Anda di halaman 1dari 84

ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

SYARIFAH HURAL ENI


109190093710

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1436 H / 2015 M
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan limpahan

rahmat-Nya kepada semua mahkluk-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar (S.1) Sarjana Pendidikan Islam, Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda kita Nabi

besar Muhammad Saw. yang telah membawa risalah keilahian yang telah

mengarahkan kita kealam penuh petunjuk dan hidayah.

Penulis menyadari, bahwa usaha penulisan skripsi ini masih banyak

mengalami banyak kekurangan, akan tetapi berkat ketekunan dan bantuan

dari berbagai pihak, sehingga kekurangan tersebut dapatdiatasi dengan baik.

Untuk itu penulis ucapkan banyak terimah kasih yang tak terhingga kepada:

1. Kedua orang tua penulis, ibunda Syarifah Faizah (Almarhumah) dan

Syarifah Alwiah, S.Pd dan Ayahanda S.M. Alwi, S.Pd.I, yang telah

membimbing dan memberi dukungan baik moril maupun materil sejak

kecil sampai sekarang.

iv
v

2. Dr. Irwan Akib, M. Pd. I, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar

yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi di

perguruan tinggi di Universitas Muhammdiyah Makassar.

3. Drs. H. Mawardi, M. Pd. I, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammdiyah Makassar, yang telah membantu penulis sejak menjadi

mahasiswa hingga akhirnya masa perkuliahan selesai di Fakultas

Agama Islam.

4. Amirah Mawardi S.Ag, M.Si, Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam

yang senantiasa membantu penulis dalam persoalan Akademik dan

selaku pembimbing II yang dalam kesibukannya tetap memberikan

bimbingan dan masukan dengan penuh kesabaran hingga

terselesaikan penulisan ini.

5. Dr. Hj. Maryam, M.Th.I, Sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam

yang senantiasa membantu penulis dalam persoalan Akademik dan

selaku pembimbing I yang dalam kesibukannya tetap memberikan

bimbingan dan masukan dengan penuh kesabaran hingga

terselesaikan penulisan ini.

6. Bapak/Ibu para dosen yang telah mentrasfer ilmu pengetahuan

kepada penulis yang penuh manfaat dan berkah, semoga amal

jariahnya selalu mengalir.

7. Semua karyawan Fakultas Agama Islam yang selalu melayani

dengan ikhlas, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.


vi

8. Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan masukan kepada penulis, teman-teman PAI angkatan

2010 kelas C terutama Mukrimah, S.Pd.I , Zaynab Juhali S.Pd.I ,

Sumarni, S.Pd.I , Sandi Pratama.

9. Rekan-rekan BPH PIKOM IMM FAI Periode 2013-2014 telah banyak,

memberikan arahan dan dukungannya kepada penulis terutama

kepada kakanda Alamsyah, S.Pd.I, Amal Fitrah. R, S.Pd.I , Astriani

Wangka, S.Pd.I. Serta rekan-rekan UKM LKIM-PENA dan seluruh

elemen yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu-persatu

dalam penulisan ini yang telah membantu dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Akhirnya, kepada Allah swt. kami memohon semoga semua pihak

yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya semoga senantiasa

memperoleh balasan disisi-Nya, amiin.

Makassar, 29 Rabi’ul Awal 1436 H


20 Januari 2015 M

Penulis

Syarifah Hural Eni


ABSTRAK

SYARIFAH HURAL ENI, 105190093710. Pendidikan Karakter Dalam


Perspektif Al-Qur’an. (Dibimbimng oleh : Hj. Maryam, Amirah Mawardi)
Skripsi ini mengacu pada dua tujuan penelitian yaitu, untuk
mendeskripsikan pendidikan karakter dalam perspektif Al-Qur’an dan untuk
mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspekif Al-Qur’an.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian yang
diharapkan dapat mempermudah dalam upaya memperoleh jawaban
terhadap sejumlah rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat kajian
kepustakaan (Library Research) yang difokuskan pada penelusuran dan
penelaan literatur serta bahan pustaka.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa Pendidikan karakter dalam al-
Qur’an yaitu usaha mendidik dalam mengarahkan potensi kebaikan berupa
potensi agama, yang mengutamakan terbentuknya Iman sehingga
menghasilkan kepribadian yang berkarakter atau berakhlak mulia sesuai
dengan ajaran Islam dan konsep pendidikan dalam al-Qur’an. Pendidikan
karakter dalam perspektif al-qur’an menekankan pembentukan tauhid
keimanan. Keterkaitan iman dan akhlak terjalin hubungan yang sangat kuat.
Seseorang akan dikatakan memiliki akhlak yang baik jika memiliki iman yang
benar dan sesuai syariat Islam Setelah pembentukan keimanan, selanjutnya
konsep pembentukan akhlak. Yaitu akhlak terhadap kedua orangtua, akhlak
terhadap kepada kedua orangtua ialah bersikap lemah lembut, sopan, dan
menghargai jasa ibu bapak dengan berbakti kepadanya. Sedangkan akhlak
terhadap masyarakat yaitu senantiasa bersikap rendah hati dan tidak
menyombongkan diri. Berperilaku sopan dalam berbicara terutama kepada
orang yang lebih tua. Selanjutnya Konsep penguatan Ibadah, dengan
tertanamnya keimanan yang kuat peserta didik akan memahami eksistensi
dirinya sebagai hamba Allah, yaitu beribadah sesuai syariat Islam.Dan
senantiasa saling menasihati dalam kebaikan.Untuk mendukung
pembentukan karakter terdapat model-model pendidikan yang terdapat
dalam Al-Qur’an, yaitu model pembiasaan, model perintah, model targhib
(motivasi), serta model qudwah (teladan).

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI................................. iii
HALAMAN PRAKATA.......................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK.......................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................. 7


A. Pendidikan Karakter.......................................................... 7
1. Pengertian Karakter...................................................... 7
2. Dasar Pembentukan Karakter ...................................... 10
3. Tujuan Pendidikan Karakter ........................................ 14
4. Urgensi Pendidikan Karakter ....................................... 16
B. Al-Qur’an ........................................................................... 17
1. Pengertian Al-Qur’an ................................................... 17
2. Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur’an ............................ 21
C. Pendidikan Karakter Dalam Islam............…….. ................ 27

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 32


A. Jenis Penelitian ................................................................ 32
B. Variabel Penelitian ............................................................. 32
C. Defenisi Operasional Variabel ........................................... 33
D. Teknik Pengumpulan Data................................................. 34
E. Teknik Pengelolaan Data................................................... 35

ix
x

F. Teknik Analisis Data .......................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................... 37


A. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Al-Qur’an.............. 37
1. Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Al-Qur’an ...... 38
2. Model-Model Pendidikan Karakter............................... 55
B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Perspektif Al-Qur’an......... 61

BAB V PENUTUP .............................................................................. 71


A. Kesimpulan ...................................................................... 71
B. Saran ............................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 73
LAMPIRAN............................................................................................... 75
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter menjadi isu menarik dan hangat dibicarakan

kalangan praktisi pendidikan akhir-akhir ini. Hal ini karena dunia pendidikan

selama ini dianggap terpasung oleh kepentingan-kepentingan yang absurd,

hanya mementingkan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran, tanpa

dibarengi dengan intensifnya pengembangan kecerdasan hati, perasaan, dan

emosi. Output pendidikan memang menghasilkan orang-orang cerdas, tetapi

kehilangan sikap jujur dan rendah hati. Mereka terampil, tetapi kurang

menghargai sikap tenggang rasa dan toleransi. Imbasnya, apresiasi terhadap

keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal.

Dalam konteks yang demikian, pendidikan selama ini dianggap telah

melahirkan manusia-manusia berkarakter oportunis, hedonis, tanpa memiliki

kecerdasan hati, emosi dan nurani. Tidaklah mengherankan jika kasus-kasus

yang merugikan negara dan masyarakat (seperti kasus Akil Muchtar ketua

Mahkamah Konstitusi, kasus Prof. Dr. Rudi Rubiandini cek perjalanan

pemilihan Deputi Gubernur BI, kasus Gayus, kasus Malinda Dee,

Nazaruddin, Presiden PKS Muhammad Lutfi Hasan, beberapa petinggi partai,

dan masih banyak kasus lainnya), justru melibatkan orang-orang yang secara

formal berpendidikan tidak rendah. Ini artinya, pendidikan selama ini,

1
2

setidaknya telah memiliki andil terhadap maraknya korupsi, kolusi, dan

nepotisme yang menyebabkan negara ini tergolong sebagai salah satu

negara yang tingkat korupsinya tinggi di dunia. Pakar pendidikan Dr. Arif

Rahman menilai bahwa sampai saat ini masih ada yang keliru dalam

pendidikan di tanah air. Menurutnya, titik berat pendidikan masih lebih

banyak pada masalah kognitif.

Pendidikan nasional yang disusun pemerintah melalui undang-

undang sebenarnya sudah menekankan pentingnya pembangunan karakter

anak didik. Hal ini terimplikasikan melalui pendidikan akhlak dalam hal

pembinaan moral dan budi pekerti (sesuai UU Sisdiknas tahun 1989 atau

revisinya tahun 2003).

Dalam UU RI tentang sistem pendidikan nasional No.20/2003 pada

Pasal 3 BAB II mengenai tujuan pendidikan, bahwa tujuan pendidikan

nasional adalah untuk melahirkan manusia yang beriman dan bertakwa. Dan,

dalam Pasal 36 Ayat 3 BAB X tentang Kurikulum dikatakan, kurikulum

disusun dengan memerhatikan peningkatan iman dan takwa. Meskipun

dalam pasal-pasal tersebut kata-kata “iman dan takwa” tidak terlalu

dijelaskan, namun kenyataaannya dapat dikatakan bahwa mayoritas akhlak

para peserta didik yang dihasilkan dari proses pendidikan di Indonesia tidak

sesuai dengan yang dirumuskan.

Menurut Ahmad Tafsir dalam Ulil Amri Syafri (2012:4) yaitu :


3

Kesalahan terbesar dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah


para konseptor pendidikan melupakan keimanan sebagai inti kurikulum
nasional. Meskipun konsep-konsep pendidikan nasional yang disusun
pemerintah dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional sudah menekankan pentingnya pendidikan
akhlak dalam hal pembinaan moral dan budi pekerti , namun ternyata
hal tersebut tidak diimplementasikan ke dalam kurikulum sekolah dalam
bentuk Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Akibatnya,
pelaksanaan pendidikan di tiap lembaga tidak menjadikan pendidikan
keimanan sebagai inti semua kegiatan pendidikan. Sehingga lulusan
yang dihasilkan tidak memiliki keimanan yang kuat.

Demikian juga pendidikan keluarga, sebagai lingkungan yang paling

akrab dengan anak, keluarga memiliki peran sangat penting dan strategis

bagi penyadaran,penanaman dan pengembangan nilai. Selain itu, anak juga

mempelajari aturan-aturan serta tata cara berperilaku sesuai dengan norma

dan nilai sosial yang dianut keluarga dan masyarakat sekitar. Anehnya, ada

beberapa keluarga yang merasa sudah mencukupkan anaknya diserahkan

ke sekolah, sehingga baik buruknya anak mereka serahkan sepenuhnya

kepada sekolah.

Beberapa ahli pendidikan Islam di Indonesia telah berusaha

memcahkan masalah tersebut. Mereka mencoba membuat konsep-konsep

atau model-model pendidikan yang dapat mengurangi kelemahan

pelaksanaan pendidikan di tiap lembaganya. Namnun, masalahnya, hampir

sebagian besar para konseptor pendidikan Islam masih terjebak dalam

epistemologi pendidikan Barat sehingga konsep dan metode yang dihasilkan

tetap tidak dapat dilepaskan dalam paradigma keilmuan Barat yang

mengambil logika sebagai sumber ilmu.


4

Melihat beberapa kasus pelanggaran yang terjadi pada dunia

pendidikan, tampak jelas tidak tertanamnya dengan baik mana akhlak yang

mesti dijadikan karakter dan mana akhlak yang terlarang. Padahal seseorang

akan dikatakan memiliki iman yang benar sesuai syariat Islam jika memiliki

karakter akhlak yang baik. Jadi, akhlak yang baik merupakan tanda

kesempurnaan iman.

Proses dan pentingnya pendidikan tidak hanya terdapat dalam

perspektif pendidikan nasional yang telah diatur dalam kementrian

pendidikan. Namun, proses dan pentingnya pendidikan terdapat dalam Al-

Qur’an. Berbicara mengenai pendidikan, Al- Qur’an telah melakukan proses

penting dalam pendidikan manusia sejak diturukannya wahyu pertama

kepada nabi Muhammad Saw. Ayat-ayat tersebut mengajak seluruh manusia

untuk meraih ilmu pengetahuan melalui membaca. Jika dikaji lebih dalam,

sesungguhnya pendidikan dalam Islam telah dimulai sejak diutusnya nabi

Adam Alaihissalam ke dunia.

