilakukan orang tua adalah:
a) Membaca azan di telinga kanan dan membaca iqamah di telinga
kiri ketika anak baru lahir.
b) Memotong akikah yaitu menunjukkan rasa syukur kepada Allah
juga sebagai lambing atau symbol pengorbanan dan kepedulian
sang orang tua terhadap kelahiran bayinya
c) Memberi nama yang baik, yaitu nama secara psikologis mengingat
atau berkolerasi dengan perilaku yang baik,
d) Memberi ASI sampai usia dua tahun, selain itu ASI memiliki
komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
Keempat, Fase kanak-kanak, fase kanak-kanak, yaitu fase yang
dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Upaya-upaya
pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:
30

a) Menumbuhkan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti


pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah
bagaimana cara merangsang pertumbuhan berbagai potensi tersebut
agar anak mampu berkembang secara maksimal.
b) Mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup
yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul dan berprilaku.
Ketiga, pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang
berkaitan dengan keimanan, melalui metode cerita dan uswah
hasanah.
Kelima, Fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu
membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, fase
ini dimulai usia sekitar tujuh tahun sampai 12 atau 13 tahun. Upaya-upaya
pengembangan kepribadian adalah sebagai berikut:
a) Mengubah persepsi konkret menuju pada persepsi yang abstrak,
misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat dan
sebagainya.
b) Pengembangan ajaran-ajaran normatif agama melalui institusi
sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, efektif
maupun psikomotorik.
Keenam, fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai
dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya,
sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif). Upaya-upaya
pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:
a) Memahami segala titah (al-khithab) AllahSwt, dengan
memperdalam ilmu pengetahuan.
b) Menginternalisasikan keimanan dan pengetahuan dalam tingkah
laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga,
komunitas sosial, alam semesta, maupun pada Tuhan.
c) Memiliki kesedian untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diperbuat.
31

d) Membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi


dengan perbuatan baik.
e) Menikah, jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisi
maupun psikis.
f) Membina kelaurga yang sakinah, yaitu keluarga dalam menempuh
bahtera kehidupan selalu dalam keadaan cinta dan kasih saying
dengan landasan keimanan dan ketakwaan.
g) Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi
diri sendiri, keluarga, sosial dan agama.
Ketujuh, fase azm al-umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan
kebijakan di mana seseorang telah memiliki tingkat kecerdasan dan
kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Fase
ini di mulai usia 40 tahun sampai meninggal dunia. Upaya-upaya
pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:
a) Transinternalisasi sifat-sifat rasul yang agung, sebab nabi
Muhammad Saw, diangkat menjadi rasul berusia 40 tahun. Sifat-
sifat yang dimaksudkan seperti jujur, dapat dipercaya bila diberi
tanggung jawab, menyampaikan kebenaran, dan memiliki
kecerdasan spiritual.
b) Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal
shaleh.
c) Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah Swt, melalui
perluasan diri dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah, seperti
shalat malam, puasa sunnah dan lain sebagainya.
d) Mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini
mendekati masa-masa kematian.
Kedelapan, fase menjelang kematian, yaitu fase di mana nyawa
akan hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya
ruh dan jasad manusia. Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase
ini adalah:
32

a) Memberikan wasiat kepada keluarga jika tedapat masalah yang


perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang,
mewakafkan sebagian harta dijalan agama.
b) Tidak mengingat apapun kecuali berzikir kepada Allah Swt.
c) Mendengarkan secara seksama talqin, yang dibaca oleh keluarga
kemudian menirukannya, yaitu mengucapkan la ilaha ila Allah
(tiada Tuhan selain Allah) yang diucapkan untuk mengingatkan
pada orang yang akan meninggal, agar matinya dalam keadaan
husn al-khatimah (baik akhir hidupnya).49
Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa apabila
pengembangan kepribadian islam melalui pendekatan konten dan rentang
kehidupan dapat dijalankan dengan baik bagi individu, maka akan
terbentuklah kepribadian Islam yang sempurna (insan kamil).
5. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian Islam
Dasar kepribadian seseorang terbentuk dari masa kanak-kanak.
Proses perkembangan kepribadian yang terjadi pada diri seseorang tidak
hanya berasal dari faktor hereditas, melainkan juga berasal dari lingkungan
tempat anak hidup dan berkembang menjadi manusia dewasa.
Pembentukan kepribadian dimulai dari penanaman sistem nilai
pada anak didik. Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan
perlu dimulai dari penanaman sistem nilai yang bersumber dari ajaran
agama. Sistem nilai sebagai realitas yang abstak yang dirasakan dalam diri
sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup.
Dalam realitasnya, nilai terlihat dalam pola bertingkah laku, pola pikir dan
sikap-sikap seseorang pribadi atau kelompok.50
Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan pada anak
harus dimulai dari pembentukkan nilai yang bersumber dari nilai-nilai
ajaran agama dalam diri anak.

49
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h.396-408.
50
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), cet. Ke-VIII,
h. 184.
33

Studi tentang faktor-faktor yang menentukan kepribadian menurut


Dra. Netty Hartati dkk, faktor pembentukkan kepribadaian ada tiga aliran,
yaitu: aliran Empirisme, Nativisme, dan Konvengasi.
1) Aliran Empirisme; aliran ini disebut juga aliran
Environmentalisme, yaitu suatu aliran yang menitik beratkan
pandangannya pada peranan lingkungan sebagai penyebab
timbulnya satu tingkah laku. Lingkungan yang mempengaruhi
kepribadian terdiri atas lima aspek, yaitu geografis, histories,
sosiologis, cultural, dan fsikologis.
2) Aliran nativisme; suatu aliran yang menitikberatkan pandangannya
pada peranan sifat bawaan, keturunan sebagai penentu tingkah laku
seseorang. Aliran nativisme memandang hereditas sebagai penentu
kepribadian. Hereditas adalah totolitas sifat-sifat karakteristik yang
dibawa atau dipindahkan dari orang tua kepada anak keturunannya.
3) Aliran convergensi; aliran yang menggabungkan dua aliran diatas.
Konvergensi adalah intraksi antara factor hereditas dan factor
lingkungan dalam proses pembentukan tingkah laku. Menurut
aliran ini, hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila
tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan, dan sebaliknya.51
Lebih lanjut D. Marimba menjelaskan proses-proses pembentukan
kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1) Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk
aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol
dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan.
Misalnya, dengan jalan mengontol gerakan-gerakan anak-anak
dalam gerakan shalat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam
shalat.
2) Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; pada taraf kedua ini
diberikan pengetahuna dan pengertian. Daram taraf ini perlu
ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan

51
Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi,…h. 171-178.
34

kepercayaan, meliputi, mencintai Allah, Rasul, Ikhlas, takut akan


Allah, menepati janji, menjahui dengki, dan sebagainya.
3) Pembentukan kerohanian yang luhur; pembentukan ini
menanamkan kepercayaan yang terdiri atas:
a) Iman akan Allah
b) Iman akan Malaikat-malaikatNya.
c) Iman akan Kitab-kitabNya.
d) Iman akan Rasul-rasulNya.
e) Iman akan Qadha dan Qadhar.
f) Iman akan hari akhir.52
Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur,
bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh
karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses. Akhir dari
perkembangan itu apabila berjalan dengan baik. Maka, akan menghasilkan
suatu kepribadian yang matang dan harmonis.
Orang yang memiliki kepribadian yang matang dengan demikian
orang tersebut akan memiliki kemampuan berpikir yang sangat
berkembang, kreatif, mengamati dunia dan diri secara objektif, keamanan
emosional dan akan memiliki suatu identitas diri yang kuat. Maka, jelaslah
pembentukan kepribadian anak sangat diutamakan dalam keluarga dan
agama.
C. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap
Pembentukan Kepribadian Remaja
1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pada hakikatnya pengertian pendidikan agama Islam adalah identik
dengan pendidikan pada umumnya yakni sebagai usaha untuk membina,
mengarahkan atau mengembangkan pribadi manusia dari aspek rohani dan
jasmani yang berlangsung secara bertahap. Dalam hal ini, para ahli

52
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,…h. 76-80.
35

pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan,


diantaranya yaitu:
Drs. Amir Daien Indrakusuma, mengemukakan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha yang sadar dan teratur serta sistematis yang dilakukan
oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak
agar mempunyai sifat dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.53
Soegarda Porbakawatja, mengatakan pendidikan adalah usaha
secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak ke dewasaan yang selalu diartikan mampu memikul
tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.54
S.A Branata dkk, mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha
yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung,
untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai
55
kedewasaannya.
Dari berbagai pendapat dari para pakar pendidikan diatas, maka
dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang sadar dan
teratur serta sistematis baik secara langsung maupun tidak langsung yang
dilakukan oleh orang dewasa ataupun orang yang diserahi tanggung jawab
untuk membimbing, membina dan menciptakan kedewasaan pada anak
didik.
Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam dalam kaitannya
dengan pendidikan secara umum adalah sebagaimana dikemukakan oleh
para ahli ilmu pendidikan Islam, yaitu:
Dalam buku filsafat pendidikan Islam, Ahmad D Marimaba
mengemukakan:

53
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1973), h..27.
54
Soegarda Porbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976),
h.214.
55
Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan 1, (Padang: Angkasa Raya, 1987 ), h. 8.
36

Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rokhani berdasarkan


hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam.56
Muhammad Fadhil Al-Jamali mengemukakan pendidikan Islam
adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik
yang menyangkut derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar
atau fitrah dan kemampuan ajarnya.57
Abdurrahman an-nahlawy, juga mengemukakan bahwa:
pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan masyarakat yang
karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan secara keseluruhan
baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.58
Syifudin An-Shory menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah
suatu pendidikan yang materi didiknya adalah Islam (aqidah, syari ah dan
akhlak).59
Abdul Rahman mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
usaha berupa bimbingan, asuhan terhadap anak didik supaya kelak setelah
selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam serta menjadikannya sebagai pedoman kehidupan (way of
life).60
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan sebagai
berikut:
1). Pendidikan Islam adalah suatu usaha secara sistematis dan
berencana untuk memberikan bimbingan dan arahan baik jasmani
maupun rohani agar berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam
secara menyeluruh.