Proses pendidikan ini ditempatkan sebagai misi utama dalam Al-

Qur’an untuk mengenalkan tugas dan fungsi manusia itu sendiri. Sehingga

ilmu pengetahuan yang didapatkan oleh manusia tidak hanya bertujuan pada

hasilnya semata, namun ilmu pengetahuan tersebut dapat menjadikannya

manusia yang beriman, berakhlakul karimah, bemanfaat dan bernilai ibadah

disisi-Nya.
5

Al-Qur’an yang merupakan sumber hukum Islam yang utama termasuk

pula sebagai asas utama dalam pendidikan islam yang berisi tuntunan pada

dunia pendidikan Islam, bahwa landasan pendidikan dan pembentukan

karakter adalah pendidikan akhlak sehingga perlu dikaji dan dianalisis

pandangan dan konsep pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Menyadari kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan reorientasi dan

penataan terhadap apa yang hilang dan kurang disentuh oleh dunia

pendidikan,yakni pendidikan yang lebih fokus pada pembentukan karakter

anak. Baik pendidikan yang dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah

maupun di lingkungan masyarakat. Proses pentransferan nilai-nilai karakter

perlu didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya

pembentukan karakter melalui beragam aktivitas dan metode/cara

penyampaiannya. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis

mengangkat judul Analisis Pendidikan Karakter dalam Perspektif Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah dijelaskan di atas,

maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah, yaitu :

1. Bagaimana pendidikan karakter dalam perspektif Al-Qur’an ?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif Al-Qur’an?


6

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari latar belakang pemikiran yang mendasar lahirnya

permasalahan pokok dan sub-sub masalah diatas, maka peneliti bertujuan

meneliti konsep dan memaparkan masalah ini. Adapun tujuan penelitian

yang hendak dicapai, yaitu :

1. Untuk mendeskripsikan pendidikan karakter dalam perspektif Al-

Qur’an.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif Al-

Qur’an.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat setelah penelitian dalam penyusunan Proposal ini :

1. Manfaat teoritis, penelitian ini dapat menambah dan memperkaya

khasanah Islam mengenai pendidikan, khususnya mengenai konsep

pendidikan dalam sudut pandang sumber hukum Islam yang pertama

yaitu Al-Qur’an.

2. Manfaat praktis, penelitian ini turut memberikan sumbangan pemikiran

yang ilmiah dan obyektif tentang urgensi dari implementasi konsep Al-

Qur’an tentang pluralisme agama dalam pendidikan Islam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)

merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah

nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan

dalam perilaku.

Karakter adalah ciri khusus dari struktur dasar kepribadian

seseorang (watak). Sedangkan watak yang diperoleh (character acquired)

merupakan atribut seseorang yag perkembangannya berasal dari sumber

lain diluar dirinya oleh karna berhubungan dengan lingkungan alam atau

sosial. Karakter dapat juga diartikan personality bagi individu,dan

karakteristik (characteristic) bagi kelompok atau kebudayaan yang menjadi

identitasnya. kita juga mengenal istilah characterization yaitu proses

pengambilan ciri-ciri tertentu melalui warisan atau karena lingkungan atau

karena kombinasi keduanya. (Sunarta dalam Amirullah Syarbini. 2012:13).

Pendidikan Karakter Menurut Ratna Megawangi dalam Amirullah


Syarbini (2012:17)::

“Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil


keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang
positif kepada lingkungannya”.

7
8

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin

“Charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter

diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia

mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya

sendiri.(Zubaedi, 2011:19).

Menurut Ending Sumantri (2011:6) dalam Amirullah Syarbini,

“Kata karakter dapat dilacak dari kata lain kharakter, kharassein


dan kharax, yang maknanya tools for making engrave, dan pointed
stake”.

Kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Prancis

“character” pada abad ke-14 dan kemudian masuk kedalam bahasa

Inggris menjadi “character” sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia

“karakter” .

Menurut Wynne (2007:242) seperti yang dikutip Amirullah

Syarbini,

“Menjelaskan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani


yang berarti “to mark” (menandai) dan fokus pada bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku” .

Oleh sebab itu, orang yang berperilaku tidak jujur , kejam ataun

rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek. Sementara orang

yang berperilaku jujur dan dan suka menolong dikatakan berkarakter

mulia. Jadi, istilah karakter erat kaitannya denga personality (kepribadian)


9

seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a

person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.

Sesungguhnya karakter sama dengan akhlak dalam ajaran Islam.

pendidikan karakter atau pendidikan akhlak ini telah dicontohkan oleh sifat

yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. Yaitu: Shiddiq artinya benar,

fathaanah artinya cerdas, thabligh artinya menyampaikan, amaanah

artinya terpecaya. Karakter sama dengan akhlak dan budi pekerti.

Sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti

bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan

berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa

yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan

perilaku yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah usaha

yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-

nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat

atau warga negara secara keseluruhan. (Zubaedi, 2011:19).

Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang

sungguh-sungguh dengan ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong,

dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian(sejarah dan biografi pra

bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal

untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).

(Scerenko dalam Muchlas Samani (2012:19)).

Jadi, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan

kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter


10

dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter

dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan moral, pendidikan watak, yanag bertujuan mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,

memelihara yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan

sehari-hari dengan sepenuh hati.

Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam yaitu usaha mendidik

yang beorientasi pada akhlak yang tercermin dari keimanan pada diri

seseorang. Sebagai Agama yang lengkap, Islam sesudah memiliki aturan

yang jelas tentang pendidikan akhlak. Didalam Al-Qur’an akan ditemukan

banyak sekali pokok-pokok pembicaraan tentang akhlak atau karakter.

Seperti perintah untuk berbuat baik (ihsan), dan kebajikan (al-birr),

menepati janji (al-wafa), sabar, jujur, takut kepada Allah SWT, bersedekah

di jalan Allah, berbuat adil, pemaaf dalam banyak ayat didalam al-Quran.

Kesemuanya itu merupakan prinsip-prinsip dan nilai karakter mulia yang

harus dimiliki oleh setiap pribadi muslim.

2. Dasar Pembentukan Karakter

Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai

baik disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan

nilai Setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai

baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi

negatif. Energi positif itu berupa nilai-nilai etis religius yang bersumber dari

keyakinan kepada Tuhan, sedangkan energi negatif itu berupa nilai-nilai


11

yang a-moral yang bersumber dari taghut (Setan). Nilai-nilai etis moral itu

berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-

nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif itu berupa:

Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm,

ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan

kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani

taqwîm); Kedua, kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm

(akal yang sehat), qalbun salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang

kembali, bersih, suci dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang

tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya

manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap dan perilaku

etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan

spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan

konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku

etis itu meliputi: istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh.

Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan

orang yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas

(nafs al-mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang

berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi

pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan

dedikasi), capacity (kecakapan) dan competency yang bagus pula

(professional).
12

Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi

negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai

thâghût (nilai-nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai

sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan

yang sejati (hati nurani), nilai-nilai material (thâghût ) justru berfungsi

sebaliknya yaitu pembusukan, dan penggelapan nilai-nilai kemanusiaan.

Hampir sama dengan energi positif, energi negatif terdiri dari: Pertama,

kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa kufr (kekafiran), munafiq

(kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang kesemuanya

itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis dan

kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang

serba material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif,

yaitu pikiran jahiliyah (pikiran sesat), qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak

merasa), qalbun mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu ‘l-

lawwamah (jiwa yang tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan

manusia menghamba pada ilah-ilah selain Allah berupa harta, sex dan

kekuasaan (thâghût). Ketiga, sikap dan perilaku tidak etis. Sikap dan

perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan thâghût dan

kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-konsep

normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan

perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ

(materialistik), dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif).


13

Energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan

orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya

meliputi syirk, nafs lawwamah dan ’amal al sayyiât (destruktif). Aktualisasi

orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja akan

melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak

bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu

mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.

Allah SWT. Telah menerangkan kepada kita tentang hal tersebut,

di dalam Al-Qur’an, Q.S. As-Syams (91) : 7-10 :

            

    


Terjemahnya:

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),Maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)kefasikan dan
ketakwaannya.Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu,dan Sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”. (Departemen Agama, 2009).

Menurut Quraish Shihab dalam Rusli Amin (2013:26) menafsirkan

ayat tersebut, menjelaskan:

“Allah SWT. Bersumpah tentang penciptaan jiwa dan


penyempurnaannya, bahwa jiwa itu mampu menampung ‘kebaikan
dan keburukan’, lalu Allah SWT. mengilhami jiwa itu, yakni
memberinya potensi dan kemampuan untuk menelusuri jalan
kedurhakaan dan ketakwaannya. Terserah kepadanya, mana
diantara keduanya (kedurhakaan atau ketakwaan, keburukan atau
kebaikan), yang akan dipilih serta diasah dan diasuhnya”.
14

Mengenai hal tersebut Sayyid Quthub dalam Rusli Amin

(2013:26), menjelaskan :

“Manusia adalah makhluk dua dimensi dalam tabiatnya, potensinya


dan dalam kecenderungan arahnya. Yang demekian itu karena ciri
penciptaannya sebagai makhluk yang tercipta dari tanah dan
hembusan ruh Ilahi, membuatnya memiliki potensi yang sama
dalam kebajikan dan keburukan, dalam petunjuk dan kesesatan.
Manusia mampu membedakan mana yang baik dan yang mana
buruk, dia mampu mengarahkan dirinya menuju kebaikan atau
keburukan, dalam kadar yang sama.”

Dengan demikian, di dalam diri manusia ada potensi kebaikan

dan potensi keburukan. Keduanya memiliki kadar kekuatan yang sama.

Keduanya memiliki kecenderungan yang kemudian tampil mendominasi

perilaku dan perbuatan manusia, tergantung pada kemampuan dirinya

melakukan berbagai upaya untuk mengarahkannya. Jika manusia mampu

mengarahkan pada potensi kebaikan dan ketakwaan, maka yang akan

muncul dan mendominasi hati dan jiwanya adalah kebaikan. Dengan ini

menghasilkan manusia yang berakhlak baik dan bertakwa.

Sebaliknya, jika manusia tidak mampu mengarahkan dan

mengoptimalkan potensi dirinya, maka kecenderungan kebaikan

dikalahkan oleh kecenderungan keburukan dan kesesatan, sehingga hati

dan jiwanya dikuasai oleh keburukan. Dengan ini menghasilkan pelaku

keburukan dan kedurhakaan.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Dharma, dkk dalam Amirullah Syarbini (2012:23), tujuan

pendidikan karakter adalah :


15

“Memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai tertentu


sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah
maupun setelah proses (setelah proses sekolah). Pengetahuan dan
pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting
sekolah bukanlah dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi
sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan
merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan
dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak.
Penguatan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses
pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses
dan dampak dari proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah,
baik di kelas maupun sekolah. Penguatan pun memiliki makna
adanya hubungan antara penguatan perilaku melalui pembiasaan
di sekolah dengan pembiasaan di rumah”

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

systemPendidikan Nasional dirumuskan dalam pasal 3 BAB II:

“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangya potensi peserta didik


agar menjadimanusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”

Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan tujuan pendidikan

karakter secara umum yaitu :

a. Untuk membangun dan mengembangkankarakter peserta

didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan agar dapat

menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur menurut ajaran

agama dan nilai-nilai luhur dari setiap butir sila

pancasila,

b. untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan yang mengarah pada pencapaian pendidikan

karakter dan akhlak mulia pesertadidik secara utuh, terpadu dan

seimbang.
16

Berdasarkan uraian tersebut penulis da[at menyimpulkan tujuan

diadakannya pendidikan karakter ialah dalam rangka menciptakan bangsa

Indonesia yang seutuhnya, yaitu bangsa yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia serta memiliki tanggung

jawab yang tinggi dalam menjalankan kehidupan ini.

4. Urgensi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sangatlah penting karena akan menunjukkan

siapa diri kita sebenarnya, karakter akan menentukan bagaimana

seseorang membuat keputusan, karakter menentukan sikap, perkataan,

perbuatan seseorang, sehingga mudah membedakan dengan identitas

yang lainnya.

Menurut Mufid dalam Amirullah Syarbini (2012:19) bahwa :

“Karakter membentuk ciri khusus suatu etentitas lain. Kualitas yang


menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang
mencerminkan pribadi atau entitas dimaksud,yang akan selalu
nampak secara konsisiten dalam sikap dan perilaku individu atau
etensitas dalam menghadapi setiap permasalahan”.

Thomas Lickona dalam Amirullah Syarbini (2012:20),

memberikan penjelasan mengenai urgensi pendidikan karakter

diantaranya:

1. Banyak generasi muda saling melukai karena lemahnya


kesadaran pada nilai-nilai moral.
2. Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan
salah satu fungsi peradaban yang paling utama.
3. Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakain
penting ketika banyak anak memperoleh sedikit pengajaran
moral dari orang tua, masyarakat, atau lembaga keagamaan.
17

4. Adanya nila-nilai moral yang secara universal masih diterima


seperti perhatian kepercayaan, rasa hormat, dan tanggung
jawab.
5. Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral
karena demokrasi merupakan peraturan dari, oleh, dan untuk
masyarakat.
6. Tidak ada suatu pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan
nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain.
7. Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau
jadi guru yang baik.
8. Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih
beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada
performance akademik yang meningkat.

Pendidikan karakter memilki nilai yang sangat penting dalam

pembentukan sikap pada anak didik yang menjadi nilai dalam

menentukan perbuatan anak didik. Dengan adanya pendidikan karakter

peserta didik senantiasa mengedepankan nilai-nilai moral, etika dan

akhlak baik dalam keluarga,bermasyarakat, dan sekolah.

B. Al-Qur’an

1. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan, masdar

yang diartikan dengan arti ism maf’ul, yaitu maqru artinya dibaca.

Menurut ulama ahli bahasa, ahli Fiqh dan ahli Ushul Fiqh definisi Al-

Qur’an adalah firman Allah Swt yang bersifat (berfungsi) mukjizat

(sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-

mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan

yang membacanya dipandang beribadah Sedangkan dalam Kamus

Bahasa Indonesia, Al-Qur’an diartikan sebagai firman-firman Allah


18

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara

malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai

petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia atau kitab suci

umat Islam

Menurut Quraish Shihab dalam Rusli Amin (2013:239)

menjelaskan :

“Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai pemberi petunjuk jalan


yang lurus. Petunjuk-petunjuk Al-Qur’an bertujuan memberi
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi
maupun kelompok, dan karena itu kita banyak menemukan di dalam
Al-Qur’an petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk
tersebut”.

Salah satu bagian dari keimanan Muslim adalah mengimani bahwa

Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi firman-firman Allah SWT, yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. isi Al-Qur’an adalah kebenaran

yang tidak diragukan sedikitpun, kebenaran mutlak dan menjadi petunjuk

atau pedoman hidup Muslim.

Allah Swt, berfirman dalam surah Al-Baqarah (2): 2

.         

Terjemahnya:

“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi

orang-orang yang bertaqwa”.(Departemen Agama, 2009).

Al-Qur’an berisi tuntunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan

manusia, seperti akidah (pokok-pokok kepercayaan muslim), ibadah,

hukum-hukum, akhlak, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, kehidupan


19

sosial, dan sebagainya. Serta keberadaan Al-Qur’an bagi muslim adalah

untuk dibaca, dipahami, direnungi dan diamalkan isinya. Setiap muslim

yang menjalani kehidupan dengan berpedoman kepada Al-Qur’an (dan

hadits Nabi Muhammad SAW), maka ia akan meraih keselamatan, baik

dunia maupun akhirat.

Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi tuntunan tentang

pembangunan atau pembinaan manusia, agar menjadi manusia

berkualitas, memiliki karakter, berkepribadian luhur. Beberapa

diantaranya, Allah Swt berfirman dalam surah.Asy-Syams (91): 7-10.Yaitu:

            

    


Terjemahnya :

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Departemen
Agama, 2009).

Secara lahiriah, wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW.merupakan mukjizat yang luar biasa. Ia berbeda dengan

aturan hukum apapun, karena beliau menerimanya melalui perantara

malaikat Jibril. Oleh karena itu, ada perbedaan yang jelas antara wahyu

Allah (Al-Qur’an) dengan ilham, kontemplasi batin ataupun inspirasi yang

berasal dari jiwa manusia. Al-Qur’an merupakan pondasi agama. Seluruh


20

kebenaran ajaran Islam baik akidah, hukum-hukum maupun akhlak,

berdasarkan pada pondasi tersebut.(Muhammad Rusli Amin, 2013)

Sebagaimana firman Allah dalam surah As-Syura (42): 52-53, yaitu:

 
             

             

               

  


Terjemahnya :

“Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)


dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman
itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki
dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba
kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus. (yaitu) jalan Allah yang Kepunyaan-Nya
segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah,
bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan”. (Departemen
Agama, 2009).

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi firman-firman Allah

Swt.yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. melalui perantara

malaikat Jibril, sebagai pedoman;petunjuk bagi manusia. Untuk dibaca,

dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi

umat manusia atau umat Islam, yang didalamnya mencakup semua

bidang kehidupan manusia, baik mengenai dunia maupun akhirat. Dan

bersifat mukjizat bagi nabi Muhammad Saw.sebagai bukti atas kenabian


21

beliau. Al-Qur’an merupakan pondasi agama dan sebagai sumber hukum

atau landasan Islam yang pertama.

2. Tujuan Pendidikan Dalam Al-Qur’an

Menurut Quraish Shihab dalam Rusli Amin (2013:241)


menjelaskan :

“Al-Qur’an adalah petunjuk dari Allah untuk menyucikan manusia


yang dapat diidentikkan dengan mendidik dan mengajarkan
manusia. Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian
dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah SWT,
sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, sebagaimana
penegasan firman Allah dalam QS. Adz-Zariyat (51) : 56”.

      


Terjemahnya :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”. (Departemen Agama, 2009).

Diantara tujuan yang hendak dicapai oleh Al-Qur’an adalah

membina manusia agar mampu menjalankan fungsi pengabdian dan

kekhalifahan-fungsinya sebagai hamba dan khalifah Allah di Bumi.

Manusia yang dibina merupakan makhluk yang memiliki unsur-unsur

material (jasmani) dan material (akal dan jiwa).

Dalam bidang pendidikan, Al-Qur’an menuntun adanya kesatuan

antara ucapan dengan sikap. Karena itu, keteladan para pendidik dan

tokoh masyarakat merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian

utamanya.Ketika Al-Qur’an mewajibkan anak menghormati orang tuanya,

maka pada saat itu pula ia mewajibkan orang tua mendidik anak-anaknya.

Demikian pula, ketika umat (masyarakat) diwajibkan menaati rasul dan


22

para pemimpin, maka pada saat yang sama, rasul dan para pemimpin

diperintahkan menunaikan amanah, menyayangi umat yang dipimpin

sambil bermusyswarah dengan mereka.

Pembangunan manusia merupakan satu hal yang menjadi

perhatian utama Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi

pedoman bagi kemajuan dan keselamatan hidup manusia itu sendiri. Al-

Qur’an menuntun agar manusia meningkatkan dan meraih kualitas terbaik

dari setiap aspek dirinya, apakah kualitas fisik, ruhani, hati, jiwa dan juga

akalnya.meningkatakan kualitas hidup sebagai individu maupun sebagai

makhluk sosial.

Oleh karena itu, berbagai faktor yang menopang kearah itu juga

dituntun oleh Al-Qur’an agar dilakukan oleh manusia, seperti

meningkatkan kualitas iman, banyak melakukan kebaikan, pemenuhan

kebutuhan fisik dengan makan minum yang baik dan halal, pendidikan,

ilmu pengetahuan, penyucian jiwa, membina moral, bekerja keras,

membangun kegidupan keluarga, membangun kehidupan sosial dengan

mengedepankan persaudaraan,persatuan dan kebersamaan, membangun

kekuatan ekonomi, dan sebagainya.

Menurut Moh. Fadhil Al-Jamali dalam Muhammad Takdir Ilahi

(2012:46), memberikan rincian tentang tujuan pendidikan perspektif Al-

Qur’an, sebagai berikut :

1. Mengenalkan manusia akan perannya diantara makhluk dan


tanggung jawab pribadinya dalam hidup ini.
23

2. Mengenalkan manusia akan hubungannya dengan lingkungan


sosialnya dan tanggung jawabnya dalam kehidupan di
masyarakat.
3. Mengenalkan manusia dengan alam ini dan mengajak manusia
untuk mengetahui hikmah diciptakannya dan diharapkan
mampu mengambil manfaata atas segala anugerah dari Tuhan.
4. Mengenalakan manusia dengan Pencipta alam dan
memerintahkan beribadah kepada-Nya.

Membuat konsep-konsep pendidikan yang mengacu pada ajaran

Islam maka penting untuk melihat landasan Islam itu sendiri. Oleh karena

itu metodologi pendidikan akhlak yang ada pun harus diambil dari

landasan Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini

sesuai dengan hadits Rasulullah yang mengatakan,

َ‫و ﺣَﺪﱠﺛَﻨِﻲ ﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚ أَﻧﱠﮫُ ﺑَﻠَﻐَﮫُ أَنﱠ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠﮫُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢ‬
َ‫ﻗَﺎل‬
ِ‫ﺗَﺮَﻛْﺖُ ﻓِﯿﻜُﻢْ أَﻣْﺮَﯾْﻦِ ﻟَﻦْ ﺗَﻀِﻠﱡﻮا ﻣَﺎ ﺗَﻤَﺴﱠﻜْﺘُﻢْ ﺑِﮭِﻤَﺎ ﻛِﺘَﺎبَ اﻟﻠﱠﮫ وَﺳُﱠﻨﺔَ ﻧَﺒِﯿﱢﮫ‬
(‫)رواه ﻣﺎﻟﻚ‬
Artinya :

“Telah menceritakan kepadaku dari Malik telah sampai kepadanya


bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah aku
tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat
selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya”. (H. R. Imam Malik)

Keduanya menjadi basis atau dasar dalam pendidikan Islam

tersebut. Al-Qur’an mendorong ummat manusia berfikir dan melakukan

analisa pada fenomena yang berada di sekitar kehidupan manusia itu

sendiri. Dalam hal ini, al-Nahlawy dalam Ulil Amri Syafri (2012:60)
24

menjelaskan bahwa ada empat cara tahapan Al-Qur’an melakukan hal

tersebut yaitu :

1. Al-Quran mengungkapkan realita-realita yang dihadapi langsung


oleh manusia, seperti laut, gunung, bulan dan lain sebagainya.
Kemudian Al-Qur’an mendorong akal manusia untuk
merenungkan proses tersebut. Pada konteks ini Al-Qur’an selalu
memberikan motifasi bahwa semua ini adalah tanda-tanda bagi
komunitas yang berakal.
2. Al-Qur’an memberikan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan manusia terkait tentang alam semesta.
3. Al-Qur’an mendorong fitrah manusia untuk menyadari bahwa
realitas alam ini butuh satu kekuatan yang mengatur, penjaga
keseimbangan, ada keterkaitan yang erat antara sang Pencipta
dan ciptaan-Nya, dan pada akhirnya sampai pada kesimpulan
tentang hubungan antara manusia dengan Sang Khalik
tersebut, Allah SWT.
4. Al-Qur’an mendorong manusia untuk tunduk dan khusyu’
kepada Sang Khalik, diikuti kesiapan untuk merealisasikan
kesadaran tersebut.

Keistimewaan proses pendidikan yang digambarkan Al-Qur’an ini

nampak pada segi penyampaian argumennya. Argumen pada ayat-ayat

Al-Qur’an tersebut selalu dibangun beriringan dengan ayat-ayat kauniyah,

dimana pola tersebut ikut menata kemampuan fikir, gerak dan intuisi yang

ada pada manusia. semuanya ini memperlihatkan bahwa Al-Qur’an telah

melakukan upaya sangat positif dalam melakukan proses pendidikan

terkait wawasan eksistensi manusia.

Menurut Syaikh Saltut dalam Ulil Amri Syafri (2012:62), Al-Qur’an

menggunakan empat cara dalam menjelaskan pendidikan yang ada dalam

ayat-ayatnya, yaitu:

1. Melalui pendidikan pada manusia agar terdorong meneliti,


mentadabburi kekuasaan jagad raya ciptaan Allah SWT. Hal ini
merupakan bentuk pemuliaan Allah kepada akal manusia,
25

sehingga manusia mampu mencerahkan keagungan ciptaan-


Nya seperti udara, air, guna pemberdayaan tugas kekhalifahan;
2. Melalui pendekatan cerita-cerita ummat masa silam, baik kisah
yang berjaya karena keshalehannya maupun yang
mendapatkan azab karena kedzalimannya. Penyebutan kisah
tersebut lebih kepada ittiba’, bukan dalam tataran kajian
historisnya ataupun sekedar parade ketokohan;
3. Melalui penyadaran perasaan sehingga mampu mencerna
sunatullah dalam kehidupan;
4. Melalui pendekatan berita-berita kabar gembira atau ancaman.

Dalam menjelaskan setiap ayat-ayatnya, Al-Qur’an memiliki

metodologi yang beragam dalam menjelaskan ayat-ayatnya.

Menurut Muhammad Arifin dalam Muhammad Takdir Ilahi (2012:74),

yaitu :

“Gaya bahasa dan ungkapan yang terdapat di dalam Al-Qur’an


menunjukkan fenomena bahwa pesan-pesan Al-Qur’an
mengandung nilai-nilai metodologis yang memiliki corak dan ragam
sesuai situasi, kondisi, dan sasaran yang dihadapi. Di dalam
menggunakan cara dengan pendekatan perintah dan larangan
(‘amr wa nahi), Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan
masing-masing hamba-Nya, sehingga ‘taklif’ (beban) itu berbeda-
beda meskipun dalam tugas yang sama. Sistem pendekatan
metodologis yang diungkapkan Al-Qur’an bersifat multi approach,
yang meliputi pendekatan religius, filosofis, sosio kultural dan
scientific. Maka amatlah tepat jika pendidikan dalam Islam bisa
menerapkan metodologi pendidikan akhlak yang tergambar dalam
Al-Qur’an tersebut”.