56
Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung; Alma’arif,
1989), cet. Ke- VIII, h.19.
57
Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Duta Aksara, 1998), cet. Ke-
1, h.5.
58
Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, ....h. 6.
59
Syaifudin Anshori, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan Umatnya,
(Jakarta, 1986), h.186
60
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.10.
37

2). Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani


dan rohani anak menuju terbinanya kepribadian utama sesuai
dengan ajaran agama Islam.
3). Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku
individu untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai
dengan ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-
latihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan
dan perasaan serta panca indra) dalam seluruh aspek kehidupan
manusia.
4). Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan
kemampuan dasar (fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh
diluar) baik secara individu maupun kelompok sehingga manusia
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam
secara utuh dan benar, yang dimaksud secara utuh dan benar
disini adalah meliputi aqidah (keimanan), syari ah (ibadah mu
amalah), dan akhlak (budi pekerti).
Dengan keimanan yang benar memimpin manusia kearah usaha
mendalami hakekat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu yang
benar memimpin manusia kearah amal yang sholeh.
b. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia erat
kaitannya dengan pendidikan nasional yang menjadi landasan
terlaksananya pendidikan bagi bangsa Indonesia, karena pendidikan agama
Islam sebagai bagian yang ikut berperan demi terealisasinya tujuan
pendidikan nasional. Adapun yang dimaksud dasar pendidikan agama
Islam disini adalah suatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan
dilaksanakannya pendidikan agama.61
Sedangkan yang dimaksud dasar-dasar pelaksanaan pendidikan
agama Islam disini ialah landasan atau dasar diselenggarakannya
pendidikan agama tersebut, sehingga menjadi titik tolak untuk mencapai

61
Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: Amrica, 1985), h.63.
38

tujuan pendidikan agama Islam. Sebagai dasar utama dari pendidikan


agama Islam adalah Al-Qur an dan Hadits, dasar yang secara langsung
mengatur pelaksanaan pendidikan agama disekolah-sekolah di Indonesia
yaitu : dasar opersional. Dalam hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan
dalam ketetapan MPR NO. II/MPR/1993 tentang GBHN yang pokok
intinya dinyatakan bahwa: Pelaksanaan pendidikan agama secara langsung
dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah
dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.62
Dalam hal ini banyak ayat al-qur an yang menyatakan bahwa
adanya perintah untuk melaksanakan pendidikan agama Islam, diantaranya
yaitu yang artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (Q.S An-Nahl ayat 125)63
Dari ayat diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam
ajaran Islam memang ada perintah untuk mendidik dan mengembangkan
agama, baik kepada keluarganya maupun kepada orang lain sesuai dengan
kemampuannya. Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai
status yang sangat kuat, adapun dasar pelaksanaanya tersebut dapat
ditinjau dari beberapa segi, diantaranya yaitu:
a) Dasar Yudiris/Hukum

Yang dimaksud dengan dasar yudiris ini adalah peraturan dan


perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam
diwilayah suatu negara.

62
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.19.
63
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 1989), h.224.
39

1) Dasar Ideal
Yaitu dasar dari falsafah Negara yaitu pancasila, tepatnya pada sila
pertama yaitu sila keTuhanan yang Maha Esa, artinya setiap warga Negara
Indonesia harus beragama dan menjalankan syari at agama tersebut dengan
baik dan benar. Dalam Tap MPR No. II/MPR/1987 dusebutkan Dengan
sila keTuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan oleh
karenanya manusia Indonesia percaya dan Taqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.64
Untuk mewujudkan dari sila pertama tersebut, maka dapat
dikatakan mutlak diperlukan pendidikan yang mengarah pada agama,
sebab dengan pendidikan agama maka semua aspek yang menyangkut tata
kehidupan berpancasila akan terpenuhi.
2) Dasar Struktural/Konstitusional
Dasar konstitusional adalah dasar yang bersumber dari
perundangundangan
yang berlaku. Dasar konstitusional pendidikan agama telah tercantum
dalam UUD 1945 pada pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi “Negara
berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa (ayat 1)”. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. (ayat 2).65
Berdasarkan bunyi pada pasal 29 UUD 1945 tersebut, berarti
memberikan jaminan kepada warga Negara Republik Indonesia untuk
memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama yang dipeluknya
bahkan juga mengenai kegiatan yang dapat menunjang bagi pelaksanaan
ibadat. Dengan demikian pendidikan Islam yang searah dengan bentuk
ibadat yang diyakininya diberi izin dan dijamin oleh Negara.

64
BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN, (Jakarta, 1993), h.5.
65
BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN,…h.123.
40

3) Dasar Operasional (GBHN)


Yang dimaksud dengan dasar operasional ialah dasar yang secara
langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah
Indonesia, seperti yang telah disebutkan dalam Tap. MPR No.
IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan kembali pada Tap. MPR No.
IV/MPR/1978, tentang garis-garis besar haluan Negara (GBHN) yang
berbunyi:
Diusahakan supaya terus bertambah saran-saran yang diperlukan
bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan
terhadap Tuhan yang maha Esa, termasuk pendidikan agama yang
dimasukkan dalam kurikulum disekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar
sampai dengan universitas negeri.66
Hal ini diperkuat lagi dengan UUD No.2 tahun 1989 tentang
system pendidikan Nasional pada bab IX pasal 39 ayat 2 dinyatakan: isi
kurikulum setiap jenis pendidikan, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan.67
Dari ketetapan diatas jelas bahwa pemerintah Indonesia memberi
kesempatan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk melaksanakan
pendidikan agama dan bahkan pendidikan sudah jelas secara langsung
dimasukkan dalam kurikulum disekolah mulai dari SD sampai perguruan
tinggi.
4) Dasar Religius
Dasar religius yang dimaksudkan disini adalah dasar yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan hukum utama dan
pokok bagi agama Islam, seperti yang dinyatakan oleh Drs.Imam bawani
bahwa dua sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur an dan Hadits, dan
yang kedua yang menjadi pegangan setiap Muslim dan sebagai referensi

66
BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN,...104.
67
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama... h.19.
41

dalam cara berfikir dan tingkah laku sehari-hari termasuk dalam


merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan.68
Mengenai dasar pendidikan agama Islam ini yang tidak diragukan
lagi kebenarannya, adapun ayat-ayat al-qur an dan hadits yang
menunjukkan sebagai dasar pelaksanaan pendidikan agama adalah sebagai
berikut:
Surat Al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:

         

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (Q.S Al-Baqarah ayat 2 ).69
Surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:

           

   

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S Ali Imran
ayat 104).70

68
Imam Bawani, Segi- Segi Pendidikan Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), h.125.
69
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mahkota, 1989), h.8.
70
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,…h.103.
42

Surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:

          

           

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.( Q.S At-Tahrim ayat
6).71
5) Dasar Sosial Psikologis
Yaitu dasar pendidikan agama yang dilatar belakangi oleh keadaan
manusia baik jasmani maupun rohani.
1) Dasar sosiologis
- setiap individu merupakan makhluk sosial, sehingga di tuntut untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik, wajar
dan menjadi anggota masyarakat yang berpartisipasi aktif, kreatif,
dinamis dan menjadi manusia yang dapat menyumbangkan dirinya
untuk nusa dan bangsa.
- Setiap individu berkewajiban mengembangkan segala
kemampuannya untuk kepentingan masyarakat.