Dalam dunia pendidikan Islam, orientasi pendidikan Islam

diarahkan untuk menumbuhkan integrasi antara iman, ilmu, amal, dan

akhlak. Semua dimensi itu bergerak saling melengkapi satu sama lain

sehingga mampu mewujudkan ‘insan yang shaleh’ (manusia sempurna)

atau pribadi yang utuh.Perpaduan seluruh dimensi itu telah menjadi

idealisme yang sering digambarkan dalam ajaran Islam. Hanya pribadi

yang memiliki perpaduan potensi itulah yang layak untuk menjalankan


26

fungsinya sebagai khalîfat fî al-‘ard dengan kewenangannya mengelola,

melestarikan, memakmurkan, dan memberdayakan alam. Dari pandangan

ini kita bisa melihat karakteristik pemahaman Islam terhadap hakekat

pendidikan akhlak, yaitu:

1. Syumul dan mendalam karena tidak terkungkung pada teks-teks

saja,

2. Integral karena mencakup berbagai sisi positif untuk melakukan

pendidikan menyeluruh,

3. Menggunakan berbagai macam pendekatan dan memiliki

metodologis pengajarannya luas,

4. Tidak terpaku pada satu teori yang diungkapkan para pemikir

dalam Islam karena pendapat mereka hanya parsial dari makna

akhlak itu sendiri,

5. Memberikan pemahaman paradigma yang luas tentang akhlak

pada pelaku pendidikan,

6. Melakukan pelatihan pada pelaku pendidikan karena tidak cukup

hanya memberikan pandangan ilmiah dan teori semata,

7. Pembentukan manusia dari sisi kebutuhan masyarakat dan

kemanusiaan, hal ini dibangun dari rasa solidaritas, memahami hak

asasi manusia, yang semua itu dilakukan di bawah naungan ibadah

kepada Allah SWT.

Ketujuh karakteristik ini menuntun manusia untuk mencapai tujuan

akhir dari pendidikan akhlak, yaitu mendorong jiwa seorang mukmin untuk
27

mencintai syari’ah agamanya, menanamkan nilai syariah dalam jiwa

mereka, membangun pemahaman tentang figuritas keteladanan dalam

akhlak dan memotivasi berperilaku mereka dengan sifat-sifat yang terpuji

dalam perkembangan akhlak. Dengan kata lain, esensi dari pendidikan

akhlak adalah melahirkan manusia yang berpribadi muslim yang taat

terhadap hukum dan ketetapan syari’ah Islam.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan dalam Al-

Qur’an ialah meperkenalkan manusia kepada Pencipta alam, agar

manusia dapat memahami tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah

dengan mengintegrasikan iman, ilmu, amal, dan akhlak yang berwujud

pada hubungan manusia kepada Allah dengan menjalakan perintah-Nya,

memliki hubungan yang baik dengan alam dan sesama manusia.

C. Pendidikan Karakter dalam Islam

Seperti dijelaskan di atas bahwa karakter sama dengan akhlak.

Dalam perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang

dihasilkan dari proses penerapan syariah (ibadah dan muamalah) yang

dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh.

Menurut Nasruddin Razak (1973:50) :

“Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (faith in the unity of
god)”.

Manusia dalam pandangan Islam hakikatnya ialah makhluk ciptaan

Tuhan, dan merupakan makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh

pembawaan dan lingkungan. Pada hakikat yang lain, manusia memiiiki


28

dua kecenderungan, yaitu pada kebaikan dan keburukan . kecenderungan

pada kebaikan yaitu potensi beragama. Sehingga untuk mengarahkan

manusia pada potensi beragama maka yang harus dilakukan ialah proses

penguatan tauhid yaitu mengeesakan Allah. Karena tauhid merupakan

akidah Islam

Akhlak merupakan fondasi dasar sebuah karakater diri. Sehingga

pribadi yang berakhlak baik nantinya akan menjadi bagian diri masyarakat

yang baik pula. Akhlak dalam Islam juga memiliki nilai yang dapat

diterapkan pada kondisi apa pun.Tentu saja, hali ini sesuai dengan fitrah

manusia yang menempatkan akhlak sebagai pemelihara eksistensi

manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Akhlaklah yang

membedakan karakter manusia dengan makhluk yang lainnya. Tanpa

akhlak, manusia akan kehilangan derajat sebagai hamba Allah paling

terhormat. Sebagaiman firman-Nya dalam QS. At-Tin (95) : 4-6 :

             

       


Terjemahnya :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat
yang serendah-rendahnya (neraka). kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya” (Departemen Agama,2009).

Pembinaan akhlak merupakan bagian integral dan tak terpisahkan

dalam Islam adalah menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa


29

melalui ilmu pengetahuan, keterampilan, dan berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai Islam.

Sebagaimana diilustrasikan dalam firman Allah dalam QS. Luqman

(31) : 13 .

             

 
Terjemahnya

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia


memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Departemen Agama,
2009).

Pendidikan yang pertama dan utama untuk dilakukan adalah

pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat melandasi

sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik. Dalam konsep pendidikan

Islam, bertauhid kepada Allah merupakan prioritas utama yang bisa

mengantarkan manusia pada kehidupan di dunia. Artinya, peningkatan

individu-individu yang kuat pada anak didik diperoleh melalui ridha

Allah.(Muhammad Takdir Ilahi, 2012:132).

Dalam perspektif Islam, akhlak terkait erat dengan ajaran dan

sumber Islam tersebut, yaitu wahyu. Sehingga sikap dan penilaian akhlak

selalu dihubungkan dengan ketentuan syariah dan aturannya. Tidak bisa

dikatakan sikap ini baik atau buruk hanya bersandar pada pendapat

seseorang ataupun kelompok, karena bisa jadi pendapat tentang kebaikan

dan keburukan sesuatu hal bisa berbeda antara dua orang ataupun dua
30

kelompok. Perbedaan itulah yang selalu muncul dalam kajian falsafah

masa klasik ataupun modern. Para filosof akhlak hingga kini belum

bersepakat tentang tolak ukur konsep akhlak tersebut, ada yang

berstandar pada akal, ada pula yang berstandar pada perasaan dan

kebiasaan serta asas kebaikan dan keburukan, dan lain sebagainya. (Ulil

Amri Syafri, 2012:74 ).

Akhlak dalam perspektif Islam mempunyai nilai samawi yang

bersumber dari Al-Qur’an. Akhlak dapat dimaknai dengan mengacu

kepada hukum dan ketetapan syari’ah yang lima, yaitu hukum wajib,

sunnah, mubah, makruh dan haram, karena itulah realitas akhlak . Lebih

lanjut dijelaskan bahwa bila akhlak berbasis kepada hukum yang lima,

maka klasifikasinya seperti berikut ini: akhlak wajib, seperti prilaku jujur,

amanah, ikhlas dan seterusnya; akhlak sunnah seperti mengucapkan

salam, memberi makan dan sedekah; akhlak mubah, seperti bermain dan

bersendau gurau dengan teman; akhlak makruh seperti tidak berinteraksi

dengan masyarakan dan hidup menyendiri; akhlak haram seperti berzina,

minum khamar, berdusta, berkhianat, mencuri dan lain sebagainya.

Akhlak ialah perbuatan suci yang terbit dari lubuk jiwa yang paling

dalam, karenanya mempunyai kekuatan yang hebat. Dalam Ihya’

Ulumuddin, Imam Al-Ghazali berkata :

“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, daripadanya timbul


perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pertimbangan
pemikiran”. (Al-Imam Al-Ghazali dalam Nasruddin Razak,
(1973:49).
31

Akhlak dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu, akhlak terpuji dan

akhlak yang buruk. Untuk menghasilkan pribadi yang berkarakter, Islam

mengutamakan keimanan dalam proses pendidikan Islam. proses

pendidikan dalam Islam mengarah pada pendidikan Iman yang telah

dimulai sejak manusia dalam kandungan. Ini sesuai dengan firman Allah

QS Al-A’raf (7) :172.

            

              

 
Terjemahnya:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-


anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Pada ayat diatas Allah telah mengambil kesaksian pada anak

manusia ketika masih dalam perut ibunya, yaitu kesaksian mengeesakan

Allah. Sehingga untuk mengarahkan, menetapkan atau menguatkan

kesaksian tersebut, manusia diperintahkan untuk senantiasa selalu

menyembah Allah swt, dan senantiasa selalu melaksanakan perintah-Nya,

dan menjalankan ajaran Islam yang telah dibawa dan diajarakan oleh

Rasulullah Muhammad Saw.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat kajian

kepustakaan (Library Research) yang difokuskan pada penelusuran dan

penelaan literatur serta bahan pustaka yang dianggap ada kaitannya

dengan pendidikan karakter dalam perspektif al-qur’an.

B. Variabel Penelitiian

Dalam penulisan skripsi ini yang diteliti adalah pendidikan karakter

dalam perspektif al-qur’an.

Data variabel tersebut dianalisis berdasarkan literatur yang ada

tanpa memberikan analisis khusus.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Pendidikan karakter sebagai variabel bebas (indevendent variabel)

yaitu menjadi sebab terjadinya atau adanya suatu perubahan pada

variabel terikat (devendent variabel).

2. Perspektif al-Qur’an sebagai sebagai variabel terikat (devendent

variabel) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

adanya variabel bebas (indevendent variabel).

32
33

C. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman ataupun kekeliruan dalam

memahami maka perlu ditegaskan istilah judul tersebut. Adapun istilah

yang perlu penulis tegaskan :

1. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk

memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri

maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara

keseluruhan.

2. Perspektif Al-Qur’an

Pandangan Al Qur’an tentang pendidikan karakter dan

implementasikannya dalam pendidikan Islam adalah kalam Allah yang

tiada tandingannya (mu’jizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

penutup para Nabi dan Rosul dengan perantaraan Malaikat Jibril AS

ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara

mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu

ibadah, dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan ditutup dengan Surat An-

Nas.

Allah menurunkan Al-Qur’an adalah untuk menjadi undang-

undang bagi umat manusia dan petunjuk serta sebagai tanda atas

kebenaran Rosul dan penjelasan atas kenabian dan kerosulannya, juga

sebagai alasan (hijjah) yang kuat dihari kemudian dimana akan


34

dinyatakan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan dari Dzat Yang

Maha Bijaksana lagi terpuji. Nyatalah bahwa Al-Qur’an adalah Mu’jizat

abadi yang menundukkan semua generasi dan bangsa sepanjang masa.

Berdasarkan pengertian diatas maka defenisi operasional variabel

judul ialah pendidikan karakter perspektif al-Qur’an yaitu Pendidikan

karakter perspektif al-Qur’an yaitu usaha mendidik dalam mengarahkan

potensi kebaikan berupa potensi agama, yang mengutamakan

terbentuknya Iman sehingga menghasilkan kepribadian yang berkarakter

atau berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam dan konsep pendidikan

dalam al-Qur’an.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis yaitu melakukan

riset kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis yang penulis

pergunakan dengan jalan membaca dan menelaah beberapa literatur

karya ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi yang akan diteliti dengan

menggunakan cara pengambilan data sebagai berikut:

1. Kutipan langsung yaitu kutipan secara langsung tampa mengubah

satu katapun dari kata-kata pengarang yang biasa dengan Quotasi.

2. Kutipan tidak langsung yaitu mengutip seluruh isi bacaan dengan

menggunakan kata-kata ssipeneliti atau si pembaca sendiri yang

biasanya juga dengan Parapharase.

Ada dua sumber penelitian skripsi ini :


35

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer maksudnya adalah berupa buku-buku yang

secara khusus membahas tentang pendidikan karakter. Sebagai Sumber

data utama (primer) yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah al-Qur’an

serta tafsir klasik maupun kontemporer berhubung yang akan dibahas

adalah mengenai konsep al-Qur’an tentang pendidikan karakter.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah pendapat para pakar dan para ahli yang

dapat mendukung permasalahan pokok yang dibahas.

E. Teknik Pengelolaan Data

Seluruh data yang dihimpun melalui riset kepustakaan semua

data bersifat kualitatif, yaitu pengungkapan data melalui deskripsi

(pemaparan), sehingga dalam pengelolaannya yaitu mengadakan dan

mengemukakan sifat data yang diperoleh kemudian dianalisa lebih lanjut

guna mendapatkan kesimpulan.

F. Teknik Analisis Data

Sebagai peneliti kualitatif, pada tahap analisis setidak-tidaknya

ada tiga tahap yang dilalui dalam penelitian ini, yaitu: reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan

(conclusion drawing).
36

Tiga komponen tersebut berproses secara siklus. Model yang

demikian terkenal dengan sebutan model analisis interaktif (Interaktive

Model of Analysis). Juga menggunakan metode induktif dan deduktif.

Metode induktif yaitu berpola pikir kesimpulan dari khusus ke umum.

Sedang metode deduktif yaitu berpola pikir dari umum ke khusus.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan

pedoman hidup, yang didalamnya mencakup berbagai bidang dalam

kehidupan manusia. Terutama ialah bidang pendidikan. Pendidikan dalam

Islam sangat penting karena ia merupakan suatu proses untuk menjadi

manusia beriman dan berakhlak. Dengan pendidikan manusia akan

memahami eksistensi dirinya sebagai khalifah dan hamba Allah di muka

bumi.

Pendidikan karakter dalam al-Qur’an yaitu usaha mendidik dalam

mengarahkan potensi kebaikan berupa potensi agama, yang

mengutamakan terbentuknya Iman sehingga menghasilkan kepribadian

yang berkarakter atau berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam dan

konsep pendidikan dalam al-Qur’an.

Pembentukan karakter atau akhlak merupakan tujuan utama dalam

pendidikan Islam. Pendidikan akhlak yang tercermin dari iman merupakan

pembentukan karakter atau akhlak meliputi aspek-aspek dalam

mengupayahannya yaitu dapat dimulai dari dalam keluarga, sekolah dan

masyarakat.

37
38

Pembentukan karakter atau akhlak dalam Islam, dapat dilakukan

dengan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.Dalam alquran terdapat

berbagai ayat yang mengandung konsep pendidikan karakter.

1. Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Al-Qur’an

Konsep pendidikan karakter berdasarkan hasil penelitian

terdapat pada berbagai ayat dalam al-Qur’an, ayat-ayat tersebut

dispesifikkan pada firman Allah QS. Luqman (31): 12-19 dan QS.al-Isra’

(17): 22-23

a. Konsep Penguatan Iman

Pendidikan dalam Islam mengawali dengan pendidikan Iman

yang merupakan tugas utama dalam pendidikan keluarga, sehingga

terbentuk kepribadian yang baik atau akhlak yang terpuji. Karena Iman

yang baik dan kuat akan menghasilkan akhlak yang terpuji. Dalam al-

Qur’an terdapat berbagai konsep penguatan Iman, yaitu dalam firman

Allah QS. Luqman (31):12-13.

             

              

       

Terjemahnya:

“Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepa da Luqman,


Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah)
39

ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi


pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Menurut Ali Syawakh Ishaq As Syu’aibi dalam menafsirkan ayat

tersebut bahwa Syukur kepada Allah adalah hikmah, yang akan dibagikan

oleh Allah kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-Nya. Pada

ayat tersebut Allah Swt. memberikan nasehat kepada umat Islam melalui

hikmah yang Dia berikan Luqman, dengan firman-Nya; “Dan

sesungguhnya Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman”.

Sesungguhnya hikmah itu terangkum dalam satu pandangan: “Bersyukur

kepada Allah”. Hal ini adalah esensi hikmah yang merupakan suatu

pandangan yang bijak.

Pada surah Luqman ayat 12, Luqman diberi al-hikmah oleh Allah,

artinya kebijakan, yaitu kelebihan pengetahuan yang diberikan oleh Allah.

Ciri kebijakannya antara lain terlihat pada nasehat-nasehat yang diberikan

kepada anaknya, yaitu berupa nasehat yang menetapkan masalah tauhid

sebagai materi pendidikan pertama serta nasehat yang menetapkan

masalah akhirat dilakukan dengan hal-hal yang menyentuh jiwa. Materi

pendidikan tentang tauhid merupakan langkah pertama Luqman dalam

melakukan proses pendidikan dalam keluarga yang perlu diperhatikan

oleh orang tuan yang juga berkewajiban mendidik anaknya.

Materi pendidikan ketauhidan, artinya anak-anak harus dibimbing

agar bertuhan kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, yaitu mencakup

mensyukuri nikmat, meyakini pe.mbalasan dan melarang keras syirik.


40

Materi ini merupakan asas pertama dalam mendasari proses pendidikan

lainnya. (Ahmad Tafsir 2004:190).

Pendidikan karakter dimulai dari keluarga. Konsep pendidikan

karakter yang dilakukan Luqman kepada anaknya ialah penguatan

ketauhidan yaitu mengesakan Allah.

Tafsir mengenai Surah Luqman ayat 13. Dan masalah ini,

dikuatkan dengan dorongan lain, yaitu ia menjelaskan akan adanya

hubungan bapak dan ibu, dengan gaya bahasa yang mampu

mencurahkan kasih sayang. Pada proses pendidikan pada ayat

13Luqman memulai menasehati anaknya dengan menekankan perlunya

menghindari syirik atau mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus

mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan.Bahwa

redaksi pesannya berbetuk larangan juga mempersekutukan Allah untuk

menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum

melaksanakan yang baik.

Pada surah Luqman(31) ayat 13, terdapat kata( ‫ )ﯾﻌﻈﮫ‬ya’izhuhu

terambil dari kata (‫ )وﻋﻆ‬wa’azh yaitu nasihat yang menyangkut berbagai

kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang

mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan

ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata “dia berkata” untuk memberi

gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak

membentak, tetapi dengan kasih sayang sebagaimana dipahami dari

panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa


41

nasihat itu dilakukannya setiap saat, sebagaimana dipahami dari bentuk

kata kerja masa kini dan dating pada kata (‫ )ﯾﻌﻈﮫ‬ya’izhuhu..

Kata bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan.

Asalnya adalah ‘ibny dari kata ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut

mengisyaratkan kasih sayang. Dapat disimpulkan bahwa ayat tersebut di

atas member isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih

saying terhadap anak didik,

M. Quraish Shihab menambahkan dalam tafsirnya, bahwa

hendaknya ketika seseorang akan memberikan nasihat kepada orang lain

dengan penuh kasih sayang. Bila perlu panggillah orang yang akan

dinasihati itu dengan pangeranagilan yang ia sukai. Hal ini dikarenakan

dengan memberikan nasihat yang menyentuh kepada hati seseorang,

akan adanya perubahan sikap dari orang yang diberikan nasihat dari yang

kurang baik menjadi lebih baik.

Pada surah Luqman ayat 13 Allah berfirman mengabarkan

mengenai wasiat Luqman kepada puteranya yaitu Luqman bin Anqa bin

Sadun. Sedangkan nama puteranya adalah Tsaran, yang menurut satu

pendapat yang diceritakan oleh As Suhaily. Allah telah menyebutkannya

dengan sebaik-baik sebutan dan diberikannya Luqman sebuah hikmah.

Dengan hikmah tersebut ia memberikan wasiat kepada puteranya

memberikan wasiat kepada puteranya yang merupakan orang yang paling

dikasihi dan dicintainya. Oleh karena itu, pertama-pertama dia

memberikan wasiat untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa, Yang
42

tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian Dia memperingatkan, (‫)ان اﻟﺸﺮك ﻟﻈﻠﻢ ﻋﻈﯿﻢ‬

“Sesungguhnya mempersukutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman

yang besar,” yakni syirik adalah kezhaliman yang terbesar”, yaitu dengan

menekankan perlunya menghindari syirik atau mempersekutukan Allah.

Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud keesaan

Tuhan.

Ibnu Katsir mengatakan bahwa:

“Al Bukhari meriwayatkan bahwa Abdullah berkata: “Ketika turun:


(‫‘ )ااﻟﺬﯾﻦ ءاﻣﻨﻮا وﻟﻢ ﯾﻠﺒﺴﻮا اﯾﻤﺎﻧﮭﻢ ﺑﻈﻠﻢ‬Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka
itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-
orang yang mendapat petunjuk.’ (Qs. Al An’am: 82). Hal itu membuat
keresahan di antara para sahabat Rasulullah dan mereka bertanya:
“Siapakah di antara kami yang tidak mencampur kemanannnya dnegan
kezhaliman?” Lalu Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bukan
demikian yang dimaksud. Apakah engkau tidak mendengar perkataan
Luqman: (‫“ )ﯾﺎ ﺑﻨﻲ ﻻ ﺗﺸﺮك ﺑﺎﷲ ان اﻟﺸﺮك ﻟﻈﻠﻢ ﻋﻈﯿﻢ‬Hai anakku, jangannlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (H.R. Muslim dari hadits
al A’masy).

Berdasarkan pada penjelsan diataas dpat disimpulkan bahwa

proses pengajaran tauhid yang terdapat pada surah Luqman(31):13

bahwa perbuatan syirik merupakan kezhaliman yang besar. Syirik

dinamakan perbuatan zhalim karena perbuatan syirik itu berarti

meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan ia dikatakan dosa besar,

karena perbuatan itu berarti menyamakan kedudukan Tuhan, yang hanya

dari Dia-lah segala nikmat yaitu Allah dengan sesuatu yang tidak memiliki

nikmat apapun yaitu berhala-berhala.


43

Proses pendidikan tauhid ini terdapat pula dalam firman Allah

QS. Al-Isra’(18) : 22-23

            

           

           

Terjemahnya :

“Janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah, agar


kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya.”.

Ayat ini mulai menerangkan dasar budi dan kehidupan muslim.

Pokok pertama budi terhadap Allah . Pada ayat 22 diatas tujuan hidup di

dunia telah dijelaskan , yaitu, mengakui hanya satu Tuhan itu, yaitu Allah.

Barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, akan tercelalah

dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada

bersyarikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai tauhid

rububiyah. Ayat 23 ini, bahwasanya tuhan Allah itu sendri yang

memutuskan bahwasanya dialah yang mesti disembah., dipuji, dan dipuji

dan dipuja. Dan tidak boleh , dilarang keras menyembah selain dia.

Menyembah, beribadat dan memuji kepada Allah yang Maha Esa, itulah

pegangan pertama dalam hidup muslim. Ayat ini memiliki keterkaitan


44

dengan proses pendidikan dalam surah Luqman(31) : 12-13 tentang

proses pendidikan tauhid yang dilakukan dalam keluarga.

Konsep penguatan iman ini anak dapat memahami bahwa dia

merupakan hamba Allah sehingga tujuan hidup di dunia terarah dansesuai

dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan dianjurkan oleh rasul-Nya.

Agar senantiasa menghambakan dirinya kepada Allah berupa

melaksanakn segala perintah-Nya dan menjahui segala larangan-Nya.

Dengan itu anak juga dapat memahami bahwa dirinya hanyalah seorang

manusia biasa . dan tertanam pada jiwa anak akan sifat-sifat Allah .

Membina iman anak dalam keluarga tidak hanya berpusat pada

pemahaman iman, namun lebih mengutamakan pembinaan rasa bertuhan

atau keyakinan. Menanamkan iman pada anak merupakan penanaman

rasa bahwa iman itu harus diyakini dalam hati. Mengingat bahwa menusia

memiliki dua potensi yaitu kebaikan dan keburukan, sehingga untuk

mengarahkan pada potensi kebaikan adalah kewajiban orang tua.

Pendidikan karakter dimulai dalam keluarga karena segala kebutuhan,

potensi, bakat, dan sifat yang dimiliki oleh anak dididik oleh kedua orang

tua.

b. Konsep Penguatan Ibadah

Setelah anak dididik dengan menanamkan nilai iman, selanjutnya

penguatan Ibadah. Mendididik anak dengan memerintahkannya shalat

dapat dilakukan dengan menasehatinya dengan rasa sayang. Ibadah


45

merupakan wujud dari keimanan dan sebagai tanda syukur sebagai

hamba Allah.

Tidaklah sempurna pengakuan bahwa Allah itu Esa, jika

pengakuan tidak disertai dengan ibadat yaitu pembuktian dari keimanan.

Arti ibadat itu dalam bahasa Melayu ialah memperhambakan diri, atau

pembuktian diri ketundukan. Mengerjakan segala yang telah dinyatakan

baikanya oleh wahyu dan menjauhi segala yang telah dijelaskan

buruknya. Pada surah Luqman (31) : 17

             

    

Terjemahnya:

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan


yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah)”.
Luqman melanjutkan nasihatnya kepada anaknya nasihat yang

dapat menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Ilahi dalam Kalbu

sang anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan panggilan

mesra : “wahai anakku” sayang, “laksanakanlah shalat” dengan sempurna

syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya.

Nasihat Luqman diatas menyangkut hal-hal yang berkaitan

dengan amal-amal saleh yang puncaknya adalah shalat serta amal-amal


46

kebajikan yang tercermin dalam amr ma’ruf nahi mungkar juga nasihat

berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan, yaitu sabar

dan tabah.

Menyuruh mengerjakan ma’ruf , mengandung pesan untuk

mengerjakannya karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri

mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran menuntut agar

yag melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itu agaknya menjadi

sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan

ma’ruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh, dan

mencegah. Di sisi lain, membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini

menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial.

Ma’ruf adalah yang baik menurut pandangan umum suatu

masyarakat dan telah mereka kenal luas”, selama jalan dengan al-khair

(kebajikan), yaitu nilai-nilai Ilahi. Mungkar adalah sesuatu yang dinilai

buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. Karena itu ,

QS. Ali Imran (3) : 104 menekankan :

           

   


Terjemahnya :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”.
47

Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah;

sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari

pada-Nya.