2) Dasar psikologis
- Anak yang berkebutuhan khusus mengalami hambatan emosi,
sehingga kurang memiliki kepribadian yang sewajarnya

71
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,… h. 951.
43

- Ketunaan/kecacatan tersebut hanyalah sekedar predikat, sedangkan


yang menjadi subyek adalah anak ketentuan hidup tiap anak adalah
sama.
- Kriteria tunanetra juga merupakan persoalan yang sukar
digeneralisasikan, maka dari itu usaha pendidikan untuk mereka
memerlukan pengetahuan. tentang sifat khusus tunanetra dengan
melalui pendekatan dan pendidikan secara pribadi.72
Bagi manusia pemenuhan kebutuhan jasmani saja belum cukup
tanpa kebutuhan rohani. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka
dibutuhkan suatu pegangan hidup yang disebut agama karena dalam ajaran
agama tersebut ada perintah mengenai untuk saling tolong menolong
dalam hal kebajikan dan tidak tolong menolong dalam hal kejahatan.
Pendidikan agama Islam selain mempunyai dasar juga mempunyai tujuan,
sebab setiap usaha atau kegiatan yang tidak ada tujuan hasilnya akan sia-
sia dan tidak terarah, disamping itu, tujuan bisa membatasi ruang gerak
usaha agar kegiatan dapat berfokus pada apa yang tercita-citakan dan yang
paling terpenting lagi dapat memberikan penilaian pada usaha usahanya.73
Bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka proses
tersebut akan
berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan, tujuan yang hendak
dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari
nilai-nilai ideal yang dibentuk dalam pribadi manusia yang di inginkan,
dan nilai-nilai inilah yang akan mempengaruhi pola kepribadian manusia,
sehingga mengejala dalam tigkah laku. Karena yang hendak dibahas disini
adalah pendidikan agama Islam, maka berarti akan mengetahui lebih
banyak tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Nilai-nilai ideal
tercermin dalam perilaku lahiriah yang berasal dari jiwa manusia sebagi
produk dari proses pendidikan. Jadi tujuan pendidikan agama Islam pada

72
Depdikbud, Petunjuk Praktis Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,…h. 5-6.
73
Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,…h..45.
44

hakikatnya mengandung nilai perilaku manusia yang didasari dan dijiwai


oleh iman dan taqwa pada Allah swt.
c. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan adalah sasaran atau harapan yang hendak dicatat oleh
seseorang atau segala aktivitasnya, yang telah dirumuskan dengan jelas
sehingga akan mudah untuk mengontrol dan mengevaluasinya. Menurut
Ahmad D Marimba, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah mencangkup tujuan sementara dan tujuan akhir pendidikan Islam,
untuk mencapai tujuan akhir pendidikan harus dilampaui terlebih dahulu
beberapa tujuan sementara, tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terbentuknya kepribadian Muslim , untuk mencapai tujuan tersebut harus
dicapai beberapa tujuan sementara yaitu kedewasaan jasmani dan rohani.74
Drs. Abu Ahmadi membagi tujuan pendidikan agama disekolah-
sekolah formal, sebagai berikut:
1) Tujuan umum
Tujuan umum pendidikan Islam adalah membimbing anak agar
mereka menjadi orang muslim sejati, beriman, teguh, beramal sholeh dan
berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan Negara.
Tujuan pendidikan agama Islam adalah tujuan yang hendak dicapai oleh
setiap orang yang melakukan pendidikan agama, karena dalam mendidik
agama yang ditanamkan telebih dahulu adalah keimanan yang teguh,
sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu maka akan menghasilkan
ketaatan menjalankan kewajiban agama.75 Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat Adz-Dzariat ayat 56.76
Disamping beribadat kepada Allah, maka setiap manusia harus
mempunyai cita-cita untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.

74
Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,… h. 46.
75
Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama,… h. 45.
76
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 1989), h. 417.
45

2) Tujuan khusus
Sedangkan tujuan khusus pendidikan agama Islam ialah tujuan
yang pada setiap tahap/tingkat yang dilalui, misalnya tujuan pendidikan
agama untuk sekolah dasar berbeda dengan tujuan pendidikan agama
untuk sekolah menengah dan berbeda pula untuk perguruan tinggi.77
Zuhairini dkk, membagi tujuan pendidikan agama menjadi dua
macam yaitu:
a) Tujuan umum
Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar
mereka menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan
berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat agama dan Negara.78
b) Tujuan khusus
Tujuan khusus pendidikan agama adalah tujuan pendidikan agama
pada setiap tahap/tingkat yang dilalui, seperti tujuan pendidikan agama
untuk SD, dan tujuan pendidikan agama untuk tingkat SD adalah:
1. Penanaman rasa agama kepada murid
2. Menanamkan perasaan cinta kepada Allah dan rosulnya
3. Memperkenalkan ajaran Islam yang bersifat global, seperti rukun Islam,
rukun iman dan sebagainya.
4. Membiasakan anak-anak berakhlak mulia, dan melatih anak-anak untuk
mempraktekkan ibadah yang bersifat praktik, misalnya sholat, puasa
dll.
5. Membiasakan contoh tauladan yang baik.79
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam adalah membentuk pribadi manusia sejati yang menyerahkan
diri kepada Allah serta tunduk dan patuh kepada perintahnya dan menjauhi
semua larangannya. Dengan demikian luaslah pendidikan agama, selain
mementingkan urusan dunia juga akhirat, sebagaimana dalam firman
Allah dalam Q.S Alqoshosh ayat 77:
77
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,… h. 46.
78
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: usaha Nasional, 1983), h.45
79
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama,...h. 46
46

            

               

 

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.SAl-qoshosh
ayat 77)80

d. Materi Pendidikan Agama Islam


Agama adalah sebagai sumber yang paling luhur bagi manusia
karena yang dianggap oleh agama adalah yang mendasar bagi kehidupan
manusia yaitu akhlak kemudian sebagian dihidupkan dengan kekuatan ruh
tauhid, dan ibadah kepada Tuhan sebagai kewajiban dan tujuan hidup dari
perputaran roda sejarah manusia di dunia.81 Agama Islam bersifat
universal, yang mengajarkan pada umat manusia mengenai berbagai aspek
kehidupan baik dunia maupun akhirat. Karena pada dasarnya manusia
terdiri dari jasmani dan rohani, sehingga ia membutuhkan bimbingan dan
petunjuk yang benar yang bernilai mutlak untuk kebahagiaan dunia dan
kehidupan akhirat, sesuatu yang mutlak tentunya juga berasal dari yang
mutlak pula (Allah) dan itu tidak lain adalah agama.

80
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,...h. 315.
81
Nasrudin Razak, Dienul Islam (Bandung: Al-Ma’arif 1986), h.35.
47

Untuk mencapai perkembangan anak didik baik dari segi fisik,


intelektual dan berkepribadian sesuai dengan yang dicita-citakan dalam
pendidikan maka diperlukan suatu materi sebagai bahan yang digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut. Ruang lingkup bahan pelajaran atau
materi pendidikan agama Islam meliputi tujuan pokok, yaitu keimanan
(aqidah), ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari ah dan tarikh. Dari
ketujuh materi tersebut ditekankan pada tiga unsure pokok yaitu keimanan,
syariah dan akhlak Aqidah bersifat I’tiqad bathin, mengajarkan keesaan
Tuhan Esa sebagai Tuhan yang menciptakan dan mengatur, serta
meniadakan alam ini. Syari ah adalah berhubungan dengan amal lahir
dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum guna mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup dan
kehidupan manusia, sedangkan akhlak adalah suatu amalan sebagai
pelengkap dan penyempurnaan dua amalan itu, serta mengajarkan tata cara
pergaulan hidup manusia.82
Ketiga inti ajaran Islam itulah yang menjadi isi atau materi pokok
pendidikan agama Islam, mengenai urutan lingkup materi pokok itu
sebenarnya telah dicontohkan Luqman dalam pendidikan putranya. Hal ini
telah diuraikan dalam Surat Luqman ayat 13 sebagai berikut:

             

 

Artinya: dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di


waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".83

82
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.6.
83
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,...h. 329.
48

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut jelaslah bahwa materi-materi


pokok pendidikan agama mencangkup aqidah, syari ah dan akhlak. Hal itu
berlaku pada tiap lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi, hanya saja ruang lingkupnya serta luas dan
mendalamnya materi tegantung pada jenis sekolah, jenjang sekolah, tujuan
dan masing-masing perkembangan anak didik.
1) Keimanan (Aqidah)
Keimanan (aqidah) adalah bersifat I tikad batin, mengajarkan ke
Esaan Allah, Esa sebagai tuhan yang menciptakan, mengatur dan
meniadakan alam ini.84
Dalam hal ini Allah menjelaskan ciri-ciri orang beriman, dalam
surat Al-Anfal ayat 2 yang berbunyi:

           

     

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila


disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-
ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal.85
Pendidikan yang pertama dan utama yang dilakukan adalah
pembentukan keyakinan kepada Allah diharapkan akan dapat melandasi
sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik.86
Sedangkan rukun iman yang ke enam itu adalah:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada para Malaikat

84
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama,...h. 60.
85
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya,...h. 141.
86
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. Ke-II,
h.156.
49

3. Iman kepada kitab-kitab


4. Iman kepada para Nabi dan Rosul
5. Iman kepada hari kiamat
6. Iman kepada Qodho dan Qodar.87
Beriman kepada rukun Iman yang enam merupakan azaz dari
seluruh ajaran Islam, dengan meyakininya maka akan mempunyai dasar
yang kuat dan dapat dijadikan pedoman dalam segala sikap, perilaku,
perkataan dll.
2) Syariah
Syariah adalah peraturan-peraturan Allah dan yang digariskan
pokokpokoknya agar setiap manusia berpegang kepadanya dan
hubungannya dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesame muslim,
dengan sesame muslim dan hubungannya dengan kehidupan.88 Menurut
Masyfuk Zuhdi, Syari ah adalah hukum Tuhan yang ditetapkan oleh Allah
SWT melalui Rasul-Nya untuk ditaati dengan dasar Iman, baik yang
berkaitan dengan Aqidah, Ibadah, Mu amalah dan Akhlak.89
Ibadah adalah manifestasi atau pernyataan pengabdian muslim dan
Tuhan, mengabdi kepada Allah dengan jalan mentaati suruhannya,
meninggalkan larangan-Nya seperti yang ditunjukan oleh wahyu-Nya (Al-
Qur an) dan oleh Utusan-Nya (Sunnah-Hadits).90
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 21