Dalam Tafsir Al-Azhar oleh Prof. Hamka Inilah empat modal

hidup diberikan Luqman kepada anaknya dan dibawakan menjadi modal

pula bagi kita semua , disampaikan Nabi Muhammad saw. kepada

ummatnya, yaitu pertama, untuk memperkuat pibadi dan meneguhkan

hubungan dengan Allah. Kedua,untuk memperdalam rasa syukur kepada

Tuhan atas nikmat dan perlindungannya yang selalu kita terima. Ketiga,

dirikanlah shalat. Keempat, Dengan shalat kita melatih lidah , hati, dan

seluruh anggota badan selalau ingat kepada Tuhan.

Islam adalah agama untuk diri dan masyarakat , atau untuk diri

dalam masyarakat. Maka apabila pribadi telah kuat karena ibadah,

terutama tiang agama, yaitu shalat lakukan tugas selanjutnya, yaitu berani

menyuruhan berbuat ma’ruf. Ma’ruf ialah perbuatan baik yg diterima baik

oleh masyarakat. Ingatlah bahwa, sekalian rasul yang dikirim Allah

memberi bimbingan kepada manusia, semuanya disakiti oleh kaumnya

modal utama mereka ialah sabar.

Anak-anak harus mengerjakan shalat sebagai salah satu tanda

utama kepatuhan kepada Allah. Shalat itu, kelak akan menjadi dasar bagi

amal-amal shaleh lainnya; bila shalatnya baik, maka amalan-amalanya

yang lain akan dengan sendirinya baik, dan bisa sebaliknya.


48

c. Konsep Pembentukan Akhlak

Konsep pembentukan akhlak ini bertujuan membentuk kepribadian

anak melalui pembiasaan nasehat dan perintah yang sesuai dengan

ajaran Islam, sehingga menjadi muslim yang berakhlak terpuji. Akhlak

merupakan cerminan tauhid yaitu meyakini dan mengesakan Allah swt,

dengan iman yang baik dan terarah akan tercermin perbuatan yang baik

pula. Selain bentuk kesyukuran dan kewajiban kepada Allah berupa

ibadah ialah berbakti dan berakhlak baik kepada kedua orang tua.

Tidak hanya itu, setelah anak berinteraksi dengan keluarga, anak

akan menhadapi masyarakat luar. Sehingga dalam konsep pembentukan

akhlak ini dapat dibagi menjadi dua , yaitu :

1. Akhlak terhadap kedua orang tua

Akhlak terhadap orang tua merupakan hal yang utama

diperintahkan oleh Allah setelah perintah bersyukur pada-Nya. Karena

orang tua merupakan perantara dari Allah yang membuat anak lahir ke

dunia.Dengan penguatan seperti ini akan terbentuk anak yang berperilaku

baik, senantiasa menghargai orang tua, bersikap lemah lembut, dan

senantiasa mendo’akan kebaikan untuk kedua orang tuanya. Pendidikan

akhlak ini Allah swt. Telah menerangkannya dalam firman-Nya surah

Luqman (31) ayat 14 ,yaitu :

           

     


49

Terjemahnya:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua


orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah, Ayat 14

diatas menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian anak kepada

kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagungan kepada

Allah swt.Luqman memberikan nasihat agar anak-anaknya untuk

senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya, karena mereka telah

membesarkan dan mendidik.

M. Quraish Shihab menambahkan dalam tafsirnya mengenai

ayat tersebut bahwa pada ayat tersebut Allah memerintahkan kepada

manusia mengenai berbuat baik kepada kedua orang tuanya, disebabkan

karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan diatas

kelemahan, yakni kelemahan berganda dan dari saat ke saat bertambah-

tambah. Lalu, dia melahirkan dengan susah payah, kemudian memelihara

dan menyusukannya setiap saat, bahkan di tengah malam ketika manusia

lain tertidur nyenyak. Demikian hingga tiba masa menyapikannya dan

penyapihannya di dalam dua tahun terhitung sejak kelahiran sang anak.

Wasiat pertama yang disampaikan Luqman dalam ayat tesebut ialah :

menyampaikan untuk selalu bersykur kepada Allah (“bersyukurlah

kepada-Ku!”) karena Allah yang menciptakan manusia dan menyediakan

semua sarana kebahagiaan kepada manusia. Dan wasiat kedua yaitu

bersyukur pula lah “kepada dua ibu-bapak kamu” karena mereka yang
50

Allah jadikan perantara kehadiran manusia di pentas bumi ini. Kesyukuran

ini mutlak dilakukan oleh manusia karena hanya kepada Allah semua

manusia kembali untuk mempertangungjawabkan kesyukurannya..

Ibnu Katsir mengatakan di dalam tafsirnya bahwa:

“Selain dari memberikan nasihat agar tidak menyekutukan Allah,


Luqman juga mengiringi nasihat itu agar senantiasa berbakti kepada
kedua orang tua. Hal ini sebagaimana yang tertera dalam firmanNya:

Al Maragi di dalam tafsirnya mengatakan bahwa:

“(‫ووﺻﯿﻨﺎ اﻻﻧﺴﺎن ﺑﻮاﻟﺪﯾﮫ‬.), “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar


berbakti dan taat kepada kedua orang tuanya, serta memenuhi hak-hak
keduanya.” Di dalam al Quran sering kali disebutkan taat kepada Allah
dibarengi dengan bakti kepada kedua orang tua. Selanjutnya dalam hal ini
Allah menyebutkan jasa-jasa ibu secara khusus terhadap anaknya, karena
sesungguhnya di dalam hal ini terkandung kesulitan yang sangat berat
abgi pihak ibu. Untuk itu Allah berfirman di dalam surat yang lain: ( ‫ﺣﻤﻠﺘﮫ اﻣﮫ‬
‫)وھﻨﺎ ﻋﻠﻰ وھﻦ‬, “Ibu telah mengandungnya, sedang ia dalam keadaan lemah
yang kian bertambah disebabkan makin membesarnya kandungan,
sehingga ia melahirkan, kemudian sampai selesai dari masa nifasnya.”

Allah swt.menyebutkan secara bersamaan dan berurutan, tentang

bersyukur kepada Allah swt. Dan bersyukur kepada kedua orang tua, dan

Allah mendahulukan syukur kepada-Nya, kemudian syukur kepada kedua

orang tua: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”

Kemudian Allah menetapkan kaidah yang pertama dan utama

dalam masalah akidah, yaitu bahwasanya ikatan dalam akidah adalah

ikatan yang didahulukan diatas ikatan keluarga, keturunan dan ikatan

kekerabtan, meskipun dalamikatan yang kedua ini adalah satu ikatan yang

didasarikasih sayang dan emosional pribadi .


51

Kemudian Allah menyebutkan jasa ibu yang lain, bahwa ibu telah

memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan telah merawatnya

degan sebaik-baiknya sewaktu ia tidak mampu berbuat sesuatupun bagi

dirinya. Untuk itu Allah berfirman: (‫)وﻓﺼﻠﮫ ﻓﻰ ﻋﻤﯿﻦ‬, “Dan menyapihnya dari

persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun.” Selama

masa itu, ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan kesulitan dalam

rangka mengurus keperluan bayinya. Hal ini tiada yang dapat menghargai

pengorbanannya selain Yang Maha Mengetahui keadaan ibu, yaitu Allah

swt, tiada sesuatupun yang samar bagiNya, baik di langit maupun di bumi.

Allah telah memerintahkan agar berbuat baik kepada kedua orang tua,

akan tetapi Dia menyebutkan penyebab dari pihak ibu saja. Karena

kesulitan yang dialaminya lebih besar, ibu telah mengandung anaknya

dengan susah payah, kemudian melahirkannya kemudian merawatnya di

malam dan siang hari.

Menurut Prof. Hamka dalam tafsir Al-Azhar mengenai surah

Luqman(31): 14 , Tuhan memerintahkan kepada manusia agar mereka

menghormati dan memuliakan kedua ibu bapaknya. Sebab melalui

mereka, anak dapat terlahir ke dunia. Sehingga sudah sewajarnya

keduanya harus dihormati dan dipatuhi. Syukur pertama ialah kepada

Allah. Karena keduanya itu, sejak mengandung sampai mengasuh dan

sampai mendidik dengan tidak ada rasa bosan, dipenuhi ras cinta dan

kasih, adalah berkat rahmat Allah belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada

kedua orang tuamu . ibu yang mengasuh dan ayah yang melindungi
52

anak-anaknya. Akhirnya diperingatkanlah kemana akhir dari perjalanan

ini; “kepada-Ku lah tempat kembalimu”, yang dimaksud hal tersebut ialah

kembali kepada Allah. Diperingatkan pula bahwa manusia yang lahir ke

dunia akan ada masanya untuk kembali kepada Allah swt.

Pada sebuah hadits dikatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

‫ ﺟﺎء رﺟﻞ اﻟﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ‬:‫ﻋﻦ اﺑﻰ ﺣﺮﯾﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل‬
,‫ اﻣﻚ‬,‫ ﻣﻦ اﺣﻖ اﻟﻨﺎس ﺑﺤﺴﻦ ﺻﺤﺎﺑﺘﻰ ﻗﺎل‬:‫اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎل‬
‫ ﺛﻢ ﻣﻦ؟ ﻗﺎل‬:‫ ﻗﺎل‬,‫ اﻣﻚ‬:‫ ﻗﺎل ﺛﻢ ﻣﻦ؟ ﻗﺎل‬,‫ ﺛﻢ ﻣﻦ؟ ﻗﺎل اﻣﻚ‬:‫ﻗﺎل‬
(‫ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ‬.‫اﺑﻮك‬
Artinya:

Dirawikan dari Abi Hurairah datanglah seorang laki-laki kepada


Rasulullah, lalu dia bertanya: Siapakah manusia yang lebih berhak
dengan hubungan baikku?” Rasulullah menjawab: “Ibumu!” Orang
itu bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?” Nabi menjawab: “Ibumu!”
Dia bertanya lagi: “Kemudian itu siapa lagi?” Rasulullah menjawab:
“Ibumu!” Kemudian itu siapa lagi?” “Bapakmu!”, jawab Rasulullah.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Orang tua merupakan perantara dari Allah sehingga anak dapat

terlahir di dunia. Untuk bersyukur atas semua itu, seorang anak

senantiasa harus menghormati dan bersikap terpuji kepada kedua orang

tua. Dan jika kedua orang tua melakukan keburukan dihadapan anak,

anak dapat menegurnya dan menyampaikannya dengan sikap lembut

terhadap anaknya. Perintah tersebut terdapat dalam firman Allah swt.

Dalam QS. Al-Ankabut (29) :8, yaitu :


53

             

         

Terjemahnya:

“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang


ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Maksud ayat tersebut ialah Allah memerintahkan manusia agar

selalu memathi perintah kedua orang tuanya dan senantiasa berbuat baik

padanya, namun ada hal-hal tertentu yang harus diperhatikan dlam

mematuhi keduanya, yaitu, bersikap baik dan menolaknya dengan kata

yang sopan jika keduanya memaksa anaknya dalam hal menyekutukan

Allah swt dengaan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang hal

tersebut. Karena setiap perbuatan akan dimintai petanggungjawabannya

Oleh Allah di akhirat.

2. Akhlak Bermasyarakat

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu

sama lain. Agar seseorang dapat diterima di masyarakat hendaknya dapat

berperilaku baik dan terpuji, sehingga dapat saling menghargai satu sama

lain. Sikap tersebut dapat dibentuk melalui pengajaran yang terdapat

dalam keluarga, yaitu hasil pengajaran yang dilakukan oleh kedua orang

tua sesuai dengan ajaran Islam


54

Pembentukan akhlak menjadi bagian dalam konsep pendidikan

karakter terutama dalam al-Qur’an. Dapat dilihat dalam bentuk pengajaran

tentang akhlak oleh Luqman terhadap anaknya, sebagaiman dalam firman

Allah swt, dalam QS. Luqman : 18-19, yaitu

               

           

  


Terjemahnya:

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena


sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai”.

Nasehat dalam ayat tersebut berkaitan dengan akhlak dan sopan

santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran akidah,

beliau selingi dengan materi akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak

jenuh dengan satu materi, tetapi juga mengisyaratkan bahwa ajaran

akidah dan akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Menurut Tafsir Al-Azhar Pangkal ayat 18 surah Luqman tersebut :

ini adalah termasuk budi pekerti, sopan dan santun dan akhlak yg

tertinggi. Menghadapkan muka dan mendengarkan lawan bicara

bercakap.
55

Berdasarkan tafsiran beberapa penafsir, penulis dapat

menyimpulkan bahwa dalam ayat tersebut menerangkan cara bergaul

dengan masyarakat, yaitu senantiasa bersikap rendah hati dan tidak

menyombongkan diri. Berperilaku sopan dalam berbicara terutama

kepada orang yang lebih tua. Dan senantiasa saling menasihati dalam

kebaikan.

Ketauhidan atau mengeesakan Allah merupakan fondasi utama

dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt., Sehingga iman

yang kuat dan ibadah yang teratur sesuai dengan perintah dan sunnah

rasulullah saw, akan tercermin dan menghasilkan manusia yang berakhlak

terpuji sesuai dengan pandangan Islam.

2. Model-Model Pendidikan Karakter

Dalam Al-Qur’an banyak tersebar berbagai model pendidikan

karakter. Model pendidikan karakter berfungsi sebagai pendukung

pelaksanaan konsep pendidikan karakter. Adapun model pendidikan

karakter yang tersebar pada setiap ayat dalam Al-Qur’an yaitu :

a. Model Pembiasaan

Untuk mencapai tujuan pendidikan karakter kepada taraf yang

baik dalam artian terjadi keseimbangan antara ilmu dan amal, maka Al-

Qur’an juga memberikan model pembiasaan dan praktik keilmuan. Al-

Qur’an sangat banyak memberikan dorongan agar manusia selalu

melakukan kebaikan. Ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menekankan

pentingnya pembiasaan bisa terlihat pada term “amilus shalihat”. Kata


56

“amilus shalihat” dalam al-qur’an adanya petunjuk yang diberikan pada

manusia agar senantiasa untuk membiasakan diri dengan perbuatan-

perbuatan baik atau amalan-amalan shaleh. Dengan membiasakan diri

pada kebaikan, akan tersimpan dalam jiwa, sehingga terbentuk akhlak

terpuji. Term ini diungkap Al-Qur’an sebanyak 73 kali. Bisa terjemahkan

dengan kalimat “mereka selalu melakukan amal kebaikan,” atau

membiasakan “beramal shaleh”. Jumlah term “amilus shalihat” yang

banyak tersebut memperlihatkan pentingnya pembiasaan suatu amal

kebaikan dalam proses pembinaan dan pendidikan karakter dalam Islam.

(Amirullah Syarbini, 2012:137).

Adapun ayat dalam al-Qur’an yang membahas tentang amalan

shaleh, yaitu salah satunya terdapat pada firman Allah QS Ali-Imran (3)

:57.

          

 
Terjemahnya :

“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-


amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka
dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang zalim”.

Dengan model pembiasaan anak didik dapat menjalankan ibadah

yang sesuai syariat Islam tanpa pertimbangan. Dalam model pembiasaan

ini Orang tua atau pendidik dapat menerapkan konsep penguatan iman

dengan membiasakan nasihat-nasihat yang baik dan senantiasa


57

mengarahkan anak didik pada amalan-amalan shaleh sesuai syariat

Islam.

b. Model Perintah

Perintah dalam pendidikan akhlak Islam merupakan sistem

pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk

memimpin kehidupannya sesuai dengan amal atau perbuatan melakukan

perintah. Nilai-nilai perintah Islam tersebut mampu menjiwai dan mewarnai

kepribadiannya. Dari sudut ketaatan tersebut dapat dimaknai esensi dari

pendidikan akhlak, yaiut menjadikan manusia agar mampu menjiwai

dalam melaksanakan syariat Islam sehingga terbentuk kepribadian

Muslim.

Agar akhlak anak didik dapat terbentuk orang tua senantiasa

membiasakan dengan perintah untuk berbuat baik, terutama di dalam

rumah. Model perintah ini sebagai pendukung dalam melaksanakan

konsep pendidikan karakter karena model perintah yang tersadat dalam

al-Qur’an mengarahkan sebagai konten dalam .dilakukan agar mampu

terbiasa dengan perintah-perintah kebaikan sehingga .

Model perintah yang dilakukan dalam melaksanakan konsep

pendidikan karakter merujuk pada perintah yang terdapat dalam al-Qur’an.

Agar akhlak anak dapat terbentuk dengan pembiasaan perintah yang baik

sesuai dengan ajaran Islam

Al-Qur’an memiki banyak ungkapan model perintah untuk berakhlak

baik yang dapat diterapkan untuk membentuk akhlak anak pada


58

pelaksanaan konsep pendidikan karakter. Di dalam al-Qur’an terdapat 23

ayat yang menggunakan model perintah untuk berakhlak baik, salah

satunya ialah dalam QS. Al-Baqarah (2) : 153.

.           
Terjemahnya
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar”.

Kesimpulan dari ayat tersebut ialah adanya perintah dari Allah swt.

Terhadap orang mukmin untuk senantiasa bersabar dan shalat sebagai

perantara untuk meminta pertolongan kepada Allah. Hubungan ayat

tersebut dengan model perintah yaitu dalam melakukan proses pendidikan

diperlukannya bentuk-bentuk perintah untuk mengarahkannasehat-

nasehat yang telah diberikan, bentuk-bentuk perintah tersebut disesuaikan

c. Model Targhib (motivasi)

Menurut Ulil Amri Syafri (2012: 112-113)

“Targhib diartikan dengan kalimat yang melahirkan keinginan kuat


(bahkan sampai pada tingkat rindu), membawa seseorang untuk
tergerak untuk menggerakkan amalan”.

Targhib bukan saja memiliki reaksi menimbulkan keinginan untuk

mengerakkan sesuatu, tapi juga memunculkan tingkat kepercayaan pada

sesuatu. Bisa juga dimaknai dengan rasa rindu yang membawa seorang

melakukan suatu amalan.

Dalam Al-Qur’an,kalimat targhib bertebararan di setiap surah.

Pada model targhib dalam Al-Qur’an terdapat janji-janji keberuntungan,


59

kebahagiaan, kesempurnaan, pertolongan, keselamatan, bahkan semua

yang menjadi idaman kaum mukminin, baik jangka pendek di dunia,

maupun jangka panjang akhirat.

Setelah menerapkan model pembiasaan pada konsep penguatan

iman. Selanjutnya konsep penguatan Ibadah dapat diterapkan model

motivasi. Model motivasi ini berupa pemberian semangat melalui kata-kata

atau reward setelah anak didik dapat melaksanakan dengan baik nasihat-

nasihat dari orang tuanya. Targhib menjadi model pendidikan yang

memberikan efek untuk beramal memercayai sesuatu yang dijanjikan.

Kalimat targhib banyak diungkapkan dalam al-Qur’an, salah

satunya, ialah dalam QS. Al-Mujaadilah (58) : 11.

           

             

      


Terjemahnya :

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:


"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Kesimpulan dari ayat tersebut ialah adanya janji Allah akan

mengangkat derajat kepada hamba-Nya beriman dan berilmu, yaitu

memberikan kemulian di dunia dan akhirat, dan hubungan ayat tersebut


60

terhadap model motivasi (targhib) yaitu dalam proses pendidikan, pendidik

senantiasa mampu memotivasi dan mengarahkan anak didik dalam

kebaikan terutama pada usia yang masih butuh pengawalan orang tua.

d. Model Qudwah (Teladan)

Salah satu aspek terpenting dalam mewujudkan integrasi iman,

ilmu, dan akhlak adalah dengan adanya figur utama yang menunjang hal

tersebut. Dialah sang pendidik yang menjadi sentral pendidikan.

Sehingga bisa dikatakan bahwa qudwah merupakan aspek terpenting dari

proses pendidikan. Para pendidik dituntut untuk memiliki kepribadian dan

intelektualitas yang baik sesuai dengan Islam sehingga konsep pendidikan

yang diajarkan dapat langsung diterjemahkan melalaui diri para pendidik.

Dalam Al-Qur’an kalimat qudwah diungkapkan dengan istilah

“uswah”. Istilah ini terdapat tiga kali dalam Al-Qur’an yaitu QS. Al-Ahzab

:21 dan QS. Mumtahanah : 4 dan 6.

QS. AL-Ahzab (33): 21.

             

  


Terjemahnya:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan


yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah”.

Kesimpulan dari ayat tersebut bahwa dlam menerapakan model

pendidikan terutama dalam keluarga di perlukannya sifat keteladanan


61

yang mampu menjadi contoh oleh anak didik dalam berperilaku terpuji,

sehingga setiap arahan dan proses pendidikan yang dilakukan dapat

teraplikasikan dengan baik, sebaik menjadi teladan umat Islam ialah

Rasulullah saw. Tertuma proses pendidikan yang telah dilakukan oleh

rasulullah.

B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Perspektif Al-Qur’an

nilai-nilai pendidikan karakter bangsa Ayat-ayat yang mengenai

nilai pendidikan karakter dalam Al-Qur’an hampir sama dengan Ayat-ayat

mengenai pendidikan karakter banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Adapun

ayat-ayatnya penulis hanya mengambil bagian kecil dijadikan sebagai

nilai-nilai dalam pendidikan karakter.

1. Nilai ketauhidan

Tauhid merupakan hal yang amat fundamental terhadap segala

aspek kehidupan manusia terutama penganut agama Islam, tak terkecuali

pada aspek pendidikan Islam, untuk membangun kehidupan manusia

yang menjadi pondasi kehidupan merupakan tujuan hidup manusia,

terutama umat Islam. Dalam kaitan ini seluruh pakar sependapat bahwa

dasar pendidikan Islam adalah tauhid. Nilai ketauhidan ini terdapat dalam

firman Allah dalam QS. Al-An’am (6): 162.

         


Terjemahnya :
62

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku

hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

Kesimpulan ayat tersebut bahwa tauhid menjadi pondasi utama

pada kehidupan umat Islam sebagai bentuk keyakinan dan dasar dalam

menjalankan segala perintah-Nya dan menjalankan kehidupan didunia

yang merupakan investasi di akhirat.

2. Nilai Keteladanan

Al-Qur’an telah memberikan contoh bagaimana manusia belajar

lewat meniru. Kecenderungan manusia belajar lewat peniruan,

menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses

belajar mengajar. Rasulullah SAW dalam hal ini tentu merupakan seorang

yang menjadi suri tauladan yang utama bagi manusia.

Keteladanan terdiri dari dua macam, yaitu: pertama yaitu sengaja

berbuat untuk secara sadar ditiru oleh anak didik, kedua yaitu berperilaku

sesuai dengan nilai dan norma yang akan ditanamkan pada anak didik,

serta cara langsung tertanam pula pada diri sendiri, sehingga secara

tanpa sengaja menjadi teladan bagi anak didik. ( Edi Suardi dalam Pupuh

Fathurrohman, 2011:114)

Dapat disimpulkan dari pendapat pakar tersebut diatas bahwa nilai

keteladanan tak bias lepas dari proses pendidikan akhlak. Hal tersebut

dapat dikaitkan dengan firman Allah dalam QS. As-Shaff (61) :2-3, yaitu :
63

             

    

Terjemahnya :
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.

Kesimpulan ayat tersebut bahwa Allah swt. memerintahkan kepada

umat Islam untuk menyamakan perkataan dan perbuatan. Konsistensi

antara perkataan dan perbuatan terutama dalam hal mengerjakan

kebaikan dan perintah Allah swt. Hal tersebut sejalan dengan tujuan nilai

keteladanan yang merupakan proses pendidikan akhlak.

3. Nilai Kerja Sama

Manusia merupakan makhluk sosial , yaitu saling membutuhkan

satu sama lain. Sehingga nilai yang terdapat dalam pendidikan karakter

Islam, ialah kerja sama. Dalam nilai kerja sama yang terdapat pada nilai

pendidikan karakter Islam, terdapat batasan-batasan dalam hal kerja

sama yang diterangkan oleh Allah swt, dalam firman-Nya QS.Al-Maidah

(5) :2, yaitu :

 . ..             

Terjemahnya:
64

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, ...”

Kesimpulan ayat tersebut ialah bahwa bentuk saling tolong

menolong yang diprintahkan oleh Allah ialah dlah hal kebajikan dan takwa.

Hubungan ayat tersebut dengan nilai kerja sama ialah merupakan

pengaplikasian dari tauhid yang benar dan ibadah yang teratur akan

terlahir jiwa yang senantiasa tergerak hatinya untuk menolong sesama

manusia dalam hal kebajikan dan takwa.

4. Nilai Kerja Keras

Tugas manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi, sebagai

konsekuensi predikat tersebut manusia berkewajiban membangun dunia

ini dengan mengolah berbagai sumber dayanya.

Akhirat menjadi tujuan utama manusia hidup di dunia dan

mengingat bahwa kehidupan di dunia hanya sementara sehingga manusia

selalu menyiapkan diri dengan senantiasa beribadah dan mendekatkan

diri kepada Allah swt. Dalam al-Qur’an, Allah senantiasa memerintahkan

manusia untk memanfaatkan waktunya sebagai investasi jangka panjang.

Manusia yang memahami predikatnya sebagai khalifah di muka bumi akan

senantiasa berkerja keras untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi

sesama, Hal tersebut menjadi nilai dalam pendidikan karakter, yaitu

terdapat dalam firman Allah QS. Al-Qashash (28) : 77


65

            

               

 

Terjemahnya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Kesimpulan pada ayat tersebut ialah bahwa Allah swt,

memerintahkan manusia untuk memenuhi segala kesiapan mereka untuk

menghadapi dan mendapatkan kebahaagiaan akhirat. Namun disisi lain

Allah swt. juga memperingatkan pada manusia untuk memerhatikan apa

yang dikerjakannya di dunia dan mencari anugerah yang telah Allah swt.

berikan dengan jalan berusaha.