           

87
M. Basofi Soedirman, Eksistensi Manusia dan Agama, (Jakarta: Yayasan Annash,
1995), h. 57.
88
H. Bisri Affandi, MA, Dirasat Islamiyah I, (Surabaya: CV Aneka Bahagia, 1993), h.61.
89
Masfuk zuhdi, pengantar ilmu syari ah, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1989), cet. Ke-1,
h.1.
90
Sidi Ghazalba, masjid pusat ibadat dan kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1989), cet.Ke-V.
50

Hai Manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan


orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.91
Ibadah yang merupakan komunikasi secara langsung antara
manusia dengan Allah, alam sekitar dan juga dengan manusia serta
kehidupannya adalah perlu dibiasakan kepada seseorang sejak masih kecil
(usia anak-anak). Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Mahmud Yunus bahwa pelajaran ibadah adalah mendidik anak-anak
supaya mengerjakan amal ibadah, sehingga menjadi kebiasaan dari kecil
sampai dewasa dihari tua.92
3) Akhlak
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian.93
Menurut mahyudin, akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai
untuk menilai perbuatan manusia, apakah itu baik atau buruk.94 Ahli-ahli
pendidikan Islam telah sependapat bahwa suatu ilmu tidak akan membawa
kepada fadhilah kesempurnaaan tidak seyogyanya diberi nama ilmu.
Tujuan pendidikan Islam bukanlah sekedar memenuhi otak murid dengan
ilmu pengetahuan, tapi tujuannya adalah dengan mendidik akhlak dengan
memperhatikan segi-segi kesehatan pendidikan fisik dan mental, perasaan
dan praktek serta mempersiapkan anak anak menjadi anggota
masyarakat.95

91
Depag RI Al-Qur an dan terjemahannya,..h.5.
92
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung,
1990), cet.Ke- XII, h. 46.
93
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV.Ruhama,
1995), h.10.
94
Mahyudi, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Alam Mulia,1991), h.7.
95
M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h.104.
51

Akhlak termasuk diantara makna yang terpenting dalam kehidupan


ini. Apabila beriman dan beribadah kepada Allah pertama kali
hubungannya yang erat adalah antara manusia dengan Tuhannya, maka
akhlak pertama kali berkaitan erat dengan hubungan antara manusia
dengan manusia, baik secara individu dan kolektif.96
Dari ketiga materi pokok pendidikan agama Islam di atas saling
berkaitan, saling melengkapi dan tidak dapat terpisahkan. Dengan
keimanan manusia akan menyadari bahwa dirinya adalah sebagai hamba
Allah yang harus taat dan patuh kepada-Nya dengan beribadah untuk
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
dengan demikian manusia akan mempunyai budi pekerti atau akhlak yang
mulia dengan menjadikan pedoman dalam bersikap, bertutur kata dan
bertingkah laku sehari-hari.
D. Pentingnya Pendidikan Agama Islam di Keluarga
1. Konsep Remaja
a. Definisi Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere
(kata bendanya,adolescentia yang berarti remaja). Yang berarti “tumbuh”
atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif demikian juga orang-
orang zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak
berbeda dengan periode-periode lain. Dalam rentang kehidupan; anak
dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.
Istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti
yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emotional, sosial, dan
fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan secara
psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang

96
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama...h. .32.
52

sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam


masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif kurang lebih
berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intellektual
yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir
remaja ini memungkinnya untuk mencapai intergrasi dalam hubungan
sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum
dari periode perkembangan ini.97
Menurut Stanley Hall(dalam guna rasa, 1989), perkembangan
psikis remaja banyak di pengaruhi oleh faktor fisiologis. Faktor fisiologis
ini dipengaruhi oleh genetika, di samping proses pematangan yang
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan. Ia juga mengemukakan
bahwa masa remaja masa penuh gejolak emosi dan tidak seimbang, yang
tercakup dalam “storm and stress.” Dengan demikian remaja mudah
terkena pengaruh oleh lingkungan.98
b. Ciri-Ciri Masa Remaja
Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang
kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri
tersebut akan diterangkan secar singkat dibawah ini : 99
1. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting
Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa
periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan
perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka
panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat
jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik
dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya
sama penting.

97
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Erlangga : 1980) h. 206.
98
Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru..., h. 77.
99
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan..., h.207.
53

2. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan


Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan
terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja
bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalo remaja
berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai
umurnya. Kalau remaja berusaha berprilaku seperti orang dewasa, ia
sering kali dituduh “terlalu besar untuk celananya” dan dimarahi karena
mencoba bertindak seperti orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang
tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu
kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.
Remaja ada dalam tempat marginal (Lewin,1939). Berhubung ada
macam-macam persyaratan untuk dapat dikatakan dewasa, maka lebih
mudah untuk dimasukkan kategori anak daripada kategiru dewasa. Baru
pada akhir abad ke-18 maka masa remaja dipandang sebagai periode
tertentu lepas dari periode kanak-kanak. Meskipun begitu kedudukan dan
status remaja berbeda daripada anak. Masa remaja menunjukkan dengan
jelas sifat-sifat masa transisi atau perlaihan (calon, 1953) karena remaja
belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status
kanak-kanak. Dipandang dari segi sosial, remaja mempunyai posisi
marginal.
3. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan.100
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja
sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada empat perubahan yang sama
yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi, yang
intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang
terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang di harapkan oleh
kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Bagi
remaja muda, masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih

100
PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan
;Pengantar dalam Berbagai Bagiannya...,h.260.
54

sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya.


Remaja akan tetap merasa ditimbuni masalah, sampai ia sendiri
menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya
minat dan pola perilaku, maka nilai-nila juga berubah. Apa yang pada
masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah hampir dewasa
tidak penting lagi. Misalnya, sebagian besar remaja tidak lagi menganggap
bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih
penting daripada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh teman-teman
sebaya. Sekarang mereka mengerti bahwa kualitas lebih pentng daripada
kuantitas. Keempat, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
perubahan. mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka
sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan
kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.
4. Masa Remaja sebagai usia Bermasalah
Setiap periode mempunyai masalah-masalahnya sendiri, namun
masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh
anak laki-laki atau anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu.
Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja
tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja
merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri,
menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Karena ketidak mampuan
mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka
yakini, banyak remaja yang akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya
tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Seperti Ana Freud, “banyak
kegagalan yang seringkali disertai akibat yang tragis, bukan karena ketidak
mampuan individu tetapi karena kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan
kepadanya justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk
mencoba mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan
dan perkembangan seksual yang normal”.
55

Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir


masa remaja tidak “meledakan” emosinya dihadapan orang lain melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya
dengan yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain
adalah bahwa remaja sudah dapat menilai situasi secara kritis terlebih dulu
sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berfikir.
Akhirnya, remaja yg emosinya matang memberikan reaksi emosional yang
stabil,tidak berubah-ubah dari satu ke suasana hati yang lain, seperti dalam
periode sebelumnya101.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok
mash tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun
mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan
menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari milie
orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya. Ericson
menambahkan proses tersebut sebagai proses mencari identitas ego. Sudah
barang tentu pembentukan identitas, yaitu perkembangan ke arah
individualitas yang mantap, merupakan aspek yang penting dalam
perkembangan berdiri sendiri. Bahwa kita tidak tenggelam dalam peran
yang kita mainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, teman sejawat,
pembimbing dan sebagainya. Tetapi dalam hal-hal tersebut tetap
menghayati sebagai pribadi dirinya sendiri, adalah suatu pengalaman yang
harus dimiliki remaja dalam perkembangan yang sehat102.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotif budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak
rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku

101
Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru, h. 78.
102
PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan ;
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya...,h. 279.
56

merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan


mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap
tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah
jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.
dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan
dengan meningkatnya kemampuan untuk berfikir rasional, remaja yang
lebih besar memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan
pada umumya secara lebih realistik.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotif belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status
dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-
obatan, dan terlibat dalam perbuatan sexs. Mereka menganggap bahwa
perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

c. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep diri Remaja


1. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang
hampir dewasa mengembangkan konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang
terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah di mengerti
dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat
menyesuaikan diri.
57

2. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri
meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik
merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah
diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan
tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
3. Kepatutan sex
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu
remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat
remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.

4. Nama dan julukan


Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai
namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada
cemoohan.
5. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang
anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin
mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis,
remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk
jenis seksnya.
6. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam
dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan
tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan
untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
7. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain
dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas
dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.
Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak di dorong untuk
58

mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai identitas dan
individualitas.

8. Cita-cita
Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan
mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan
reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya.
Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak keberhasilan
daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan
diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik103.
2. Pembahasan Hasil Kajian yang Relevan
Untuk lebih memperkuat teori ini, maka ada beberapa pembahasan hasil
kajian peneliti sebelumnya yang ada sangkut pautnya dengan judul ini, yaitu:
a. Rohmayati Yahya dalam skripsi berjudul “Pendidikan Islam dalam
Keluarga sebagai Pembentuk Kepribadian Anak” tahun 2005.
Membuktikan bahwa kedudukan orang tua dalam pendidikan anak adalah
penentu atau peletak dasar kepribadian anak. Anak dilahirkan dalam
keadaan suci. Dari lingkungan keluargalah salah satunya yang dominan
kepribadian anak berkembang. Dengan memberikan pendidikan Islam
dalam lingkungan keluarga, maka anak memperoleh bekal cukup untuk
kehidupan di masa yang akan datang. Adapun pendidikan Islam itu
ditekankan pada aspek keimanan, amaliah, ilmiah, akhlak, dan sosial yang
diaplikasikan dalam bentuk keteladanan yang dilakukan oleh orang tua.
Dari keteladan itu anak akan memahami bahwa pelaksanaan ajaran agama
harus benar-benar dilaksanakan. Dengan hasil penelitian ini, penulis ingin
lebih mengkhususkan penelitian kepada konsep Pendidikan Islam untuk
menumbuhkan kepribadian Islami anak.
b. Ela Nurhalalah dengan judul skripsi “Fungsi perhatian Orang Tua dalam
Upaya Pembentukan Kepribadian anak” tahun 2008. Menyimpulkan,
bahwa orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan

103
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,…h.235.
59

kepribadian. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan pendidik pertama


dan utama bagi anak. Oleh karena itu orang tua mempunyai peran yang
sangat penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian anak. Sejalan
dengan hal itu maka fungsi orang tua dalam pendidikan adalah
menyangkut penanaman pembimbingan pembiasaan nilai-nilai agama,
budaya dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi
anak, dengan demikian pembentukan dan perkembangan kepribadian anak
dapat berjalan dengan baik dan anak menjadi pribadi yang diharapkan.
Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa peranan atau
perhatian orang tua untuk menumbuhkah kepribadian anak tidak terlepas
dari nilai-nilai Islam.
60

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau
menjawab permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa
harus dibuktikan. Atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel
atau atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan
mebuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa metode deskriptif
merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya
tidak perlu merumuskan hipotesis.1
Tujuan penelitan deskriptif menurut Moh Nazir adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu
menggambarkan secara sistematika fakta dan karakteristik objek/subjek
yang diteliti secara tepat tentang kemampuan berpikir kritis siswa.

1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), cet. Ke-VIII,
h. 206.
61

B. Fokus Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan kepada masalah
menanamkan nilai-nilai aqidah pada remaja, menanamkan nilai-nilai
ibadah pada anak remaja, menanamkan nilai-nilai akhlak pada remaja,
menanamkan rasa ingin tahu (pendidikan akal).

C. Prosedur Penelitian
Prosedur penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian kepustakaan (Library Research), adapun metode yang
dilakukan adalah:

C.1 Teknik pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah ketetapan cara-cara yang
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data
dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan berbagai cara.2

C.2. Teknik Pengelolahan data


Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis
lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan
mengklasifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok
bahasan, untuk selanjutnya penulis bandingkan, analisis, simpulkan
dalam satu pembahasan yang utuh.

C.3. Analisa data


Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode
deskriptif analisis, yaitu memaparkan masalah-masalah sebagaimana
adanya, disertai argumen-argumen. Kemudian menguraikan susunan
pembahasan kepada bagian yang signifikan, setelah di analisis,

2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung : Alfabeta, 2008), cet.Ke-6, h.308.
62

dipadukan kembali unsur-unsur tersebut untuk mencapai suatu


kesimpulan.

C.4. Teknik penulisan


Teknik atau metode penulisan ini berpedoman pada Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
63

BAB IV

HASIL PENELITIAN

1. Peran Pendidikan Agama Islam di Keluarga dalam Membentuk


Kepribadian Remaja
Pada umumnya para pendidik Muslim menjadikan Luqmanul Hakim
sebagai contoh dalam pendidikan anak, di mana nasihatnya kepada anaknya
terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Luqman, maka hendaklah setiap orang
tua atau pendidik dapat mencontohi Luqmanul Hakim dalam mendidik
anaknya.

Dari hasil penelitian berbagai macam kajian pustaka diketahui


tentang peran Pendidikan Agama Islam dalam keluarga terhadap
pembentukan kepribadian remaja sebagai berikut :

A. Menanamkan Nilai-Nilai Aqidah Pada Remaja


Pendidikan aqidah terdiri dari peng-Esaan Allah, tidak
mensyarikatkan-Nya, dan mensyukuri segala nikmat-Nya.1 Jadi
pendidikan aqidah adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman
sejak anak mengerti dan memahaminya. Kewajiban orang tua adalah

1
Armai Arief, Reformasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2007) cet. Ke. 2, h. 184
64

menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar iman,


sehingga anak akan terikat dengan iman dan Islam.

Dalam menanamkan aqidah pada anak, yang paling utama


dilakukan orang tua adalah menanamkan nilai-nilai keimanan, yaitu
tidak mensyarikatkan-Nya dan mensyukuri atas segala nikmat-Nya. Hal
ini sudah dicontohkan oleh seorang yang shaleh yang namanya telah
diabadikan oleh Allah Swt di dalam Al-Qur’an yaitu Luqman Al-
Hakim. Wasiat terpenting Luqman kepada anaknya tersurat dalam
firman Allah Swt, yaitu:

             

 

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia


memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman. 31: 13)2
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yang dikutip oleh Jamaal Abdur
Rahman mengatakan bahwa “Luqman berpesan kepada putranya sebagai
orang yang paling disayanginya dan paling berhak mendapat pemberian
paling utama dari pengetahuan. Oleh karena itulah, Luqman dalam wasiat
pertamanya berpesan agar anaknya meyembah Allah semata, tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun”. 3
Sedangkan perintah agar bersyukur dijelaskan ayat yang berbunyi:

           

     

2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 654.
3
Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasullullah SAW, terj. Bahrun
Abubakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000), h. 339.
65

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua


orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman. 31: 14)

Ayat di atas mendidik manusia agar orang yang telah diberikan


nikmat yang banyak seperti hikmah, ilmu yang banyak, kemampuan
berfikir yang sempurna, kecerdasan, rizki yang melimpah ruah, kedudukan
terhormat dan lain-lainnya hendaklah pandai bersyukur kepada Allah Swt,
dan berterima kasih kepada orang yang telah berjasa kepadanya.4
Bersyukur, berarti menerima dengan ikhlas apa yang telah di
berikan dan digariskan oleh Allah kepadanya. Tanpa rasa syukur,
seseorang akan senantiasa merasa kekurangan dan tidak akan mempunyai
kepedulian kepada orang lain yang lebih kekurangan. Bersyukur adalah
salah satu indikasi dari kecerdasan spiritual. Karena orang yang selalu
bersyukur tidak akan pernah merasa kekurangan dan untuk itu dia akan
selalu merasakan kebahagiaan. Maka, hendaknya orang tua mendidik
anak-anaknya untuk menjadi orang yang pandai bersyukur.

B. Menanamkan Nilai-Nilai Ibadah Pada Remaja


Ibadah berasal dari bahasa Arab, dari akar kata “abd” yang
artinya “hamba”. Dan ini berarti penyerahan dan ketaatan seorang hamba
kepada Tuhannya. Ibadah menurut Islam mempunyai pengertian yang luas,
tidak hanya terbatas kepada shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi semua
kegiatan manusia yang tidak bertentangan dengan hukum Allah dan
dilakukan dengan niat yang baik (untuk mendapat keridhaan Allah) adalah
ibadah.5

4
Armai Arief, Reformasi Pendidikan Islam... , h. 189
5
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam..., h. 8
66

Bila kita perhatikan pembinaan ibadah pada anak dapat dilakukan


dengan lima hal, yaitu:
1) Mengajarkan Al-Qur’an
Pada fase kehidupan anak-anak, ketika mulai belajar berbicara
ada satu keinginan mereka yang sangat kuat di dalam dirinya untuk
selalu berbicara. Kondisi seperti ini sangat baik dimanfaatkan oleh
orang tua untuk mengajarkan sekaligus memperdengarkan Al-Qur’an
kepada mereka. Dengan mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak,
berarti orang tua telah memulai pendidikan yang benar dan
sesungguhnya. Berarti orang tua telah mengikat mereka dengan kitab
Allah serta mendidik untuk mengagungkan Al-Qur’an.
Al-Quran adalah kitab suci agama Islam, merupakan hukum dari
segala sumber hukum. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi penganut
agama islam untuk tidak bisa membaca Al-Quran. Setiap orang tua
pasti menginginkan buah hatinya menjadi anak yang saleh. Sebab, anak
saleh merupakan harapan yang paling berharga bagi orang tua. Untuk
mendapatkan itu, diperlukan kesungguhan yang tinggi dari orang tua
dalam mendidik anak-anak mereka. Salah satu yang wajib diajarkan
kepada anak adalah Al-Quran karena ini merupakan pedoman hidup
manusia. Pengenalan terhadap Al-Quran sebaiknya dilakukan anak
masih berusia dini. Dengan demikian, anak-anak menjadi terbiasa dan
membudayakan membaca Al-Quran dalam kehidupan mereka sehari-
hari.
2) Melatih Pelaksanaan Shalat
Peran orang tua dalam pembinaan ibadah khususnya ibadah
shalat pada anak. Hendaknya selalu mengarahkan dan menasehati anak-
anaknya tentang ibadah shalat dan kebaikan sebagaimana firman Allah:

          

       


67

Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)


mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). (QS. Luqman. 31: 17)6

Mengingat shalat adalah tiang agama, maka peran orang tua


adalah menyuruh anak-anaknya mengerjakan shalat. Langkah ini bisa
dengan mengajak mereka agar ikut berdiri di samping ayah dan
ibunya ketika keduanya sedang shalat di rumah. Kemudian orang tua
harus membekali anak-anaknya pengetahuan tentang shalat ketika
anak-anaknya berumur enam atau anak sudah memasuki sekolah
dasar.
3) Melatih Puasa
Melatih anak-anak berpuasa berarti mengajak mereka
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh Allah. Walaupun ia belum
kuat untuk melaksanakan ibadah puasa seharian penuh. Dengan
demikian ketika mereka sampai pada usia taklif, mereka sanggup
mengerjakan ibadah puasa ini. Sesuai dengan garis-garis yang telah
ditentukan oleh Allah Swt, sebaliknya apabila anak-anak tidak dilatih
dan dibiasakan mengerjakan ibadah puasa, kelak ketika mereka
memasuki usia taklif akan meresakan kesulitan untuk
melaksanakannya.
Puasa juga memiliki efek positif bagi anak. Melalui orang tua,
anak bisa dijelaskan makna puasa yaitu mampu mengendalikan diri
atau Manahan hawa nafsu. melalui puasa, anak dilatih untuk mampu
menahan emosinya. Bulan puasa adalah juga bulan untuk banyak
beramal. Orang tua bisa memberi contoh dan menjelaskan realitas lain
di luar lingkungan anak, bahwa ada orang yang kekurangan, yang
harus dibantu.

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 655
68

Masa kanak-kanak bukanlah merupakan suatu masa


pembebanan atau pemberian kewajiban, tetapi merupakan masa
persiapan, latihan dan pembiasaan agar anak terbiasa ketika ia telah
dewasa. Dengan demikian pelaksaan kewajiban nantinya akan terasa
mudah dan ringan, di samping itu juga sudah memiliki kesiapan dan
kematangan dalam mengarungi kehidupan dengan penuh keyakinan.
C. Menanamkan Nilai-Nilai Akhlak Pada Remaja
Perkataan akhlak dapat diartikan perangai seseorang, budi pekerti
ataupun tingkah laku yang ia miliki. Menurut Ahmad Amin dalam bukunya
“Al-Akhlak”yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, merumuskan pengertian
akhlak sebagai berikut, “Akhlah ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik
dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah
manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalam untuk melakukan apa yang
harus diperbuat”.7
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

              

  


Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (QS. Luqman. 31: 18)8
Ayat di atas hendaklah diperhatikan oleh setiap orang tua untuk
mendidik anaknya dalam pergaulan sehari-hari dengan etika yang baik,
budi pekerti, sopan santun, yaitu kalau sedang berbicara berhadapan
dengan orang lain, hendaklah berhadapan muka tidak boleh memalingkan
muka, karena dengan demikian akan tersinggung perasaan orang lain.

7
Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Pembinaan Aklhlaqulkarimah, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988), cet. Ke 4, h. 12
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 655
69

Sedangkan berjalan di bumi secara angkuh adalah kurang pedulinya


terhadap orang lain. Ini adalah gerakan yang dibenci dan dimurkai Allah,
serta dibenci manusia. Jadi, pembinaan pribadi anak menuju akhlak yang
baik adalah dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan, sehingga
terwujudlah sikap mental anak dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran
Islam.

D. Menanamkan Rasa Ingin tahu (Pendidikan Akal)


Seorang anak membutuhkan rasa ingin tahu. Diantara gerak dan
tingkah alku anak banyak menunjukkan bahwa ia ingin tahu, misalnya
setiap benda atau apa saja yang terdapat disekitarnya, menggugah
perhatiannya, lalu benda itu di periksanya dengan tangan dan mulutnya.
Karena itu tidak patut apabila orangtua membentak anak ketika ia sedang
melakukannyaatau mencegahnya dari pencarian dan rasa ingi tahunya
tanpa suatu alasan. Dan kalaupun tujuannya untuk mendidik maka tidaklah
hal itu dilakukan terlalu lama.
Menurut Zakyah Daradjat kebutuhan ingin tahu tentang
lingkungannya adalah termasuk faktor yang penting untuk menumbuhkan
kesanggupan padanya. Oleh karena itu orang tua harus memperhatikan hal
ini dalam mendidik anaknya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
ini ialah dengan aktivitas sendiri (permainan). Akan tetapi permainan pada
umur kanak-kanak itu permainannya tidak menentu, karena itu orang tua
memiliki peran yang sangat penting dalam memimpin anak-anak.9
Ramayulis dalam bukunya “Pendidikan Islam Dalam rumah
Tangga” menyebutkan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
pendidikan akal anak-anak adalah :
1. Anak-anak harus diberi kesempatan bergerak dan diajar cara yang akan
menolongnya untuk mencapai kebutuhan jiwanya. Supaya jangan
mereka merasa tidak tentram dan merasa tidak mendapat perhatian dan
penghargaan. Juga dalam mendidik anak-anak jangan digunakan cara-

9
M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidika,(Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1 h. 15
70

cara ancaman, kekejaman dan siksaan badan, dan ia juga jangan merasa
diabaikan dan merasa kekurangan dan kelemahan. Begitu juga jangan
dilukai perasaan mereka dengankeritik tajam, ejekan cemoohan,
menganggap enteng pendapatnya serta membandingkannya dengan
anak-anak tetangga dan kaum kerabat yang lain.
2. Berikanlah ia peluang untuk menyatakan diri, keinginan, pikiran, dan
pendapat mereka dengan menyatakan secara sopan dan hormat, di
samping menolong mereka berhasil dalam pelajaran dan menunaikan
tugas yang dipikulkan kepadanya.
3. Ajarkan kepada mereka berbagai jenis ilmu yang dapat merangsangnya
untuk mempergunakan fikirannya, seperti ilmu mantik, matematika dan
sebagainya.10
Berdasarkan hal-hal tersebut bahwa keluarga dalam hal ini orang
tua jelas berperan dalam perkembangan dan mengembangkan kepribadian
anak dalam hal ini remaja. Orangtua menjadi faktor penting dalam
menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan
gambaran kepribadian sesorang setelah dewasa. Jadi gambaran
kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seseorang setelah dewasa,
banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi
sebelumnya. Para ahli sependapat bahwa dasar kepribadian anak
ditanamkan dan terpola pada tahun-tahun awal kehidupan anak. 11
Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya individu,
dimana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber
pendidikan nalar seorang anak. Keluarga ini juga dinilai sebagai lapangan
pertama, dimana di dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-
pengaruh dan unsur-unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.12

10
Ramayulis Dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Radar Jaya Offset), h.
86-87.
11
Singgih D. Gunasa, Yulia Singgih D. Gunasa, Anak Remaja dan Keluarga,(Jakarta:
Penerbit Libri, 2011 ), h. 93.
12
Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid,
(Jakarta: Mustaqim, 2004), h. 42.
71

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang bersifat kodrati,


karena antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik
terdapat hubungan darah. Karena itu kewenangannya pun bersifat kodrati
pula. Sifat yang demikian, membawa hubungan antara pendidik dan
terdidik menjadi sangat erat. Fungsi lembaga pendidikan keluarga, antara
lain yaitu:
1. Merupakan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak, lembaga pendidikan
keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting
dalam perkembangan pribadi anak.
2. Di dalam keluarga menjamin kehidupan emosi anak, kehidupan emosional ini
merupakan salah satu faktor yang penting di dalam membentuk pribadi
sesorang.
3. Menanamkan dasar pendidikan moral, di dalam keluarga juga merupakan
penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam
sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontohi anak.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial, di dalam kehidupan keluarga, merupakan
basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak.
Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal
terdiri dari ayah, ibu dan anak.
5. Peletak dasar-dasar keagamaan, masa kanak-kanak adalah masa yang paling
baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak dibiasakan
ikut serta ke masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengar
ceramah keagamaan kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap
keperibadian anak.13
Lingkungan rumah khususnya orangtua menjadi teramat penting
sebagai “tempat persemaian” dari benih-benih yang akan tumbuh dan
berkembang lebih lanjut. Namun orangtua seringkali terlalu memercayakan
perkembangan dan pendidikan anak kepada orang lain.14

13
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, ..h. 39-43
14
Singgih, Yulia Singgih, Anak Remaja Dan Keluarga... h. 92
72

Sebagaimana hakikat dari perkembangan yang membutuhkan campur


tangan orang-orang yang ada di sekeliling kehidupan anak, yakni yang pertama
dan terutama adalah orang tuanya sendiri, demikian pula dalam usaha
mempersiapkan anak menghadapi remaja. Dalam hal ini, orang tua tentu saja
meliputi ayah dan ibu.
Masa remaja merupakan masa yang dalam kondisi bimbang dan
gamang, biasanya kondisi seperti ini akan mudah terpengaruh oleh
lingkungannya baik pengaruh positif atau negatif. Jika tidak diiringi dengan
bimbingan keagamaan secara baik maka akan menjadi berbahaya terhadap
pembentukan mental/jiwa remaja.
Sikap beragama remaja merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri
seorang remaja yang mendorong sisi orang untuk bertingkah laku yang
berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif,
perasaan terhadap agama sebagai komponen efektif dan perilaku terhadap
agama sebagai komponen kognatif. Di dalam sikap keagamaan antara
komponen kognitif, efektif dan kognatif saling berintegrasi sesamanya secara
kompleks.15
Melihat lingkup tanggung jawab pendidikan Islam yang meliputi
kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas dapatlah diperkirakan bahwa
para orang tua tidak mungkin dapat memikulnya sendiri secara “sempurna”,
lebih-lebih dalam masyarakat yang senantiasa berkembang maju. Hal ini
bukanlah merupakan aib karena tanggung jawab tersebut tidaklah harus
sepenuhnya dipikul oleh orangtua secara sendiri-sendiri, sebab mereka,
sebagaimana manusia mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Namun demikian
patutlah diingat bahwa setiap orang tua tidak dapat mengelakkan tanggung
jawab itu. Artinya, pada akhirnya, betapapun juga, tanggung jawab pendidikan
itu berada dan kembali atau terpulang kepada orang tua juga.
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak. Di
sekolah anak akan mendapatkan pendidikan yang intensif. Sekolah merupakan

15
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke-7, h. 96.
73

tumpuan dan harapan orang tua, masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan


bangsa. Karena sekolah membantu orang tua dalam menanamkan budi pekerti
yang baik, sekolah juga melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan
seperti membaca, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu yang sifatnya
mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan. Sekolah berfungsi untuk
membantu keluarga menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anak
yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian yang mulia serta pikiran yang
cerdas, sehingga nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat.
Di dalam keluarga orang tua tidak mempuyai kesempatan memberi
pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak. Orang tua harus bekerja
sepanjang hari untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi rumah tangga, sehingga
salah satu dari tugas pendidikan keluarga diserahkan kepada guru atau sekolah.
Jadi, tugas yang dilakukan guru di sekolah merupakan perlimpahan sebagian
tanggung jawab orang tua sebagai kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga.
Sekolah juga merupakan gambaran makro bagi rumah tangga, karena di
sana anak-anak mendapat kawan bergaul dan mendapatkan guru selaku orang
tua yang menemaninya dalam bermain, memberi tuntunan dan motivasi,
bersikap lemah lembut dan kasih sayang.
Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru di sekolah harus
memiliki kepribadian yang dapat dijadikan tauladan oleh anak-anak di sekolah.
Antara lain:
a. Zuhud (tidak mengutamakan materi) dan mengajar karena mencari
keridlaan Allah.
b. Guru yang suci (jasmani dan rohani)
c. Ikhlas dalam perbuatan atau pekerjaan.
d. Bersikap pemaaf.
e. Mempunyai sifat-sifat kemuliaan dan kewibawaan.
f. Seorang guru harus menguasai materi pelajaran serta senantiasa
memperdalam materi pelajaran tentang itu.16

16
Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam menggali Tradisi
Meneguhkan Eksistensi, (Malang: UIN Malang Perss, 2007), h. 96.
74

Di samping itu, seorang guru di sekolah harus menjadi pusat


keteladanan bagi anak-anak didiknya. Dalam segala materi pelajaran guru
selalu mengaitkan dengan penanaman nilai-nilai keimanan dan akhlak yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Lingkungan masyarakat merupakan sebagai pusat pendidikan
ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Di Masyarakat terdapat norma-
norma yang harus diikuti oleh seorang anak dan norma-norma itu
berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak, dalam bertindak dan
bersikap. Anak-anak secara tidak langsung menerima pendidikan dari para
pemimpin masyarakat, pemimpin agama, dan tokoh-tokoh masyarakat
untuk membentuk kebiasaan, pengetahuan, minat, dan sikap. Para tokoh,
penguasa dan para pemimpin yang mengelola lembaga-lembaga
pendidikan seperti: organisasi-organisasi sosial keagamaan, organisasi
pemuda, kesenian, olahraga dan lain sebagainya dapat membantu
terselenggranya pendidikan dalam upaya untuk menambah ilmu
pengetahuan, kesusilaan, tingkah laku, ketrampilan pada anak.
Pendidikan merupakan tolak ukur maju mundurnya suatu bangsa
dan Negara, karena pendidikan merupakan suatu kekuatan yang
mempunyai kewenangan yang besar bagi bangsa dan Negara. Untuk
menciptakan suatu masyarakat yang hidup makmur dan hidup bahagia,
baik menyangkut aspek lahiriah maupun bathiniah tidak bisa dipisahkan
dengan pendidikan. Artinya proses kehidupan manusia untuk mendapatkan
kebahagian baik di dunia maupun di akhirat adalah menjadi tanggung
jawab bersama baik keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Peran
pemerintah sangat mempengaruhi sekali terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Seperti sarana dan prasarana, pembiayaan
pendidikan, tenaga kependidikan, dan fasilitas lainnya serta berbagai
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, media dan teknologi yang
dilakukan pemerintah.
Di zaman modern sekarang ini perkembangan media dan teknologi
saat ini sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat, termasuk anak-anak.
75

Hampir semua aspek kehidupan, khususnya di kota-kota besar,


dipengaruhi oleh media dan teknologi. Contoh yang paling nyata adalah
cara orang berkomunikasi, bahkan sekarang ini sudah sampai di pedesaan,
menggunakan seluler atau handpone dalam berkomunikasi. Komunikasi
melalui internet juga sudah menjamur.
Dalam hal ini peran media dan teknologi sangat penting untuk
menumbuhkan kemampuan anak, di antara nilai-nilai positif media dan
teknologi untuk anak yaitu:
a. Mengembangkan tingkatan kefahaman anak pada beberapa
permasalahan Islam, ilmiah, dan sosial.
b. Meningkatkan kemampuan dalam berintraksi dengan berbagai media
komunikasi yang beragam.
c. Mengembangkan kemampuan berfikir secara ilmiah dan
memecahkan berbagai masalah.
d. Mengembangkan kemampuan dalam belajar sendiri (active learning)
yang selalu memotivasi si anak untuk selalu mencari berbagai
sumber ilmu pengetahuan dan informasi.
e. Belajar melalui kebiasaan untuk mempergunakan mainan-mainan
elektronik.17
Dengan demikian betapa pentingnya media dan teknologi dalam
membantu kreatifitas dan perkembangan nalar anak, untuk itu sudah
selayaknya anak-anak mengetahui dalam mempergunakan berbagai alat
elektronik dapat menjadi modal tersendiri bagi anak untuk mentafsirkan
serta memperkuat informasi, data dan pengetahuan Islam. Di samping itu,
orang tua harus selalu mengawasi anak-anaknya dalam mempergunakan
alat-alat elektronik, karena dampak negatif dari media tersebut sangat
merusak moral dan akhlak anak, seperti situs-situs porno dan tayangan
yang tidak mendidik untuk anak.
Pada akhirnya, perlu disampaikan beberapa hal penting dalam cara
mempersiapkan anak menghadapi masa remaja, yakni:

17
Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim..., h. 320
76

a. Perlunya menciptakan suasana yang baik dalam keluarga, jauh dari


ketegangan emosi, jauh dari uapan yang disertai bentakan atau
cercaan, jauh pula dari suasana yang menimbulkan perasaan benci,
kesal dan bermusuhan. Sebaliknya perlu keadaan penuh
kedamaian, sikap dan uapan yang menyenangkan, menyejukkan
sehingga dirasakan “rumahku adalah istanaku”. Dalam suasana
yang baik, usaha mempengaruhi aspek karakter pada anak akan
lebih mudah dilakukan.
b. Perlu dilakukan pendekatan pribadi dengan dasar perbedaan
perorangan sehingga semua usaha memengaruhi anak harus
terpusat pada anak itu sendiri. Misalnya dalam menghadapi anak
pertama mungkin berbeda dengan anak kedua, karena secara
keseluruhan kedua pribadi anak memang tidak sama.
c. Perlunya memperhatikan prinsip ulangan untuk memperkuat
sesuatu agar kelak bisa mantap sebagai bagian dari kepribadiannya.
d. Meskipun faktor imitasi perlu dan orangtua harus memperlihatkan
keteladanan bagi anaknya, tetapi kemauan, kemampuan dan teknik
berbicara dengan anak perlu diperhatikan.18

Manusia sering disebut dengan homo religius ( makhluk


beragama), ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi dasar (
fitrah keagamaan) yang bisa dikembangkan sebagai makhluk yang
beragama. Sehingga manusia mempunyai kesiapan untuk menerima
pengaruh dari luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk
yang memiliki rasa dan prilaku keagamaan. Pengaruh tersebut dapat
berupa bimbingan, pembinaan, latihan, pendidikan atau yang lainnya,
yang secara umum disebut sosialisasi.

Dengan demikian, selain fitrah keagamaan yang dimiliki manusia,


ada faktor-faktor lain dari luar diri manusia ( ekstern) yang dapat

18
Ma’mur daud, Terjemah Shahih Muslim, Jilid 4, ( Jakarta: Widjaya, 1984), cet. Ke-1, h.
242.
77

berpengaruh dalam perkembangan sikap keberagamaan manusia, factor


itu antara:

1). Lingkungan Keluarga


Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana
dalam kehidupan manusia. Kehidupan keluarga menjadi fase
sosialisasi pertama bagi pembentukan sikap keberagamaan
seseorang. Karena merupakan gambaran kehidupan, sebelum
sesorang mengenal kehidupan luar. Pengalaman hidup dalam
keluarga akan menjadi pegangan untuk menjalani kehidupan
selanjutnya.
Keluarga terutama kedua orang tua sangat beperan dalam
pembentukan sikap keberagamaan seseorang.
2). Lingkungan sekolah
Lingkungan intitusional yang ikut menunjang terbentuknya
sikap keberagamaan diantaranya yaitu sekolah. Sekolah menjadi
pelanjut dari pendidikan keluarga dan turut serta memberi pengaruh
dalam perkembangan dan pembentukan sikap beragama seseorang (
remaja).19 Dalam kehidupan manusia, kepribadian merupakan hal
yang sangat penting sekali, sebab aspek ini akan menentukan sikap
identitas diri seseorang. Baik dan buruknya seseorang itu akan
terlihat dari kepribadian yang dimiliknya. Oleh karena itu,
perkembangan kepribadian ini sangat tergantung kepada baik atau
tidaknya proses pendidikan yang ditempuh.
Dalam sabda Rasullullah SAW tertera bahwa setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, dari sabda ini dapat dijelaskan
bahwa anak belum dapat berbuat apa-apa terhadap banyak hal di
dalam kehidupan di dunia oleh karena itu anak akan menerima
berbagai pengaruh dari luar melalui indera yang dimilikinya,

19
Ma’mur Daud, Terjemah Shahih Muslim... Jilid 4, h. 242-243.
78

pengaruh-pengaruh tersebut sangat berhubungan dengan


perkembangan intelektual anak, tingkat konsentrasi anak, tingkat
kewaspadaan anak dan juga perkembangan sosial anak.
Dalam menanggapi pengaruh-pengaruh yang mempengaruhi
perkembangan remaja yang di dalamnya terdapat dari banyak segi,
diantaranya segi lingkungan sekitar remaja, pemerintah dan media
teknologi, konsep pendidikan islam merupakan sebuah model
pendidikan yang baik dalam mendidik dan membina anak yang
bersumber dari Al-qur’an dan Sunnah Rasul, karena di dalamnya
terdapat berbagai bidang kehidupan, diantaranya tentang akidah,
akhlah, ibadah, hubungan dengan sesama manusia, hubungan
dengan keluarga, dan lain sebagainya.
79

BAB V

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Keluarga dalam hal ini adalah orang tua memiliki peranan yang sangat
penting terhadap pendidikan remaja, terutama pada pendidikan agama islam
harus di terapkan pada anak. Keluarga juga harus memberikan bimbingan dan
arahan sebaik mungkin kepada remaja, karena anak atau remajadi sini adalah
merupakan anugerah yang diberikan Allah yang harus dijaga.

Berdasarkan penjabaran pada bab-bab sebelumnya yang membahas


tentang “Peran Pendidikan Agama Islam dikeluarga dalam Membentuk
Kepribadian Remaja” dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Pendidikan
Agama Islam berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam
pada remaja. 2) Pendidikan Agama Islam berperan penting pada pembinaan
ibadah pada remaja, 3) Pendidikan Agama Islam berperan penting
menanamkan nilai-nilai akhlak pada remaja, 4) Pendidikan Agama Islam
berperan penting dalam menanamkan rasa ingin tahu (akal pikiran) bagi
remaja.

Jadi jelas bahwa orang tua wajib memberikan pendidikan agama Islam
kepada anak remajanya, karena dengan adanya peran Pendidikan Agama Islam
dikeluarga dalam membentuk Kepribadian Remaja, remaja akan mampu
80

tumbuh berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman modern


sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah SWT.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpuan di atas bahwa pendidikan agama Islam


berperan penting dikeluarga dalam membentuk kepribadian remaja sehingga
keluarga dalam hal ini adalah orang tua wajib dan harus memberikan dan
mengajarkan pendidikan agama Islam kepada anak-anaknya sejak sedini
mungkin agar kelak kepribadian anaknya jika sudah besar memiliki
kepribadian yang baik sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan yang
timbul di era modern saat ini.

C. Saran-Saran

Setelah penulis meneliti serta mengamati peran pendidikan agama


Islam dikeluarga dalam membentuk kepribadian remaja. maka dalam
kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai
berikut :

1. Hendaknya pihak keluarga selalu berusaha menanamkan pendidikan


agama Islam dalam membentuk kepribadian ramaja.
2. Hendaknya pihak keluarga mengembangkan peran pendidikan agama
Islam lebih besar lagi selain pada aspek yang telah penulis sebutkan di atas
mengingat tantangan remaja semakin kompleks.
3. Hendaknya pihak keluarga bekerjasama dengan pihak sekolah, masyarakat
dalam membentuk kepribadian remaja.
4. Hendaknya pihak keluarga mendidik remaja dengan konsep Islam.
81

Daftar Pustaka

Abdur Rahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasullullah SAW, terj.
Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000

Akbar, Ali, Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera,


Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Antara, 1996

Ahmadi, Abu, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Amrica, 1985

Affandi, MA, Bisri, H. Dirasat Islamiyah I, Surabaya: CV Aneka Bahagia, 1993

Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan


Bintang, 1970
Ali, Atabih, Kamus Inggeris Indonesia Arab, Yogyakarta: Multi Karya Grafika,
2003 cet.Ke-I
Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha
Nasional, 1984

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha


Nasional, 1973

An-Nahlawi, Abdurahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,


Jakarta: Gema Insani Press, 1996, cet. Ke-II

Anshori, Syaifudin, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan


Umatnya, Jakarta, 1986

Arifin, H.M, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Lingkungan Sekolah dan


Keluarga, 1997
Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRSD Press, 2007 cet. Ke. 2

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, cet. Ke-
VIII

Bawani, Imam, Segi- Segi Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1987

BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN, Jakarta, 1993

Daradjat, Zakyah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta:


CV.Ruhama, 1995
82

Daradjat, Zakyah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012

Daud, Ma’mur, Terjemah Shahih Muslim, Jilid 4, Jakarta: Widjaya, 1984, cet. Ke-
1
Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: PT. Bina Pustaka, 1980, cet. Ke-1

Fuhaim, Asy-Syaih Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah


Obid, Jakarta: Mustaqim, 2004
Ghazalba, Sidi, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1989, cet.Ke-V
Hartati, Netty, Dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004, cet. 1

Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang


rentang kehidupan. Jakartah : Erlangga, 1980

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2004), Cet. VIII

Kholil, Umam, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Duta Aksara, 1998
Knoers, PJ. Monks-A.M. P, Haditono, Siti Rahayu, Psikologi perkembangan
Pengantar dalam berbagai bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada university
Press, 2002
Mahyudi, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Alam Mulia,1991.
Malik, Abdul karim Amrullaah, dan Djumransjah, Pendidikan Islam menggali
Tradisi Meneguhkan Eksistensi, Malang: UIN Malang Perss, 2007
Marimaba, D. Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; Alma’arif,
1989, cet. Ke- VIII
Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar Penerapannya dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Surabaya: CV Citra Media, 1996
Mujib, Abdul, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006

Mujib, Abdul, dan Mudzakir, Jusuf, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. 2

Mujib Abdul, dan Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Agama Islam, Bandung:


Trigenda Karya, 1993
83

Munandar, Utami, Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Anatra, 1992,


cet. Ke-2
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997, cet.
Ke-1

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia

Noto Widegdo, Noto Widegdo, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Pustaka Anta, 1992,
cet. Ke-4

Nuraulia, Rihlah, Nuraida, Character Building untuk Guru, Jakarta, Aulia


Publishing House, 2007

Porbakawatja, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 1995, cet. Ke-8

Rahmat, Jalaludin, dan Ganda Atmaja, mukhtar, Keluarga Muslim Dalam


Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, cet. Ke-2

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002

_______. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet. Ke-7

_______. Dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah tangga, Jakarta: Radar Jaya
Offset

Razak, Nasrudin, Dienul Islam, Bandung: Al-Ma’arif 1986

Sabri, M. Alisuf , Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999, cet.
Ke-1

Safuri, Rafy, Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Singgih, Yulia, Gunasa, D. Singgih, Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta: Penerbit
Libri, 2011

Soedirman, M. Basofi, Eksistensi Manusia dan Agama, Jakarta: Yayasan Annash,


1995

Soelaeman, M.I, Pendidikn dalam Keluarga, Bandung: CV. Alpabeta, 1994


84

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D, (Bandung : Alfabeta, 2008), cet.Ke-6

Turkamani, Ali, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, Jakarta : Pustaka


Hidayah 1992, cet. Ke-1

TM, Fuaduddin, Pengasuh Anak Dalam Keluarga Islam, Jakarta: Lembaga Kajian
Agama Dan Jender, 1999

Ya’kub, Hamzah, Etika Islam, Pembinaan Aklhlaqulkarimah, Bandung: CV.


Diponegoro, 1988, cet. Ke 4

Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Hidakarya Agung,


1990, cet.Ke- XII
Zahara, Idris, Dasar-dasar Kependidikan 1, Padang: Angkasa Raya, 1987

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-
II
_______. Metodologi Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani, 1993

_______. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: usaha Nasional, 1983

Anda mungkin juga menyukai