5. Nilai rajin dan tertib

Manusia yang paling beruntung disisi Allah ialah senantiasa

memanfaatkan waktu hidupnya yang diberikan oleh Allah di dunia. Rajin

yang dimaksud dalam nilai karkater ini ialah hendaknya manusia

memerhatikan setiap kali mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaannya

agar dapat terstruktur dan sistematis. Hal tersebut secara kontekstual,

terdapat dalam firman Allah dalam Q.S.Al-Baqarah 2:282.


66

        

  
Terjemahnya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.

Kesimpulan ayat tersebut secara kontekstual memerintahkan

kepada manusia untuk senantia mengerjakan perintah Allah swt. dengan

keteraturan. Keterkaitan ayat tersebut dengan nilai rajin dantertib bahwa

sikap yang baik ialah mampu mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu

yang baik dengan rajin dan tuntas.

6. Nilai Amanah (terpecaya)

Amanah atau terpecaya, nilai tersebut merupakan salah satu sifat

nabi. Amanah ialah mampu menjalankan sesuatu yang dipercayakan;

Kepercayaan, jujur dan setia dalam menjalankan sesuatu tugas dan

tangung jawab.(Tim Prima Pena, 2006:26). Sebagaimana nilai tersebut

juga merupakan nilai dalam akhlak atau karakter Islam. Nilai amanah

terdapat dalam perintah Allah swt, dalam Q.S.An-Nisa (4): 58, yaitu:

 ...       

Terjemahnya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya...,


67

Kesimpulan ayat tesebut bahwa sutau amanah yang

dipercayakan untuk menyampaikannnya hendaklah disampaikan.

Amanah yang diberikan oleh Allah swt.maupun yang dating dari manusia

hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati dengan keimanan karena

setiap amanah akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak.

7. Nilai menepati Janji

Karakteristik berikutnya ialah menepati janji, menepati janji ialah

memenuhi sesuatu yang sesuai dengan ucapan, menyatakan kesediaan

dan kesanggupan untuk berbuat. Dalam al-Qur’an menenuhi janji

merupakan sifat orang yang bertakwa, sifat orang yang bertakwa

merupakan cerminan akhlak terpuji. (Kemdikbud,2014).

Perintah Allah agar menepati janji ini terdapat dalam Q.S.Al-

Isra(17): 34, yaitu :

...      ...

Terjemahnya:

“...Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta

pertanggungan jawabnya... “.

Kesimpulan dari ayat tersebut ialah bahwa Allah memerintahkan

kepada manusia untuk selalu berusaha memenuhi janji apabila berjanji,

karena perjanjian itu dimintai pertanggungjawabannya. Senantiasa

menjaga sikap memenuhi janji maka dapat terjalin sikap saling


68

menghargai dan saling mempercayai pada konteks kehidupan

bermasyarakat.

8. Nilai Pemaaf

Nilai akhlak atau karakter selanjutnya, ialah pemaaf, yaitu

Memaafkan kesahalahan seseorang adalah tanda orang yang bertakwa.

Wajib memberi maaf jika telah diminta dan lebih baik lagi memaafkan

meskipun tidak diminta. Dengan memaafkan hubungan silaturahim

dengan sesama manusia tetap terjaga. Dengan saling memaafkan,

manusia dapat memahami bahwa tiada yang lepas dari kesalahan kecuali

Allah swt. Nilai pemaaf ini terdapat dalam firman Allah swt, QS. Al-A’raf (7)

: 199.

     

Terjemahnya :

“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang

ma'ruf, …. “

Kesimpulan dari ayat tersebut ialah adanya perintah untuk menjadi

pribadi yang mememaafkan sikap buruk seseorang yang telah

dilakukannya terhadap diri, meskipun ada kesempatan untuk membalas,

karena memaafkan lebih baik daripada membalasnya. Dengan sikap

memaafkan akan terjalin kembali hubungan yang baik antara kehidupan

bermasyarakat.
69

9. Nilai Kejujuran

Jujur merupakan ciri-ciri orang bertakwa, dan cerminan dari sifat

akhlak terpuji. Jujur merupakan kata sifat dan kata dasar dari kejujuran.

Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau

“shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar.Shiddiq

merupakan salah satu sifat nabi.Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam

bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna:

kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; kesesuaian antara informasi

dan kenyataan; ketegasan dan kemantapan hati; dan sesuatu yang baik

yang tidak dicampuri dengan kedustaan. Nilai kejujuran ini menjadi

sebuah tolak ukur karakter Islam. perintah untuk bersifat jujur terdapat

dalam firman Allah swt dalam QS. At-Taubah (7) :119, yaitu :

        


Terjemahnya :

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan

hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.

Kesimpulan ayat tersebut ialah adanya perintah untuk berkata jujur

dan benar, dengan berkata jujur maka sifat pada diri terhindar dari sifat

munafik dan kepercayaan akan selalu melekat pada kepribadian diri.

Terdapat pula perintah untuk bersama orang-orang yang benar karena

lingkungan membawa pengaruh pada pembawaan sifat manusia.

10. Nilai Berpikir Positif


70

Menjalani kehidupan di dunia, manusia sering kali menghadapi

berbagai masalah, sehingga dalam menghadapinya terkadang banyak

pikiran-pikiran negatif yang biasnya berdampak pada kehidupan yang

dijalani. Sebagai umat Islam, pikiran-pikiran negatif tersebut hanya

melemahkan iman kepada Allah swt, sehingga Allah memerintahkan

manusia untuk senantiasa berpikir positif dalam menjalani dan

menghadapi permasalahan kehidupannya, karena setiap masalah ada

solusinya. Berpikir positif tersebut menjadi nilai dalam karakter Islam atau

termasuk dalam akhlak terpuji. Nilai berpikir positif ini telah diperintahkan

oleh Allah swt. dalam firman-Nya, QS. QS.Al-A’raf (7) : 201, yaitu :

        

   

Terjemahnya :

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa


was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu
juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya”.

Kesimpulan ayat tersebut bahwa hendaknya manusia menjaga

pikirannya karena pikiran dapat memberi pengaruh pada tubuh dalam

beraktivitas, dengan menjaga pikiran untuk senantiasa berpikir positif

maka kehidupan dapat dijalani dan terarah sesuai dengan keetapan Allah

swt dan tujuan hidup di dunia. Apabila terlanjur was-was maka manusia

hendaknya berdzikir mengingat Allah swt, karena pikiran was-was

datangnya dari syaitan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan, penulis dapat

menyimpulkan :

1. Pendidikan karakter perspektif al-Qur’an ialah usaha mendidik

dalam mengarahkan potensi kebaikan berupa potensi agama,

yang mengutamakan terbentuknya Iman sehingga menghasilkan

kepribadian yang berkarakter atau berakhlak mulia sesuai dengan

ajaran Islam, serta berdasarkan pada nilai-nilai, model dan konsep

pendidikan dalam al-Qur’an. Konsep pendidikan karakter yang

terdapat dalam al-Qur’an yaitu: konsep penguatan iman, konsep

penguatan akhlak, konsep penguatan ibadah. Akhlak yang

terbentuk ialah akhlak terhadap kedua orangtua, akhlak terhadap

masyarakat. Dalam mendukung pelaksanaan proses konsep

pendidikan karakter terdapat model-model pendidikan karakter,

yaitu model pembiasaan, model perintah, model targhib (motivasi),

model qudwah.

2. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif al-Qur’an yaitu

nilai ketauhidan (keimanan), Keteladanan, kerja sama, kerja

keras, rajin dan tertib, amanah (terpecaya), menepati janji,

pemaaf, kejujuran, serta berpikir positif.

71
72

B. Saran

1. Kepada orang tua, hendaknya dengan konsep dan model

pendidikan karakter perspektif al-Qur’an ini diharapkan dapat

melakukan proses pendidikan dalam keluarga sesuai dengan

ajaran Islam teurtuma terdapat dalam al-Qur’an. Sehingga

menghasilkan manusia yang berakhlak/berkarakter.

2. Tugas para pendidik muslim (termasuk kyai maupun ulama di

dalamnya) untuk dapat memberikan pemahaman yang baik dan

luas serta pengarahan dalam pengaplikasian tentang kandugan

al-Qur’an yang menyangkut konsep pendidikan akhlak/karakter.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al-Maragi. Jilid 21. Semarang:


Toha Putra.

Alu Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. 2007.
Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.

Amin, Muhammad Rusli. 2013. Rasulullah Sang Pendidik: Menyingkap


Rahasia-Rahasia Pendidikan Karakter Dari Nabi Muhammad
Saw. Jakarta Selatan: Amp Press.

Arifin, Muhammad. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi


Aksara.

Asy-Syu’aibi, Ali Syawakh Ishaq. 1995. Metodologi Pendidikan Al-Qur’an


Dan Sunnah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

Departemen Agama. 2009. Al-Qur’an Dan Terjemahan. Bandung: Fitrah


Rabbani.

Departeman Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Undang-Undang Sistem


Pendidikan Nasional. 2003.Cetakan IV: Jakarta: Sinar Grafla.

Faturrahman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2011. Strategi Belajar


Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum Dan Konsep
Islami.Cetakan V. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hamka. 2007. Tafsir Al-Azhar Juz 15. Jakarta: PT. Citra Serumpun Padi.

. 2007. Tafsir Al-Azhar Juz 21. Jakarta: PT. Citra Serumpun Padi.

http://Khalifatu Rabb. Pendidikan Karakter Dalam Islam. (Diakses pada


tanggal 20 Juli 2014).

http://bahanceramah.blogspot.com/2010/05/islam-mewajibkan-muslim-
rajin-bekerja.html. (Diakses pada tanggal 28 Desember 2014).

73
74

http://kbbi.web.id. (Diakses pada tanggal 28 Desember 2014).

http://saputra51.wordpress.com.2012/02/24/memaafkan-itu-indah/.
(Diakses pada tanggal 28 Desember 2014).

http://kisahimuslim.blogspot.com/2014/09/arti-makna-kejujuran-dalam-
islam.html. (Diakses pada tanggal 28 Desember 2014).

Ilahi, Muhammad Takdir. 2012. Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral.


Jogjakarta: Ar-ruz Media.

Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-


Konsep Dasar Etika Dalam Islam. Jogjakarta: Debut Wahana
Press-FISE UNY.

Razak, Nasaruddin. 1973. Dienul Islam.Cetakan XX. Bandung: Alma’arif.

Samani, Muchlas dan Haryanto. 2012. Konsep Dan Model Pendidikan


Karakter . Bandung: Remaja Rosdakarya.

Shihab, Quraish. M. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan


Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Syafri, Ulil Amri. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta:


Rajagrafindo Persada.

Syarbini, Amrullah. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karkater. Jakarta:


As@-Prima.

Tafsir, Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Tobroni. 2010. The Spiritual Leadership, Mengefektifkan Organisasi Noble


Industri Melalui Prinsip-Prinsip Ritual Etis. Malang: UMM Press.

Zubaedi, dkk. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Zuhdi, Masjfuk. 1997. Pengantar Ulumul Quran. Surabaya: Karya


Abditama.
RIWAYAT HIDUP

Syarifah Hurai Eni lahir di Pare-pare pada


tanggal 15 Oktober 1992, merupakan anak
pertama dari empat bersaudara dari pasangan
Syarifah Faizah (Almarhumah) dan S.M. Alwi.
Penulis memulai sekolah formalnya pada tahun
1998 di SD Inpres BTN Pemda Makassar, pada
tahun 2002 penulis pindah sekolah karena
alasan keluarga, sehingga penulis
menamatkan sekolah dasarnya di SD Inpres
Cilellang Selatan, Kabupaten Barru pada tahun
2004. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan sekolahnya di MTs DDI Cilellang dan tamat di tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan sekolah tingkat selanjutnya di MAN
Madello Barru dan menyelesaikannya di tahun 2010. Setelah
menyelesaikan sekolahnya, penulis melanjutkan pendidikannya di
Perguruan Tinggi yang ada di Makassar yaitu Universitas Muhammadiyah
Makassar pada tahun 2010 dengan konsentrasi prodi Pendidikan Agama
Islam, dan menyelesaikannya pada bulan Maret 2015. Selama dibangku
perkuliahan penulis mengikuti dan masuk organisasi Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang kepenulisan yaitu Lembaga
Kreativitas ILmiah Mahasiswa (LKIM-PENA) pada tahun 2011, selama di
UKM tersebut penulis pernah mengikuti lomba tingkat nasional, yaitu
LKTIA GID Universitas Padjajaran Bandung dan masuk sebagai peserta
semifialis. Penulis juga bergabung di organisasi Pimpinan Komisariat
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Agama Islam ( PIKOM IMM
FAI) diberi amanah sebagai Departemen Bidang Media dan Komuikasi
periode 2012-2013, dan sebagai Sekretaris Bidang Media dan Komunikasi
periode 2013-2014. Pada bulan Desember 2014 penulis mendapatkan
penghargaan dari Dekan FAI sebagai MAhasiswa berpretasi se-Fakultas
Agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai